Anda di halaman 1dari 29

“STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN KEPUTUSAN KEUANGAN

TERHADAP KEMAKMURAN PEMEGANG SAHAM


PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI
TAHUN 2017-2018”

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Didalam dunia modern saat ini, seorang manajer perusahaan dituntut untuk
dapat memainkan peranan yang penting dalam kegiatan operasi, pemasaran, dan
pembentukan strategi perusahaan secara keseluruhan. Karena manajer perusahaan
adalah kunci kesuksesan suatu perusahaan. Perusahaan sebagai entitas ekonomi
lazimnya memiliki tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka
pendek perusahaan bertujuan memperoleh laba secara maksimal dengan
menggunakan sumber daya yang ada, sementara dalam jangka panjang tujuan
utama perusahaan adalah memaksimalkan nilai perusahaan. Tujuan utama
perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan
kemakmuran para pemegang saham. Bagi perusahaan yang sudah go public
memaksimalkan nilai pasar perusahaan sama dengan memaksimalkan harga pasar
saham (Sudana, 2011:7). Semakin Tinggi harga saham menandakan semakin
tinggi kekayaan pemilik. Nilai perusahaan yang maksimal dapat memberikan
kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham meningkat,
sehingga investor akan memilih berinvestasi pada perusahaan dengan nilai
perusahaan yang maksimal. Nilai pemegang saham akan meningkat apabila nilai
perusahaan meningkat, yang ditandai dengan tingkat pengembalian investasi yang
tinggi kepada pemegang saham.
Nilai perusahaan adalah nilai yang mencerminkan berapa harga yang
bersedia dibayar oleh investor untuk suatu perusahaan. Harga saham yang tinggi
membuat nilai perusahaan juga tinggi. Kurang cermatnya perusahaan dalam
mengaplikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan
menyebabkan beberapa perusahaan sering kali gagal dalam meningkatkan nilai
perusahaan. Hal tersebut membuat kinerja perusahaan dipandang buruk oleh
investor.
Struktur kepemilikan menjelaskan komitmen dari pemiliknya untuk
menyelamatkan perusahaan. Menurut Wahyudi & Pawesti (2006) Struktur
kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya
perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh dalam mencapai tujuan perusahaan
yaitu memaksimalkan nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya
kontrol yang mereka miliki. Semakin bertambahnya saham yang dimiliki manajer
melalui kepemilikan manajerial akan memotivasi kinerja manajemen karena
mereka merasa memiliki andil dalam perusahaan baik itu dalam pengambilan
keputusan dan bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambil karena ikut
sebagai pemegang saham perusahaan sehingga kinerja manajemen semakin baik
dan berpengaruh pada peningkatan nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial
(insider ownership) diukur sesuai proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh
manajerial (Iturriaga, et al. 2001).
Fungsi keuangan merupakan salah satu fungsi penting dalam kegiatan
perusahaan dan mempunyai pengaruh cukup besar terhadap nilai perusahaan
(Adler, 2004 dalam Purnamasari, 2009). Dalam fungsi keuangan inilah
maksimalisasi nilai perusahaan dapat dicapai. Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut, banyak shareholder yang menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada
para profesional yang bertanggung jawab mengelola perusahaan, yang disebut
manajer. Manajer memegang peranan penting dalam memaksimalkan nilai
sebuah perusahaan. Manajer perusahaan dihadapkan pada keputusan keuangan
yang meliputi keputusan investasi (investment decision), keputusan pendanaan
(investment decision), dan keputusan yang menyangkut pembagian laba dalam
bentuk dividen (Van Horne, 2001). Ketiga keputusan tersebut saling berkaitan dan
setiap keputusan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan yang
lainnya serta kombinasi yang optimal atas ketiganya akan memaksimumkan nilai
perusahaan yang selanjutnya akan meningkatkan kemakmuran kekayaan
pemegang saham (Hasnawati, 2005).
Investasi adalah komitmen sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang
dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa
datang. Seorang investor membeli sejumlah saham saat ini dengan harapan
memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham ataupun sejumlah dividen di
masa yang akan datang, sebagai imbalan atas waktu dan risiko yang terkait
dengan investasi tersebut. Jatmiko Wibowo dan Indri Erkaningrum (2002)
menyatakan bahwa keseimbangan financing cost (biaya pendanaan) mendorong
perusahaan yang mempunyai investasi besar cenderung mempunyai leverage yang
tinggi. Semakin besar kesempatan investasi semakin besar perusahaan
menggunakan dana eksternal khususnya hutang.
Keputusan dividen dapat dianggap sebagai salah satu komitmen
perusahaan untuk membagikan sebagian laba bersih yang diterima kepada para
pemegang saham (Suad Husnan, 2005).Dividen tersebut yang menjadi alasan oleh
investor ketika mereka menanamkan dana untuk investasi. Apabila perusahaan
menyimpan laba ditahan dalam jumlah besar, berarti laba yang akan dibayarkan
sebagai dividen akan menjadi kecil, sebaliknya jika perusahaan lebih memilih
untuk membagikan laba sebagai dividen, maka hal tersebut akan mengurangi
porsi laba ditahan dan mengurangi sumber dana intern, namun tentu saja akan
meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham. Dengan demikian aspek
penting dari keputusan dividen adalah menentukan alokasi laba yang sesuai
diantara pembayaran laba sebagai dividen dengan laba yang ditahan perusahaan.
Keputusan pendanaan mencakup penentuan sumber dana eksternal dan
internal. Sumber dana eksternal dapat diperoleh dari hutang dan ekuitas baru,
sedangkan sumber dana internal diperoleh dari laba ditahan. Penentuan laba
ditahan terkait dengan keputusan dividen, sehingga keputusan pendanaan dan
keputusan dividen menjadi saling terkait (Kaaro, 2003). Keputusan pendanaan
dalam penelitian ini menggunakan indikator Book to equity ratio (BDE), book
debt to assets ratio (BDA), long term debt equity ratio (MDE) dan market debt
equity ratio (MDE) (Hasnawati, 2005). Semakin baik keputusan pendanaan yang
dilakukan perusahaan akan semakin berdampak positif bagi peningkatan nilai
perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Prapaska (2012) dengan judul “Analisis
Pengaruh Tingkat Profitabilitas, Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, Dan
Kebijakan Deviden terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Di
BEI Tahun 2009-2010“, menunjukkan hasil penelitian adalah tingkat profitabilitas
dan keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sedangkan
variabel keputusan pendanaan dan kebijakan deviden berpengaruh negatif
terhadap nilai perusahaan.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Efni dan Hadiwidjojo dkk (2011)
dengan judul ”Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan dan Kebijakan Deviden
: Pengaruhnya terhadap Nilai Perusahaan (Studi pada Sektor Properti dan Real
Estate di Bursa Efek Indonesia)”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa kebijakan deviden yang dimediasi oleh resiko pada sektor properti dan
real estat di Bursa Efek Indonesia. Dengan pendekatan analisis jalur diperoleh
beberapa temuan yang penting yaitu keputusan investasi berpengaruh terhadap
nilai perusahaan namun tidak berpengaruh terhadap resiko perusahaan. Keputusan
pendanaan hanya berpengaruh terhadap nilai perusahaan bila keputusan
pendanaan mampu menurunkan resiko perusahaan (resiko bisnis, resiko keuangan
dan resiko pasar). Kebijakan deviden tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan,
baik secara langsung maupun melalui resiko perusahaan. Ini menunjukkan bahwa
variabel resiko hanya memediasi keputusan pendanaan. Dari ketiga macam
keputusan tersebut ternyata keputusan investasi memberikan keputusan paling
utama pada nilai perusahaan.
Penelitian oleh Fenandar (2012) dengan judul “Pengaruh Keputusan
Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai
Perusahaan”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Keputusan
Investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan, Kebijakan
Dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai
Perusahaan.SedangkanKeputusan Pendanaan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap Nilai Perusahaan.
Penelitian berikutnya oleh Sukirni (2012) dengan judul “Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Deviden Dan Kebijakan Hutang
Analisis Terhadap Nilai Perusahaan” menunjukkan hasil (1) variabel yang
berhubungan dengan kepemilikan manajerial secara signifikan berpengaruh
negatif terhadap nilai perusahaan. (2) kepemilikan institusi berpengaruh signifikan
Variabel adalah positif pada nilai perusahaan. (3) Kebijakan dividen variabel tidak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. (4) efek utang
Variabel Kebijakan positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. (5)
Kepemilikan Manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, dan
kebijakan hutang bersama-sama mempengaruhi nilai perusahaan.
Penelitian mengenai nilai perusahaan sebagai tolak ukur terhadap
kemakmuran pemegang saham telah beberapa kali dilakukan. Variabel
independen yang dipergunakan beragam akan tetapi dari hasil penelitian tentang
Kepemilikan Manajerial serta Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan
Kebijakan Dividen sebagai bentuk keputusan keuangan, masih terdapat ketidak
konsistenan hasil penelitian. Peneliti termotivasi melakukan penelitian ini untuk
menguji konsistensi hasil penelitian terdahulu. Berdasarkan berbagai hal yang
telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan
judul “Struktur Kepemilikan dan Keputusan Keuangan terhadap
Kemakmuran Pemegang Saham pada Perusahaan Manufaktur di Bursa
Efek Indonesia”.

1.2. Batasan Masalah


Untuk membatasi masalah agar tidak terlalu meluas pembahasannya maka
penulis membatasi masalah sebagai berikut:
a. Penelitian ini menggunakan variabel endogen dan eksogen.
b. Keputusan Keuangan dalam penelitian ini adalah keputusan investasi,
keputusan pendanaan dan kebijakan deviden.
c. Kemakmuran pemegang saham dalam penelitian ini berupa nilai
perusahaan
d. Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
Periode penelitian per 31 Desember 2017 sampai 31 Desember 2018.

1.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, penelitian terdahulu serta batasan masalah maka
rumusan masalah dijabarkan sebagai berikut: Penelitian mengenai nilai
perusahaan sebagai tolak ukur terhadap kemakmuran pemegang saham telah
beberapa kali dilakukan. Variabel independen yang dipergunakan beragam akan
tetapi dari hasil penelitian tentang Kepemilikan Manajerial serta Keputusan
Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Kebijakan Dividen sebagai bentuk
keputusan keuangan, masih terdapat ketidak konsistenan hasil penelitian.
Sehingga hal tersebut harus dilakukan pembuktian ulang. Jadi pertanyaan
rumusan masalahnya sebagai berikut:
a. Apakah faktor kepemilikan berpengaruh positif terhadap kemakmuran
pemegang saham?
b. Apakah keputusan investasi berpengaruh positif terhadap kemakmuran
pemegang saham?
c. Apakah keputusan pendanan berpengaruh positif terhadap kemakmuran
pemegang saham?
d. Apakah kebijakan deviden berpengaruh positif terhadap kemakmuran
pemegang saham?

1.4. Tujuan Penelitian


Suatu penelitian memiliki beberapa tujuan, adapun yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis tingkat pengaruh faktor kepemilikan terhadap
kemakmuran pemegang saham.
b. Untuk menganalisis tingkat pengaruh keputusan investasi terhadap
kemakmuran pemegang saham.
c. Untuk menganalisis tingkat pengaruh keputusan pendanan terhadap
kemakmuran pemegang saham.
d. Untuk menganalisis tingkat pengaruh kebijakan deviden terhadap
kemakmuran pemegang saham.

1.5. Manfaat Penelitian


a. Bagi Peneliti
Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metodologi Penelitian di STIE Widya Gama Lumajang dan menambah
pemahaman serta memberikan wawasan mengenai struktur kepemilikan
dan keputusan keuangan terhadap kemakmuran pemegang saham.
b. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi peneliti dalam
penelitian-penelitian berikutnya yang relevan dan diharapkan dapat
diperbaiki dan disempurnakan kelemahan-kelemahan yang muncul dalam
penelitian ini pada penelitian berikutnya.
c. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, informasi
tambahan dan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk lebih
memahami sejauh mana pengaruh struktur kepemilikan dan keputusan
keuangan terhadap kemakmuran pemegang saham. Sehingga dapat
membantu perusahaan untuk mengambil kebijakan yang tepat untuk
memaksimalkan nilai perusahaan, yang selanjutnya akan meningkatkan
kemakmuran perusahaan dan pemegang saham.
d. Bagi Calon Investor
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi untuk
mengetahui keadaan keuangan perusahaan dan seberapa besar nilai
perusahaan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh calon investor dalam
mengambil keputusan berinvestasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1. Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan adalah sangat penting karena dengan nilai perusahaan
yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Bringham
Gapensi, 1996). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai perusahaan.
Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab
dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi.
Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari
saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing),
dan manajemen asset.
Menurut Fama (1978) dalam Untung wahyudi et.al , nilai perusahaan akan
tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang
terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar
perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai asset
perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai
pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang
investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan
dimasa yang akan datang, sehingga akan meningkatkan harga saham, dengan
meningkatnya harga saham maka nilai perusahaan pun akan meningkat.
Indikator- indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan diantaranya adalah :

a. PER (Price Earning Ratio)


PER yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan
antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para
pemegang saham. ( Sutrisno, 2000 dalam Mohammad Usman,2001 dalam
Malla Bahagia,2008). Rumus yang digunakan adalah :

𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚


PER =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚

Faktor-faktor yang mempengaruhi PER adalah :


1. Tingkat pertumbuhan laba
2. Dividend Payout Ratio
3. Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal.
Menurut Basuku Yusuf, 2005 dalam Malla Bahagia, 2008, hubungan
faktor-faktor tersebut terhadap PER dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Semakin tinggi Pertumbuhan laba semakin tinggi PER nya, dengan
kata lain hubungan antara pertumbuhan laba dengan PER nya
bersifat positif. Hal ini dikarenakan bahwa prospek perusahaan
dimasa yang akan datang dilihat dari pertumbuhan laba, dengan
laba perusahaan yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam mengelola biaya yang dikeluarkan secara efisien. Laba
bersih yang tinggi menunjukkan earning per share yang tinggi,
yang berarti perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas yang
baik, dengan tingkat profitabilitas yang tinggi dapat meningkatkan
kepercayaan pemodal untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut
sehingga saham-saham dari perusahaan yang memiliki tingkat
profitabilitas dan pertumbuhan laba yang tinggi akan memiliki
PER yang tinggi pula, karena saham-saham akan lebih diminati di
bursa sehingga kecenderungan harganya meningkat lebih besar.
2. Semakin tinggi Dividend Payout Ratio (DPR), semakin tinggi PER
nya. DPR memiliki hubungan positif dengan PER, dimana DPR
menentukan besarnya dividen yang diterima oleh pemilik saham
dan besarnya dividen ini secara positif dapat mempengaruhi harga
saham terutama pada pasar modal didominasi yang mempunyai
strategi mangejar dividen sebagai target utama, maka semakin
tinggi dividen semakin tinggi PER.
3. Semakin tinggi required rate of return (r) semakin rendah PER, r
merupakan tingkat keuntungan yang dianggap layak bagi investasi
saham, atau disebut juga sebagai tingkat keuntungan yang
disyaratkan. Jika keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut
ternyata lebih kecil dari tingkat keuntungan yang disyaratkan,
berarti hal ini menunjukkan investasi tersebut kurang menarik,
sehingga dapat menyebabkan turunnya harga saham tersebut dan
sebaliknya. Dengan begitu r memiliki hubungan yang negatif
dengan PER, semakin tinggi tingkat keuntungan yang diisyaratkan
semakin rendah nilai PER nya.
PER adalah fungsi dari perubahan kemampuan laba yang
diharapkan di masa yang akan datang. Semakin besar PER, maka
semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh
sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

b. PBV (Price Book Value)


Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada
manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang
terus tumbuh (Brigham, 1999: 92). Rumus yang digunakan adalah :
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚
PBV =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚

2.1.2. Struktur Kepemilikan


Born (1988) dalam Junaidi (2006) menyatakan bahwa kepemilikan adalah
persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh direksi, manajer dan dewan
komisaris. Adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan
menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan meningkat sebagai
akibat kepemilikan manajemen yang meningkat. Jensen & Meckling (1976) dalam
Jogiyanto (1998) menganalisis bagaimana nilai perusahaan dipengaruhi oleh
distribusi kepemilikan antara pihak manajer yang menikmati manfaat dari pihak
luar dan yang tidak menikmati manfaat. Dalam kerangka ini, peningkatan
kepemilikan manajemen akan mengurangi agency difficulties (kesulitan agen)
melalui pengurangan insentif bagi pemegang saham dan mengambil alih kekayaan
pemegang saham. Hal ini sangat potensial dalam mengurangi alokasi sumber daya
yang tidak menguntungkan, yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai
perusahaan.
Cho (1998), Itturiaga dan Sanz (1998), Mark dan Li (2000) dalam Suranta dan
Machfoedz (2003) menyatakan bahwa hubungan struktur kepemilikan manajerial
dan nilai perusahaan merupakan hubungan non-monotonik. Hubungan non-
monotonik antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan disebabkan adanya
insentif yang dimiliki oleh manajer dan mereka cenderung berusaha untuk
melakukan penyejajaran kepentingan dengan outside owners dengan cara
meningkatkan kepemilikan saham mereka jika nilai perusahaan yang berasal dari
investasi meningkat.
Manajer dapat melakukan agency cost dengan kontrol yang ketat, sehingga
manajer akan menggunakan utang pada tingkat rendah untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya financial distress dan risiko kebangkrutan. Demand
hypothesis menjelaskan bahwa perusahaan yang dikuasai oleh insider
menggunakan utang dalam jumlah besar untuk mendanai perusahaan. Adanya
kepemilikan insider yang besar, maka diharapkan dapat mempertahankan
efektivitas kontrol terhadap perusahaan. Supply hipothesis menjelaskan bahwa
perusahaan yang dikontrol oleh insider memiliki debt agency cost kecil sehingga
meningkatkan penggunaan utang. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham
maka pengawasan yang dilakukan pemilik terhadap manajemen semakin efektif.
Manajemen akan semakin hati-hatod alam memperoleh pinjaman, sebab jumlah
utang yang semakin meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya
financial distress akan mengakibatkan nilai perusahaan akan mengalami
penurunan sehingga mengurangi kemamkuran pemilik. (Sujoko dan Soebiantoro:
2007). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam struktur kepemilikan,
antara lain:
a. Kepemilikan sebagian kecil perusahaan oleh manajemen mempengaruhi
kecenderungan untuk memaksimalkan nilai pemegang saham dibanding
sekedar mencapai tujuan perusahaan semata.
b. Kepemilikan yang terkonsentrasi memberi insentif kepada pemegang
saham mayoritas untuk berpartisipasi secara aktif dalam perusahaan.
c. Identitas pemilik menentukan prioritas tujuan sosial perusahaan dan
maksimalisasi nilai pemegang saham, misalnya perusahaan milik
pemerintah cenderung untuk mengikuti tujuan politik dibanding tujuan
perusahaan.

2.1.2.1 Kepemilikan Saham Manajerial


edangkan menurut I Made Sudana (2011:11) menyatakan struktur kepemilikan
adalah :
“Struktur kepemilikan merupakan pemisahan antara pemilik perusahaan
dan manajer perusahaan. Pemilik atau pemegang saham adalah pihak yang
menyertakan modal kedalam perusahaan, sedangkan manajer adalah pihak
yang ditunjuk pemilik dan diberi kewengangan mengambil keputusan dalam
mengelola perusahaan, dengan harapan manajer bertindak sesuai dengan
kepentingan pemilik”.
Menurut Sugiarto (2009: 59) struktur kepemilikan adalah :
“Struktur kepemilikan adalah struktur kepemilikan saham, yaitu
perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh orang dalam (insider)
dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata lain
struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan
kepemilikan manajemen dalam kepemilikan saham perusahaan. Dalam
menjalankan kegiatannya suatu perusahaan diwakili oleh direksi (agents)
yang ditunjuk oleh pemegang saham (principals).”

Menurut Setiyono (2000) struktur kepemilikan saham manajerial diukur


sebagai persentase saham biasa yang dimiliki oleh Board of Management, di
dalamnya terdapat direktur dan komisaris. Itturiaga & Sanz (2000) berpendapat
bahwa struktur kepemilikan manajerial dapat dijelaskan dari dua sudut pandang
yaitu melalui pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan
ketidakseimbangan (asymmetric information approach). Menurut Jensen (1993)
yang dikutip Faisal (2005), hipotesis pemusatan kemungkinan (convergence of
interest hypothesis) menyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat
membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Semakin
meningkatnya proporsi kepemilikan saham manajerial maka kinerja perusahaan
juga semakin baik. Dengan meningkatkan kepemilikan saham manajerial akan
mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga manajer
termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Kebangkrutan perusahaan
bukan hanya menjadi tanggungan pemilik utama, namun manajer juga ikut
menanggungnya

2.1.2.2. Kepemilikan Saham Institusional


Husnan (2001) menyatakan bahwa ada dua jenis ownership dalam
perusahaan Indonesia yaitu perusahaan dengan kepemilikan sangat menyebar dan
perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi. Dalam tipe perusahaan dengan
kepemilikan sangat menyebar, masalah keagenan yang sering timbul adalah antara
agen (pihak manajemen) dengan owners (pemegang saham). Perusahaan yang
kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada
pihak manajemen dibandingkan dengan perusahaan yang kepemilikannya
terkonsentrasi (Goldberg & Idson, 1995 dalam Husnan, 2001).
Menurut Wening (2007) konflik yang terjadi akibat pemisahan
kepemilikan dapat berdampak pada pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan
perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak tidak sesuai dengan
keinginan pemilik perusahaan.
Bathala dkk (1994) juga menemukan bahwa kepemilikan institusional
menggantikan kepemilikan manajerial dalam mengontrol agency cost. Semakin
besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan
suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan
akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan
nilai perusahaan.
2.1.2.3. Kepemilikan Saham Publik
Untuk mencapai tujuan utama suatu perusahaan yaitu meningkatkan nilai
perusahaannya, diperlukan pendanaan yang dapat diperoleh baik melalui
pendanaan internal maupun pendanaan eksternal. Masalah pendanaan
berpengaruh pada tingkat kapitalisasi modal. Tingkat kapitalisasi modal yang
rendah merupakan salah satu alasan kegagalan perusahaan (Gladstone &
Gladstone, 2002, p. 2-4). Sumber pendanaan eksternal yang dimaksud yang
dimaksud diatas dapat diperoleh antara lain melalui saham dari masyarakat
(publik). Untuk menggerakkan ekonomi secara riil tidak bisa hanya dari
konsumsi, secara fundamental diperlukan investasi. Salah satunya adalah pasar
modal, terutama untuk memulihkan kepercayaan investor. Oleh karena itu
diperlukan upaya yang besar dan waktu yang panjang untuk memulihkan
kepercayaan, jika strategi yang diambil mengundang investasi langsung di sektor
riil (Purba, 2004).

2.1.3. Keputusan Investasi


Menurut Chung dan Charoenwong (1991) esensi pertumbuhan bagi suatu
perusahaan adalah adanya kesempatan investasi yang menghasilkan keuntungan.
Jika terdapat kesempatan investasi yang menguntungkan, maka manajer berusaha
mengambil peluang-peluang tersebut untuk memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham karena semakin besar kesempatan investasi yang
menguntungkan maka investasi yang dilakukan akan semakin besar.
Investasi adalah pengelolaan sumber-sumber yang dimiliki dalam jangka
panjang untuk menghasilkan laba dimasa yang akan datang. Menurut Harjito dan
Martono, (2005) investasi merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh suatu
perusahaan ke dalam suatu aset (aktiva) dengan harapan memperoleh pendapatan
dimasa yang akan datang. Fama (1978) dalam Susanti (2010) menyatakan bahwa
nilai perusahaaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi. Pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting karena untuk
mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi
perusahaan.
Gaver dan Gaver, (1993) menyatakan bahwa kesempatan investasi atau
pilihan-pilihan pertumbuhan (growth option) suatu perusahaan merupakan sesuatu
yang melekat dan bersifat tidak dapat diobservasi (inherently observable). Myers
(1977) dalam Susanti (2010) memperkenalkan investment opportunity set (IOS)
pada studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi. IOS
memberi petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan tergantung pada
pengeluaran perusahaan dimasa yang akan datang. Prospek perusahaan dapat
ditaksir dari investment opportunity set ( IOS), yang didefinisikan sebagai
kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi
dimasa akan datang dengan net present value positif.
Gaver dan Gaver (1993) menyatakan bahwa kesempatan investasi
merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada
pengeluaranpengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang.
Dalam hal ini pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return
yang lebih besar. Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan
tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun
sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa
yang akan datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi,
sehingga perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain
dalam perusahaan, misalnya variabel pertumbuhan, variabel kebijkan dan lain-
lain. Kallapur dan Trombley, (1999) menyatakan bahwa proksi-proksi IOS dapat
digolongkan menjadi 3 jenis.
a. Proksi IOS berdasar harga (price-based proxies)
IOS berdasar harga (price-based proxies), merupakan proksi yang
menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan
dalam harga saham. Proksi yang didasari pada suatu ide yang menyatakan
bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga
pasar. Proksi yang didasari pada suatu ide yang menyataan bahwa prospek
pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga
saham dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih
tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki. IOS yang didasari
pada harga akan berbentuk suatu rasio sebagai suatu ukuran aktiva yang
dimiliki dan nilai pasar perusahaan.
b. Proksi IOS berdasar investasi (investment-based proxies)
Proksi IOS berbasis pada investasi (investment-based proxies),
merupakan proksi yang percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan
investasi yang tinggi berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu
perusahaan.
c. Proksi IOS berdasar pada varian (variance measures).
Proksi IOS berbasis pada varian (variance measurement)
merupakan proksi yang mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi
lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan
besarnya opsi yang tumbuh seperti variabilitas return yang mendasari
peningkatan aset.
Hasnawati (2005) menyatakan bahwa investment opportunity dapat diukur
melalui market to book value of assets. Rasio market to book value of assets
adalah rasio nilai buku terhadap total aset. Rasio nilai pasar terhadap nilai buku
menggambarkan biaya pendirian historis dan aktiva fisik perusahaan. Suatu
perusahaan yang berjalan baik dengan staf manajemen yang kuat dan sebuah
organisasi yang berfungsi secara efisien akan mempunyai nilai pasar yang lebih
besar atau sekurang-kurangnya sama dengan nilai buku aktiva fisiknya (Weston
dan Brigham, 1999). Rasio market to book value of assets ini berbanding lurus
dengan nilai IOS, semakin besar market value to book value of assets suatu
perusahaan, maka semakin bagus pula nilai IOSnya.

2.1.4. Keputusan Pendanaan


Keputusan pendanaan mengindikasikan bagaimana perusahaan membiayai
kegiatan operasionalnya atau bagaimana perusahaan membiayai aktivanya.
Riyanto (1993) mengatakan bahwa struktur finansial mencerminkan cara
bagaimana aktiva-aktiva perusahaan dibelanjai, dengan demikian struktur
finansial tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca. Struktur finansial
mencerminkan perimbangan antara keseluruhan modal asing (hutang) dengan
modal sendiri (ekuitas). Keputusan pendanaan bisa bersumber dari utang jangka
pendek (current liabilities) maupun utang jangka panjang (long term debt) dan
modal saham perusahaan yang terdiri dari saham preferen (preferred stock) dan
saham biasa (common stock).
Dalam memilih sumber pendanaan, apakah bersumber dari dalam atau dari
luar perusahaan, Pecking Order Theory menetapkan suatu urutan keputusan
pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan
laba ditahan, hutang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Mamduh,
2004). Teori ini didasarkan pada argumentasi bahwa penggunaan laba ditahan
lebih murah dibandingkan sumber dana eksternal. Penggunaan sumber dana
eksternal melalui hutang hanya akan digunakan jika kebutuhan investasi lebih
tinggi dari sumber dana internal.

Brealey dan Myers (1991) dalam Mulianti (2010), pecking order theory
menyatakan bahwa :
a. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi
perusahaan).
b. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang
ditargetkan dengan berusaha menghindari pembayaran deviden secara
drastis.
c. Kebijakan deviden yang relatif segan untuk dirubah, disertai dengan
fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga
mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi
kebutuhan dana untuk investasi meskipun pada kesempatan yang lain
mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan
investasi maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual
sekuritas yang dimiliki.
d. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka
perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu
yaitu dimulai dari penerbitan obligasi kemudian diikuti oleh sekuritas
berkarakter opsi (obligasi konversi), baru akhirnya penerbitan saham baru
apabila masih belum mencukupi.
Sumber dana internal lebih disukai daripada sumber dana eksternal karena
dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu membuka diri lagi dari
sorotan investor luar. Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang (obligasi)
daripada ekuitas (penerbitan saham) karena biaya emisi obligasi lebih murah
daripada biaya emisi saham baru.
Pada penelitian ini rasio yang digunakan untuk mengukur struktur
pendanaan adalah Debt to Equity Ratio (DER). DER menunjukkan perbandingan
antara pembiayaan dan pendanaan melalui hutang dengan pendanaan melalui
ekuitas (Brigham dan Houston, 2001).

2.1.5. Kebijakan Deviden


Salah satu return yang akan diperoleh para pemegang saham adalah
dividen. Deviden merupakan bagian dari laba bersih yang dibagikan kepada para
pemegang saham (pemilik modal sendiri). Menurut Sunariyah (2004: 48) dividen
adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut
atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Berdasarkan kedua pendapat
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dividen merupakan proporsi pembagian
laba yang diperoleh perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham
perusahaan.
Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan
keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakan deviden (dividend policy)
merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun
akan dibagi kepada pemegang saham dimasa yang akan datang. Rasiopembayaran
deviden (devidend payout ratio) menentukan jumlah laba yang akan dibagi dalam
bentuk deviden kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Devidend
payout ratio menunjukkkan presentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada
pemegang saham perusahaan berupa deviden kas, apabila laba perusahaan yang
ditahan dalam jumlah besar, berarti laba yang akan dibayarkan sebagai deviden
menjadi lebih kecil. Aspek penting dari kebijakan deviden adalah menentukan
alokasi laba yang sesuai antara pembayaran laba sebagai deviden dengan laba
yang ditahan diperusahaan (Harjito dan Martono, 2005). Sunariyah (2003:118)
menyatakan dividen yang dibagikan kepada pemegang saham bisa berupa :
a. Dividen Tunai (cash dividend)
Dividen Tunai adalah dividen yang dibayar oleh emiten kepada
para pemegang saham secara tunai setiap lembarnya.
b. Dividen Saham (stock dividend)
Dividen saham merupakan pembayaran dividen dalam bentuk saham yaitu
berupa pemberian tambahan saham kepada pemegang saham dalam jumlah yang
sebanding dengan saham-saham yang dimiliki. Baridwan (2004 : 233)
menyatakan dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham dapat
berbentuk :
a. Dividen yang berbentuk uang
Pembagian dividen yang paling sering dilakukan adalah dalam
bentuk uang. Para pemegang saham akan menerima dividen sebesar tarif
per lembar dikalikan jumlah lembar yang dimiliki.
b. Dividen yang berbentuk aktiva (selain kas dan saham sendiri)
Dividen yang dibagikan kadang-kadang tidak berbentuk uang
tunai, tetapi berupa aktiva seperti saham perusahaan lain atau barang-
barang hasil produksi perusahaan yang membagikan dividen tersebut.
Pemegang saham yang menerima dividen seperti ini mencatat dalam
bukunya dengan jumlah sebesar harga pasar yang diterimanya.
c. Dividen saham (stock dividen)
Penerimaan dividen dalam bentuk saham dari perusahaan yang
membagi saham disebut dividen saham. Saham yang diterima berbentuk
saham yang sama dengan yang dimiliki atau saham jenis yang lain.

2.1.5.1.Langkah-langkah Pembayaran Dividen


Langkah-langkah atau prosedur pembayaran dividen adalah pengumuman
emiten atas dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham yang disebut
juga dengan pengumuman dividen (Ang, 1997). Adapun rincian tanggal-tanggal
yang perlu diperhatikan dalam pembayaran dividen adalah sebagai berikut:
a. Tanggal pengumuman (declaration date)
Tanggal pengumuman merupakan tanggal yang mana secara resmi
diumumkan oleh emiten tentang bentuk dan besarnya serta jadwal
pembayaran dividen yang akan dilakukan. Pengumuman ini biasanya
untuk pembagian dividen reguler. Isi pengumuman tersebut
menyampaikan hal-hal yang dianggap penting yakni: tanggal pencatatan,
tanggal pembayaran,besarnya dividen kas per lembar.
b. Tanggal pencatatan (date of record)
Pada tanggal ini perusahaan melakukan pencatatan nama-nama
pemegang saham. Para pemilik saham yang terdaftar pada daftar
pemegang saham tersebut diberikan hak, sedangkan pemegang saham
yang tidak terdaftar pada tanggal pencatatan tidak diberikan hak untuk
memperoleh dividen.
c. Tanggal cum-dividend
Tanggal ini merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham
yang masih melekat hak untuk mendapatkan dividen baik dividen tunai
maupun dividen saham.
d. Tanggal ex-dividend
Tanggal perdagangan saham tersebut sudah tidak melekat lagi hal
untuk memperoleh dividen.Jadi jika investor membeli saham pada tanggal
ini atau sesudahnya, maka investor tersebut tidak dapat mendaftarkan
namanya untuk mendapatkan dividen.
e. Tanggal pembayaran (payment date)
Tanggal ini merupakan saat pembayaran dividen oleh perusahaan
kepada para pemegang saham yang mempunyai hak atas dividen. Jadi
pada tanggal tersebut,para investor sudah dapat mengambil dividen sesuai
dengan bentuk dividen yang diumumkan oleh emiten.

2.1.5.2. Jenis Kebijakan Deviden


a. Kebijakan dividen yang stabil
Jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif
tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar
saham pertahunnya berfluktuasi.
b. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah
ekstra tertentu.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar
saham tiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik
perusahaan akan membayarkan dividen ekstra diatas jumlah minimal
tersebut.
c. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan.
Kebijakan ini membayarkan dividen berdasarkan persentase tertentu
dari laba. Ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang
dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan
perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap tahunnya.
d. kebijakan dividen fleksibel.
Pembayaran besarnya dividen setiap tahunnya disesuaikan dengan
posisi financial dan kebijakan financial perusahan tersebut.

2.1.5.3. Sudut Pandang untuk Membayar Deviden


a. Sebagai keputusan pembelanjaan jangka panjang dengan pendekatan ini,
semua laba sesudah pajak yang diperoleh perusahaan dapat dipandang
sebagai sumber dana jangka panjang. Suatu pengumpulan dividen kas
mengurangi jumlah dana yang tersedia untuk membelanjai pertumbuhan,
membatasi pertumbuhan, atau memaksa perusahaan memperoleh sumber
dana yang lain. Perusahaan akan menahan pendapatanya, bila : a) tersedia
proyek-proyek yang menguntungkan, b) struktur modal membutuhkan
modal sendiri.
b. Sebagai suatu keputusan kesejahteraan maksimum dengan pendekatan ini
perusahaan mengakui bahwa pembayaran dividen mempunyai pengaruh
terhadap harga pasar saham biasa. Perusahaan harus memaksimumkan rasa
kesejahteraan dengan mendeklarasikan dividen yang cukup untuk
memenuhi harapan investor dan pemegang saham. (Sarwoko, 1995 : 206)
kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan yang menciptakan
keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa
mendatang sehingga memaksimumkan harga saham (Brigham, 1994 :
198).

2.1.6. Hubungan antar Variabel


2.1.6.1. Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Nilai Perusahaan
Menurut cai et al. (2001) dalam Pancawati (2012) menemukan hubungan
yang berlawanan antara kinerja saham. Perusahaan dengan kepemilikan
institusional yang besar (lebih dari 5 %) mengindikasikan kemampuannya untuk
memonitor perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin
efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. Dengan demikian proporsi kepemilikan
institusional bertindak sebagai pencegahan yang dilakukan oleh manajemen. Nilai
perusahaan akan meningkat seiring dengan meningkatnya produktivitas
perusahaan. Peningkatan produktivitas dari perusahaan dapat dilihat dari
kemampuan manajemen menghasilkan profit tinggi sehingga menjadi sinyal
positif bagi pasar dan akan meningkatkan harga saham. Untuk menurunkan biaya
keagenan timbul dalam hubungan antara manajer dan pemilik, maka tingkat
kepemilikan institusional ditingkatkan, dengan harapan setiap keputusan
manajemen akan selalu terkontrol dan sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan
adanya peningkatan kepemilikan institusional, maka akan mendorong manajemen
untuk meningkatkan kinerjanya sehingga akan berdampak positif terhadap nilai
perusahaan.

H1 : Stuktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap nilai


perusahaan.

2.1.6.2. Pengaruh Keputusan Investasi terhadap Nilai Perusahaan


Perusahaan adalah kombinasi antara nilai aktiva riil dengan pilihan
investasi di masa yang akan datang (Myers, 1977 dalam Setiarini, 2006).
Pertumbuhan perusahaan adalah faktor yang diharapkan oleh investor sehingga
perusahaan tersebut dapat memberikan imbal hasil yang diharapkan. Pertumbuhan
perusahaan yang selalu meningkat dan bertambahnya nilai aset diharapkan dapat
mendorong ekspektasi bagi investor karena kesempatan investasi dengan
keuntungan yang diharapkan dapat tercapai.
Myers (1977) dalam Susanti (2010) memperkenalkan IOS pada studi yang
dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi. IOS memberikan
petunjuk yang lebih luas dengan nilai perusahaan tergantung pada pengeluaran
perusahaan di masa yang akan datang, sehingga prospek perusahaan dapat ditaksir
dari Investment Opportunity Set (IOS). IOS didefinisikan sebagai kombinasi
antara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi di masa yang
akan datang dengan net present value positif.
Teori yang mendasari keputusan investasi adalah signalling theory. Teori
tersebut menyatakan bahwa pengeluaran investasi memberikan sinyal positif
terhadap pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga
meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (Wahyudi dan
Pawestri, 2006). Teori ini menunjukkan bahwa pengeluaran investasi yang
dilakukan oleh perusahaan memberikan sinyal, khususnya kepada investor
maupun kreditur bahwa perusahaan tersebut akan tumbuh di masa mendatang.
Manajer perusahaan dalam melakukan keputusan investasi pastinya telah
memperhitungkan return yang akan diterima. Keputusan investasi yang
diharapkan adalah keputusan investasi yang paling menguntungkan perusahaan.
Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa keputusan investasi
tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Fama dan French (1998)
menemukan bahwa investasi yang dihasilkan dari leverage memiliki informasi
yang positif tentang perusahaan di masa yang akan datang, selanjutnya berdampak
positif terhadap nilai perusahaan. Hasnawati (2005b) menemukan bahwa
keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan sebesar
12,25%, sedangkan sisanya sebesar 87,75% dipengaruhi oleh faktor lain seperti
keputusan pendanaan, kebijakan dividen, faktor eksternal perusahaan (tingkat
inflasi, kurs mata uang, pertumbuhan ekonomi, politik, dan psychology pasar).
Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H2 : Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai


perusahaan.

2.1.6.3. Pengaruh Keputusan Pendanaan terhadap Nilai Perusahaan


Keputusan yang menyangkut investasi akan menentukan sumber dan
bentuk dana untuk pembiayaannya. Sumber pembiayaan yang berasal dari utang
dapat berasal dari utang jangka pendek (current liabilities) maupun utang jangka
panjang (long term debt) dan modal saham perusahaan yang terdiri dari saham
preferen (preferred stock) dan saham biasa (common stock). Penggunaan utang
jangka pendek sebagai sumber pembiayaan untuk investasi yang bersifat jangka
panjang relatif tidak menguntungkan bagi perusahaan walaupun utang jangka
pendek memiliki resiko yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan jangka
panjang. Perputaran aktiva hasil investasi tersebut lebih lama menghasilkan return
yang dapat menutup utang yang jatuh temponya pendek. Utang jangka pendek
hanya digunakan untuk sebagai modal kerja (working capital) perusahaan
sedangkan untuk investasi jangka panjang sebaiknya menggunakan komponen
sumber pembiayaan yang bersifat jangka panjang, seperti obligasi.
Menurut Brigham dan Houston (2001), peningkatan hutang diartikan oleh
pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban di masa
yang akan datang atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan
direspon secara positif oleh pasar. Terdapat dua pandangan mengenai keputusan
pendanaan. Pandangan pertama dikenal dengan pandangan tradisional yang
menyatakan bahwa struktur modal mempengaruhi nilai perusahaan. Pandangan
tradisional diwakili oleh dua teori yaitu Trade off Theory dan Pecking Order
Theory. Trade off Theory memperbandingkan manfaat dan biaya atau
keseimbangan antara keuntungan dan kerugian atas penggunaan hutang. Pecking
Order Theory menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana para
manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang dan
penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Mamduh, 2004). Pandangan kedua
dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1958) dalam Wijaya (2010) yang
menyatakan bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
Masulis (1980) dalam Wijaya (2010) melakukan penelitian dalam
kaitannya dengan relevansi keputusan pendanaan, menemukan bahwa terdapat
kenaikan abnormal returns sehari sebelum dan sesudah pengumuman peningkatan
proporsi hutang, sebaliknya terdapat penurunan abnormal returns pada saat
perusahaan mengumumkan penurunan proporsi hutang. Masulis (1980) dalam
Wijaya (2010) juga menemukan bahwa harga saham perusahaan naik apabila
diumumkan akan diterbitkan pinjaman yang digunakan untuk membeli kembali
saham perusahaan tersebut.
Fama dan French (1998) menemukan bahwa investasi yang dihasilkan dari
leverage memiliki informasi yang positif tentang perusahaan di masa yang akan
datang, selanjutnya berdampak positif terhadap nilai perusahaan. Hasnawati
(2005a) menemukan bahwa keputusan pendanaan mempengaruhi nilai perusahaan
secara positif sebesar 16%. Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa
keputusan pendanaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan
penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H3 : Keputusan Pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai


perusahaan.

2.1.6.3. Pengaruh Kebijakan Deviden terhadap Nilai Perusahaan


Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham
apabila perusahaan memiliki kas yang benar-benar bebas, yang dapat dibagikan
kepada pemilik saham sebagai dividen. Semakin tinggi nilai kesehatan suatu
perusahaan akan memberikan keyakinan kepada pemegang saham untuk
memperoleh pendapatan (dividen atau capital gain) di masa yang akan datang.
Menurut Hatta (2002), terdapat sejumlah perdebatan mengenai bagaimana
kebijakan deviden mempengaruhi nilai perusahaan. Pendapat pertama menyatakan
bahwa kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan, yang disebut
dengan teori irrelevansi dividen. Pendapat kedua menyatakan bahwa dividen yang
tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan, yang disebut dengan Bird in The
Hand Theory.
Bird in the hand theory memandang bahwa dividen tinggi adalah yang
terbaik, karena investor lebih lebih suka kepastian tentang return investasinya
serta mengantisipasi risiko ketidakpastian tentang kebangkrutan perusahaan
(Gordon dalam Brigham dan Gapenski, 1996: 438). Pendapat ketiga menyatakan
bahwa semakin tinggi dividend payout ratio suatu perusahaan, maka nilai
perusahaan tersebut akan semakin rendah.
Dividend signaling theory pertama kali dicetuskan oleh Bhattacharya
(1979). Teori ini menjelaskan bahwa informasi tentang cash dividend yang
dibayarkan dianggap investor sebagai sinyal prospek perusahaan di masa
mendatang. Fama dan French (1998) menemukan bahwa investasi yang dihasilkan
dari kebijakan dividen memiliki informasi yang positif tentang perusahaan di
masa yang akan datang, selanjutnya berdampak positif terhadap nilai.
Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H4 : Kebijakan Deviden berpengaruh positif terhadap nilai


perusahaan.

2.2. Penelitian Terdahulu


Terdapat beberapa peneliti yang menjadikan nilai perusahaan sebagai
objek yang mereka teliti, diantaranya adalah:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Bandi (2010) meneliti
hubungan antara keputusan investasi, keputusan pendanaan dan kebijakan
dividen terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini mengggunakan sampel
sebanyak 130 perusahaan manufaktur di Indonesia. Hasil yang diperoleh
dari penelitian ini adalah keputusan investasi, keputusan pendanaan dan
kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahan.
b. Hasnawati (2005) melakukan penelitian mengenai dampak set peluang
investasi (IOS) terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini menggunakan
nilai perusahaan sebagai variabel dependennya dan keputusan investasi
sebagai variabel independennya. Hasil dalam penelitian ini menunjukan
bahwa keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
sebesar 12,25%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
c. Penelitian lain juga dilakukan oleh Sudiyatno dan Elen (2010) mengenai
pengaruh kebijakan perusahaan terhadap nilai perusahaan dengan kinerja
keuangan sebagai variabel intervening. Hasil dalam penelitian tersebut
menyatakan bahwa tingkat leverage perusahaan memiliki pengaruh positif
terhadap nilai perusahaan, pengeluaran modal berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan insentif manajer
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
d. Susanti dkk (2010) meneliti pengaruh mekanisme corporate governance
terhadap nilai perusahaan dengan kualitas laba sebagai variabel
intervening dan mendapatkan hasil kualitas laba berpengaruh terhadap
nilai perusahaan, kepemilikan manajerial (managerial ownership) dan
(institutional ownership) berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kualitas
laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
e. Wahyudi dan Pawestri (2006) meneliti tentang implikasi struktur
kepemilikan terhadap nilai perusahaan dengan keputusan keuangan
sebagai variabel intervening dan hasil yang didapatkan adalah struktur
kepemilikan institutional tidak berpengaruh terhadap keputusan keuangan
maupun nilai perusahaan, keputusan pendanaan berpengaruh terhadap nilai
investasi, tetapi nilai investasi tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan, sedangkan struktur kepemilikan manajerial berpengaruh
terhadap nilai perusahaan dan keputusan pendanaan.
f. Penelitian yang dilakukan oleh Prapaska (2012) dengan judul “Analisis
Pengaruh Tingkat Profitabilitas, Keputusan Investasi, Keputusan
Pendanaan, Dan Kebijakan Deviden terhadap Nilai Perusahaan Pada
Perusahaan Manufaktur Di BEI Tahun 2009-2010“, menunjukkan hasil
penelitian adalah tingkat profitabilitas dan keputusan investasi
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sedangkan variabel
keputusan pendanaan dan kebijakan deviden berpengaruh negatif terhadap
nilai perusahaan.
g. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Efni dan Hadiwidjojo dkk (2011)
dengan judul ”Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan dan Kebijakan
Deviden : Pengaruhnya terhadap Nilai Perusahaan (Studi pada Sektor
Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia)”. Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kebijakan deviden yang dimediasi oleh
resiko pada sektor properti dan real estat di Bursa Efek Indonesia. Dengan
pendekatan analisis jalur diperoleh beberapa temuan yang penting yaitu
keputusan investasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan namun tidak
berpengaruh terhadap resiko perusahaan. Keputusan pendanaan hanya
berpengaruh terhadap nilai perusahaan bila keputusan pendanaan mampu
menurunkan resiko perusahaan (resiko bisnis, resiko keuangan dan resiko
pasar). Kebijakan deviden tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan,
baik secara langsung maupun melalui resiko perusahaan. Ini menunjukkan
bahwa variabel resiko hanya memediasi keputusan pendanaan. Dari ketiga
macam keputusan tersebut ternyata keputusan investasi memberikan
keputusan paling utama pada nilai perusahaan.
h. Penelitian oleh Fenandar (2012) dengan judul “Pengaruh Keputusan
Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai
Perusahaan”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
Keputusan Investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai
Perusahaan, Kebijakan Dividen berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Nilai Perusahaan.SedangkanKeputusan Pendanaan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap Nilai Perusahaan.
i. Penelitian berikutnya oleh Sukirni (2012) dengan judul “Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Deviden Dan Kebijakan
Hutang Analisis Terhadap Nilai Perusahaan” menunjukkan hasil (1)
variabel yang berhubungan dengan kepemilikan manajerial secara
signifikan berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. (2) kepemilikan
institusi berpengaruh signifikan. Variabel adalah positif pada nilai
perusahaan. (3) Kebijakan dividen variabel tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai perusahaan. (4) efek utang Variabel Kebijakan
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. (5) Kepemilikan
Manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, dan kebijakan
hutang bersama-sama mempengaruhi nilai perusahaan.
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Hasil


1. Wijaya Hubungan Dependen: Hasil yang diperoleh dari
dan Antara Nilai penelitian ini adalah
Bandi Keputusan Perusahaan keputusan investasi,
(2010) Investasi, Independen: keputusan pendanaan dan
Keputusan Keputusan kebijakan dividen
Pendanaan Investasi, berpengaruh positif terhadap
dan Keputusan nilai perusahan.
Kebijakan Pendanaan
Dividen dan Kebijakan
terhadap Nilai Dividen
Perusahaan
2. Hasnawa Dampak Set Independen: Hasil dalam penelitian ini
ti (2005) Peluang Keputusan menunjukan bahwa
Investasi Investasi keputusan investasi
(IOS) berpengaruh positif terhadap
terhadap Nilai
Dependen: nilai perusahaan sebesar
Perusahaan. Nilai 12,25%, sedangkan sisanya
Perusahaan dipengaruhi oleh faktor lain
3 Sudiyatn Pengaruh Dependen: Hasil dalam penelitian
o dan Kebijakan Nilai tersebut menyatakan bahwa
Elen Perusahaan Perusahaan tingkat leverage perusahaan
(2010) terhadap Nilai Independen: memiliki pengaruh positif
Perusahaan Pengaruh terhadap nilai perusahaan,
Dengan Kebijakan pengeluaran modal
Kinerja Perusahaan berpengaruh negatif dan
Keuangan Intervening: tidak signifikan terhadap
sebagai Kinerja nilai perusahaan, sedangkan
Variabel Keuangan insentif manajer tidak
Intervening memiliki pengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan.

4. Susanti Pengaruh Dependen: Kepemilikan manajerial


dkk Mekanisme Nilai berpengaruh terhadap nilai
(2010) Corporate Perusahaan perusahaan. Kepemilikan
Governance Independen: Institusional berpengaruh
terhadap Nilai Corporate terhadap nilai perusahaan.
Perusahaan Governance Kualitas laba berpengaruh
dengan Intervening: terhadap nilai perusahaan
Kualitas Laba Kualitas Laba
sebagai
Variabel
Intervening
5. Wahyudi Implikasi Dependen: Struktur kepemililikan
dan Struktur Nilai institusional tidak
Pawestri Kepemilikan Perusahaan berpengaruh terhadap
(2006) Terhadap Independen: keputusan keuangan maupun
Nilai Kepemilikan nilai perusahaan. Keputusan
Perusahaan manajerial, pendanaan berpengaruh
Kepemilikan terhadap nilai investasi, tetapi
Institusional, nilai investasi tidak
Keputusan berpengaruh terhadap nilai
Investasi, perusahaan. Struktur
Keputusan kepemilikan manajerial
Pendanaan, berpengaruh terhadap nilai
dan Kebijakan perusahaan dan keputusan
Dividen pendanaan.

6. Prapaska Analisis Independen: Tingkat profitabilitas dan


(2012) Pengaruh Tingkat keputusan investasi
Tingkat Profitabilitas, berpengaruh positif terhadap
Profitabilitas, Keputusan nilai perusahaan, sedangkan
Keputusan Investasi, variabel keputusan
Investasi, Keputusan pendanaan dan kebijakan
Keputusan Pendanaan, deviden berpengaruh negatif
Pendanaan, dan Kebijakan terhadap nilai perusahaan.
dan Deviden
Kebijakan
Deviden Dependen:
terhadap Nilai Nilai
Perusahaan Perusahaan
Pada
Perusahaan
Manufaktur di
BEI Tahun
2009-2010
7. Efni dan Keputusan Independen: Hasil dari penelitian tersebut
Hadiwidj Investasi, Keputusan menunjukkan bahwa
ojo dkk Keputusan Investasi, kebijakan deviden yang
(2011) Pendanaan Keputusan dimediasi oleh resiko pada
dan Pendanaan sektor properti dan real estat
Kebijakan dan Kebijakan di Bursa Efek Indonesia.
Deviden : Deviden Dengan pendekatan analisis
Pengaruhnya jalur diperoleh beberapa
terhadap Nilai Dependen: temuan yang penting yaitu
Perusahaan Nilai keputusan investasi
(Studi pada Perusahaan berpengaruh terhadap nilai
Sektor perusahaan namun tidak
Properti dan berpengaruh terhadap resiko
Real Estate di perusahaan. Keputusan
Bursa Efek pendanaan hanya
Indonesia). berpengaruh terhadap nilai
perusahaan bila keputusan
pendanaan mampu
menurunkan resiko
perusahaan (resiko bisnis,
resiko keuangan dan resiko
pasar). Kebijakan deviden
tidak berpengaruh terhadap
nilai perusahaan, baik secara
langsung maupun melalui
resiko perusahaan. Ini
menunjukkan bahwa variabel
resiko hanya memediasi
keputusan pendanaan. Dari
ketiga macam keputusan
tersebut ternyata keputusan
investasi memberikan
keputusan paling utama pada
nilai perusahaan.
8. Fenandar Pengaruh Independen: Hasil dari penelitian tersebut
(2012) Keputusan Keputusan menunjukkan bahwa
Investasi, Investasi, Keputusan Investasi
Keputusan Keputusan berpengaruh positif dan
Pendanaan, Pendanaan, signifikan terhadap Nilai
dan dan Kebijakan Perusahaan, Kebijakan
Kebijakan Dividen Dividen berpengaruh positif
Dividen dan signifikan terhadap Nilai
terhadap Nilai Dependen: Perusahaan.SedangkanKeput
Perusahaan. Nilai usan Pendanaan tidak
Perusahaan berpengaruh secara
signifikan terhadap Nilai
Perusahaan.

9. Sukirni Kepemilikan Independen: Menunjukkan hasil (1)


(2012) Manajerial, Kepemilikan variabel yang berhubungan
Kepemilikan Manajerial, dengan kepemilikan
Institusional, Kepemilikan manajerial secara signifikan
Kebijakan Institusional, berpengaruh negatif terhadap
Deviden Dan Kebijakan nilai perusahaan. (2)
Kebijakan Deviden Dan kepemilikan institusi
Hutang Kebijakan berpengaruh signifikan.
Analisis Hutang Variabel adalah positif pada
Terhadap nilai perusahaan. (3)
Nilai Dependen: Kebijakan dividen variabel
Perusahaan” Nilai tidak berpengaruh positif dan
Perusahaan signifikan terhadap nilai
perusahaan. (4) efek utang
Variabel Kebijakan positif
dan signifikan terhadap nilai
perusahaan. (5) Kepemilikan
Manajerial, kepemilikan
institusional, kebijakan
dividen, dan kebijakan
hutang bersama-sama
mempengaruhi nilai
perusahaan.

2.3. Kerangka Pemikiran


Optimalisasi nilai perusahaan merupakan tujuan utama dari perusahaan
(Wahyudi dan Pamestri, 2006). Nilai perusahaan sangat penting karena
mencerminkan seberapa besar perusahaan tersebut dapat memberikan keuntungan
bagi investor. Untuk dapat memaksimalkan nilai perusahaan tersebut maka
manajer dihadapkan pada keputusan keuangan yang meliputi keputusan
investasi, keputusan pendanaan dan keputusan yang menyangkut pembagian laba
(Van Horne, 2001). Nilai perusahaan juga dipengaruhi struktur kepemilikan,
kepemilikan adalah persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh direksi,
manajer dan dewan komisaris. Adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah
perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan
meningkat sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat.
Dari penjelasan tersebut, maka dapat dibuat kaitan antara struktur
kepemilikan,keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen
terhadap nilai perusahaan dengan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu metode
penelitian yang menggunakan kaidah-kaidah ilmiah yang konkrit/nyata,
sistematis, rasional dan terukur karena dalam metode penelitian kuantitatif ini
berisi data-data yang berupa angka dan data statistik (Sugiyono, 2014:7). Dengan
mencari hubungan assosiatif atau penelitian yang bersifat menanyakan hubungan
antara dua variabel atau lebih dan kausal atau penelitian yang bersifat sebab
akibat (Sugiyono, 2008:36).
Kausal komparatif (Causal Comparative Research), yaitu tipe penelitian
dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab-akibat antara dua variabel
atau lebih. Peneliti melakukan pengamatan terhadap konsekuensi-konsekuensi
yang timbul dan menelusuri kembali fakta yang secara masuk akal sebagai faktor-
faktor penyebabnya. Penelitian kausal komparatif merupakan tipe penelitian ex
post facto, yaitu tipe penelitian terhadap data yang dikumpulkan setelah terjadinya
suatu fakta atau peristiwa. Peneliti dapat mengidentifikasi fakta atau peristiwa
tersebut sebagai variabel yang dipengaruhi (variabel dependen) dan melakukan
penyelidikan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi (variabel
independen).

3.1.1 Variabel Dependen


Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain.
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
3.1.1.1. Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar
karena perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat (Hasnawati, 2005a dan
200b). Nilai perusahaan diproksikan Price to Book Value (PBV). Price to book
value dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚


PBV =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚

Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen
dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh
(Brigham, 1999: 92).
3.1.2 Variabel Independen
3.1.2.1. Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan diproksikan dengan insider ownership. Insider
ownership adalah prosentase saham yang dimiliki oleh insider, seperti manajer
atau direktur, besarnya dapat dihitung sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖 𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑟


INSD =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
3.1.2.2. Keputusan Investasi

Keputusan investasi didefinisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang


dimiliki (assets in place) dengan pilihan investasi dimasa yang akan datang
dengan net present value positif. IOS tidak dapat diobeservasi secara langsung,
sehingga dalam perhitungannya menggunakan proksi (Kallapur dan Trombley,
1999). Proksi IOS dalam penelitian ini adalah CPA/BVA atau Ratio Capital
Expenditure to Book Value of Asset.Menurut temuan dari penelitian Hasnawati
(2005) proksi IOS berbasis investasi menunjukkan tingkat aktivitas yang tinggi.

𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
CPA/BVA =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎

CPA/BVA = Ratio Capital Expenditure to Book Value of Asset

Pertumbuhan Aktiva = Total Aktiva Tahun X – Total Aktiva tahun X - 1

3.1.2.3. Keputusan Pendanaan


Keputusan pendanaan didefinisikan sebagai keputusan yang menyangkut
komposisi pendanaan yang dipilih oleh perusahaan (Hasnawati, 2005).Keputusan
pendanaan dalam penelitian ini dikonfirmasikan melalui Debt to Equity Ratio
(DER).Rasio ini menunjukkan perbandingan antara pembiayaan dan pendanaan
melalui hutang dengan pendanaan melalui ekuitas (Brigham dan Houston, 2001).

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
Debt to Equity Ratio =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠

3.1.2.4. Kebijakan Deviden

Kebijakan dividen adalah keputusan tentang seberapa banyak laba saat ini
yang akan dibayarkan sebagai dividen daripada ditahan untuk diinvestasikan
kembali dalam perusahaan (Brigham dan Houston, 2001). Kebijakan dividen
dalam penelitian ini dikonfirmasi dalam bentuk Dividend Payout Ratio (DPR).
Menurut Brigham dan Houston (2001), rasio pembayaran dividen adalah
persentase laba dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk kas.

𝐷𝑒𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒 ( 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 )


Devidem Payout Ratio =
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒 ( 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 )

DPR menunjukkan perbandingan antara deviden per lembar saham dengan


laba per lembar saham.

3.2. Objek Penelitian


3.3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif
berupa laporan keuangan dan annual report yang dipublikasikan tahunan oleh
Bursa Efek Indonesia dari tahun 2017-2018. Berdasarkan sumbernya, data yang
digunakan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder, yaitu data yang
tidak didapat langsung dari perusahaan tetapi diperoleh dalam bentuk data yang
telah dikumpulkan, diolah dan dipublikasikan oleh pihak lain yaitu Bursa Efek
Indonesia berupa data melalui internet (www.idx.co.id) dalam hal ini data
keuangan dari tahun 2017-2018, Indonesia Capital Market Directory (ICMD),
annual report perusahaan dan media internet.

3.4. Populasi dan Sampel


Populasi merupakan sekolompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang
menjadi perhatian peneliti untuk diselidiki (Sekaran, 2003).Populasi penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sampel merupakan bagian dari populasi yang digunakan sebagai objek
penelitian. Dalam penelitian ini, sampel ditentukan dengan menggunakan metode
purposive sampling. Metode sampling tersebut membatasi pemilihan sampel
berdasarkan kriteria tertentu. Adapun kriteria perusahaan yang dijadikan sampel
dalam penelitian ini adalah:
a. Perusahaan manufaktur yang memiliki laba positif selama periode
2017-2018.
b. Perusahaan yang membagikan dividen kas selama periode
penelitian.periode penelitian ini selama tahun 2017-2018.
c. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan aktiva selama periode 2017-
2018.
Populasi dan sampel dalam penelitian hanya diambil dari perusahaan
manufaktur karena menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Wijaya (2010)
industri-industri dengan regulasi yang tinggi seperti public utilities atau bank akan
mempunyai debt equity ratio yang tinggi yang se-ekuivalen dengan tingginya
risiko yang melekat pada industri yang bersangkutan daripada non regulated
firms. Kriteria lainnya adalah laporan keuangan perusahaan sampel tidak
menunjukkan adanya saldo total ekuitas yang negatif dan atau mengalami
kerugian selama tahun 2009-2010, karena saldo ekuitas dan laba yang negatif
sebagai penyebut menjadi tidak bermakna (Subekti, 2000).

3.5. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang digunakan untuk pembuatan skripsi ini adalah:
a. Dokumentasi penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan
literature yang ada hubungannya dengan pembuatan skripsi dengan tujuan
untuk mendapatkan landasan teori dan teknik analisa dalam memecahkan
masalah.
b. Pengumpulan data laporan keuangan dan annual report perusahaan go
public yang telah dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2009-
2010.
3.6. Definisi Konseptual dan Operasional

3.7. Teknik Analisis Data


3.7.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan metode-metode statistik yang digunakan
untuk menggambarkan data yang telah dikumpulkan. Statistik deskriptif
memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata,
standar deviasi, varian, maksimum, minimum, range, kurtosis, dan skewness
(Ghozali, 2005). Dengan statistik deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan
tersaji dengan ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari
kumpulan data yang ada.

3.7.2 Uji Asumsi Klasik


3.7.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel bebas dan variabel terikat keduanya memiliki distribusi normal atau tidak
(Ghozali, 2005). Model regresi yang baik adalah memiliki data berdistribusi
normal. Untuk menguji apakah terdapat distribusi yang normal atau tidak dalam
model regresi maka digunakanlah uji Kolmogorof Smirnov dan analisis grafik.
Dasar pengambilan keputusan analisis statistik dengan Kolmogorov Smirnov Z
(1-Sample K-S) adalah (Ghozali, 2005):
a. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05, maka Ho ditolak.
Hal ini berarti data residual terdistribusi tidak normal.
b. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05, maka Ho
diterima. Hal ini berarti data residual terdistribusi normal.
Dasar pengambilan keputusan dengan analisis grafik adalah (Ghozali, 2005):
a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogramnya tidak menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
3.7.2.2 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan yang kuat antara semua atau
beberapa variabel penjelas dalam model regresi yang digunakan. Menurut
Gujarati (1992) dalam Theresia (2005) dalam Maria (2008), adanya
multikolonieritas yang kuat akan mengakibatkan ketidakpastian estimasi.
Pengujian gejala multikoloniearitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah tiap
tiap variabel bebas berhubungan secara linear. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel
independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.
Variabel ortogonal merupakan variabel independen yang nilai korelasi antar
sesama variabel independen sama dengan nol.
Ada beberapa indikator untuk mendeteksi adanya gejala multikolinearitas,
yaitu: Pengujian gejala multikoloniearitas dengan program SPSS dapat dilihat
dari nilai tolerance value atau variance inflection factors. Tolerance mengukur
variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Jadi tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF
yang tinggi dan menunjukkan adanya koloniearitas yang tinggi. Nilai cut-off yang
umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10
(Ghozali, 2005 dalam Maria, 2008).
3.7.2.3 Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
(Ghozali, 2005). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah dengan melihat grafik plot
antara nilai prediksi variabel dependen dengan nilai residualnya.
3.7.2.4 Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2005) dalam Rosma (2007), uji otokorelasi bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antar kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode
sebelumnya. Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan
satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu)
tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan
pada data runtut waktu (time series). Ada beberapa cara yang dapat digunakan
untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi yaitu Uji Durbin Watson, Uji Runs
Test.
Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan
menggunakan Durbin Watson adalah sebagai berikut (Ghozali, 2007): Run test
digunakan sebagai bagian dari statistik non-parametrik dapat pula digunakan
untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar
residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah
acak atau random.

Tabel 3.1
Dasar Pengambilan Keputusan Ada atau Tidaknya Autokorelasi
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < DW < di
Tidak ada autokorelasi positif No decision di ≤ DW ≤ du
Tidak ada autokorelasi negati Tolak 4 – d i < DW < 4
Tidak ada autokorelasi negati No decision 4 – du ≤ DW ≤ 4 - di
Tidak ada autokorelasi, positif Tidak Tolak du < DW < 4 - du
atau negatif
3.7.3 Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier
berganda. Adapun model regresinya adalah sebagai berikut:

Y = a + b1x1 + b2X2 + b3x3 + b4x4 + e

Dimana:
𝑌𝑌 = ROA sebagai pengukur kinerja perusahaan
𝑎 = konstanta
𝑏1 = koefisien regresi dari kepemilikan manajerial
𝑏2 = koefisien regresi dari kepemilikan institusional
𝑏3 = koefisien regresi dari kepemilikan publik
𝑏4 = koefisien regresi dari ukuran perusahaan
𝑋1 = struktur kepemilikan manajerial
𝑋2 = struktur kepemilikan institusional
𝑋3 = struktur kepemilikan publik
𝑋4 = ukuran perusahaan 𝑒𝑒 = kesalahan / gangguan
Hasil persamaan regresi ini dipakai untuk menguji hipotesis dengan
menggunakan t test dengan tingkat keyakinan 90 %. Uji hipotesis dilakukan
dengan uji 𝑡𝑡. Uji 𝑡𝑡 digunakan untuk menguji tingkat signifikan pengaruh
variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Pengujian
ini bisa dilakukan dengan melihat 𝑝 – 𝑣alue dari masing-masing variabel. Apabila
𝑝 – 𝑣alue dari masing-masing variabel. p - value < 0% maka hipotesis diterima
dan apabila >10% maka hipotesis ditolak (Ghozali,2006).
Sedangkan uji 𝐹 digunakan untuk menguji apakah variabel independen
berpengaruh terhadap variabel dependen secara keseluruhan. Jika nilai 𝐹 dihitung
lebih besar dari 𝐹 table maka artinya 𝐹 hitung signifikan artinya hipotesis dapat
diterima. Dan jika nilai 𝐹 hitung lebih kecil dari 𝐹 tabel berarti 𝐹 hitung tidak
signifikan artinya hipotesis ditolak. Selain itu bila dilihat dari nilai probabilitas,
maka probabilitas < 0,1 maka 𝐻0 diterima. Dan bila probabilitas > 0,1 berarti H0
ditolak.

Anda mungkin juga menyukai