Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN DAN SEMUSIM

“INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG


(Peningkatan Produksi Jagung dengan Penerapan
Indeks Pertanaman IP 400)”

NAMA : SRI MULYA MUSA


NIM : 133180007

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
TAHUN 2019
PENDAHULUAN
Untuk lebih meningkatkan pemanfaatan sumber daya yang ada dan
peningkatan produksi jagung pertahun, perlu diterapkan IP 400 atau empat kali
tanam dalam setahun dengan cara tanam sisip dan menggunakan varietas
genjah. Tahun 2008 indonesia pernah mencapai swasembada jagung dengan
peningkatan produksi sebesar 10% dari 12,5 juta ton pada tahun 2005 menjadi
16,3 juta ton pada tahun 2008. Upaya peningkatan produksi jagung masih
terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal
tanam terutama di luar jawa. Upaya pengembangan jagung untuk memanfaatkan
potensi lahan yang tersedia akan cepat berhasil jika petani memperoleh
keuntungan sesuai yang diharapkan. Untuk itu diperlukan teknologi budidaya
yang memberikan produktifitas tinggi persatuan lahan, biaya produksi efisien,
dan kualitas produk tinggi agar jagung yang dhasilkan kompetitif.
Berdasarkan kondisi pencapaian swasembada pada tahun 2008, tampak
bahwa peningkatan produksi jagung lebih banyak ditentukan oleh peningkatan
produktivitas daripada peningkatan luas lahan. Fenomena ini menunjukkan
bahwa penggunaan benih hibrida di tingkat petani diperkirakan mampu
meningkatkan produksi jagung , meningat hasilnya di tingkat penelitian dapat
mencapai lebih dari 6ton/ha.
Upaya lain yang perlu ditingkatkan adalah penggunaan jagung hibrida.
Penanaman jagung hibrida di Indonesia diperkirakan baru mencapai 50%
(kementerian pertania, 2010). Percepatan peningkatam pertanaman jagung
hibrida perlu terus diupayakan agar tercapai target yang diharapkan seiring
dengan upaya peningkatan produksi jagung nasional. Pengembangan jagung
melalui perluasan areal diarahkan pada lahan lahan potensial, seperti sawah
irigasi dan tadah hujan yang belum dimanfaatkan pada musim kemarau dan
lahan kering yang belum dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Peningkatan
produktivitas jagung melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) dilahan
sawah yang sudah ada lebih baik, dengan pertimbangan investasi yang lebih
murah, produk yang diperoleh akan lebih berkualitas dan harga akan lebih baik
karena pasokan jagung kurang pada musim kemarau. Untuk penetapan
daerah/lokasi diupayakan melalui analisis daya saing komoditas, kecukupan air
irigasi (permukaan atau air tanah), dan ketersediaan tenaga kerja.
A. Peningkatan Produksi Jagung dengan Penerapan Indeks Pertanaman (IP)400
Dalam periode 4 tahun terakhir (2005 – 2008), peningkatan produksi
jagung Indonesia berlangsung cukup cepat sehingga swasembada jagung dapat
tercapai pada 2008. Dari sisi luas areal panen, terjadi peningkatan sekitar
10,364 % yaitu dari 3.625.987 ha menjadi 4.001.784 ha, namun peningkatan
produksi hanya sekitar 10,0 % yaitu dari 12.523.894 ton menjadi 16.317.252
ton. Data tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan produksi yang telah
dicapai akibat adanya peningkatan produktivitas seiring dengan penerapan
teknologi yang efisien dan membaiknya pelayanan kepada masyarakat dalam
sistem produksi jagung. Selain itu juga menunjukkan bahwa upaya perluasan
areal tanam (ekstensifikasi) jagung secara horizontal sudah semakin sulit
dilakukan karena adanya kepentingan dari berbagai pihak baik untuk komoditas
lain maupun bangunan fisik.
Perluasan areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman jagung
sudah mulai diterapkan petani, namun baru mencapai 1 – 2 kali tanam (IP100 –
IP200) pada lahan sawah setelah pertanaman padi maupun pada lahan
kering/tegalan. Untuk lebih meningkatkan pemanfaatan sumber daya yang ada
dan peningkatkan produksi jagung per tahun, Balitsereal telah mulai melakukan
pengujian budi daya jagung dengan menerapkan IP400 pada lahan kering.
Peningkatan produksi jagung melalui penerapan IP400 atau 4 kali tanam selama
satu tahun (365 hari) dapat dilakukan dengan cara tanam sisip (relay planting)
sebelum panen pertanaman I. Varietas jagung yang ditanam dapat dari jenis
komposit maupun hibrida yang berumur sekitar 100 hari, dengan cara tanam
sisip dapat menghemat siklus waktu yang diperlukan yaitu hanya sekitar 340 –
355 hari.
Dalam penerapan IP400, penanaman dilakukan 4 kali dan panen
dilakukan 4 kali, jika menggunakan varietas yang berumur >100 hari berarti
waktu yang diperlukan lebih dari 400 hari, sementara dalam satu tahun hanya
365 hari, sehingga penerapan hanya dapat dilakukan dengan cara tanam sisip 15
hari sebelum pertanaman I dipanen, sehingga diperlukan waktu berkisar antara
340 - 350 hari selama setahun. Penerapan IP400 jagung menghemat biaya
produksi karena pengolahan tanah hanya dilakukan 1 kali saat pertanaman I,
selanjutnya untuk pertanaman II, III, dan IV tidak perlu dilakukan pengolahan
tanah. Demikian seterusnya untuk pertanaman I tahun ke dua. Penyiangan
gulma juga dapat dihemat karena sebagian brangkasan tanaman saat panen
ditinggalkan di dalam baris tanaman sebagai mulsa sehingga dapat menekan
pertumbuhan gulma.
Budi daya jagung dengan penerapan IP400 dilakukan dengan pengaturan
tanam cara legowo, yaitu penanaman dengan jarak tanam sempit (50 cm) untuk
setiap 2 baris tanaman dan diikuti dengan jarak tanam lebar (100 cm) untuk
barisan tanaman berikutnya (Gambar 11, kanan). Sedangkan untuk jarak tanam
dalam barisan 20 cm, satu tanaman per lubang yang ditempatkan di antara dua
tanaman sebelumnya. Penanaman dengan cara demikian, populasi tanaman
yang diperoleh sama dengan penanaman menggunakan jarak tanam
tetap/normal (75 cm x 20 cm, 1 tanaman per lubang), yaitu populasinya sekitar
66.666 tanaman/ha. Pengaturan tanam cara legowo ini dimaksudkan untuk
memudahkan penanaman cara sisip untuk pertanaman II, mengingat pada saat
tanaman ke II pertanaman I belum dipanen. Selain itu, juga memudahkan
pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida saat pertanaman I.
Pada pertanaman II, setelah benih tumbuh sekitar 7–10 hari setelah
tanam, daun tanaman dari pertanaman I dipangkas pada bagian di atas
tongkolnya, untuk mempercepat pengeringan tongkol disamping memberikan
peluang pertanaman II yang baru tumbuh mendapatkan sinar matahari penuh.
Hasil brangkasan tanaman tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
dan sebagian digunakan untuk mulsa penutup tanah. Pemupukan I dilakukan
sesaat setelah pemangkasan daun di bagian atas tongkol tersebut. Pemupukan II
dilakukan setelah tanaman berumur antara 30 – 35 hari setelah tanam. Setelah
pertanaman II berumur 15 hari dan pertanaman I menunjukkan kelobotnya
telah mengering, maka segera dilakukan panen dan pemangkasan batang. Pada
daerah-daerah yang mempunyai curah hujan tinggi pada saat musim hujan, dan
berpeluang tergenang maka perlu dibuatkan saluran drainase di antara baris
tanaman yang berjarak tanam lebar
Kelebihan usahatani jagung dengan penerapan IP400 pada lahan kering,
antara lain; (1) produktivitas lahan secara kumulatif per tahun meningkat,
dengan tingkat produktivitas + 7 t/ha untuk jagung komposit (umur 90 hari)
dan + 10 t/ha untuk jagung hibirida (umur 100 hari) maka total produksi dapat
mencapai > 40 t/ha/tahun, dengan menggunakan jagung hibrida, (2)
pengolahan tanah dilakukan cukup sekali pada saat sebelum tanam untuk
pertanaman I, selanjutnya tidak diperlukan pengolahan tanah sehingga
menghemat biaya produksi, (3) barangkasan hasil pemangkasan daun di bagian
atas tongkol dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan mulsa penutup
tanah, usahakan mulsa sampai membusuk sehingga bermanfaat sebagai pupuk
organik, (4) adanya mulsa penutup tanah dapat mengurangi penguapan
permukaan tanah dan mengurangi frekuensi pemberian air saat musim kemarau
sehingga mengurangi biaya pemberian air, dan (5) adanya mulsa dapat menekan
pertumbuhan gulma yang semakin lama semakin berkurang sehingga biaya
pengendalian gulma/penyiangan dapat berkurang.
Permasalahan yang perlu diantisipasi dalam usahatani jagung dengan
penerapan IP400 pada lahan kering, antara lain; (1) panen saat musim hujan
sehingga perlu adanya pengering untuk prosesing hasil panen karena biji mudah
berjamur dan bahkan tumbuh jika tidak secepatnya dikeringkan, (2) tenaga
kerja harus cukup tersedia untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
berkesinambungan dan tidak dapat ditunda, (3) penyakit busuk batang saat
musim hujan perlu diwaspadai, perlu drainase yang memadai dan jangan sampai
daun bagian bawah menyentuh permukaan tanah, untuk itu perlu dilakukan
penghilangan daun yang sudah mulai tua, dan (4) pemupukan pada daerah yang
mempunyai curah hujan tinggi perlu pemberian yang tepat waktu, dalam arti
pemberian pupuk dilakukan saat cuaca cerah agar pupuk yang diberikan tidak
terlarut oleh air hujan sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh akar tanaman.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, inovasi teknologi IP400 jagung
berpeluang dapat diterapkan oleh petani di berbagai daerah, dengan beberapa
hal yang perlu dipenuhi, antara lain:
1. Lokasi untuk penerapan IP400 jagung harus tersedia cukup air setiap
saat diperlukan, terutama saat musim kemarau.
2. Lahan tidak mudah tergenang saat musim hujan, jika tergenang air harus
mudah diatuskan.
3. Tenaga kerja cukup tersedia dan tidak menjadi masalah.
4. Varietas jagung yang ditanam berumur + 100 hari. Jika persyaratan
tersebut dapat dipenuhi maka peluang keberhasilan usahatani jagung
dengan penerapan IP400 sangat besar, dan peningkatan produktivitas
lahan akan meningkat.
B. Perbaikan kualitas biji jagung
Upaya perbaikan proses pengeringan pada musim hujan di wilayah basah
adalah dengan melakukan pengeringan tongkol jagung segera setelah panen
menggunakan mesin pengering. Metode pengeringan yang diterapkan adalah
jagung dibuka dan dibiarkan 7 hari di lapang panen pengeringan dengan alat
pengering sampai kadar air 14% pipil. Metode pengeringan ini memberikan
mutu hasil yang baik dengan biji untuk 90,25%, biji rusak 8,13%, biji pecah
1,05%, dan kotoran 0,08%. Penggunaan mesin pengering jagung dapat menekan
infeksi jamur/cendawan sampai 10 ppb. Biaya pengeringan dan pemipilan
masing-masing Rp 71/kg dan Rp. 89/kg. Pada wilayah beriklim kering,
perbaikan proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara memotong batang
10 cm di atas tongkol dan membuka kelobot setelah 7-10 hari setelah masak
fisiologis pada saat cuaca tidak hujan dan kemudian di angin anginkan
C. Perbaikan Pascapanen Jagung untuk Konsumsi dan Benih
Penggunaan mesin pengering jagung untuk benih mutlak diperlukan
terutama jika kondisi matahari tidak memungkinkan. Pada pengeringan benih
jagung diperlukan pengaturan suhu udara pengering yang dapat diatur, yaitu
suhu udara pengering maksimum 38º C, jika kadar air benih jagung yang sedang
dikeringkan > 20 %. Kemudian benih jagung dalam bentuk tongkol diangin-
anginkan dulu dan kemudian dilakukan pemipilan pada saat kadar air benih
jagung telah mencapai kisaran 15-17%. Benih jagung dalam bentuk jagung
pipilan dikeringkan lagi, sampai kadar air benih aman untuk disimpan, yaitu
berkisar 9-11% (tergantung berapa lama benih akan disimpan). Mesin
pengering model PTP-4K-Balisereal dengan kapasitas 2 ton jagung bertongkol
sekali proses dapat menghemat tenaga sebesar 45 HOK dan biaya pengeringan
Rp 125.000 per ton. Mesin pemipil model PJM5-Balitsereal telah teruji untuk
memproses benih jagung dan hasil pipilannya untuk konsumsi memenuhi
standar SNI dan kapasitas pemipilannya dapat mencapai1,3 ton per jam, jauh
lebih produktif dibanding mesin pemipil sejenis, yaitu hanya kurang dari 1 ton
per ton
Mesin pemipil model PJM5-Balitsereal telah teruji untuk memproses
benih jagung dan hasil pipilannya untuk konsumsi memenuhi standar SNI dan
kapasitas pemipilannya dapat mencapai1,3 ton per jam, jauh lebih produktif
dibanding mesin pemipil sejenis, yaitu hanya kurang dari 1 ton per ton. Namun
demikian ada beberapa masalah seperti petani jagung mengeringkan jagung
sekedarnya, karena pedagang pengumpul mau menerima untuk dibeli. Petani
belum mengetahui untungnya jika dikeringkan menjadi mutu I (14%), namun
berdasarkan informasi pedagang pengmpul jagung petani sawah tadah hujan di
Kabupaten Pangkep bahwa jagung dengan kadar air biji 14% ada tambahan
harga Rp 50 per kilogram. Selain itu pembersihan biji jagung setelah dipipil, bisa
dianjurkan ke petani jika mesin pemipil yang digunakan belum teruji oleh yang
berwewenang dan jagung hasil pipilanya belum memenuhi SNI, khususnya pada
klasifikasi kadar kotoran.
Selain itu modifikasi mesin sortasi benih kinerjanya menunjukkan bahwa
benih jagung yang keluar dari pengeluaran (outlet) benih l dan 2 , daya
berkecambahnya bisa 100 % sedangkan benih yang keluar dari pengeluaran 3
hanya 98 % pada periode simpan 1 bulan. Parameter lainnya menunjukkan
bahwa benih yang telah disortir dan keluar melaui lobang 2 lebih paling baik.
Mesin sortasi benih jagung ini masih perlu diuji lagi sebelum dianjurkan untuk
mendukung sotasi benih dalam perbenihan jagung.
Karakterisasi Pati Jagung Varietas Unggul Nasional Untuk pemanfaatan
jagung oleh pengguna (industri, eksport dll) diperlukan informasi karakteristik
pati jagung termasuk sifat fisikokimia, fungsional untuk dapat memilih varietas
sesuai kebutuhannya, selain dapat menunjang IPTEK. Berkaitan hal ini telah
dilakukan evaluasi pada beberapa varietas unggul dan jagung lokal terhadap
patinya, menunjukkan beberapa karakteristik antara lain: bentuk dan ukuran
granula, sifat amilograf, kadar amilosa, DSA, DSM, dan DP.
DAFTAR PUSTAKA
Akil, M., M. Rauf, U.I. Firmansyah, A.F. Fadhly, Syafruddin, Faesal, R. Efendi, dan
A. Kamaruddin. 2005. Pengelolaan hara, air, dan tanaman jagung
mendukung teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) jagung.
Laporan akhir, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Purwanto, S. 2007. Perkembangan produksi dan kebijakan dalam peningkatan


produksi jagung. Dalam: Jagung, teknik produksi dan pengembangan.
Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

Rukmana,R, 2008. Usahatani Jagung. Kanisius, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai