Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produktivitas primer adalah laju produksi karbon organik per satuan waktu yang
merupakan hasil penangkapan energi matahari oleh tumbuhan hijau untuk diubah menjadi
energi kimia melalui fotosintesis, Odum (1993) dalam Pitoyo (2001). Produktivitas primer
kotor adalah jumlah total fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan dalam jangka waktu
tertentu. Sedangkan produktivitas primer bersih adalah besarnya sintesis senyawa karbon
organik selama proses fotosintesis dikurangi besarnya aktivitas total respirasi pada terang dan
gelap dalam jangka waktu tertentu, Folkowski dan Raven (1997) dalam Pitoyo (2001).
Besarnya produktivitas primer suatu perairan mengindikasikan besarnya ketersediaan nutrien
terlarut Krismono dan Kartamihardja (1995) dalam Pitoyo (2001).
Produktivitas primer dapat diukur dengan beberapa cara, misalnya dengan metode
panenan, oksigen, karbon dioksida, klorofil, dan metode isotop dengan menggunakan C14
Michael (1984) dalam Sitorus (2009). Metode panenan cocok untuk ekosistem pertanian,
metode botol gelap dan botol terang untuk pengukuran oksigen, metode pH dan metode
klorofil untuk mengukur kadar klorofil, metode isotop dan metode CO2 cocok untuk
ekosistem perairan Sitorus (2009). Metode yang umum digunakan di dalam mengukur nilai
produktivitas primer adalah ,etode oksigen, yang dapat mengukur produktivitas secara tidak
langsung. Pemlihan metode ini terutama didasarkan atas sifatnya yang praktis dan mudah
dilakukan. Metode oksigen dengan mengguakan botol terang-gelap pertama kali dilakukan
oleh Gaarder dan Gran pada tahun 1927, Odum (1971) dalam Sitorus (2009).
Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang
lama makan hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang
dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi
perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun ekosistem. Terjadinya
perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya
factor pembatas dalam setiap ekosistem. Factor yang paling penting dalam pembatasan
produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungannya
(Campbell, 2002).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diakukan penyusunan makalah terkait dengan
Produktivitas Primer untuk mengetahui lebih jelas mengenai Cara Mengukur, faktor-faktor
yang mempengaruhi, dan produktivitas perairan pantai dan pesisir.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian produktivitas primer ?
2. Apa saja Metode untuk mengukur produktivitas primer ?
3. Faktor-Faktor Apa saja yang yang mempengaruhi produktivitas primer ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengatahui definisi produktivitas primer
2. Untuk mengetahui metode dalam mengukur produktivitas primer
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Produksifitas Primer
Produktivitas primer merupakan hasil dari proses fotosintesis fitoplankton dan
tumbuhan air dimana di dalam air akan dihasilkan senyawa organik dan oksigen yang sangat
dibutuhkan oleh organisme akuatik (Sinurat, 2009). Di dalam suatu ekosistem dikenal adanya
produsen dan konsumen, sehingga juga dikenal adanya produktivitas oleh produsen dan
produktivitas oleh konsumen (Djumara, 2007).
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen.
Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan jumlah energi cahaya yang
diubah menjadi energi kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu
tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor
(grossprimaryproductivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan
organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena
organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organik
dalam respirasinya. Dengan demikian, produktivitas primer bersih (net primaryproductivity,
NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh
produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs
Produksi primer yang menumpuk pada produsen atau tumbuhan selama suatu periode
tertentu merupakan biomasa tumbuhan. Sebagian dari biomasa ini akan diganti melalui
proses dekomposisi dan sebagian lagi tetap disimpan dalam waktu yang lebih lama sebagai
materi yang berdaur hidup (lifecycle). Jumlah akumulmateri organik yang hidup pada suatu
waktu disebut StandingCropBiomass (biomasa hasil bawaan). Dengan demikian jelas bahwa
biomasa berbeda dengan produksi (produktivitas). Produktivitas komunitas bersih merupakan
laju penyimpanan materi organik oleh produsen, yang tidak digunakan (dimakan) oleh
heterotrof (herbivora). Jadi produktivitas komunitas bersih merupakan sisa produktivitas
primer sesudah dikurangi yang digunakan (dikonsumsi) oleh herbivora (Mahmuddin, 2009).
Di lingkungan perairan Indonesia Produksi bagi ekosistem merupakan proses
pemasukan dan penyimpanan energy dalam ekosistem. Pemasukan energy dalam ekosistem
yang dimaksud adalah pemindahan energy cahaya menjadi energy kimia oleh produsen.
Sedangkan penyimpanan energy yang dimaksudkan adalah penggunaan energy oleh
konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut
sebagai produktivitas.
2.2 Macam-macam motode
Cara–cara untuk menentukan produktivitas primer adalah sangat penting mengingat
proses ini memiliki arti ekologi yang sangat nyata. Sebagian besar pengukurannya di lakukan
secara tidak langsung , berdasarkan pada : jumlah substansi yang di hasilkan, atau jumlah
matrial yang di pakai, atau jumlah hasil sampingannya. Satu hal yang perlu di ingat bahwa
proses fotosintesis berada dalam keseimbangan dengan respirasi. Produktivitas harus diukur
selama waktu yang tepat , karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam
hari. Perbedaan metabolisme juga terjadi antar musim, oleh sebab itu disarankan pengukuran
energi ini dalam skala tahunan. Beberapa cara penentuan produktivitas primer adalah sebagai
berikut .
2.2.1 Metode penuaian
Cara ini di tentukan berdasarkan berat pertumbuhan dari tumbuhan. Dapat dinyatakan
secara langsung berat keringnya atau kalori yang terkandung, tetapi keduanya dinyatakan
dalam luas dan priode waktu tertentu. Metode ini mengukur produktivitas primer bersih.
Metode penuaian ini sangat cocok dan baik pada ekosistem daratan, dan biasanya untuk
vegetasi yang sederhana. Tetapi dapat pula di gunakan untuk ekosistem lainya dengan syarat
tumbuhan tahunan predominan dan tidak terdapat rerumputan. Untuk ini paling baik
mencuplik produktivitas pada satu seri percontohan(cuplikan)selama satu musim tumbuh.
Metode ini merupakan metode paling awal dalam mengukur produktivitas primer.
Caranya adalah dengan memotong bagian tanaman yang berada diatas permukaan tanah, baik
pada tumbuhan yang tumbuh di tanah maupun yang didalam air. Bagian yang di potong
selanjutnya dipanaskan sampai seluruh airnya hilang atau beratnya konstan. Materi tersebut
ditimbang, dan prodiktivitas primer di nyatakan dalam biomassa per unit area per unit waktu,
misalnya sebagai gram berat kering/ m2 /tahun.metode ini menunjukkan perubahan berat
kering selama priode waktu tertentu. Metode penuianmemeng tidak cocok untuk mengukur
produktivitas primer fitoplankton, karena ada beberapa kesalahan misalnya perubahan
biomasa yang terjadi tidak hanya diakibatkan oleh produktivitas tetapi juga berkurangnya
fitoplankton oleh hewan – hewan pada tropik diatasnya, atau mungkin jumlah fitoplankton
berubah karena gerakan air dan pengadukan.
Metode penuaian ini sangat sederhana, meskipun memiliki potensi – potensi kesalahan-
kesalahan : sistim akar harus termasuk dalam perhitungan, dan adanya hewan herbivora.
2.2.2 Metode penentuan oksigen
Oksigen merupakan hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga ada hubungan erat
antara produktifvitas dengan oksigan yang di hasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus di ingat
sebagian oksigen di manfaatkan oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi, dan harus di
perhitungkan dalam penentuan produktivitas.
Metode ini sangat cocok dalam menentukan produktivitas primer ekosistem perairan,
dengan fitoplankton sebagai produsennya. Dua contoh air yang mengandung ganggang di
ambil pada kedalaman yang relatif sama. Satu contoh di simpan di dalam botol bening dan
satunya lagi pada botol yang di cat hitam. Kandungan oksigen dari kedua botol tadi
sebelumnya ditentukan, kemudian di simpan dalam air yang sesuai dengan kedalaman dan
tempat pengambilan air tadi. Kedua botol tadi di biarkan selama satu sampai 12 jam. Selama
itu akan terjadi perubahan kandungan oksigen di kedua botol tadi. Pada botol yang hitam
terjadi proses respirasi yang menggunakan oksigen, sedangkan pada botol yang bening akan
terjadi baik fotosintesis maupun respirasi. Diasumsikan respirasi pada kedua botol relatif
sama. Dengan demikian produktivitas pada ganggang dapat di tentukan. Metode-metode ini
memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu hanya dapat di lakukan pada produsen mikro dan
asumsi respirasi pada kedua botol tadi sama adalah kurang tepat.
2.2.3 Metode pengukuran karbondioksida
Karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis oleh tumbuhan dapat di pergunakan
sebagai indikasi untuk produktivitas primer. Dalam hal ini seperti juga pada metode
penentuan oksigen proses respirasi harus di perhitungkan. Metode ini cocok untuk tumbuhan
darat dan dapat di pakai pada suatu organ daun, seluruh bagian tumbuhan dan bahkan satu
komunitas tumbuhan. Ada dua tehnik atau metode utama yaitu :
 Metode ruang tertutup

Biasanya di gunakan untuk sebagian atau seluruh tumbuhan kecil (herba,perdu pendek).
Dua contoh di pilih dan di usahakan satu sama lainnya relatif sama. Satu contoh di simpan
dalam kontainer bening dan satunya lagi di simpan dalam kontainer gelap (tertutup lapisan
hitam). Udara dibiarkan keluar- masuk pada kedua kontainer melalui pipa yang sudah di atur
sedenikian rupa dan mempergunakan pengisapan udara dengan kecepatan aliran udara
tertentu. Konsentrasi karbondioksida yang masuk dan keluar kontainer di pantau. Dengan
cara ini karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis dapat dihitung, yaitu sama dengan
jumlah yang di hasilkan dalam kontainerr gelap di tambah dengan jumlah yang di pakai
dalam kontainer bening/terang. Dalam kontainer gelap terdapat produksi karbondioksida
sebagai hasil respirasi, dan pada kontainer bening karbondioksida di pakai dalam proses
fotosintesis daan juga adanya produksi akibat adanya respirasi. Metode ini juga memiliki
kelemahan seperti pada metode dengan penentuan oksigen dan meningkatnya suhu dalam
kontainer (seperti rumah kaca) sehingga mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi.

 Metode aerodinamika

Metode ini maksudnya menutupi kelemahan-kelemahan pada metode ruang tertutup.


Karbondiaksida yang diukur diambil dari sensor yang di pasang pada tabung tegak dalam
komunitas, dan satunya lagi di pasang lebih tinggi dari tumbuhan. Perubahan konsentrasi
karbondioksida di atas dan didalam komunitas dapat di pakai sebagai indikasi dari
produktivitas. Pada malam hari konsentrasi karbondioksida akan meningkat akibat terjadi
respirasi, sedangkan pada siang hari konsentrasi akan menurun akibat proses fotosintesis.
Perbandingan konsentrasi ini merupakan indikasi berapa banyak karbon dioksida yang di
manfaatkan dalam fotosintesis.

2.2.4 Metode radioaktif


Materi aktif yang dapat di identifikasi radiasinya di masukkan dalam sistem. Misalnya
karbon aktif (C14) dapat di introduksi melalui suplai karbondioksida yang nantinya di
asimilasikan oleh tumbuhan dan di pantau untuk mendapatkan perkiraan produktivitas.
Tehnik ini sangat mahal dan memerlukan peralatan yang canggih, tetapi memiliki kelebihan
dari metode lainya, yaitu dapat di pakai dalam berbagai tipe ekosistem tanpa melakukan
penghancuran terhadap ekosistem.
2.2.5 Metode penentuan klorofil
Produktivitas berhubungan erat dengan jumlah klorofil yang ada. Rasio asimilasi untuk
tumbuhan atau ekosistem adalah laju dari produktivitas pergram klorofil. Konsentrasi klorofil
dapat ditentukan berdasarkan cara yang sederhana, yaitu dengan cara mengekstraksi pigmen
tumbuhan. Mul-mula dilakukan pencuplikan daun dengan ukuran tertentu. Untuk sampling
fitoplankton dilakukan dengan pengambilan sampel air dalam volume tertentu. Organisme
selain fitoplankton harus di pisahkan dari sampel. Samel selanjutnya di saring dengan
menggunakan filter khusus fitoplankton pada pompa vakum dengan tekanan rendah. Filter
yang mengandung klorofil dilarutkan pada aseton 85% , kemudian dibiarkan semalam, dan
selanjutnya di sentrifuse. Supernatannya dibuang dan pelet yang mengandung klorofil di
keringkan dan di timbang beratnya. Berat klorofil di ukur dalam mg klorofil/unit area.
Pengukuran klorofil juga bisa di lakukan dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 665 nm. Bila rasio asimilasi, kadar klorofil, dan jumlah energi cahaya di ketahui,
maka produktivitas primer kotor dapat diketahui. Metode ini dapat di terapkan pada berbagai
tipe ekosistem.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi


Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai
ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem.
Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem
dan perubahan musim dalam lingkungan.
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a) Suhu atau Temperatur
Dalam setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan
mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air serta semua
aktifitas biologis fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur.
Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 10°C (hanya pada kisaran yang
masih dapat ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari
organisme sebesar 2-3 kali lipat.
Pola temperatur suatu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga
oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi.
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah
kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan
yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan
konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan
berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas. Suhu secara langsung
ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan
dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat
meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu
berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi
distribusi vertikal fitoplankton.
Temperatur yang masih dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan berkisar
antara 20-30, dan temperatur yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25-30oC,
sedangkan temperatur yang optimal untuk pertumbuhan dari zooplankton berkisar antara 15-
35°C.

b) Cahaya
Cahaya merupakan sumber energy primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran
yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya
tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini
berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya
matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga
mendukung peningkatan produktivitas primer.
Pada ekosistem terestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang
paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari
tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang, Wiharto (2007).
Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada
ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan
mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.

c) Intensitas Cahaya Matahari


Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis
dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan
dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air
intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kulitatif
maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat yang mengalami
pembiasan yang menyebabkan kolom air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari
permukaan.
Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena
intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air sampai ke lapisan dasar. Kondisi
optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari , juga dipengaruhi oleh
berbagai substrat dan benda yang lain yang terdapat di dalam air, misalnya oleh plankton dan
humin yang terlarut dalam air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat
mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalam air, karena tumbuh-tumbuhan tersebut
juga mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari
d) Air, curah hujan dan kelembaban
Produktivitas pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air
merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan
faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut
universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh
tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk
air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat
mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang
banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat
ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) mengemukakan tingginya kelembaban pada
gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang
sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang
menyebabkan lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan
badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke
bumi bersama air hujan. Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan akan menyebabkan
tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi
kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.
e) Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah
yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada
beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organik merupakan faktor pembatas yang penting
bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik
atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrien spesifik yang
demikian disebut nutrien pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan
fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2
kadang-kadang membatasi produktivitas.
Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua
dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas
primer persatuan luas laut terbuka relative rendah karena nutrient anorganik khusunya
nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana
nutrient melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton,
berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan
fosfor kepermukaan.
f) Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh
diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh
mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka
karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat
(H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah
ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation
hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang
dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah,
Wiharto (2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi
dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang
terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan
berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk
asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering,
juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik
juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) .

g) Herbivora
Herbivora adalah faktor biotik yang mempengaruhi produktivitas vegetasi. Sekitar 10
% dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini
bervariasi menurut tipe ekosistem darat (Barbour et al 1987). Namun demikian McNoughton
dan Wolf (1998) mengemukakan akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas
primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivore dan produktivitas
primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi
produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat
menurun jika intensitasnya optimum.
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) walaupun defoliasi pada individu pohon secara
menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah
hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap
herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora
memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
h) DO (Dissolved Oxygen).
Disolved oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan.
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan,
terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebahagian besar organisme air.
Kelarutan oksigen sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum
oksigen di dalam air terdapat pada suhu yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi ini akan
menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan suhu akan
menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah
akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut semakin tinggi.
Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara
melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Pengaruh
oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Nilai
oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini
selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis dari
tumbuhan yang menghasilkan oksigen. nilai DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg/l cukup
baik bagi proses kehidupan biota perairan. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya
berkisar antara 6-8 mg/l.

i) BOD (Biochemical Oxygen Demand)


Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang
diukur pada suhu 200 C Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan
senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna,
mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu
selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil
penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari jumlah senyawa
organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70% maka pengukuran yang umum
dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD5).
Nilai konsentrasi BOD menunjukan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik
dimana apabila konsumsi oksigen selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l oksigen maka
perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi oksigen berkisar antara 10 mg/l -20
mg/l oksigen akan menunjukkan tingakat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan
untuk air limbah BOD umumnya lebih dari 100 mg/l. Pengukuran BOD didasarkan pada
kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat
substansi yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya yang
terdapat dalam limbah rumah tangga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
 Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh
produsen. Produktivitas primer dibedakan atas produktivitas primer kasar (bruto)
yang merupakan hasil asimilasi total, dan produktivitas primer bersih (neto) yang
merupakan penyimpanan energi di dalam jaringan tubuh tumbuhan.
 Prosedur pengukuran produktivitas primer dapat dilakukan secara kuantitas dan
kualitas.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu suhu atau temperature, cahaya,
intensitas cahaya matahari, Air, curah hujan dan kelembaban, nutrient, tanah,
herbivora, DO (Dissolved Oxygen), dan BOD (Biochemical Oxygen Demand).
 Produktivitas primer perairan didefinisikan sebagai kemampuan organisme produsen
dalam badan air untuk menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik.
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan pembaca, untuk kedepannya
mungkin masih banyak kekurangan dari penulis maka dibutuhkan tindakan lebih lanjut guna
mencerdaskan pembaca semua.
Daftar Pustaka

Barbour, M.G., J.H Burk dan W.P Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. The
Banjamin/Cumming Publishing Company Ins, California

Campbell, N A., J.B Reece., L.G Mitchell. 2002.Biolog(terjemahan) Jilid III. Jakarta:
Erlangga

Djumara,2007. Modul 3 : Sumber Daya Alam Lingkungan Terbarukan dan Tidak Terbarukan
Diklat Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah. Jakarta : Environmental
Assesment and management

Jordan, C.F.1995. Nutrient Cycling in Tropical Ecosystem. John Wiley and Sons, New York

Mcnaughton, S.J., L.L Wolf. 1998. Ekologi Umum (Terjemahan). UGM Press. Yogyakarta

Pitoyo,A dan Wiryanto.2001. Produktifitas Primer Perairan Waduk Cengklik Boyolali.


Biodiversitas. 3(1): 189-195.

Sitorus, M.2009. Hubungan Nilai Produktivitas Primer dengan Konsentrasi Klorofil a dan
Faktor Fisik Kimia di Perairan Danau Toba, Balige, Sumatera Utara. USU. Medan.
Thesis

Wiharto, M.2007.Produktivitas Vegetasi Hutan Hujan Tropis. Buletin Plasma Nutfah. 13 (2)

Anda mungkin juga menyukai