Anda di halaman 1dari 22

DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT

KARIANGAU-PENAJAM
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Transmisi merupakan proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke


tempat lainnya yang besaran tegangannya adalah Tegangan Ultra Tinggi (UHV),
Tegangan Ekstra Tinggi (EHV), Tegangan Tinggi (HV), Tegangan Menengah
(MHV), dan Tegangan Rendah (LV). Standar tegangan tinggi yang berlaku di
Indonesia adalah 30 KV, 70 KV, dan 150 KV. Berdasarkan pemasangannya, saluran
transmisi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu saluran udara (overhead lines), saluran
kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine cable).
Pada sistem saluran kabel bawah tanah, tenaga listrik disalurkan melalui kabel-kabel
seperti kabel bawah laut dengan berbagai macam isolasi pelindungnya. Saluran kabel
bawah tanah ini dibuat untuk menghindari risiko bahaya yang terjadi pada
pemukiman padat penduduk.
Tenaga listrik sangat dibutuhkan bagi masyarakat untuk berbagai macam
keperluan. Kebutuhan listrik tersebut semakin meningkat seiring dengan
perkembangan dinamika kehidupan masyarakat dan tidak jarang terjadi kekurangan
pasokan listrik pada suatu daerah. Untuk mengantisipasi dan mengatasi
permasalahan tersebut, maka direncanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) di Pelabuhan Kariangau yang akan menyalurkan listrik melalui kabel
listrik bawah laut 150 KV di Teluk Balikpapan ke Pelabuhan Penajam.
Pembangunan jalur transmisi ini terdiri dari pemasangan kabel listrik bawah tanah
dan kabel listrik bawah laut 150 KV dari PLTU Kariangau ke Gardu Induk (GI)
Petung yang menghubungkan landing point di area PLTU Kariangau dengan landing
point di area Penajam.
Desain pembangunan kabel laut dimulai dari landing point yang berada di
darat pada sisi Kariangau, dilanjutkan menyeberangi laut pada Selat Balikpapan
menuju landing point yang berada di darat pada sisi Penajam. Dalam mendesain rute
kabel laut dibutuhkan peta topografi baik topografi daratan maupun topografi dasar

1
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 2
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

laut/bathimetri untuk mendapatkan gambaran topografi di sepanjang koridor rencana


jalur kabel laut. Peta topografi daratan diperoleh dari survei teristris yang
memberikan informasi mengenai situasi area landing point di kedua sisi, sedangkan
peta topografi dasar laut/bathimetri diperoleh dari survei hidrografi yang
memberikan informasi kedalaman dasar laut dan bentuk terain dasar laut yang akan
dilakukan pemendaman kabel laut. Untuk mendesain rute kabel laut yang optimal
tentu saja memerlukan banyak data, tidak hanya dengan menggunakan peta topografi
dan peta bathimetri saja, melainkan dibutuhkan data lain seperti peta side scan sonar,
anomali magnetik, dan sub bottom profile untuk mengetahui informasi dasar laut
lainnya. Peta side scan sonar digunakan untuk mengetahui citra/gambaran
permukaan dasar laut di sepanjang koridor rencana jalur kabel laut dan
mengidentifikasi adanya material-material yang dapat membahayakan kabel laut,
seperti jangkar kapal, kabel dan pipa eksisting, maupun batu-batu karang. Selain
menggunakan peta side scan sonar, material-material yang dapat membahayakan
kabel laut juga dapat diidentifikasi dengan menggunakan peta anomali magnetik
seperti kabel eksisting dan obyek-obyek metal lainnya di sepanjang koridor rencana
jalur kabel laut. Pembangunan kabel laut dilakukan dengan cara pemendaman di
bawah permukaan dasar laut (seabed), maka dibutuhkan peta sub bottom profile
untuk mengidentifikasi lapisan sedimen di bawah permukaan dasar laut (seabed) dan
untuk menentukan informasi penting yang berhubungan dengan stratigrafi dasar laut
seperti penentuan jenis dan batas lapisan tanah di sepanjang koridor rencana jalur
kabel laut.
Berkaitan dengan banyaknya data yang dibutuhkan dalam mendesain rute
pemasangan kabel laut, pemasangan kabel laut merupakan salah satu pekerjaan
rekayasa laut yang bernilai tinggi karena biaya pemasangannya yang cukup besar,
sehingga diperlukan suatu perencanaan pemasangan kabel laut yang optimal.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT UGM) telah
melakukan studi hidro-oseanografi pembangunan kabel laut jalur transmisi 150 KV
PLTU Kariangau-GI Petung untuk mendesain rute pemasangan kabel laut tersebut
(Laporan Akhir LKFT UGM: Studi Hidro-oseanografi Pembangunan Kabel Laut
Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013). Pada skripsi ini, penulis
berusaha mendesain ulang rute pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV dari
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 3
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

landing point pada sisi Kariangau menuju landing point pada sisi Penajam dan hasil
desain tersebut memberikan alternatif lain berdasarkan data yang ada. Data yang
digunakan pada skripsi ini hanya berdasarkan aspek teknisnya saja dengan batasan-
batasan berupa peta-peta hasil pekerjaan lapangan, yaitu peta topografi, peta
bathimetri, peta side scan sonar, peta anomali magnetik, dan peta sub bottom profile.
Beberapa hal yang dijadikan dasar pertimbangan dalam mendesain rute pemasangan
kabel laut yaitu kondisi topografi di sekitar area landing point, kedalaman dan bentuk
terain dasar laut, kondisi anomali magnetik, dan struktur lapisan sedimen dasar laut
di sepanjang koridor rencana jalur kabel laut.

I.2. Lingkup Kegiatan

Dalam kegiatan aplikatif ini, batasan masalah yang ada adalah menggunakan
kriteria sebagai berikut :
1. Desain gantry dan landing point berada di darat.
2. Desain kabel laut berada di laut dan pembangunan kabel laut dilakukan
dengan cara pemendaman di bawah permukaan dasar laut (natural seabed).
3. Acuan dalam pemendaman kabel laut berdasarkan pada Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut
pasal 45 yang disebutkan sebagai berikut :
a. Alur-pe1ayaran dengan kedalaman laut kurang dari 20 m kabel laut
dan pipa bawah laut harus dipendam 4 m di bawah permukaan dasar
laut (natural seabed).
b. Alur-pelayaran dengan kedalaman 20 m sampai 40 m kabel laut dan
pipa bawah laut harus dipendam 2 m di bawah permukaan dasar laut
(natural seabed).
c. Alur-pelayaran dengan kedalaman lebih dari 40 m, kabel laut, dan
pipa bawah laut harus dipendam 1 m di bawah permukaan dasar laut
(natural seabed).
d. Pada lokasi tertentu untuk mengantisipasi pengembangan pelabuhan
dan kepadatan lalu lintas pe1ayaran perlu dilakukan penilaian resiko
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 4
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

(risk assesment) antara lain me1alui kegiatan penjatuhan jangkar kapal


terbesar (anchor drop test).

I.3. Tujuan

Tujuan dari kegiatan aplikatif ini adalah sebagai berikut:


1. Membuat desain rute pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV dari
landing point Kariangau ke landing point Penajam yang optimal.
2. Mengetahui panjang kabel laut yang diperlukan berdasarkan desain
tersebut.
3. Mengetahui kedalaman pemasangan kabel laut berdasarkan desain tersebut.

I.4. Manfaat

Manfaat dari kegiatan aplikatif ini akan dihasilkan desain yang dapat
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pemasangan kabel laut jalur transmisi
150 KV dari landing point sisi Kariangau menuju landing point sisi Penajam.

I.5. Landasan Teori

I.5.1. Transmisi Kabel Bawah Laut

Transmisi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari suatu sumber
pembangkitan ke suatu sistem distribusi atau kepada konsumen, atau penyaluran
tenaga listrik antar sistem (SNI PUIL, 2000). Sistem transmisi terdiri dari saluran
transmisi, gardu induk, dan pusat pengaturan beban. Desain saluran transmisi
tergantung pada jumlah daya yang harus disalurkan, jarak dan jenis medan yang
dilalui, biaya yang tersedia, serta pertumbuhan beban dimasa yang akan datang.
Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membuat desain transmisi,
yaitu pemilihan tegangan, pemilihan jenis kawat, pemilihan sistem perlindungan
terhadap gangguan, kontinuitas penyaluran tenaga listrik, dan pembebasan tanah
yang dilalui. Dalam sistem kelistrikan saluran transmisi merupakan rantai
penghubung antara pusat-pusat pembangkit tenaga menuju pusat beban malalui
gardu induk transmisi dan distribusi. Berdasarkan cara pemasangannya saluran
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 5
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sistem transmisi dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu saluran udara (overhead
line), saluran kabel bawah laut (submarine cable) dan saluran kabel tanah
(underground lines).
Pada sistem saluran kabel bawah tanah, penyaluran tenaga listrik melalui
kabel-kabel seperti kabel bawah laut dengan berbagai macam isolasi pelindungnya.
Saluran kabel bawah tanah ini dibuat untuk menghindari resiko bahaya yang terjadi
pada pemukiman padat penduduk tanpa mengurangi keindahan lingkungan. Kabel
tanah tegangan tinggi yang dipasang pada lingkungan PT PLN (Persero) adalah 30
KV, 70 KV, dan 150 KV dengan jenis kabel yang digunakan kabel berinti tunggal
(single core cable), pada dasarnya kabel ini dapat digunakan untuk segala tegangan
yang umumnya adalah tegangan tinggi, dan kabel berinti tiga (three core cable),
dimana kabel ini terbatas pada tegangan 150 KV yang disebabkan oleh terbatasnya
dimensi kabel, terutama sekali untuk keperluan transportasi dan pemasangan.

Gambar I.1. Kabel berinti tunggal dan kabel berinti tiga (Sumber: Proteksi Kabel
Saluran Bawah Tanah 150 kV dari GI Jajar ke GIS Mangkunegaran, 2003)
Kabel laut direncanakan memiliki keandalan yang tinggi. Dengan demikian,
diperlukan pengamanan yang baik di sepanjang rute kabel laut. Pengamanan kabel
laut dapat berupa penanaman kabel di bawah dasar laut (seabed) dengan atau tanpa
pelindung atau penggelaran langsung di atas permukaan dasar laut dengan atau tanpa
pelindung. Penggelaran langsung di atas permukaan dasar laut dilakukan pada
kondisi dasar laut yang sangat keras (karang batu). Beberapa jenis gangguan
eksternal (outer damage) terhadap kabel laut dapat berupa aktifitas menangkap ikan
dengan pukat, pelepasan jangkar kapal (bergantung pada ukuran kapal), serta objek
lainnya yang menggangu rute kabel laut seperti daerah ranjau laut dll. Untuk
memberikan perlindungan kabel laut dari gangguan eksternal dapat dilakukan
penanaman kabel dengan kedalaman yang ditentukan. Kedalaman penanaman kabel
bergantung dari jenis material dasar dan tingkat gangguan eksternal. Penanaman
kabel pada material tanah lunak (soft soil) membutuhkan kedalaman penanaman
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 6
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kabel lebih dibandingkan dengan material tanah keras (hard soil) hal ini terkait
dengan penetrasi objek yang jatuh ke dasar laut, seperti jangkar dan alat penangkap
ikan. Grafik berikut menunjukkan antara penetrasi jangkar kapal dengan kekerasan
material dasar terhadap tingkat gangguan eksternal.

Gambar I.2. Grafik kedalaman penetrasi jangkar kapal berdasarkan kekerasan tanah
(Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi
150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013)
Proteksi mekanis kabel laut yang akan digunakan untuk rencana rute kabel laut
sesuai dengan kondisi kedalaman laut, jenis seabed dan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut, dibagi
beberapa segmen seperti berikut berikut :
1. Landing point – pasang tertinggi (HWL)
Untuk melindungi kabel laut dari gangguan eksternal seperti aktifitas
manusia, pada daerah pantai kabel laut diproteksi menggunakan concrete
duct dengan tinggi concrete duct 1 – 1,5 m dan concrete duct dipendam
pada kedalaman 1 m dari permukaan tanah, konstruksi concrete duct
seperti pada gambar I.3.
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 7
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Gambar I.3. Konstruksi proteksi mekanis concrete duct (Sumber: KAK Studi Hidro-
oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI
Petung, 2013)
2. Pasang tertinggi (HWL) – surut terendah (LLWL)
Di segmen ini kabel laut diproteksi dengan dipendam sedalam 4 m di
bawah seabed dengan metode plowing seperti gambar I.4.

Gambar I.4. Metode Plowing (Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi Pembangunan


Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013)
3. Surut terendah (LLWL) – kedalaman laut 20 m
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011
tentang alur-pelayaran di laut, pada bagian ini kabel laut diproteksi dengan
metode pemendaman sedalam 4 m di bawah seabed, proteksi dengan
pemendaman kabel sedalam 4 m dapat digunakan menggunakan metode
trenching seperti gambar I.5 dengan menyesuaikan terhadap kondisi
seabed.
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 8
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Gambar I.5. Metode trenching (Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi


Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung,
2013)
4. Kedalaman laut 20 m – kedalaman laut 40 m
Pada segmen berikut kabel laut dipendam dengan kedalaman pemendaman
2 m di bawah seabed dengan menggunakan metode trenching.
5. Kedalaman laut 40 m – kedalaman laut 80 m
Pada bagian ini kabel laut diproteksi dengan dilakukan pemendaman di
bawah seabed sedalam 1 m dengan menggunakan metode trenching.
6. Kedalaman laut 80 m – kedalaman laut 200 m
Dengan mempertimbangkan bahwa pada kedalaman ini tidak ada
gangguan eksternal seperti buang jangkar kapal dan untuk melindungi
kabel laut dari arus bawah laut agar kabel tidak bergerak maka digunakan
proteksi mekanis menggunakan concrete matrass seperti gambar I.6.

Gambar I.6. Konstruksi concrete matrass (Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi


Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung,
2013)
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 9
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

7. Kedalaman laut 200 m – kedalaman terdalam


Pada kedalaman laut bagian ini kabel laut hanya digelar saja di atas
permukaan seabed.

Proteksi mekanis pada butir-butir di atas dilakukan juga sebaliknya pada


tingkat kedalaman yang sama pada rute menuju landing point selanjutnya. Selain
dari jenis-jenis proteksi mekanik di atas, pengamanan kabel laut juga mengacu pada
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 Tahun 2011 tentang alur pelayaran
di laut pasal 45.

I.5.2. Peta Topografi

Peta topografi berisi mengenai tempat-tempat di permukaan bumi yang


berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan
satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Walaupun peta topografi memetakan tiap
interval ketinggian tertentu, namun disertakan pula berbagai keterangan pula yang
akan membantu untuk mengetahui secara lebih jauh mengenai daerah permukaan
bumi yang terpetakan tersebut, keterangan-keterangan itu disebut legenda peta.
Peta topografi dapat juga diartikan sebagai peta yang menggambarkan
kenampakan alam dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang
benar. Selain itu peta topografi dapat diartikan peta yang menyajikan informasi
spasial dari unsur-unsur pada muka bumi dan dibawah bumi meliputi, batas
administrasi, vegetasi dan unsur-unsur buatan manusia. Peta topografi ialah peta
yang menunjukkan keadaan muka bumi sebuah kawasan. Peta topografi mempunyai
garisan lintang dan garisan bujur dan titik pertemuannya menghasilkan koordinat.
Koordinat ialah titik persilangan antara garisan lintang dan bujur. Data dari peta
topografi digunakan sebagai latar belakang penempatan dan orientasi secara
geografis. Selain peta topografi, yang dapat digunakan sebagai peta dasar antara lain
adalah foto udara, peta geologi, dan peta administratif (Prihandito, 1988). Besar skala
peta dasar yang dibutuhkan untuk membuat peta arkeologi tergantung pada luas
wilayah yang akan dipetakan.
Survei topografi dilaksanakan karena landing point eksisting berada di darat
sehingga diperlukan pemetaan di lahan darat untuk mendapatkan gambaran
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 10
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

geografi/morfologi sepanjang rencana koridor jalur kabel laut sesuai dengan daerah
studi yang ditentukan. Lokasi landing point definitif di darat dengan pertimbangan
aman dari air pasang tertinggi tapi tidak terlalu jauh dari muka air tertinggi.
Mendapatkan data posisi yang benar dari posisi BM referensi dan rencana penarikan
kabel laut dari landing point eksisting ke tepi laut, baik itu di atas kertas juga di
lapangan, sesuai dengan kenyataan dan situasi di lapangan. Profil dan peningkatan
ketinggian tanah di lapangan yang harus diambil harus sesuai dengan kaidah umum
yang berlaku bagi peta topografi dengan skala 1:2000. Semua jarak diukur dengan
menggunakan jarak optis. Semua objek seperti rumah, jalan, jembatan, gorong-
gorong, pemakaman dan fasilitas lainnya harus diamati dan diberikan keterangan
yang jelas. Semua bentang alam yang khas (hutan bakau, rawa, laut, jurang, hutan,
dll) harus diidentifikasi di sketsa, keterangan tulis dan diukur/dipetakan dengan
pengukuran situasi detail. Ketinggian pada garis kontur peta topografi berdasarkan
chart datum karena peta topografi akan digabungkan/overlay dengan peta hasil studi
hidrografi seperti peta bathimetri, side scan sonar, dan anomali magnetik sebagai
informasi tambahan dalam mendesain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV
yang optimal.

I.5.3. Peta Bathimetri

Peta bathimetri adalah peta kedalaman laut yang dinyatakan dalam angka
kedalaman atau kontur kedalaman yang diukur terhadap datum vertikal (chart
datum). Peta bathimetri diperlukan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut sekitar
lokasi suatu perairan (Triatmodjo, 1999). Peta bathimetri biasanya menunjukkan
relief dasar laut atau daerah dasar laut sebagai garis kontur dan pemilihan kedalaman.
Peta bathimetri diperoleh dari survei bathimetri yang pada dasarnya merupakan
kelanjutan dari survei topografi daratan. Perbedaannya terletak pada wahana, tempat,
dan peralatan ukurnya. Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk
memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed
surface). Gambaran dasar perairan dapat disajikan dalam garis-garis kontur atau
model permukaan digital. Garis-garis kontur kedalaman atau model bathimetri
diperoleh dengan menginterpolasikan titik-titik pengukuran kedalaman bergantung
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 11
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

pada skala model yang hendak dibuat. Titik-titik kedalaman berada pada lajur-lajur
pengukuran kedalaman yang disebut sebagai lajur perum atau sounding line. Jarak
antar titik-titik fiks perum pada suatu lajur pemeruman setidak-tidaknya sama dengan
atau lebih rapat dari interval lajur perum. Saat ini, teknik perekaman data kedalaman
sudah dapat dilakukan secara digital.
Jenis–jenis pekerjaan survei bathimetri antara lain (Soeprapto, 1999) :
1. Penentuan titik–titik dasar di darat (pantai). Titik-titik ini digunakan
sebagai titik ikat (titik referensi) untuk penentuan posisi kapal (fiks perum)
dan untuk penentuan garis pantai.
2. Penentuan garis pantai. Garis pantai adalah batas antara air tertinggi
dengan daratan. Posisi garis pantai direferensikan pada titik–titik dasar
pemetaan yang telah dibuat terlebih dahulu.
3. Penentuan topografi dasar laut. Penentuan topografi dasar laut dilakukan
dengan pemeruman. Dengan menggunakan posisi fiks perum, maka dapat
diketahui posisi topografi dasar laut (titik–titik detil kedalaman
laut/ketinggian topografi dasar laut).

Pemeruman merupakan salah satu pekerjaan terpenting dalam survei


bathimetri. Dengan pemeruman yang dirancang dengan baik (lajur–lajur pemeruman,
titik–titik fiks perum) akan diperoleh gambaran topografi dasar laut yang mendekati
dengan kenyataan dan pengukuran kedalaman dilakukan pada titik-titik yang dipilih
untuk mewakili keseluruhan daerah yang akan dipetakan. Pada titik-titik tersebut
juga dilakukan pengukuran untuk penentuan posisi. Titik-titik tempat dilakukannya
pengukuran untuk penentuan posisi dan kedalaman disebut titik fiks perum
(Poerbandono dan Djunarsjah, 2005).
Data yang digunakan untuk membuat peta bathimetri berasal dari alat
echosounder (sonar) yang sesuai dengan spesifikasi dan standar ketelitian survei
hidrografi (IHO) dan dipasang di bawah atau di samping kapal, berkas suara ke dasar
laut. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk suara melakukan perjalanan melalui air,
memantul dari dasar laut, dan kembali ke penerima menunjukkan jarak ke dasar laut.
Alat ini bekerja dengan menggunakan sifat–sifat perambatan gelombang akustik
yang dipancarkan dengan arah vertikal dari permukaan laut ke dasar laut. Bila
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 12
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kemudian gelombang pantulnya (dipantulkan oleh dasar laut) diterima, dan dicatat
waktu tempuhnya, maka kedalaman laut dapat ditentukan.

Gambar I.7. Sketsa posisi alat echosounder

Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan dengan menggunakan barcheck atau


koreksi sound velocity profile (SVP) untuk menentukan transmisi dan kecepatan
rambat gelombang suara dalam air, dan juga untuk menentukan index error
correction. Kalibrasi dilaksanakan sebelum dan sesudah survei. Untuk daerah
perairan yang tidak bisa dilalui oleh kapal survei penentuan kedalaman dilakukan
secara manual dengan cara topometri.
Adapun spesifikasi survei bathimetri yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Datum dan sistem koordinat yang digunakan adalah :
a) Datum : WGS 1984
b) Sistem kordinat : UTM
c) Zona : 50 S
d) Skala : 1:2000
2. Area survei meliputi :
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 13
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Gambar I.8. Area survei bathimetri

3. Pemeruman
Pemeruman dilaksanakan dengan menggunakan perahu perum dengan
dimensi 12,2 m × 2,65 m, yang dilengkapi dengan alat penentuan posisi
Global Navigation Satellite System dan alat ukur kedalaman serta alat
pencatat data secara otomatis ADL (Automatic Data Logging)
Hydropro dan Echosounder Hidrotrac II. Desain lajur pemeruman
berupa garis-garis sejajar (pararel lines) dengan arah memotong relatif
tegak lurus terhadap kontur/garis pantai. Spasi lajur perum utama
adalah 20 m skala 1:2000 dan spasi lajur silang adalah 300 m.
Penentuan sound velocity index correction atau kesalahan indeks
kecepatan suara dilakukan dengan metode barcheck pada setiap
sebelum dan sesudah pemeruman/sounding pada area survei.

Dalam mendesain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV yang optimal,
tidak cukup jika hanya berdasarkan pada peta bathimetri saja, melainkan dibutuhkan
informasi lain seperti data side scan sonar, anomali magnetik, dan sub bottom profile
untuk mendapatkan gambaran kondisi dasar laut (seabed) dan subsurface yang
sebenarnya serta dapat mempertimbangkan gangguan-gangguan yang ada di
sepanjang koridor pemasangan kabel laut. Data topografi daratan juga digunakan
untuk mendapatkan gambaran situasi area landing point baik pada sisi Kariangau
maupun pada sisi Penajam.
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 14
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I.5.4. Peta Side Scan Sonar

Peta side scan sonar merupakan citra kenampakan dasar laut (seabed features)
di sepanjang koridor yang sama dengan pekerjaan bathimetri dan juga digambar
menjadi peta dalam skala 1:2000. Skala penyapuan yang digunakan harus diatur
sedemikian rupa sehingga terjadi overlap minimal 50% untuk area studi yang
direncanakan. Lajur-lajur survei side scan sonar harus disesuaikan dengan
kedalaman laut. Apabila menggunakan towfish yang ditarik, panjang kabel towfish
harus tersedia cukup agar tinggi towfish di atas dasar Laut dapat dijaga kira-kira 10-
70% dari lebar cakupan/penyapuan yang dipilih (UNDIP, 2013). Apabila topografi
dasar laut dapat membahayakan keselamatan towfish, tinggi towfish dapat diperbesar
dengan catatan masih dapat diperoleh data yang dapat diinterpretasi dengan baik.
Rekaman data sonar harus dikoreksi untuk towfish lay back dan slant range. Apabila
menggunakan towfish yang dipasang pada lambung kapal (vessel-mounted), sistim
harus dilengkapi dengan heave compensator untuk mereduksi pengaruh gelombang.
Sistem yang digunakan harus mampu menghasilkan clear record dari keadaan dasar
laut, identifikasi adanya wrecks, obstacles, debris, sand waves, rock outcrops, mud
flows atau slides dan sedimen. Penentuan posisi menggunakan jarak atau waktu
tertentu harus ditandai pada rekaman sonar. Data jarak antara towfish dan antena
GPS.
Survei side scan sonar ini akan menghasilkan peta yang berisi gambaran atau
citra dasar laut yang akan menampilkan objek-objek dasar laut yang berhasil
dideteksi. Objek-objek tersebut berupa benda-benda yang terdapat di permukaan
dasar laut, seperti pipa, batu-batu karang, kapal karam, bekas garukan jaring nelayan,
dan lain-lain.
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 15
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Gambar I.9. Ilustrasi survei side scan sonar (Dudnote, 2011)

Pada survei ini towfish side scan sonar (SSS) ditarik di belakang kapal.
Ilustrasi pemasangan SSS menggunakan towed body dapat dilihat pada gambar di
atas. Dalam pengambilan data, ada kemungkinan terjadi distorsi, baik distorsi
geometrik maupun distorsi akibat deviasi dari hubungan linear antara intensitas citra
dan kekuatan pantulan objek dasar laut. Data side scan sonar ini akan digunakan
sebagai referensi selama interpretasi dan evaluasi/analisis data rekaman sub bottom
profiler. Indikasi bahaya yang direkam, selanjutnya akan diplot di atas peta
bathimetri. Hasil interpretasi ini juga akan dikorelasikan dengan hasil interpretasi
magnetometer.

I.5.5. Peta Anomali Magnetik

Peta anomali magnetik digunakan untuk mendeteksi adanya obyek-obyek


metal pada atau dekat permukaan dasar laut yang mungkin akan membahayakan.
Bahaya yang dimaksud antara lain berupa: wrecks, sunken buoys, steel cables,
existing pipe/cables maupun bahaya lain yang terdapat di area studi yang telah
ditentukan. Studi magnetik dilaksanakan sama dengan interval lajur utama studi
bathimetri dengan menggunaan lajur silang pada skala 1:2000. Survei magnetik
disarankan dilaksanakan bersamaan dengan survei bathimetri, dengan interval lajur
survei sebagaimana menjalankan lajur-lajur bathimetri. Survei magnetometer tidak
disarankan untuk dilaksanakan bersamaan dengan survei side scan sonar karena
dikawatirkan terjadi gangguan yang bersumber dari towfish side scan sonar kecuali
dapat dibuktikan memang tidak terjadi gangguan. Panjang kabel disediakan cukup
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 16
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

agar dapat dioperasikan secara optimum sesuai dengan kedalaman air laut selama
pelaksanaan survei.

Gambar I.10. Alat magnetometer

Magnetometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur intensitas medan


magnetik. Untuk mendapatkan rekaman (secara grafis atau digital) yang memberikan
anomali jelas dan pada skala optimum, sensor unit dipasang sedemikian rupa
sehingga berada dalam jangkauan deteksi optimum. Jika terdapat indikasi adanya
objek metal yang cukup signifikan di suatu area tertentu, maka dilakukan studi
investigasi lebih lanjut dengan cara menjalankan lajur studi dengan interval lebih
rapat. Metode pengolahan data harus menyertakan koreksi-koreksi yang seharusnya
sehingga menghasilkan hasil akhir yang bagus. Pada studi anomali magnetik ini,
DGPS tetap digunakan. Studi anomali magnetik ini harus memiliki referensi dan
koreksi variasi diurnal, maka dilakukan pengukuran medan magnet bumi di darat
(base station). Selanjutnya data-data anomali magnetik yang ditemukan dalam studi
akan diplot di atas peta bathimetri.

I.5.6. Peta Sub Bottom Profile

Sub bottom profile adalah salah satu perangkat eksplorasi geofisika yang
memanfaatkan parameter koefisien refleksi dari perambatan gelombang akustik yang
dipancarkan oleh sumber gelombang (pinger, boomer, sparker). Gelombang yang
dipancarkan secara kontinu akan menjalar ke seluruh arah, gelombang yang terpantul
pada suatu reflektor kemudian akan diterima oleh geophone atau hydrophone untuk
selanjutnya akan diproses menjadi bentuk penampang seismik bawah permukaan
(UNDIP, 2013). Sub bottom profile digunakan untuk penyelidikan aspek geologi di
bawah dasar laut, seperti penentuan batas lapisan tanah atau batuan, jenis litologi,
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 17
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dan struktur geologi. Penyelidikan ini dimaksudkan untuk memodelkan kondisi di


bawah permukaan dasar laut. Data yang dihasilkan dari pengukuran sub bottom
profile digunakan untuk investigasi dan identifikasi lapisan sedimen dekat dengan
permukaan dasar-laut (biasanya hingga 10 meter) dan untuk menentukan informasi
penting yang berhubungan dengan stratigrafi dasar laut.
Kondisi lapisan sedimen bawah permukaan laut memiliki sifat fisis yang
beragam. Tingkat kekerasan batuan bawah permukaan bumi merupakan salah satu
sifat fisika yang dapat diketahui melalui pengukuran di permukaan bumi. Sub bottom
profile digunakan untuk mengidentifikasi lapisan-lapisan sedimen di bawah
permukaan dasar laut. Jenis lapisan sedimennya dapat diprediksi berdasarkan pola
refleksi gelombang akustiknya. Selain jenis lapisan sedimen, informasi ketebalan
lapisan sedimennya juga bisa didapat. Lapisan sedimen bawah permukaan bumi
memiliki sifat fisis yang variatif. Salah satu sifat fisis yang terdapat di bawah
permukaan adalah tingkat kerapatan (density) sedimen. Tingkat kerapatan sedimen
ini merupakan parameter geologi yang sangat berpengaruh terhadap rambatan
gelombang akuistik. Variasi dari kerapatan sedimen pada permukaan dasar laut akan
banyak didominasi oleh sedimen lepas-lepas, sedimen terkonsolidasi, sedimen
kompak, terkadang dijumpai batuan keras namun variasinya tidak terlalu banyak
pada suatu daerah. Kekompakan suatu sedimen dan biasanya dinyatakan dalam
bentuk compressive fracture strength. Compressive fracture strenght merupakan
tekanan maksimum yang mampu ditahan oleh batuan untuk mempertahankan diri
dari terjadinya rekahan (fracture). Besarnya fracture strength dipengaruhi oleh
densitas dan kekompakan sedimen. Sedangkan besarnya densitas dan kekompakan
juga dipengaruhi oleh elastisitas sedimen. Salah satu metode geofisika yang
digunakan untuk mengetahui elastisitas sedimen adalah metode seismik refleksi.
Metode ini memanfaatkan perambatan gelombang seismik yang merambat kedalam
bumi. Gelombang seismik tersebut berasal dari sumber seismik yang ada di
permukaan dan gelombang tersebut akan diterima oleh receiver yang ada di
permukaan juga.
Survei sub bottom profile dilaksanakan bersamaan dengan survei bathimetri.
Jalur pelaksanaan survei sub bottom profile dilakukan sepanjang center line dengan
beberapa line yang sejajar dengan jalur tersebut. Pada survei sub bottom profile ini
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 18
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

digunakan peralatan sub bottom profile tipe pinger ODEC syquest strata box 3861.
Alat ini adalah merupakan tipe sub bottom profile yang sederhana yang terdiri dari
transduser, console trans-receiver dan software strata box yang terinstal dalam
sebuah komputer akuisisi. Transduser pada alat ini biasanya selalu terpasang secara
side mouted disamping kapal sedangkan console trans-receiver dan komputer akusisi
selalu terletak di atas kapal.

Gambar I.11. Peralatan sub bottom profile (Sumber: Laporan Akhir Studi Hidro-
oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI
Petung, 2013)
Software strata box yang terinstal dalam komputer memerintahkan console
trans-receiver untuk mengirimkan sinyal gelombang akustik, kemudian gelombang
akuistik akan dipantulkan oleh lapisan-lapisan yang berada didasar laut hingga
energinya habis. Hasil pantulan lapisan-lapisan dasar laut akan diterima oleh console
trans-receiver yang kemudian akan diteruskan kedalam software strata box berupa
sinyal digital yang kemudian akan tampak sebagai image. Dalam kegiatan akuisisi
peralatan sub bottom profile dilengkapi dengan peralatan penentu posisi DGPS dan
software navigasi untuk memandu jalanya survei agar sesuai dengan lintasan yang
direncanakan. Untuk pengolahan data sub bottom profiling dilaksanakan dengan
menggunakan software pengolahan data Sonar Wiz Map. Supaya data terlihat lebih
baik dan lebih jelas dibanding data playback maka pada data olahan dilakukan
beberapa langkah perlakuan terhadap data seperti filtering, stacking, penambahan
gain sehingga data terlihat lebih baik. Untuk kemudian dilakukan interpretasi data
sekaligus dilakukan digitasi terhadap lapisan-lapisan sedimen yang telah
diinterpretasi. Bersasarkan hasil digitasi pada software ini didapatkan data X, Y, Z.
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 19
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Untuk selanjutnya data X, Y, Z ini akan digambarkan pada profil penampang


memanjang menggunakan software AutoCAD Land Desktop pada skala 1:2000.

I.5.7. AutoCAD Land Desktop

AutoCAD Land Deskop adalah suatu program grafis yang handal dalam
menangani gambar yang berbasis vektor. Kemampuan-kemampuan sistem CAD
(Computer Aided Design) membantu dalam mengolah dan menyajikan data hasil
pekerjaan pemetaan. Analisa spasial yang dimiliki oleh setiap sistem CAD ini sangat
bervariasi, diantaranya berupa penghitungan jarak (distance), keliling, luas, volume,
pembuatan garis kontur dan lain sebagainya. Fungsi-fungsi pada AutoCAD
menyediakan berbagai fasilitas untuk memodifikasi gambar pada peta. Gambar dapat
dihapus, dipindahkan, atau digandakan. Menu utama AutoCAD Land Desktop yang
berkaitan dengan pekerjaan pembuatan peta diantaranya adalah:
a. Project digunakan untuk mengatur database pekerjaan yang telah dibuat,
submenu yang sering digunakan adalah Drawing setup untuk mengatur
parameter gambar.
b. Point digunakan untuk membuat titik data yang akan dimasukkan ke
dalam lembar kerja, didalamnya terdapat submenu antara lain : Point
setting, Create Points, Import/Export Points, Edit Point, dan lain-lain.
c. Terrain digunakan untuk membuat terrain dengan menggunakan data point
yang telah dibuat sebelumnya termasuk dalam pembuatan garis kontur.
Submenu dari Terrain antara lain : Terrain Model Explorer, Edit Surface,
Create Contour, Section, Grid Volume.
d. Plot digunakan untuk mencetak peta yang telah dibuat. Pada proses ini
akan ada menu pilihan dan parameter yang harus dimasukkan agar
software dapat melakukan proses pencetakan peta seperti yang kita
inginkan. Parameter tersebut antara lain ukuran kertas yang digunakan,
skala pencetakan, unit ukuran, dan lain sebagainya.
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 20
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I.5.8. Konsep Teoritik Desain Rute Pemasangan Kabel Laut

Spesifikasi optimal pada desain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV
terdapat di dalam KAK (Kerangka Acuan Kerja) pembangunan kabel laut jalur
transmisi 150 KV Kariangau – Penajam yang dikeluarkan oleh PT. PLN (Persero)
bagian Pusat Enjiniring Ketenagalistrikan (PUSENLIS). KAK ini merupakan tindak
lanjut dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-
pelayaran di laut. Konsep teoritik dalam desain pemasangan kabel laut jalur transmisi
150 KV antara landing point Kariangau – Penajam dijelaskan pada gambar I.9.
sebagai berikut :

Peta bathimetri

Peta topografi Overlay


Peta anomaly magnet

Peta side scan sonar

Peta sub bottom profile

Kerangka acuan kerja (KAK) :


pembangunan kabel laut jalur Peraturan Menteri Perhubungan
transmisi 150 KV Kariangau - Nomor : PM 68 tahun 2011
Penajam tentang alur-pelayaran di laut

Desain pemasangan kabel laut


jalur transmisi 150 KV antara
landing point Kariangau –

Gambar I.12. Skema konsep teoritik dalam desain kabel laut

Pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-


pelayaran di laut pasal 39 dijelaskan bahwa dalam perairan dapat dibangun instalasi
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 21
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

selain untuk keperluan alur-pelayaran seperti jembatan, pipa, maupun kabel. Instalasi
seperti kabel laut wajib memenuhi persyaratan mengenai penempatan, pemendaman,
dan penandaan, selain itu juga tidak menimbulkan kerusakan terhadap instalasi yang
sudah ada sebelumnya, serta memperhatikan koridor pemasangan kabel laut. Pada
pasal 40 juga dijelaskan bahwa persyaratan teknis pembangunan instalasi dalam hal
ini adalah kabel laut meliputi :
1. Hasil survei teknis yang mencakup :
a. Posisi geografis instalasi
b. Survei bathimetri
c. Data hidrografi lain, seperti data side scan sonar dan anomali magnetik
d. Data jenis dan kondisi lapisan dasar perairan (sub soil), dalam hal ini
menggunakan data sub bottom profile
e. Penentuan titik koordinat geografis landing point di daratan, dalam hal
ini berdasarkan data hasil survei topografi
2. Perhitungan teknis dan gambar desain instalasi.
3. Metode kerja dan analisa teknis.

Pada saat melakukan penggabungan/overlay peta bathimetri, side scan sonar,


anomali magnetik, dan peta topografi dibutuhkan penyeragaman pada datum,
proyeksi peta, skala peta, dan sistem referensi tinggi yang digunakan. Datum yang
digunakan adalah WGS 1984 dan proyeksi peta menggunakan Universal Transverse
Mercator (UTM) zona 50S dengan skala peta 1:2000. Sistem referensi tinggi yang
digunakan berdasarkan chart datum baik pada peta hasil survei hidrografi seperti peta
bathimetri, side scan sonar, dan anomali magnetik maupun peta topografi sehingga
pada peta topografi diperlukan konversi tinggi menjadi tinggi berdasarkan chart
datum. Persyaratan dalam pemendaman kabel berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut pasal 45
yang disebutkan sebagai berikut :
1. Pembangunan pipa dan kabel laut dilakukan dengan cara pemendaman
dalam hal ini data yang digunakan adalah data sub bottom profile.
2. Pemendaman sebagaimana dimaksud dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut :
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 22
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

a) Penempatannya di sisi terluar alur-pelayaran.


b) Alur-pe1ayaran dengan kedalaman laut kurang dari 20 m kabel laut
dan pipa bawah laut harus dipendam 4 m di bawah permukaan dasar
laut (natural seabed).
c) Alur-pelayaran dengan kedalaman 20 m sampai 40 m kabel laut dan
pipa bawah laut harus dipendam 2 m di bawah permukaan dasar laut
(natural seabed).
d) Alur-pelayaran dengan kedalaman lebih dari 40 m, kabel laut, dan
pipa bawah laut harus dipendam 1 m di bawah permukaan dasar laut
(natural seabed).
e) Pada lokasi tertentu untuk mengantisipasi pengembangan pelabuhan
dan kepadatan lalu lintas pe1ayaran perlu dilakukan penilaian resiko
(risk assesment) antara lain me1alui kegiatan penjatuhan jangkar kapal
terbesar (anchor drop test).
f) Pemendaman harus duduk stabil pada posisinya.

Anda mungkin juga menyukai