KARIANGAU-PENAJAM
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN
1
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 2
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
landing point pada sisi Kariangau menuju landing point pada sisi Penajam dan hasil
desain tersebut memberikan alternatif lain berdasarkan data yang ada. Data yang
digunakan pada skripsi ini hanya berdasarkan aspek teknisnya saja dengan batasan-
batasan berupa peta-peta hasil pekerjaan lapangan, yaitu peta topografi, peta
bathimetri, peta side scan sonar, peta anomali magnetik, dan peta sub bottom profile.
Beberapa hal yang dijadikan dasar pertimbangan dalam mendesain rute pemasangan
kabel laut yaitu kondisi topografi di sekitar area landing point, kedalaman dan bentuk
terain dasar laut, kondisi anomali magnetik, dan struktur lapisan sedimen dasar laut
di sepanjang koridor rencana jalur kabel laut.
Dalam kegiatan aplikatif ini, batasan masalah yang ada adalah menggunakan
kriteria sebagai berikut :
1. Desain gantry dan landing point berada di darat.
2. Desain kabel laut berada di laut dan pembangunan kabel laut dilakukan
dengan cara pemendaman di bawah permukaan dasar laut (natural seabed).
3. Acuan dalam pemendaman kabel laut berdasarkan pada Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut
pasal 45 yang disebutkan sebagai berikut :
a. Alur-pe1ayaran dengan kedalaman laut kurang dari 20 m kabel laut
dan pipa bawah laut harus dipendam 4 m di bawah permukaan dasar
laut (natural seabed).
b. Alur-pelayaran dengan kedalaman 20 m sampai 40 m kabel laut dan
pipa bawah laut harus dipendam 2 m di bawah permukaan dasar laut
(natural seabed).
c. Alur-pelayaran dengan kedalaman lebih dari 40 m, kabel laut, dan
pipa bawah laut harus dipendam 1 m di bawah permukaan dasar laut
(natural seabed).
d. Pada lokasi tertentu untuk mengantisipasi pengembangan pelabuhan
dan kepadatan lalu lintas pe1ayaran perlu dilakukan penilaian resiko
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 4
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I.3. Tujuan
I.4. Manfaat
Manfaat dari kegiatan aplikatif ini akan dihasilkan desain yang dapat
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pemasangan kabel laut jalur transmisi
150 KV dari landing point sisi Kariangau menuju landing point sisi Penajam.
Transmisi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari suatu sumber
pembangkitan ke suatu sistem distribusi atau kepada konsumen, atau penyaluran
tenaga listrik antar sistem (SNI PUIL, 2000). Sistem transmisi terdiri dari saluran
transmisi, gardu induk, dan pusat pengaturan beban. Desain saluran transmisi
tergantung pada jumlah daya yang harus disalurkan, jarak dan jenis medan yang
dilalui, biaya yang tersedia, serta pertumbuhan beban dimasa yang akan datang.
Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membuat desain transmisi,
yaitu pemilihan tegangan, pemilihan jenis kawat, pemilihan sistem perlindungan
terhadap gangguan, kontinuitas penyaluran tenaga listrik, dan pembebasan tanah
yang dilalui. Dalam sistem kelistrikan saluran transmisi merupakan rantai
penghubung antara pusat-pusat pembangkit tenaga menuju pusat beban malalui
gardu induk transmisi dan distribusi. Berdasarkan cara pemasangannya saluran
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 5
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
sistem transmisi dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu saluran udara (overhead
line), saluran kabel bawah laut (submarine cable) dan saluran kabel tanah
(underground lines).
Pada sistem saluran kabel bawah tanah, penyaluran tenaga listrik melalui
kabel-kabel seperti kabel bawah laut dengan berbagai macam isolasi pelindungnya.
Saluran kabel bawah tanah ini dibuat untuk menghindari resiko bahaya yang terjadi
pada pemukiman padat penduduk tanpa mengurangi keindahan lingkungan. Kabel
tanah tegangan tinggi yang dipasang pada lingkungan PT PLN (Persero) adalah 30
KV, 70 KV, dan 150 KV dengan jenis kabel yang digunakan kabel berinti tunggal
(single core cable), pada dasarnya kabel ini dapat digunakan untuk segala tegangan
yang umumnya adalah tegangan tinggi, dan kabel berinti tiga (three core cable),
dimana kabel ini terbatas pada tegangan 150 KV yang disebabkan oleh terbatasnya
dimensi kabel, terutama sekali untuk keperluan transportasi dan pemasangan.
Gambar I.1. Kabel berinti tunggal dan kabel berinti tiga (Sumber: Proteksi Kabel
Saluran Bawah Tanah 150 kV dari GI Jajar ke GIS Mangkunegaran, 2003)
Kabel laut direncanakan memiliki keandalan yang tinggi. Dengan demikian,
diperlukan pengamanan yang baik di sepanjang rute kabel laut. Pengamanan kabel
laut dapat berupa penanaman kabel di bawah dasar laut (seabed) dengan atau tanpa
pelindung atau penggelaran langsung di atas permukaan dasar laut dengan atau tanpa
pelindung. Penggelaran langsung di atas permukaan dasar laut dilakukan pada
kondisi dasar laut yang sangat keras (karang batu). Beberapa jenis gangguan
eksternal (outer damage) terhadap kabel laut dapat berupa aktifitas menangkap ikan
dengan pukat, pelepasan jangkar kapal (bergantung pada ukuran kapal), serta objek
lainnya yang menggangu rute kabel laut seperti daerah ranjau laut dll. Untuk
memberikan perlindungan kabel laut dari gangguan eksternal dapat dilakukan
penanaman kabel dengan kedalaman yang ditentukan. Kedalaman penanaman kabel
bergantung dari jenis material dasar dan tingkat gangguan eksternal. Penanaman
kabel pada material tanah lunak (soft soil) membutuhkan kedalaman penanaman
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 6
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kabel lebih dibandingkan dengan material tanah keras (hard soil) hal ini terkait
dengan penetrasi objek yang jatuh ke dasar laut, seperti jangkar dan alat penangkap
ikan. Grafik berikut menunjukkan antara penetrasi jangkar kapal dengan kekerasan
material dasar terhadap tingkat gangguan eksternal.
Gambar I.2. Grafik kedalaman penetrasi jangkar kapal berdasarkan kekerasan tanah
(Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi
150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013)
Proteksi mekanis kabel laut yang akan digunakan untuk rencana rute kabel laut
sesuai dengan kondisi kedalaman laut, jenis seabed dan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut, dibagi
beberapa segmen seperti berikut berikut :
1. Landing point – pasang tertinggi (HWL)
Untuk melindungi kabel laut dari gangguan eksternal seperti aktifitas
manusia, pada daerah pantai kabel laut diproteksi menggunakan concrete
duct dengan tinggi concrete duct 1 – 1,5 m dan concrete duct dipendam
pada kedalaman 1 m dari permukaan tanah, konstruksi concrete duct
seperti pada gambar I.3.
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 7
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Gambar I.3. Konstruksi proteksi mekanis concrete duct (Sumber: KAK Studi Hidro-
oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI
Petung, 2013)
2. Pasang tertinggi (HWL) – surut terendah (LLWL)
Di segmen ini kabel laut diproteksi dengan dipendam sedalam 4 m di
bawah seabed dengan metode plowing seperti gambar I.4.
geografi/morfologi sepanjang rencana koridor jalur kabel laut sesuai dengan daerah
studi yang ditentukan. Lokasi landing point definitif di darat dengan pertimbangan
aman dari air pasang tertinggi tapi tidak terlalu jauh dari muka air tertinggi.
Mendapatkan data posisi yang benar dari posisi BM referensi dan rencana penarikan
kabel laut dari landing point eksisting ke tepi laut, baik itu di atas kertas juga di
lapangan, sesuai dengan kenyataan dan situasi di lapangan. Profil dan peningkatan
ketinggian tanah di lapangan yang harus diambil harus sesuai dengan kaidah umum
yang berlaku bagi peta topografi dengan skala 1:2000. Semua jarak diukur dengan
menggunakan jarak optis. Semua objek seperti rumah, jalan, jembatan, gorong-
gorong, pemakaman dan fasilitas lainnya harus diamati dan diberikan keterangan
yang jelas. Semua bentang alam yang khas (hutan bakau, rawa, laut, jurang, hutan,
dll) harus diidentifikasi di sketsa, keterangan tulis dan diukur/dipetakan dengan
pengukuran situasi detail. Ketinggian pada garis kontur peta topografi berdasarkan
chart datum karena peta topografi akan digabungkan/overlay dengan peta hasil studi
hidrografi seperti peta bathimetri, side scan sonar, dan anomali magnetik sebagai
informasi tambahan dalam mendesain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV
yang optimal.
Peta bathimetri adalah peta kedalaman laut yang dinyatakan dalam angka
kedalaman atau kontur kedalaman yang diukur terhadap datum vertikal (chart
datum). Peta bathimetri diperlukan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut sekitar
lokasi suatu perairan (Triatmodjo, 1999). Peta bathimetri biasanya menunjukkan
relief dasar laut atau daerah dasar laut sebagai garis kontur dan pemilihan kedalaman.
Peta bathimetri diperoleh dari survei bathimetri yang pada dasarnya merupakan
kelanjutan dari survei topografi daratan. Perbedaannya terletak pada wahana, tempat,
dan peralatan ukurnya. Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk
memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed
surface). Gambaran dasar perairan dapat disajikan dalam garis-garis kontur atau
model permukaan digital. Garis-garis kontur kedalaman atau model bathimetri
diperoleh dengan menginterpolasikan titik-titik pengukuran kedalaman bergantung
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 11
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
pada skala model yang hendak dibuat. Titik-titik kedalaman berada pada lajur-lajur
pengukuran kedalaman yang disebut sebagai lajur perum atau sounding line. Jarak
antar titik-titik fiks perum pada suatu lajur pemeruman setidak-tidaknya sama dengan
atau lebih rapat dari interval lajur perum. Saat ini, teknik perekaman data kedalaman
sudah dapat dilakukan secara digital.
Jenis–jenis pekerjaan survei bathimetri antara lain (Soeprapto, 1999) :
1. Penentuan titik–titik dasar di darat (pantai). Titik-titik ini digunakan
sebagai titik ikat (titik referensi) untuk penentuan posisi kapal (fiks perum)
dan untuk penentuan garis pantai.
2. Penentuan garis pantai. Garis pantai adalah batas antara air tertinggi
dengan daratan. Posisi garis pantai direferensikan pada titik–titik dasar
pemetaan yang telah dibuat terlebih dahulu.
3. Penentuan topografi dasar laut. Penentuan topografi dasar laut dilakukan
dengan pemeruman. Dengan menggunakan posisi fiks perum, maka dapat
diketahui posisi topografi dasar laut (titik–titik detil kedalaman
laut/ketinggian topografi dasar laut).
kemudian gelombang pantulnya (dipantulkan oleh dasar laut) diterima, dan dicatat
waktu tempuhnya, maka kedalaman laut dapat ditentukan.
3. Pemeruman
Pemeruman dilaksanakan dengan menggunakan perahu perum dengan
dimensi 12,2 m × 2,65 m, yang dilengkapi dengan alat penentuan posisi
Global Navigation Satellite System dan alat ukur kedalaman serta alat
pencatat data secara otomatis ADL (Automatic Data Logging)
Hydropro dan Echosounder Hidrotrac II. Desain lajur pemeruman
berupa garis-garis sejajar (pararel lines) dengan arah memotong relatif
tegak lurus terhadap kontur/garis pantai. Spasi lajur perum utama
adalah 20 m skala 1:2000 dan spasi lajur silang adalah 300 m.
Penentuan sound velocity index correction atau kesalahan indeks
kecepatan suara dilakukan dengan metode barcheck pada setiap
sebelum dan sesudah pemeruman/sounding pada area survei.
Dalam mendesain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV yang optimal,
tidak cukup jika hanya berdasarkan pada peta bathimetri saja, melainkan dibutuhkan
informasi lain seperti data side scan sonar, anomali magnetik, dan sub bottom profile
untuk mendapatkan gambaran kondisi dasar laut (seabed) dan subsurface yang
sebenarnya serta dapat mempertimbangkan gangguan-gangguan yang ada di
sepanjang koridor pemasangan kabel laut. Data topografi daratan juga digunakan
untuk mendapatkan gambaran situasi area landing point baik pada sisi Kariangau
maupun pada sisi Penajam.
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 14
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Peta side scan sonar merupakan citra kenampakan dasar laut (seabed features)
di sepanjang koridor yang sama dengan pekerjaan bathimetri dan juga digambar
menjadi peta dalam skala 1:2000. Skala penyapuan yang digunakan harus diatur
sedemikian rupa sehingga terjadi overlap minimal 50% untuk area studi yang
direncanakan. Lajur-lajur survei side scan sonar harus disesuaikan dengan
kedalaman laut. Apabila menggunakan towfish yang ditarik, panjang kabel towfish
harus tersedia cukup agar tinggi towfish di atas dasar Laut dapat dijaga kira-kira 10-
70% dari lebar cakupan/penyapuan yang dipilih (UNDIP, 2013). Apabila topografi
dasar laut dapat membahayakan keselamatan towfish, tinggi towfish dapat diperbesar
dengan catatan masih dapat diperoleh data yang dapat diinterpretasi dengan baik.
Rekaman data sonar harus dikoreksi untuk towfish lay back dan slant range. Apabila
menggunakan towfish yang dipasang pada lambung kapal (vessel-mounted), sistim
harus dilengkapi dengan heave compensator untuk mereduksi pengaruh gelombang.
Sistem yang digunakan harus mampu menghasilkan clear record dari keadaan dasar
laut, identifikasi adanya wrecks, obstacles, debris, sand waves, rock outcrops, mud
flows atau slides dan sedimen. Penentuan posisi menggunakan jarak atau waktu
tertentu harus ditandai pada rekaman sonar. Data jarak antara towfish dan antena
GPS.
Survei side scan sonar ini akan menghasilkan peta yang berisi gambaran atau
citra dasar laut yang akan menampilkan objek-objek dasar laut yang berhasil
dideteksi. Objek-objek tersebut berupa benda-benda yang terdapat di permukaan
dasar laut, seperti pipa, batu-batu karang, kapal karam, bekas garukan jaring nelayan,
dan lain-lain.
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 15
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Pada survei ini towfish side scan sonar (SSS) ditarik di belakang kapal.
Ilustrasi pemasangan SSS menggunakan towed body dapat dilihat pada gambar di
atas. Dalam pengambilan data, ada kemungkinan terjadi distorsi, baik distorsi
geometrik maupun distorsi akibat deviasi dari hubungan linear antara intensitas citra
dan kekuatan pantulan objek dasar laut. Data side scan sonar ini akan digunakan
sebagai referensi selama interpretasi dan evaluasi/analisis data rekaman sub bottom
profiler. Indikasi bahaya yang direkam, selanjutnya akan diplot di atas peta
bathimetri. Hasil interpretasi ini juga akan dikorelasikan dengan hasil interpretasi
magnetometer.
agar dapat dioperasikan secara optimum sesuai dengan kedalaman air laut selama
pelaksanaan survei.
Sub bottom profile adalah salah satu perangkat eksplorasi geofisika yang
memanfaatkan parameter koefisien refleksi dari perambatan gelombang akustik yang
dipancarkan oleh sumber gelombang (pinger, boomer, sparker). Gelombang yang
dipancarkan secara kontinu akan menjalar ke seluruh arah, gelombang yang terpantul
pada suatu reflektor kemudian akan diterima oleh geophone atau hydrophone untuk
selanjutnya akan diproses menjadi bentuk penampang seismik bawah permukaan
(UNDIP, 2013). Sub bottom profile digunakan untuk penyelidikan aspek geologi di
bawah dasar laut, seperti penentuan batas lapisan tanah atau batuan, jenis litologi,
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 17
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
digunakan peralatan sub bottom profile tipe pinger ODEC syquest strata box 3861.
Alat ini adalah merupakan tipe sub bottom profile yang sederhana yang terdiri dari
transduser, console trans-receiver dan software strata box yang terinstal dalam
sebuah komputer akuisisi. Transduser pada alat ini biasanya selalu terpasang secara
side mouted disamping kapal sedangkan console trans-receiver dan komputer akusisi
selalu terletak di atas kapal.
Gambar I.11. Peralatan sub bottom profile (Sumber: Laporan Akhir Studi Hidro-
oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI
Petung, 2013)
Software strata box yang terinstal dalam komputer memerintahkan console
trans-receiver untuk mengirimkan sinyal gelombang akustik, kemudian gelombang
akuistik akan dipantulkan oleh lapisan-lapisan yang berada didasar laut hingga
energinya habis. Hasil pantulan lapisan-lapisan dasar laut akan diterima oleh console
trans-receiver yang kemudian akan diteruskan kedalam software strata box berupa
sinyal digital yang kemudian akan tampak sebagai image. Dalam kegiatan akuisisi
peralatan sub bottom profile dilengkapi dengan peralatan penentu posisi DGPS dan
software navigasi untuk memandu jalanya survei agar sesuai dengan lintasan yang
direncanakan. Untuk pengolahan data sub bottom profiling dilaksanakan dengan
menggunakan software pengolahan data Sonar Wiz Map. Supaya data terlihat lebih
baik dan lebih jelas dibanding data playback maka pada data olahan dilakukan
beberapa langkah perlakuan terhadap data seperti filtering, stacking, penambahan
gain sehingga data terlihat lebih baik. Untuk kemudian dilakukan interpretasi data
sekaligus dilakukan digitasi terhadap lapisan-lapisan sedimen yang telah
diinterpretasi. Bersasarkan hasil digitasi pada software ini didapatkan data X, Y, Z.
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 19
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
AutoCAD Land Deskop adalah suatu program grafis yang handal dalam
menangani gambar yang berbasis vektor. Kemampuan-kemampuan sistem CAD
(Computer Aided Design) membantu dalam mengolah dan menyajikan data hasil
pekerjaan pemetaan. Analisa spasial yang dimiliki oleh setiap sistem CAD ini sangat
bervariasi, diantaranya berupa penghitungan jarak (distance), keliling, luas, volume,
pembuatan garis kontur dan lain sebagainya. Fungsi-fungsi pada AutoCAD
menyediakan berbagai fasilitas untuk memodifikasi gambar pada peta. Gambar dapat
dihapus, dipindahkan, atau digandakan. Menu utama AutoCAD Land Desktop yang
berkaitan dengan pekerjaan pembuatan peta diantaranya adalah:
a. Project digunakan untuk mengatur database pekerjaan yang telah dibuat,
submenu yang sering digunakan adalah Drawing setup untuk mengatur
parameter gambar.
b. Point digunakan untuk membuat titik data yang akan dimasukkan ke
dalam lembar kerja, didalamnya terdapat submenu antara lain : Point
setting, Create Points, Import/Export Points, Edit Point, dan lain-lain.
c. Terrain digunakan untuk membuat terrain dengan menggunakan data point
yang telah dibuat sebelumnya termasuk dalam pembuatan garis kontur.
Submenu dari Terrain antara lain : Terrain Model Explorer, Edit Surface,
Create Contour, Section, Grid Volume.
d. Plot digunakan untuk mencetak peta yang telah dibuat. Pada proses ini
akan ada menu pilihan dan parameter yang harus dimasukkan agar
software dapat melakukan proses pencetakan peta seperti yang kita
inginkan. Parameter tersebut antara lain ukuran kertas yang digunakan,
skala pencetakan, unit ukuran, dan lain sebagainya.
DESAIN RUTE PEMASANGAN KABEL LAUT JALUR TRANSMISI 150 KV ANTARA LANDING POINT
KARIANGAU-PENAJAM 20
DHANI ADITYA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Spesifikasi optimal pada desain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV
terdapat di dalam KAK (Kerangka Acuan Kerja) pembangunan kabel laut jalur
transmisi 150 KV Kariangau – Penajam yang dikeluarkan oleh PT. PLN (Persero)
bagian Pusat Enjiniring Ketenagalistrikan (PUSENLIS). KAK ini merupakan tindak
lanjut dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-
pelayaran di laut. Konsep teoritik dalam desain pemasangan kabel laut jalur transmisi
150 KV antara landing point Kariangau – Penajam dijelaskan pada gambar I.9.
sebagai berikut :
Peta bathimetri
selain untuk keperluan alur-pelayaran seperti jembatan, pipa, maupun kabel. Instalasi
seperti kabel laut wajib memenuhi persyaratan mengenai penempatan, pemendaman,
dan penandaan, selain itu juga tidak menimbulkan kerusakan terhadap instalasi yang
sudah ada sebelumnya, serta memperhatikan koridor pemasangan kabel laut. Pada
pasal 40 juga dijelaskan bahwa persyaratan teknis pembangunan instalasi dalam hal
ini adalah kabel laut meliputi :
1. Hasil survei teknis yang mencakup :
a. Posisi geografis instalasi
b. Survei bathimetri
c. Data hidrografi lain, seperti data side scan sonar dan anomali magnetik
d. Data jenis dan kondisi lapisan dasar perairan (sub soil), dalam hal ini
menggunakan data sub bottom profile
e. Penentuan titik koordinat geografis landing point di daratan, dalam hal
ini berdasarkan data hasil survei topografi
2. Perhitungan teknis dan gambar desain instalasi.
3. Metode kerja dan analisa teknis.