Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN ILMU BEDAH MAKALAH III

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

POLA DAN SENSITIVITAS KUMAN


PADA URINE PASIEN UROLOGI
RS. WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE 2009 – 2011
(EVALUASI KASUS)

Oleh

Muhammad Tantowi Jauhari

Pembimbing

dr. M. Asykar Palinrungi, Sp.U

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

1
POLA DAN SENSITIVITAS KUMAN PADA URINE PASIEN UROLOGI

RS. WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE 2009 – 2011

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembang biaknya miroorganisme di
dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih tidak mengandung bakteri, virus
atau mikroorganisme lain. Dengan demikian air kemih di dalam sistem saluran kemih biasanya
steril. Walaupun demikian ujung uretra bagian bawah dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya
makin berkurang pada bagian uretra yang dekat dengan kandung kemih. Setelah melalui uretra
biasanya sudah tercemar dengan bakteri yang terdapat di meatus uretra, preputium atau
vulva.(1)

Infeksi yang terjadi bergantung dengan virulensi kuman dan mekanisme pertahanan
tubuh. Secara umum faktor predisposisi memudahkan terjadi ISK antara lain adanya bendungan
aliran air kemih, refluks vesiko ureter, adanya residu urine dalam buli-buli, pemakaian
instrumentasi dan kehamilan.(1, 2)

Infeksi saluran kemih dapat terjadi baik pada pria maupun wanita dari semua umur, dan
dari kedua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering menderita infeksi daripada pria. Angka
kejadian bekteriuri pada wanita meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dan aktifitas
seksual. Di kelompok wanita yang tidak menikah angka kejadian ISK lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok yang sudah menikah. Lebih kurang 35% kaum wanita selama hidupnya
pernah menderita ISK akut dan umur tersering adalah di kelompok umur antara 20 sampai 50
tahun.(3)

Infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,


terbanyak adalah bakteri. Penyebab lain meskipun jarang ditemukan adalah jamur, virus,

2
klamidia, parasit, mikobacterium. Didasari hasil pemeriksaan biakan air kemih kebanyakan ISK
disebabkan oleh bakteri gram negatif aerob yang biasa ditemukan di saluran pencernaan
(Enterobacteriaceae) dan jarang disebabkan oleh bakteri anaerob.(4)

Bakteriuri ialah air kemih yang didalamnya ada bakteri bukan cemara flora normal
uretra, atau ditemukan flora normal dalam jumlah yang bermakna pada pemeriksaan
laboratorik, baik yang disertai gejala ataupun tanpa gejala.(1)

Dikatakan bakteriuri bermakna bila ditemukan bakteri patogen lebih atau sama dengan
100.000 per ml air kemih (urin ) porsi tengah (UPT). Istilah bakteriuri lebih bermakna dipakai
untuk membedakan antara bakteri yang benar-benar berkembang biak di dalam air kemih
dengan bakteri yang merupakan cemaran. Bakteri cemaran biasanya berada dalam jumlah
antara 1.000 sampai dengan 100.000 koloni per ml UPT. Cruickshank mengemukakan bahwa
kuman kontaminan yang diambil secara UPT tidak akan memberikan jumlah kuman lebih dari
100.000 per mL air kemih.(1)

Penemuan bakteriuri yang bermakna, merupakan diagnosis pasti ISK, walaupun tidak
selalu disertai dengan gejala klinis, sehingga hitung koloni bakteri ini diterima sebagai bakteriuri
bermakna dan merupakan “gold standard” untuk menetapkan proses infeksi di saluran kemih.(3)

Pola sensitivitas kuman terhadap antimikroba dan pola kuman penyebab ISK akan
berperan dalam keberhasilan pengobatan ISK. Dengan mengetahui dua dasar tadi, akan dapat
dipilih cara dan antimikroba mana yang harus dipakai dalam pengobatan ISK tersebut. Yaitu
dalam hal ini khusus sifat resistensi pola kuman terhadap antimikroba sangat penting untuk
disampaikan hasilnya secara berkala agar dapat diketahui para klinisi, karena pola kuman
mengalami perubahan di tempat dan waktu yang berbeda sehingga diperlukan penelitian
tentang pola dan sensitivitas kuman terhadap antimikroba yang selalu baru (up to date).(5)

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pola
kuman dan sensitivitasnya, yang merupakan hal penting dalam meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan khususnya dalam menerapi dengan antimikroba yang rasional.

3
I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana distribusi kejadian ISK pada pasien urologi berdasarkan jenis kelamin, umur
dan diagnosa utama.
2. Bagaimana distribusi kuman penyebab ISK pada pasein urologi dan sensitivitasnya
terhadap antimikroba.

I.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menialai sensitivitas dan resistensi kuman terhadap
antimikroba pada urine pasein urologi RS. Wahidin Sudirohusodo.

I.4. Manfaat

Manfaat penelitiannya memberikan informasi ilmiah tentang pola kuman dan


sensitifitasnya terhadap antimikroba pada urine pasein urologi RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Serta bisa menjadi pedoman awal pemberian terapi antimikroba sebelum didapatkan hasil tes
sensitivitas.

I.5. Metode

Metode penelitian ini bersifat retrospektif deskriptif dengan mengambil data dari
catatan medik laboratorium Mikrobiologi RS Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rekam Medik RS
Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari 2009 sampai Desember 2011. Data yang
dikumpulkan adalah hasil kultur dan sensitivitas yang menggunakan spesimen air kemih pasein
urologi RS.Dr.Wahidin Sudirohusodo. Data yang didapat kemudian diolah, dianalisa secara
deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

I.6. Tempat dan Waktu

Laboratorium Mikrobiologi dan Bagian rekam medik RS Wahidin Sudirohusodo, waktu


evaluasi periode Januari 2009 s/d Desember 2011.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI INFEKSI SALURAN KEMIH


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah respon inflamasi urothelium akibat invasi bakteri yang
biasanya berhubungan dengan piuria dan bakteriuria. Bakteriuria adalah adanya bakteri dalam
urin, yang normalnya bebas dari bakteri. Dikatakan bakteriuria signifikan jika secara klinis
jumlah bakteri dalam spesimen melebihi jumlah yang biasanya disebabkan oleh kontaminasi
bakteri pada kulit, uretra, atau prepusium. Piuria adalah adanya leukosit dalam urin, umumnya
merupakan indikasi infeksi dan respon inflamasi dari urothelium terhadap bakteri. Bakteriuria
tanpa piuria umumnya menunjukkan kolonisasi bakteri tanpa infeksi saluran kemih.(1, 2)
ISK dapat asimptomatik hingga dapat menimbulkan infeksi berat ginjal yang
mengakibatkan sepsis. ISK merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi dan
dapat menjangkiti pria dan wanita dari segala usia. ISK adalah penyebab umum morbiditas dan
dapat menyebabkan kematian yang signifikan.(1)
Pemahaman yang baik tentang patogenesis ISK dan peran host dan faktor bakteri akan
meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko dan mencegah atau
meminimalkan gejala sisa. Meskipun sebagian besar pasien berespon segera dan disembuhkan
dengan terapi, namun identifikasi awal dan pengobatan pasien dengan ISK dengan komplikasi
tetap menjadi tantangan klinis untuk urolog.(1)

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


UTI dianggap infeksi bakteri yang paling lazim. Epidemiologi ISK dikelompokkan
berdasarkan usia dan jenis kelamin. Insiden ISK pada laki laki yang tidak disirkumsisi lebih tinggi
daripada yang disirkumsisi. Pada anak-anak antara 1 dan 5 tahun, kejadian bakteriuria pada
anak perempuan meningkat menjadi 4,5%, sementara itu terjadi penurunan laki-laki untuk
0,5%. Kebanyakan ISK pada anak-anak dibawah lima tahun berhubungan dengan kelainan
bawaan saluran kemih, seperti refluks vesikoureteral atau obstruksi. Kejadian bakteriuria relatif

5
konstan pada anak 6-15 tahun. Namun, ISK pada anak-anak lebih mungkin untuk dihubungkan
dengan kelainan fungsional dari saluran kemih, seperti disfungsional berkemih (voiding).(1, 6)
Selama masa remaja, kejadian ISK secara signifikan meningkat (sampai 20%) pada
wanita muda dan tetap konstan pada pria muda. Sekitar 7 juta kasus sistitis akut yang
didiagnosis tiap tahun pada wanita muda. Faktor risiko utama bagi perempuan 16-35 tahun
yang terkait dengan hubungan seksual dan penggunaan diafragma. Dalam perjalanannya
kejadian ISK meningkat secara signifikan untuk kedua pria dan wanita. Untuk perempuan antara
36 dan 65 tahun usia, operasi ginekologi dan prolaps kandung kemih tampaknya menjadi faktor
risiko penting. Pada laki-laki dari kelompok usia yang sama, hipertrofi prostat / obstruksi,
kateterisasi, dan pembedahan adalah faktor-faktor risiko yang relevan. Untuk pasien yang lebih
tua dari 65 tahun, kejadian ISK terus meningkat di kedua jenis kelamin. Inkontinensia dan
penggunaan kateter urin yang lama merupakan faktor risiko penting. Morbiditas dan mortalitas
akibat ISK terbesar adalah mereka yang berusia lebih muda dari 1 tahun dan lebih tua dari 65
tahun.(1, 2)

PATOGENESIS
Jalur Masuk Bakteri
Pemahaman jalur masuk bakteri, kerentanan host, dan faktor patogenik bakteri sangat

penting untuk pemberian terapi yang sesuai untuk ISK dengan manifestasi klinis yang beragam.

Ada 4 jalur yang memungkinkan bakteri masuk ke dalam traktus genitourinari. Hal yang

umumnya diterima dan paling banyak menyebabkan ISK adalah bakteri periuretra yang naik ke

saluran kemih. Sebagian besar kasus pielonefritis disebabkan oleh naiknya bakteri dari kandung

kemih melalui ureter dan masuk ke dalam parenkim ginjal. Konsekuensi pendeknya uretra

perempuan dan letaknya yang dekat dengan vestibulum vagina dan rektum menjadi faktor

predisposisi ISK lebih banyak terjadi pada perempuan. (1, 7, 8)

Jalur masuk bakteri yang lain adalah penyebaran secara hematogen. Ini dapat terjadi
pada pasien dengan immunocompromised serta pada neonatus. Staphylococcus aureus,

6
Spesies Candida, dan Mycobacterium tuberculosis adalah kuman patogen yang umumnya
menyebar melalui peredaran darah untuk menginfeksi saluran kemih.(1, 2, 8)
Penyebaran langsung bakteri dari organ-organ yang berdekatan dengan traktus
urinarius terjadi pada pasien dengan abses intraperitoneal atau fistel vesicointestinal atau fistel
vesicovaginal. Kekambuhan ISK dapat terjadi akibat pengobatan fokus infeksi di prostat dan
ginjal yang tidak adekwat hingga dapat menjadi bibit infeksi traktus urinarius.(7)

Pertahanan Tuan Rumah (Host)


Faktor host memiliki peran penting dalam patogenesis ISK. Aliran kemih tanpa obstruksi
menyebabkan bakteri yang naik akan hanyut, dan ini sangat penting dalam mencegah ISK.
Selain itu, urin itu sendiri memiliki karakteristik yang spesifik (osmolalitas, konsentrasi urea,
konsentrasi asam organik, dan pH) yang menghambat pertumbuhan bakteri dan kolonisasi.
Urine juga mengandung faktor yang dapat menghambat adhesi bakteri, seperti Tamm-Horsfall
glikoprotein (THG). Telah diamati bahwa berat ringannya bakteriuria dan perubahan derajat
inflamasi dalam traktus urinarius tikus dengan defisit THG adalah jauh lebih besar. Hal ini
menunjukkan THG membantu mengeliminir infeksi bakteri pada saluran kemih dan bertindak
sebagai pertahanan host yang paling berperan untuk mencegah ISK. Retensi, stasis, atau refluks
urin pada traktus urinarius dapat mendukung pertumbuhan bakteri dan infeksi. Singkatnya,
setiap kelainan anatomi atau fungsional saluran kemih yang menghambat aliran urin dapat
meningkatkan kerentanan host untuk menderita ISK. Kelainan ini mencakup kejadian obstruksi
pada setiap level traktus urinarius, penyakit neurologis yang mempengaruhi fungsi saluran
kemih bagian bawah, diabetes, dan kehamilan. Demikian pula, adanya benda asing (seperti
batu, kateter, dan stent) memungkinkan bakteri “tersembunyi” dari pertahanan host.(1, 2, 9)
Epitel yang melapisi saluran kemih tidak hanya menjadi penghalang fisik terjadinya
infeksi tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengenali bakteri untuk membuat pertahanan
bawaan (innate) host. Sel-sel urothelial mengekspresikan tool-like reseptor (TLRs) yang pada
keterlibatan komponen bakteri tertentu menyebabkan produksi mediator inflamasi. Respon
terhadap keberadaan bakteri, menyebabkan lapisan sel traktus urinarius mensekresi
chemoattractant seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke daerah tersebut dan

7
membatasi Invasi jaringan. Serum spesifik dan antibodi urin yang diproduksi oleh ginjal akan
meningkatkan opsonisasi bakteri dan fagositosis untuk menghambat adhesi bakteri. Peran
pelindungan imunitas selular dan humoral (cellular and humoral-mediated immunity) untuk
mencegah ISK masih belum jelas; defisiensi dalam fungsi sel B atau sel T tidak berhubungan
dengan peningkatan frekuensi ISK atau perubahan perjalanan infeksi. Namun, perlu dicatat
bahwa mekanisme pertahanan host pada saat yang sama membantu mencegah / membatasi
infeksi (seperti respon inflamasi) yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Dalam
ginjal kerusakan sel selanjutnya berkembang menjadi jaringan parut dapat menyebabkan
kondisi patologis seperti hipertensi, preeklamsia selama kehamilan dan disfungsi atau gagal
ginjal.(1, 3)
Faktor-faktor lain tuan rumah yang penting termasuk flora normal daerah periuretra,
prostat dan adanya refluks vesicoureteral. Pada wanita, flora normal periuretra terdiri dari
organisme seperti lactobacillus yang menyediakan pertahanan terhadap kolonisasi bakteri
uropatogenik. Perubahan dalam lingkungan periuretra (seperti perubahan pH atau
tingkat estrogen atau penggunaan antibiotik) dapat merusak flora periuretra, memungkinkan
kolonisasi bakteri uropatogen dan kemudian menginfeksi saluran kemih. Pada pria, prostat
mengeluarkan cairan yang mengandung seng, yang merupakan antimikroba yang kuat.(2, 3)
Penuaan dikaitkan dengan peningkatan kerentanan terhadap ISK, sebagian karena
peningkatan insiden uropati obstruktif pada pria dan terjadinya perubahan dalam flora vagina
dan periuretra pada wanita menopause. Penyebab lain termasuk kotornya perineum akibat
inkontinensia fekal, penyakit neuromuskuler, seringnya instrumentasi, dan kateterisasi kandung
kemih .(1)

Faktor Patogenik Bakteri


Tidak semua bakteri mampu melakukan adhesi dan menginfeksi traktus urinarius. Dari
banyak strain Escherichia coli, yang merupakan uropatogen terbatas pada sejumlah serogrup
O, K, dan H. Kemampuan adhesi terhadap sel uroepithelial meningkat pada serogrup ini, dan
resisten terhadap aktivitas bakterisidal serum manusia, memproduksi hemolisin, dan terjadi
peningkatan ekspresi antigen kapsuler K. Kemampuan adhesi E. Coli pada sel epitel dimediasi

8
oleh ligan yang terletak di ujung fimbriae (pili) bakteri. Ligan mengikat reseptor glikolipid atau
glikoprotein pada permukaan membran sel uroepithelial. Pili diklasifikasikan oleh kemampuan
mereka untuk menyebabkan hemaglutinasi dan jenis gugus gula yang dapat memblokir proses
ini. Pili P dapat mengaglutinasi darah, mengikat reseptor glikolipid pada sel uroepithelial,
eritrosit (kelompok antigen P-blood), dan sel-sel tubulus ginjal. P pili diamati pada lebih dari
strain 90% E. coli menyebabkan pielonefritis, tetapi <20% dari strain menyebabkan ISK bagian
bawah. Sebaliknya, pili tipe 1 dapat membantu bakteri untuk melakukan adhesi pada mukosa
kandung kemih. Kebanyakan E. coli uropatogen memiliki kedua jenis pili ini. Sebagian besar E.
coli strain uropatogen menghasilkan hemolisin, yang menginisiasi invasi jaringan dan membuat
zat besi tersedia bagi bateri patogen. Adanya antigen K pada bakteri yang melakukan invasi
melindungi mereka dari fagositosis oleh neutrofil. Faktor-faktor ini memungkinkan patogen
yang menginfeksi terhindar dari berbagai pertahanan host.(1, 7)

Baru-baru ini, telah diamati bahwa banyak bakteri seperti E. coli memiliki kemampuan
untuk melakukan invasi ke dalam sel inang, bertindak sebagai patogen intraseluler oportunistik.
Faktor nekrosis sitotoksik, adhesi Afa/Dr dan pili tipe 1 telah terbukti mempromosikan invasi ke
dalam sel inang. Bakteri matur intraseluler menjadi biofilm, membuat pod-seperti tonjolan
pada permukaan urothelial. Pod mengandung bakteri terbungkus dalam matriks polisakarida
dikelilingi oleh sebuah shell pelindung uroplakin. Kemampuan bakteri uropatogenik untuk
invasi, bertahan, dan berkembang biak dalam sel host dan untuk membuat biofilm pada
jaringan saluran genitourinari membuat ISK menjadi persisten dan sering kambuh.(1, 10)

PATOGEN PENYEBAB
ISK kebanyakan disebabkan oleh spesies bakteri tunggal. Pada sedikitnya 80% dari
sistitis tanpa komplikasi dan pielonefritis disebabkan E. coli, dengan strain patogen terbanyak
adalah serogrup O. Uropathogens lainnya termasuk Klebsiella, Proteus, dan Enterobacter spp.
dan enterococci. ISK yang didapat di Rumah Sakit, ditemukan berbagai organisme kausatif yang
lebih beragam, termasuk Pseudomonas dan Staphylococcus spp. ISK yang disebabkan oleh S.
aureus sering merupakan hasil dari penyebaran hematogen. Pada anak-anak, spektrum bakteri

9
penyebab sedikit berbeda dari orang dewasa, dengan Klebsiella dan Enterobacter spp. yang
lebih lazim menyebabkan ISK. Bakteri anaerobik, laktobasilus, Corynebacteria, streptokokus
(tidak termasuk enterococci) dan S. Epidermidis ditemukan sebagai flora normal periuretra.
Mereka tidak lazim menyebabkan ISK pada individu sehat dan dianggap kontaminan kemih
umum.(10, 11)

DIAGNOSIS
Manifestasi klinis dapat bervariasi dari kolonisasi bakteri asimtomatik kandung kemih
hingga timbulnya gejala seperti frekuensi dan urgensi yang terkait dengan infeksi bakteri,
infeksi saluran bagian atas berhubungan dengan demam, menggigil, dan nyeri pinggang, dan
bakteremia terkait dengan morbiditas berat, termasuk sepsis dan kematian.(3)
Diagnosis ISK kadang-kadang sulit ditegakkan dan bergantung pada urinalisis dan kultur
urin. Kadang-kadang, studi lokal mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi sumber infeksi.
Paling sering, urin seringkali didapat dari spesimen voiding. Dengan metode urine ini mudah
diperoleh, tetapi berpotensi terjadinya kontaminasi dari vagina dan daerah perirektal. Tingkat
positif palsunyanya tinggi. Aspirasi suprapubik dapat mencegah kontaminasi; Namun, karena
invasif, jarang digunakan kecuali pada pasien tertentu. Spesimen urin yang diperoleh dari
kateter urin kurang invasif dibandingkan aspirasi suprapubik dan potensi terkontaminasi lebih
rendah dari spesimen voiding. Jika pasien memiliki kateter tetap, spesimen urin harus diperoleh
dari port kateter.(3)

Urinalisis
Leukosit esterase urin dapat segera dievaluasi, senyawa yang dihasilkan oleh
pemecahan sel darah putih (leukosit) dalam urin. Nitrit urin dihasilkan dari reduksi diet nitrat
oleh banyak bakteri gram negative. Esterase dan nitrit dapat dideteksi oleh dipstik urin dan
lebih bermakna ketika bakteri hitung adalah> 100.000 colony forming units (CFU) per mililiter.
Pemeriksaan mikroskopik urin untuk leukosit dan bakteri dilakukan setelah sentrifugasi. Ketika
bakteri berjumlah > 100.000 CFU / mL, bakteri dapat dideteksi secara mikroskopis. Lebih dari 3
leukosit per lapangan pandang menunjukkan kemungkinan infeksi. Pemeriksaan nitrit urine

10
sangat spesifik tapi tidak sensitif, sedangkan 3 pemeriksaan lainnya memiliki sensitivitas dan
spesifisitas sekitar 80%. Kombinasi tes ini dapat membantu untuk mengidentifikasi pasien
dengan kultur urin positif. Sebaliknya, ketika esterase, nitrit, darah, dan protein tidak ada dalam
urin, <2% dari sampel urin akan positif pada kulturnya, menyediakan nila > 98% prediksi negatif
98% dan sensitivitasnya 98%.(3)

Kultur Urin
Standar emas untuk identifikasi ISK adalah kultur kuantitatif urin untuk bakteri spesifik.
Urin harus dikumpulkan dalam wadah steril dan dikultur segera setelah spsimen terkumpul. Bila
hal ini tidak mungkin, urin dapat disimpan dalam lemari es hingga 24 jam. Sampel tersebut
kemudian diencerkan dan tersebar di plate kultur. Setiap bakteri akan membentuk koloni
tunggal pada plate. Jumlah koloni dihitung dan disesuaikan per mililiter urin (CFU / mL).
Mendefinisikan CFU / ml yang mewakili Infeksi yang signifikan secara klinis dapat menjadi sulit.
Hal ini tergantung pada metode pengumpulan, jenis kelamin pasien, dan jenis bakteri yang
diisolasi. Secara tradisional, > 100.000 CFU / mL digunakan untuk menyingkirkan kontaminasi.
Namun, penelitian lain menunjukkan secara klinis ISK yang signifikan dapat terjadi pada
<100.000 CFU / mL bakteri dalam urin.(3)

Studi Lokasi
Kadang-kadang, perlu untuk melokalisir tempat infeksi. Untuk melokalisir saluran kemih
bagian atas, kandung kemih diirigasi dengan air steril dan kateter ureter ditempatkan dalam
setiap ureter. Spesimen dikumpulkan dari pelvis renalis. Kultur spesimen ini akan menunjukkan
apakah terjadi infeksi pada saluran kemih bagian atas. Pada pria, infeksi pada saluran kemih
bagian bawah dapat dibedakan. Spesimen dikumpulkan pada awal voiding dan mewakili
kemungkinan infeksi pada uretra. Spesimen dari urin porsi tengah yang dikumpulkan mewakili
kemungkinan infeksi di kandung kemih. Prostat kemudian dipijat dan pasien diminta untuk
berkemih kembali. Spesimen ini mewakili infeksi yang mungkin terjadi pada prostat.(3)

11
ANTIBIOTIK
Pengobatan dengan agen-agen antimikroba telah meminimalkan morbiditas dan
mortalitas penderita dengan ISK. Tujuan terapi adalah eradiksi infeksi dengan memilih
antibiotik yang tepat dan sesuai dengan kerentanan bakteri target. Namun, memilih agen
antimikroba yang tepat sering sulit. Banyak antibiotik yang tersedia, namun dosis efektif
terendah dan panjang terapi tidak didefinisikan dengan baik. Prinsip umum untuk memilih
antibiotik yang tepat mencakup pertimbangan dari patogen yang menginfeksi (kepekaan,
infeksi organisme-tunggal dibandingkan poli-organisme, patogen dibandingkan flora normal,
komunitas dibandingkan infeksi didapat di rumah sakit); pasien (alergi, penyakit yang
mendasarinya, usia, terapi antibiotik sebelumnya, obat lain yang saat ini diterima, rawat jalan
dibandingkan rawat inap, status kehamilan), dan tempat infeksi (ginjal dibandingkan kandung
kemih dibandingkan prostat). Karena kebanyakan antibiotik dibersihkan dari tubuh oleh hati
atau ginjal, agen antimikroba tertentu harus disesuaikan dengan ada atau tidaknya penyakit
hati atau ginjal. Pada pasien dengan ISK berulang atau mereka yang beresiko untuk ISK (seperti
anak-anak dengan refluks vesicoureteral), antibiotik profilaksis dapat digunakan.(4, 12)

Trimethoprim-Sulfamethoxazole
Trimetoprim-sulfametoksazol (TMP-SMX) umumnya banyak digunakan untuk mengobati
ISK, kecuali ISK yang disebabkan oleh Enterococcus dan Pseudomonas spp. Obat Ini
mengganggu metabolisme folat bakteri. TMP-SMX sangat efektif dan relatif murah. Reaksi
merugikan hanya terjadi pada 6-8% pasien yang menggunakan obat ini, diantaranya reaksi
hipersensitivitas, ruam, gangguan pencernaan, leukopenia, trombositopenia, dan
fotosensitifitas. TMP-SMX tidak boleh digunakan pada pasien dengan status defisiensi asam
folat, defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase, atau AIDS, atau pada penderita hamil. TMP-
SMX adalah antibiotik yang paling sering diresepkan untuk ISK tanpa komplikasi. Namun saat ini
penggunaan TMP-SMX menurun akibat peningkatan insiden resistensi bakteri dan preferensi
dokter untuk menggunakan antibiotik baru.(12)

12
Fluoroquinolon
Fluoroquinolon merupakan antibiotik spektrum luas, terutama terhadap bakteri gram
negatif. Meskipun fluoroquinolon bekerja adekwat terhadap spesies Staphylococcus, namun
fluoroquinolone tidak bekerja baik pada spesies Streptococcus dan bakteri anaerob. Antibiotik
ini bekerja dengan cara mengganggu bakeri DNA girase, mencegah replikasi bakteri. Meskipun
mereka sangat efektif dalam pengobatan ISK, fluoroquinolones relatif mahal. Reaksi yang
merugikan jarang dan termasuk efek gastrointestinal ringan dan pusing. Fluoroquinolon tidak
boleh digunakan pada pasien yang sedang hamil dan pada anak-anak karena berpotensial
mengganggu perkembangan tulang rawan. Karena bekerja dengan spektrum, fluoroquinolon
mendapatkan popularitas secara empiris untuk pengobatan ISK baik tanpa/atau dengan
komplikasi.(12, 13)

Nitrofurantoin
Nitrofurantoin memiliki aktivitas paling baik terhadap bakteri gram negative (kecuali
Pseudomonas dan Proteus spp),. spesies Staphylococcus, dan enterococci. Nitrofurantoin
menghambat enzim bakteri dan aktivitas DNA. Nitrofurantoin adalah sangat efektif dalam
pengobatan ISK dan relatif murah. Efek samping relatif umum dan termasuk gangguan
pencernaan, polineuropati perifer, dan hepatotoksisitas. Penggunaan jangka panjang dapat
mengakibatkan dalam reaksi hipersensitivitas paru dan perubahan interstisial. (12, 13)

Aminoglikosida
Aminoglikosida lazim digunakan pada pengobatan ISK dengan komplikai. Mereka sangat
efektif terhadap sebagian bakteri gram negatif. Ketika dikombinasikan dengan ampisilin,
mereka efektif melawan enterococci. Mereka menghambat sintesis DNA dan RNA bakteri. Efek
samping utama aminoglikosida adalah nefrotoksisitas dan ototoksisitas. Aminoglikosida
terutama digunakan pada pasien ISK dengan komplikasi yang memerlukan antibiotik intravena.
Aminoglikosida dapat diberikan sebagai dosis tunggal harian.(12, 13)

13
Sefalosporin
Sefalosporin memiliki aktivitas paling baik terhadap uropathogens. Sefalosporin generasi
pertama memiliki aktivitas yang baik terhadap bakteri gram positif, E. coli,Klebsiella dan
Proteus spp. Sefalosporin generasi kedua memiliki aktivitas yang tinggi melawan anaerob dan
Haemophilus influenzae. Sefalosporin generasi ketiga memiliki cakupan yang lebih luas
terhadap bakteri gram negative tetapi kurang terhadap bakteri gram positif. Sefalosporin
menghambat sintesis dinding sel bakteri. Reaksi merugikan termasuk hipersensitivitas dan
gangguan pencernaan. Sefalosporin oral telah digunakan secara efektif dalam terapi empiris ISK
tanpa komplikasi; pada anak ISK dengan demam / pielonefritis, sefalosporin oral generasi ketiga
seperti cefixime telah telah terbukti aman dan efektif.(12, 13)

Penisilin
Penisilin generasi pertama tidak efektif terhadap sebagian uropatogen dan tidak lazim
digunakan dalam terapi ISK. Namun, aminopenicillins (amoksisilin dan ampisilin) memiliki
aktivitas yang baik terhadap enterococci, Staphylococcus, E. coli, dan Proteus mirabilis. Namun,
bakteri gram negative dengan cepat dapat menjadi resisten terhadap banyak aminopenicillins.
Penambahan beta-laktamase inhibitor seperti asam klavulanat membuat aminopenicillins lebih
efektif terhadap bakteri gram negatif. Meskipun penisilin dan aminopenicillin murah, namun
penambahan dari beta-laktamase inhibitor membuat rejimen ini lebih mahal. Reaksi yang
merugikan termasuk hipersensitivitas (yang dapat segera atau muncul kemudian), gangguan
pencernaan, dan diare. Secara umum, penisilin tidak lazim digunakan dalam terapi ISK kecuali
mereka dikombinasikan dengan beta-laktamase inhibitor.(12, 13)

RESISTENSI ANTIBIOTIK
Pengobatan infeksi bakteri semakin rumit oleh kemampuan bakteri untuk
mengembangkan resistensi terhadap agen antimikroba. Resistensi uropatogen terhadap
antibiotik terus meningkat selama beberapa tahun terakhir dan memiliki banyak variabilitas
geografis. Antibiogram rumah sakit, yang mengkuantifikasi resistensi obat terlihat pada
laboratorium mikrobiologi rumah sakit selama tahun tertentu, dapat memberikan informasi

14
mengenai resistensi bakteri lokal terhadap antibiotik tertentu. Dengan penggunaan antibiotic
yang luas, resistensi terhadap antimikroba terus meningkat. Bahkan aminoglikosida yang
dianggap efektif, yang merupakan terapi lini pertama untuk ISK dengan komplikasi tidak luput
terhadap perkembangan resistensi.(1, 14)
Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh
antimikroba. Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup. Faktor yang
menentukan sifat resistensi atau sensitivitas mikroba terhadap antimikroba terdapat pada
elemen yang bersifat genetik. Didasarkan pada lokasi elemen untuk resistensi ini, dikenal
resistensi kromosomal dan resistensi ekstrakromosomal. Sifat genetik dapat menyebabkan
suatu mikroba sejak awal resisten terhadap suatu antimikroba (resistensi alamiah). (15)
Mikroba yang semula peka terhadap suatu antimikroba, dapat berubah sifat genetiknya
menjadi tidak atau kurang peka. Perubahan sifat genetik terjadi karena kuman memperoleh
elemen genetik yang membawa sifat resisten; keadaan ini dikenal sebagai resistensi didapat
(acquired resistance). Elemen resistensi ini dapat diperoleh dari luar dan disebut resistensi yang
dipindahkan (transferred resistance), dan dapat pula terjadi akibat adanya mutasi genetik
spontan atau akibat rangsang antimikroba (induced resistance).(15)

Mekanisme Resistensi
Gen resisten yang diperoleh dapat memungkinkan bakteri untuk melakukan mekanisme
resistensi terhadap antimikroba. Ada 7 mekanisme resistensi kuman terhadap antimikroba
yaitu: (1) perubahan tempat kerja (target site) obat pada mikroba; (2)mikroba menurunkan
permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk kedalam sel; (3) inaktivasi obat oleh mikroba; (4)
mikroba membentuk Jalur metabolisme alternatif untuk menghindari tahap yang dihambat
oleh antimikroba; (5) meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba; (6)
mempercepat efflux untuk mencegah obat mencapai target intraselulernya; (7) memproduksi
enzim yang menghancurkan antimikroba (14, 15)

15
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. Hasil Penelitian

Dari hasil studi retrospektif yang dilakukan di RS Wahidin Sudirohusodo bagian Rekam
Medik, diperoleh data pasein urologi yang menderita ISK periode tahun 2009 -2011 sebanyak
328 kasus. Berikut hasil evaluasi yang dituangkan dalam bentuk tabel

Tabel I. Distribusi kultur urine pasein urologi

Hasil Kultur Laki-laki Perempuan


Kultur bermakna 289 39
Kultur tidak bermakna 165 48
Kultur tidak terlacak 689 199
Total 1143 286

Distribusi kultur urine pasien urologi


Kultur bermakna kultur tidak bermakna Tidak terlacak

689

289
199
165
39 48

Laki-laki Perempuan

16
Tabel II. Distribusi kejadian ISK pada pasein urologi berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)


Laki-laki 289 88,11%
Wanita 39 11,89%
Total 328 100

Pada tabel 2 di atas, terlihat bahwa distribusi kejadian ISK pada pasein urologi
berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki sebanyak 289 pasien (88,11%) sedangkan
perempuan sebanyak 39 pasien (11,89 %), dengan perbandingan rasio laki-laki : perempuan =
7,4 : 1
Hal yang sama didapatkan Naeem dkk di bangsal urologi RS Pendidikan Institute of
Medical Sciences Islamabad tahun 2009 mendapatkan insiden ISK terbanyak pada laki-laki
(72%) kemudian perempuan (28%).(16)

Jombo dkk melakukan penelitian di Nigeria jangka tahun 2009 mendapatkan Insiden ISK
pada laki-laki 46,7% dan perempuan 53,3%(17). Bano dkk di Pakistan tahun 2009 menemukan
insiden ISK pada perempuan 73% dan laki-laki 27%.(18)

Acharya dkk melakukan penelitian retrospektif di Nepal tahun 2009 mendapatkan


insiden ISK lebih sering terjadi pada wanita (61,60%) dari pada pria (38,4%) dengan rasio
1.6:1.(19)

17
Tabel III. Distribusi kasus ISK pada pasein urologi berdasarkan kelompok umur

No Umur (thn) Jumlah Persentase (%)

1. 0 – 15 12 3,66 %
2. 16 – 30 18 5,49 %
3. 31 – 45 58 17,68 %
4. 46 – 60 106 32,32 %
5. 61 – 75 115 35,06 %
6. > 75 19 5,79 %
Total 328 100%

Kejadian ISK menurut umur


120
100
80
60 Umur (tahun)
40
20
0
0 – 15 16 – 30 31 – 45 46 – 60 61 – 75 > 75

Pada tabel 3 di atas tampak distribusi kejadian ISK pada pasein urologi kelompok umur
terbanyak pada kisaran umur 61 – 75 tahun sebanyak 115 kasus 35,06 %, diikuti 106 kasus
(32,32%%) pada kelompok umur 46 – 60 tahun. Kemudian 58 kasus (17,68 %) pada kelompok
umur 31 – 45 tahun, diikuti kelompok umur > 75 tahun sebanyak 19 kasus (5,79 %) dan
kelompok umur 16 – 30 tahun sebanyak 18 kasus (5,49 %), dan terendah kelompok umur 0 – 15
tahun sebanyak 12 kasus (3,66%).

18
Jombo dkk di Nigeria tahun 2009 mendapatkan rentang usia mereka yang terinfeksi
yaitu antara 1 hingga 83 tahun, terbanyak usia kisaran 36 sampai 49 tahun (46,7%), paling
rendah pada mereka yang berusia di bawah 20 tahun.(17)

Acharya dkk melakukan penelitian retrospektif di Nepal tahun 2009 mendapatkan


rentang usia ISK terbanyak pada 51-60 tahun.(19)

Tabel IV. Distribusi kejadian ISK pada pasein urologi berdasarkan diagnosa utama

No Diagnosa Utama Jumlah Persentase (%)


1. BPH retensi + Ca prostat 119 36,28 %
2. Batu saluran kemih 108 32,93 %
3. Striktur urethra 35 10,67 %
4. Tumor urologi 30 9,15 %
5. BPH non retensi 22 6,71 %
6. Fistel vesicocutaneus 9 2,74 %
7. Orchitis 3 0,91 %
8. Stenosis UVJ 2 0,61 %
Total 328 100%

Kejadian ISK berdasarkan diagnosa utama


119
108

35 30
22
9 3 2

19
Pada tabel 4, kejadian ISK terbanyak ditemukan 119 kasus (36,28 %) pada pasien
hiperplasia prostat jinak retensi dan karsinoma prostat. Kemudian 108 kasus (33,44 %) pada
batu saluran kemih. Menyusul 35 kasus (10,84 %) pada striktur urethra dan 30 kasus (9,15%)
pada tumor urologi. Sedangkan kejadian ISK pada penderita BPH non retensi sebanyak 22
kasus (6,71)%, dan pada fistel vesicocutaneus sebanyak 9 kasus (2,79%).

Tabel V. Distribusi bentuk dan sifat kuman pada urine pasein urologi

No Bentuk & sifat kuman Jumlah Presentasi (%)


1. Basil gram negative 320 97,56 %
2. Coccus gram positif 8 2,44 %
Total 328 100.0%

Dari tabel 5 ditemukan 2 bentuk bakteri penyebab ISK pada pasein urologi. Bentuk
bakteri terbanyak adalah basil gram negatif ditemukan pada 320 kasus (97,56 %). Sedangkan
bakteri coccus gram positif hanya ditemukan pada 8 kasus (2,44%).

Hasil penelitian Koijers dkk di Rumah Sakit Saint Elisabeth Belanda tahun 2004
menemukan bentuk uropatogen terbanyak adalah basil gram negatif (91%) dan sisanya coccus
gram positif (9%).(20)

20
Tabel VI. Distribusi bakteri pada urine pasein urologi

No Bakteri Jumlah Presentasi (%)


1. Eschericia coli 119 36,28 %
2. Enterobacter agglomerans 48 14,64 %
3. Klebsiella pneumonia 42 12,8 %
4. Enterobacter aerogenes 32 9,76 %
5. Alcaligenes faecalis 20 6,1 %
6. Pseudomonas aeroginosa 18 5,49 %
7. Proteus mirabilis 16 4,88 %
8. Acinetobacter calcoaceticus 9 2,74 %
9. Staphylococcus epidermidis 6 1,83 %
10. Providencia alkalifaciens 5 1,52 %
11. Citrobacter frendii 4 1,22 %
12. Proteus vulgaris 4 1,22 %
13. Serratia liquefaciens 3 0,91 %
14. Staphylococcus saprofiticus 2 0,61 %
Total 328 100.0%

Distribusi kuman penyebab ISK


Staphylococcus saprofiticus
Serratia liquefaciens
Proteus vulgaris
Citrobacter frendii
Providencia alkalifaciens
Staphylococcus epidermidis
Acinetobacter calcoaceticus
Proteus mirabilis
Pseudomonas aeroginosa
Alcaligenes faecalis
Enterobacter aerogenes
Klebsiella pneumonia
Enterobacter agglomerans
Eschericia coli
0 20 40 60 80 100 120 140

21
Dari tabel 6 ditemukan 14 spesies bakteri penyebab ISK pada pasein urologi. Bakteri
terbanyak adalah Eschericia coli yang ditemukan pada 119 (36,28 %) kasus. Enterobacter
agglomerans ditemukan pada 48 (14,64%) kasus. Berikutnya Klebsiella pneumonia pada 42
(12,8) kasus, Enterobacter aerogenes pada 32 (9,76%) kasus, Alkaligenes faecalis pada 20 (6,1%)
kasus, serta Pseudomonas aeroginosa yang ditemukan pada 18 (5,49 %) kasus.

Jombo dkk di Nigeria tahun 2009 mendapatkan bakteri yang paling umum ditemukan
adalah Escherichia coli 18,6%, Klebsiella pneumoniae 14,8%, Proteus spesies 13,1% dan
Staphylococcus aureus 10,7% (17). Koijers dkk di Rumah Sakit Saint Elisabeth Belanda tahun 2004
menemukan uropatogen terbanyak adalah Escherechia coli (48%), enterobactericeae lain (24%),
dan enterococcus (9%).(20)

Hasil penelitian Bano dkk di Islamabad tahun 2009 menemukan uropatogen terbanyak
adalah Escherecia Coli (46,98%), Klebsiella pneumonia (18,07%), Staphylococcus aureus
(12,04%), Candida spp. (4,81%), Enterococcus (3,61%)(18). Sedangkan Naeem dkk di Islamabad
tahun 2009 melaporkan distribusi Escherichia coli adalah yang paling banyak (53%), menyusul
Pseudomonas aeruginosa 28%, Klebsiella pneumonie 10%, terendah Enterobacter dan
Staphylococcus aureus masing-masing 5%.(16)

Penelitian Acharya dkk di Nepal tahun 2009 mendapatkan E. coli adalah isolat dominan
(68,77%) menyusul Enterobacter sp (13,92%) dan Klebsiella sp (5,90%), Citrobacter (4,64%)(19).
Sedangkan Getnet B. dkk Rumah Sakit Universitas Jimma tahun 2010 menemukan Escherichia
coli adalah isolat patogen dominan(33,3%), menyusul Klebsiella pneumoniae (19%) dan S.
saprophyticus (14,3%).(21) Mahesh dkk di India Selatan tahun 2010 juga menemukan Escherichia
coli sebagai uropatogen terbanyak (65,7%).(22) Demikian pula yang dilaporkan Bahadin dkk di
Singapura bahwa Escherichia coli merupakan etiologi terbanyak ISK (74,5%).(23)

22
Tabel VII. Pola sensitivitas dan resistensi kuman pada urine pasein urologi

Bakteri Enterobacter Klebsiella Enterobacter Alcaligenes faecalis Pseudomonas


Escherecia coli Agglomerans pneumonia aerogenes aeroginosa
Antibiotika R S R S R S R S R S R S
Amoxycillin 98,23% 1,77% 100 % 0 100% 0 93,55% 6,45% 100 % 0 81,25% 18,75%
Ampicillin 81,93% 18,07% 89,74% 10,26% 79,41% 20,59% 85,71% 14,29% 84,21% 15,79% 57,14% 42,86%
Aztreonam 67 % 33 % 83,72% 16,28% 85,29% 14,71% 85,71% 14,29% 70,59% 29,42% 76,92% 23,08%
Ceforoxim 80,46% 19,54% 92,31% 7,69% 80 % 20 % 84,62% 15,38% 100 % 0 81,25% 18,75%
Cefazolin 76,7 % 23,3 % 97,62% 2,38 % 92,11% 7,89% 93,10% 6,90% 100 % 0 87,5% 12,5%
Cefepim 61,33% 38,67% 63,16% 36,84% 83.33% 16,67% 72,73% 27,27% 68,42% 31,58% 84,62% 15,38%
Cefotaxim 71,59% 28,41% 88,57% 11,43% 73,33% 26,67% 80,77% 19,23% 91,67% 8,33% 76,92% 23,08%
Ceftazidim 54,05% 45,95% 71,11% 28,89% 73,68% 26,32% 75 % 25 % 52,63% 47,37% 62,5 % 37,5%
Ceftriaxone 66,38% 33,62% 89,36% 10,64% 81,08% 18,92 78,13% 21,87% 88,24% 11,76% 81,25% 18,75%
Chlorampenicol 45,69% 54,31% 80 % 20 % 70,73% 29,27% 83,87% 16,13% 84,21% 15,79% 78,57% 21,43%
Ciprofloxacin 90,48% 9,52 % 79,17% 20,83% 84,62 15,38% 82,14% 17,86% 75 % 25 % 85,71% 14,29%
Doxyciclin 92,04% 7,96 % 82,61% 17,39% 82,5% 17,5% 77,42% 22,58% 64,71% 35,29% 100 % 0
Gentamicin 58,18% 41,82% 60 % 40 % 48,72% 51,28% 65,38% 34,62% 65 % 35 % 46,67% 53,33%
Neomicin 46,43% 53,57% 66,67% 33,33% 86,67% 13,33% 50 % 50 % 63,64% 36,36% 50 % 50 %
Norfloxacin 85,86% 14,14% 76,19% 23,81% 82,35% 17,65% 70 % 30 % 70,59% 29,41% 78,57% 21,43%
Ofloxacin 86,67% 13,33% 84,44% 15,56% 68,57% 31,43% 73,08% 26,92% 72,22% 27,78% 72,73% 27,27%
Meropenem 2,22% 97,78% 10,26% 89,74% 3,45% 96,55% 0 100% 15,79% 84,21% 0 100%
Levofloxacin 82 % 18 % 72,5% 27,5% 67,74% 32,26% 75 % 25 % 68,42% 31,58% 80 % 20 %
Tetracyclin 89,47% 10,53% 86,96% 13,04% 77,78% 22,22% 76,67% 23,33% 95 % 5% 100 % 0
Trimetoprim 84,68% 15,32% 95,56% 4,44% 82,05% 17,95% 78,13% 21,87% 85 % 15 % 86,67% 13,33%

Sensitifitas Escherecia coli


Sensitif Resisten

46 67 54 61 66 72
82 90
98

54 54 46 39 34 28
18 10

23
Dari tabel 7, terlihat bahwa untuk Escherichia coli, anti mikroba yang memiliki nilai
sensitifitas > 50% adalah meropenem (97,78%), chlorampenicol (54,31%) dan Neomicin
(53,57%). Sedangkan antimikroba yang resistensinya > 50% diantaranya adalah amoxicillin
(98,23%), gentamicin (92,04%), ciprofloxacin (90,48%), levofloxacin (82 %), cefotaxime
(71,59%), ceftriaxone (66,38 %), Cefepim (61,33 %). Pasien dengan isolate E. Coli pada urinenya
yang resisten terhadap 3 atau lebih antibiotik dan dianggap sebagai MDR, terdiri 95,8%. Tidak
ada satupun yang sensitif terhadap semua antibiotik.

Shohreh Farshad dkk di rumah sakit Jahrom Motahary Iran Selatan mendapatkan
resistensi E. Coli terbanyak ditemukan sebesar 85,5% pada ampisilin, diikuti secara berurutan
sebesar 81,1% pada kotrimoksazol dan 75,5% terhadap tetrasiklin. Semua isolat sensitif
terhadap imipenem. Orang yang resisten terhadap 3 atau lebih antibiotik dan dianggap sebagai
MDR, terdiri 77%. Hanya 8,3% dari yang sensitif terhadap semua antibiotik. (24)

Jombo dkk di Nigeria tahun 2009 mendapatkan sensitivitas Escherichia coli terhadap
kloramfenikol (60%)(17). Koeijers dkk di RS Saint Elisabeth Hospital Belanda menemukan
sensitivitas E.Coli terhadap amoksisilin (75%), trimetoprim (81%), amoksisilin-asam klavulanat
(100%) dan fluoroquinolon (97%).(20)

Hasil penelitian Bano dkk di Islamabad tahun 2009 mendapatkan sensitivitas E.Coli
terhadap amikasin (56%), Ceftazidine (46%), Meropenem (43%), Cefepim dan Levofloksasin
(30%), Gentamicin dan Cefotaxim (23%), Trimetoprim (12%), Ampicillin (10%), Ciprofloxacin
(5%)(18). Sedangkan Naeem dkk. di bagian urologi RS Pendidikan Institute of Medical Sciences
Islamabad tahun 2009 menunjukkan sensitivitas E. coli untuk Amoxycillin-klavulanat 24%,
Ciprofloxacin 24%, Levofloxacin 43%, Sefotaksim 38%, Ceftriaxone (37%), Imipenem (86%).(16)

Getnet B. dkk Rumah Sakit Universitas Jimma tahun 2010 menemukan persentase
tertinggi E. coli dan Klebsiella pneumoniae terhadap ampisilin dan amoxicillin adalah 100%.
Namun semua isolat E. coli dan K. pneumoniae sensitif terhadap ciprofloxacin.(21)

24
Sensitifitas Enterobacter agglomerans
Sensitif Resisten

10

60 63 71 72 79 80 89 89
90

40 37 29 28 21 20 11 11

Pada Enterobacter agglomerans anti mikroba yang sensitifitasnya > 50% hanyalah
meropenem (89,74 %). Sedangkan yang resistensinya >50% diantaranya amoxicillin (100%),
trimetoprim (95,56 %), ceftriaxone (89,36 %), cefotaxime (88,57 %), chloramphenicol (80%),
ciprofloxacin (79,17 %), levofloxacin (72,5 %), ceftazidim (71,11 %), cefepim (63,16 %).

Sensitifitas Klebsiella pneumonia


Sensitif Resisten

49
68 71 73 74 81 83 85
97

51
32 29 27 26 19 17 15

25
Untuk Klebsiella pneumonia anti mikroba yang sensitifitasnya > 50% adalah meropenem
(96,55%) dan gentamicin (51,28 %) . Sedangkan yang resistensinya > 50% diantaranya
amoxicillin (100%), ciprofloxacin (84,62 %), cefepim (83.33 %), tripmetoprim (82,05 %),
ceftriaxone (81,08 %), tetrasiklin(77,78 %), cefotaxim (73,33 %), ceftazidim (73,68 %),
chlorampenicol (70,73%).

Hasil penelitian Bano dkk di Islamabad tahun 2009 mendapatkan sensitivitas Klebsiella
pneumonia terhadap Cefepim (80%), Ceftazidine (60%), Levofloksasin (53%), Cefotaxim (46%),
Gentamicin (40%), Meropenem (33%), Trimetoprim (26%), dan Ciprofloxacin (13%).(18)

Sedangkan Naeem dkk di bagian urologi Institute of Medical Sciences Islamabad tahun
2009 menunjukkan Klebsiella sebagian besar sensitif terhadap semua antibiotik kecuali
amoksisilin.(16)

Sensitifitas Enterobacter aerogenes


Sensitif Resisten

50%
65 73 75 75% 78 81 82
100%

50%
35 27 25 25% 22 19 18

Untuk Enterobacter aerogenes antibiotik yang sensitifitasnya >50% adalah meropenem


(100%). Sedangkan yang resistensinya >50% adalah amoxicillin (93,55%), ciprofloxacin (82,14
%), ceftriaxone (78,13 %), cefotaxime (80,77 %), ceftazidim (75%), cefepim (72,73 %),
chlorampenicol (83,87 %).

26
Sensitifitas Alkaligenes faecalis
Sensitif Resisten

16
53 64 65 65% 68 75%
88 92
84
47 36 35 35% 32 25%
12 8

Untuk Alcaligenes facealis, anti mikroba yang sensitifitasnya >50% adalah meropenem
(84,21 %). Anti mikroba yang resistensinya >50% adalah amoxicillin(100%), ceforoxim (100%),
cefazolin (100%), tetrasiklin(95%), cefotaxim(91,67%), ceftriaxone(88,24 %), chlorampenicol
(84,21 %), ciprofloxacin(75 %).

Sensitifitas Pseudomonas Aeroginosa


Sensitif Resisten

47 50%
62
77 80% 81 85 86
100%

53 50%
38
23 20% 19 15 14

27
Untuk Pseudomonas aeroginosa, anti mikroba yang sensitifitasnya >50% adalah
meropenem (100%). Sedangkan yang resistensinya >50% adalah tetrasiklin (100%), Trimetoprim
(86,67 %), ciprofloxacin (85,71%), cefepim (84,62 %), amoxicillin (81,25%), ceftriaxone (81,25%),
levofloxacin (80%), chlorampenicol (78,57 %), cefotaxime (76,92 %), ceftazidim (62,5 %).

Hasil penelitian Bano dkk di Islamabad tahun 2009 mendapatkan sensitivitas


Pseudomonas aeroginosa terhadap Cefepim, Norfloksasin dan aztreonam (100%) sedangkan
Gentamicin, Cefotaxim, Trimetoprim dan Ampicillin (50%).(18)

Sedangkan Naeem dkk di bagian urologi Institute of Medical Sciences Islamabad tahun
2009 menemukan Pseudomonas memiliki sensitivitas baik untuk Cefoperazon/sulbactam,
Amikacin dan imipenem(16). Penelitian Acharya dkk di Nepal tahun 2009 menunjukkan bahwa
resistensi Pseudomonas sp 57,14% terhadap ceftazidime dan 28,57% untuk ceftriaxone.(19)

Penelitian yang dilakukan Jombo dkk di Nigeria tahun 2009 mendapatkan sensitivitas
hampir semua isolat bakteri terhadap penisilin G, ampisilin, kloksasilin, amoksisilin, tetrasiklin,
kotrimoksasol, kloramfenikol dan eritromisin kurang dari 50% (Range, 0 sampai 46,6%).
Sedangkan sensitivitas sebagian besar bakteri terhadap streptomisin, Ofloxacin, Ciprofloksasin,
ceftazidime, cefuroxime, amoxycilline-klavulanat , ceftriaxone, rifampisin, asam nalidiksat dan
nitrofurantoin adalah (65 sampai 100%).(17) Mahesh dkk di India Selatan tahun 2010 melaporkan
tingkat resistensi yang tinggi uropatogen terhadapi fluoroquinolon (76,9%).(22)

28
BAB IV

PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN

1. Kasus ISK pada pasein urologi lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan perbandingan
rasio laki-laki : perempuan = 7,4 : 1

2. Angka kejadian ISK pada pasein urologi terbanyak terjadi pada kelompok umur pada
kisaran umur 46 – 75 tahun, dengan diagnosa utama batu saluran kemih dan hipertrofi
prostat.

3. Bentuk bakteri terbanyak yang menyebabkan ISK pada pasein urologi adalah basil gram
negatif, dengan spesies bakteri terbanyak Eschericia coli.

4. Antibiotik yang memiliki nilai sensitivitas yang signifikan untuk kuman-kuman penyebab
ISK pada pasein urologi hanyalah meropenem.

IV.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dari data rekam medis tampak pencatatan dan pelaporan
pada status penderita masih banyak yang belum lengkap dan belum jelas. Disamping itu hasil
pemeriksaan penunjang yang penting semisal hasil tes kultur dan sensitivitas banyak yang
hilang. Untuk itu perlu dilakukan pembenahan mengenai pencatatan dan pelaporan rekam
medik yang baik, lengkap dan jelas sehingga memudahkan dalam pengambilan informasi yang
dibutuhkan dikemudian hari.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Anthony J., Schaeffer. Infections and Inflammation in Campbell-Walsh Urology, 9th ed.
Saunders Elsevier, Philadelphia, 2007, ch 8.

2. Hiep T. Nguyen M. Bacterial Infections of the Genitourinary Tract in Smith’s. General Urology, 17th ed.
McGraw-Hill, New York, 2008:193 - 218.

3. Richard W. Grady JMP. Urinary Tract Infections in Children in Essential Urology a Guide to Clinical
Practice. Humana Press, New Jersey, 2004: 33 - 46.

4. Greenwood DF, Roger; Davey, Peter; Wilcox, Mark. Antimicrobial Chemotherapy, 5th ed. 2007. Oxford
University Press, 2007: ch 8 - 9.

5. Samirah D, Windarwati, Hardjoeno. Pola dan sensitivitas kuman di penderita infeksi saluran kemih.
Bagian Patologi Klinik FK UNHAS/RS Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar, 2005.

6. Pattman RS, Michael; Handy, Pauline; Sankar, K. Nathan; Elawad, Babiker. Oxford Handbook of
Genitourinary Medicine. Oxford University Press. 2005 :ch 20.

7. Graham SDK, Thomas E.; Glenn, James F. Glenn's Urologic Surgery, 6th ed. Lippincott Williams &
Wilkins, 2004:ch 9.

8. Siroky MBO, Robert D.; Babayan, Richard K. Handbook of Urology: Diagnosis & Therapy, 3rd ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2004:ch 13.

9. Reynard JB, Simon; Biers, Suzanne. Infections and inflammatory conditions in Oxford Handbook of
Urology, 1st ed. Oxford University Press, 2006:ch 6.

10. Fritz H. Kayser, Johannes Eckert, D.V.M. Color Atlas of Medical Microbiology,2nd ed. Thieme Stuttgart.
New York, 2005:246 -50.

11. Gantz NMB, Richard B.; Berk, Steven L.; Myers, James W. Manual of Clinical Problems in Infectious
Diseases, 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2006:ch 18.

12. Sally S. Roach SMF. Urinary Anti-infectives and Miscellaneous Urinary Drugs in Roach's Introductory
Clinical Pharmacology. Lippincott Williams & Wilkins.2006: 59 - 91.

13. Stephen C. Piscitelli P, Keith A. Rodvold. Drug Interactions in Infectious Diseases. Humana Press, New
Jersey, 2005: 215 -49.

14. Tenover FC. Mechanisms of Antimicrobial Resistance in Bacteria. The American Journal of Medicine.
2006;Vol 119 (6A)(Elsevier, USA):3 - 10.

30
15. Setiabudi R S, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. ed. 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.

16. Naeem Muhammad et all. Antibiotic Susceptibility Pattern of Bacterial Pathogens Causing Urinary
Tract Infection in a Tertiary Care Hospital. Pakistan Medical Sciences Journal. 2010;6(4):214-8.

17. Jombo GTA EU, Amefule EN and Damen JG. Urinary Tract Infections at a Nigerian University Hospital:
Causes, Patterns and Antimicrobial Susceptibility Profile. Journal of Microbiology and Antimicrobials.
2011;Vol. 3(6)(Academic Journals):pp. 153-9.

18. Bano Kalsoom KJ, Rifat, Begum Hasina, Munir Shahzad. Patterns of antibiotic sensitivity of bacterial
pathogens among urinary tract infections (UTI) patients in a Pakistani population. African Journal of
Microbiology Research. 2011;Vol. 6(2):pp. 414-20. Epub 16 January, 2012. Academic Journals.

19. Acharya A GR, Subedee L. Uropathogens and their antimicrobial susceptibility pattern in Bharatpur,
Nepal. Nepal Med Coll Journal. 2011;13(1):30-3.

20. Koeijers JJ et all. Urinary Tract Infection in Male General Practice Patients: Uropathogens and
Antibiotic Susceptibility. Journal of Urology. 2010;76(2):336-40.

21. Getenet Beyene WT. Bacterial Uropathogens in Urinary Tract Infection and Antibiotic Susceptibility
Pattern in Jimma University Specialized Hospital, Southwest Ethiopia. Ethiopia Journal Health
Science. 2010;Vol. 21, No. 2.

22. Shohreh Farshad RR, Mojtaba Anvarinejad, Maneli Amin Shahidi,, Hosseini M. Emergence of Multi
Drug Resistant Strains of Eschetichia coli Isolated from Urinary Tract Infection. The Open Conference
Proceedings Journal. 2010;1(University of Medical Sciences, Tehran, Iran):192-6.

23. Bahadin J TS, Mathew S. Etiology of community-acquired urinary tract infection and antimicrobial
susceptibility patterns of uropathogens isolated. Singapore Medical Journal. 2011;52(6):415 - 20.

24. Shohreh Farshad RR, Mojtaba Anvarinejad, Maneli Amin Shahidi,, Hosseini M. Emergence of Multi
Drug Resistant Strains of Eschetichia coli Isolated from Urinary Tract Infection. The Open Conference
Proceedings Journal. 2010;1(University of Medical Sciences, Tehran, Iran):192-6.

31
32
DAFTAR PUSTAKA

1. Hiep T. Nguyen M. Smith’s

General Urology

Seventeenth Edition. 2008(Bacterial Infections of the

Genitourinary Tract):193 - 218.


2. ANTHONY J. SCHAEFFER MEMS, MD, PhD. Campbell-Walsh Urology, 9th ed. 2007(INFECTIONS
AND INFLAMMATION):chapter 8.
3. Siroky MBO, Robert D.; Babayan, Richard K. Handbook of Urology: Diagnosis & Therapy, 3rd
Edition. 2004:chapter 13. Lippincott Williams & Wilkins.
4. Gantz NMB, Richard B.; Berk, Steven L.; Myers, James W. Manual of Clinical Problems in
Infectious Diseases, 5th Edition. 2006:chapter 18. Lippincott Williams & Wilkins.
5. Samirah D, Windarwati, Hardjoeno. Pola dan sensitivitas kuman di penderita infeksi saluran
kemih. 2005. Bagian Patologi Klinik FK UNHAS/RS Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar.
6. Richard W. Grady JMP, MD. ESSENTIAL

UROLOGY

A GUIDE TO CLINICAL PRACTICE. 2004(Urinary Tract Infections in Children).


7. Greenwood DF, Roger; Davey, Peter; Wilcox, Mark. Antimicrobial Chemotherapy, 5th Edition.
2007. Oxford University Press.
8. Pattman RS, Michael; Handy, Pauline; Sankar, K. Nathan; Elawad, Babiker. Oxford Handbook
of Genitourinary Medicine. 2005:chapter 20. Oxford University Press.
9. Graham SDK, Thomas E.; Glenn, James F. Glenn's Urologic Surgery, 6th Edition. 2004:chapter
9.
10. Reynard JB, Simon; Biers, Suzanne. Oxford Handbook of Urology, 1st Edition. 2006(Infections
and inflammatory conditions):chapter 6. Oxford University Press.
11. Fritz H. Kayser MDKAB, Ph.D.Johannes Eckert, D.V.M. Color Atlas of Medical Microbiology.
2005:246 -50.
12. Sally S. Roach SMF. Roach's Introductory Clinical Pharmacology. 2006(Urinary Anti-infectives
and Miscellaneous

Urinary Drugs). Lippincott Williams & Wilkins.


13. Stephen C. Piscitelli P, Keith A. Rodvold, PharmD. Drug Interactions

in Infectious Diseases. 2005. Humana Press Inc.


14. Tenover FC. Mechanisms of Antimicrobial Resistance in Bacteria. The American Journal of
Medicine. 2006;Vol 119 (6A)(Elsevier, USA):3 - 10.
15. Setiabudi R S, Purwantyastuti, Nafrialdi Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
16. Naeem Muhammad ea. Antibiotic Susceptibility Pattern of Bacterial Pathogens Causing
Urinary Tract Infection in a Tertiary Care Hospital. Pakistan Medical Sciences Journal. 2010;6(4):214-8.
17. Jombo GTA EU, Amefule EN and Damen JG. Urinary tract infections at a Nigerian university

hospital: Causes, patterns and antimicrobial

33
susceptibility profile. Journal of Microbiology and Antimicrobials. 2011;Vol. 3(6)(Academic
Journals):pp. 153-9.
18. Bano Kalsoom KJ, Rifat, Begum Hasina, Munir Shahzad. Patterns of antibiotic sensitivity of
bacterial pathogens among urinary tract infections (UTI) patients in a Pakistani population. African
Journal of Microbiology Research. 2011;Vol. 6(2):pp. 414-20. Epub 16 January, 2012. Academic
Journals.
19. Acharya A GR, Subedee L. Uropathogens and their antimicrobial susceptibility pattern in
Bharatpur, Nepal. Nepal Med Coll Journal. 2011;13(1):30-3. Department of Microbiology, Chitwan
School of Medical Sciences, Bharatpur, Nepal.
20. Koeijers JJ, Verbon, A., Kessels, A.G.H., Bartelds, A., Donker, G., Nys, S., Stobberingh, E.E.
Urinary Tract Infection in Male General Practice Patients: Uropathogens and Antibiotic Susceptibility.
Journal of Urology. 2010;76(2):336-40. NIVEL, Netherlands.
21. Getenet Beyene WT. BACTERIAL UROPATHOGENS IN URINARY TRACT INFECTION AND
ANTIBIOTIC SUSCEPTIBILITY PATTERN IN JIMMA UNIVERSITY SPECIALIZED HOSPITAL, SOUTHWEST
ETHIOPIA. Ethiopia Journal Health Science. 2010;Vol. 21, No. 2.
22. Mahesh E RD, Indumathi V., Punith K, Kirthi Raj, Anupama H. Complicated Urinary Tract
Infection in a Tertiary Care Center in South India. Al Ameen Journal Medical Science. 2010;3 (2 ):1 2 0 -
1 2 7.
23. Bahadin J TS, Mathew S. Etiology of community-acquired urinary tract infection and
antimicrobial susceptibility patterns of uropathogens isolated. Singapore Medical Journal.
2011;52(6):415 - 20.
24. Shohreh Farshad RR, Mojtaba Anvarinejad, Maneli Amin Shahidi,, Hosseini M. Emergence of
Multi Drug Resistant Strains of Eschetichia coli Isolated

from Urinary Tract Infection. The Open Conference Proceedings Journal. 2010;1(University of Medical
Sciences, Tehran, Iran):192-6.

34

Anda mungkin juga menyukai