Anda di halaman 1dari 37

INTERCULTURAL COMMUNICATION

(Komunikasi Antarbudaya)

Intan Primadini, S.Sos., M.Si.

#11
GROUND RULES

1.Arrive on time (maximum 15 minutes late)


2.No flip-flops
3.Mute your cell phone
4.Respect each other
5.Do not litter
6.Mind your language
LESSON PLAN

• Keuntungan dan tantangan hubungan antarbudaya


• Dialektika hubungan antarbudaya
• Membangun hubungan antarbudaya
KEUNTUNGAN DAN TANTANGAN HUBUNGAN
ANTARBUDAYA
Kemungkinan untuk bertemu orang dengan budaya yang berbeda
terus bertambah dengan adanya internet dan perbedaan budaya
yang meningkat di banyak sekolah dan tempat kerja.

Alasan kenapa orang memilih untuk menjalin hubungan


antarbudaya atau tidak dipengaruhi oleh konteks sosial, religius
dan pendidikan yang mendukung atau tidak terjalinnya hubungan
antarbudaya.
Keuntungan
Jika orang melakukan interaksi antarbudaya, ia memiliki variasi
hubungan antarbudaya yang mencakup perbedaan usia,
kemampuan fisik, gender, etnis, kelas, agama, ras atau kebangsaan.

Hubungan antarbudaya tersebut memberikan beberapa


keuntungan, yaitu:
1. Memperoleh pengetahuan tentang dunia
2. Menghilangkan stereotype
3. Memiliki keahlian baru
Kunci bagi hubungan semacam ini adalah menjaga keseimbangan
antara perbedaan dan kesamaan.
Tantangan
Hubungan antarbudaya dikarakteristikan oleh perbedaan budaya
terkait gaya komunikasi, nilai, dan persepsi.
1. Perbedaan itu bisa menjadi masalah dalam tahap awal
hubungan
2. Bagaimana mengatasi stereotype negative yang kerap
mempengaruhi hubungan antarbudaya
3. Kecemasan yang sering muncul di awal hubungan
4. Perlu upaya lebih untuk memelihara hubungan antar budaya
(dengan menjelaskan alasan berinteraksi antarbudaya pada diri
sendiri, satu sama lain, dan orang sekitar)
5. Menyadari dan menghargai perbedaan
DIALEKTIKA HUBUNGAN ANTARBUDAYA

Jenis-jenis dialektika antarbudaya:

1. Personal – Contextual
2. Difference – Similarities Dialectics
3. Cultural – Individual Dialectic
4. Privilege – Disadvantage Dialectic
5. Static – Dynamic Dialectic
6. History/ Past – Present /Future Dialectic
1. Personal – Contextual
Hubungan antarbudaya bisa personal (konsisten di tiap situasi)
atau tergantung konteks.

Bahkan dengan siapa kita tertarik ditentukan oleh konteks budaya,


contoh: yang didefinisikan sebagai menarik adalah penampilan
selebriti di TV, misalnya berkulit putih, berambut lurus, langsing,
dst.

Sementara dalam konteks agama misalnya, pasangan yang kerap


dinilai baik adalah yang taat beribadah.
2. Difference – Similarities Dialectics
Berdasarkan prinsip kesamaan, kita cenderung tertarik pada orang
yang memiliki kesamaan dengan diri kita. Contoh: kesamaan
keyakinan dan nilai.
Dalam hubungan antarbudaya, sebaliknya, kita juga mungkin
tertarik pada orang yang sangat berbeda dengan diri kita. Misalnya
terkait karakter, orang yang introvert mungkin tertarik pada orang
yang ekstrovert, orang pelit pada orang yang boros
Riset menunjukkan bahwa hubungan yang paling berhasil adalah
yang memiliki keseimbangan antara perbedaan dan kesamaan
3. Cultural – Individual Dialectic
Komunikasi dalam hubungan antarbudaya dipengaruhi oleh
individu yang menjalaninya dan sekaligus oleh budaya, yang
disebut idiosyncratic. Seorang dipengaruhi oleh budaya darimana
dia berasal.
Misalnya: cara belajar di masyarakat dengan high power distance
adalah lebih banyak mendengarkan dibandingkan diskusi.
Namun, pada saat yang sama guru harus tahu bahwa tiap
individu memiliki perbedaan yang unik dalam belajar.
4. Privilege – Disadvantage Dialectic
Orang bisa secara bersamaan mendapatkan keuntungan namun
juga pada saat yang sama tidak beruntung ketika menjalin
hubungan antar budaya.

Contoh: bagi mahasiswa yang sebelumnya belajar di sekolah


internasional yang menerapkan bilingual, dia merasa beruntung
ketika dosennya menerangkan dalam Bahasa Inggris namun pada
saat yang sama merasa tidak beruntung ketika berkomunikasi
dengan teman di lingkungannya yang hanya menggunakan
bahasa Indonesia.
5. Static – Dynamic Dialectic
Menurut dialektika ini, orang dan hubungan mereka secara
konstan berubah, merespons pada dinamika personal dan
kontekstual.

Contoh: Hubungan persahabatan antara dua perempuan yang


dulu dekat bisa menjadi berubah ketika salah satu menikah.
6. History/ Past – Present /Future Dialectic
Daripada berusaha memahami hubungan hanya dengan melihat
pada pasangan yang menjalin hubungan, akan lebih baik
melihatnya dalam konteks di mana hubungan tersebut terjadi. Ini
termasuk juga konteks historis.
Contoh: nenek kita tidak menyukai bangsa Jepang karena trauma
penjajahan masa lalu. Kita boleh saja berteman dengan orang
Jepang, tapi harus tetap berempati.
MEMBANGUN HUBUNGAN ANTARBUDAYA
Ada tiga pendekatan komunikasi untuk mempelajari hubungan
antarbudaya, yaitu:
Ada tiga pendekatan komunikasi untuk mempelajari hubungan
antarbudaya, yaitu:
1. Pendekatan ilmu sosial
2. Pendekatan interpretif
3. Pendekatan kritis
1. Pendekatan Ilmu Sosial
Pendekatan ilmu sosial mengidentifikasi berbagai perbedaan
budaya dalam hubungan – termasuk pemahaman terhadap konsep
pertemanan dan awal dan perkembangan hubungan.
Differences in Notions of Friendship. Pemahaman tiap orang di
budaya yang berbeda terhadap hubungan pertemanan berbeda-
beda.
Contoh:
Individualis  pertemanan dilakukan secara sukarela dan
spontan
Kolektivis  berteman adalah sesuatu yang dilakukan untuk
jangka panjang
Differences in relational development. Budaya menentukan
bagaimana suatu hubungan dimulai. Aturan budaya menentukan
bagaimana bersikap pada orang asing.

Friendship. Ketika hubungan berkembang lebih intim, teman


saling membagikan informasi pribadi.

Seorang psikolog terkenal, Kurt Lewin, mengatakan personal atau


private self bisa dilihat dalam model yang terbagi dalam tiga
lingkaran, yang merepresentasikan tiga area informasi yang kita
ceritakan pada orang lain.
Lingkaran pertama adalah lingkaran terluar, termasuk informasi
mengenai diri kita secara umum, minat, kehidupan sehari-hari dan
relatif kita buka pada orang banyak.

Lingkaran tengah berisi informasi personal, seperti sejarah hidup,


latar belakang keluarga dan lainnya. Informasi ini dibagikan pada
sedikit orang dalam konteks terbatas.

Lingkaran terdalam berisi informasi yang sangat pribadi yang


sebagian di antaranya tidak kita bagikan ke orang lain. Hanya
sedikit orang yang bisa kita ceritakan informasi seperti ini. Jenis
informasi yang kita bagikan pada orang lain menunjukan sejauh
mana hubungan kita.
Romantic relationship. Beberapa hubungan dekat kemudian
berkembang menjadi hubungan romantic.
Penelitian yang dilakukan Gao Ge, yang membandingkan
hubungan heteroseksual romantic antara orang muda/ siswa di
Cina dan Amerika, menemukan ada tema-tema umum dalam
hubungan mereka: keterbukaan, keterlibatan, memiliki gaya
nonverbal yang serupa, dan penilaian hubungan.
Amerika  menekankan pada ketertarikan fisik, hasrat dan cinta
Cina  menekankan pada keterkaitan dengan keluarga dan relasi
lainnya menunjukkan orientasi yang kolektivis
2. Pendekatan Interpretif
Pendekatan interpretif menekankan pada pengamatan yang lebih
mendalam tentang bagaimana kita berkomunikasi lintas budaya.

Peneliti Sandra Sudweeks dan rekannya mengidentifikasi


kompetensi, kesamaan, keterlibatan dan titik balik sebagai
karakter penting dari hubungan antarbudaya.

Kompetensi untuk berkomunikasi misalnya adalah penguasaan


bahasa. Bahasa berperan penting dalam perkembangan
hubungan.
Kesamaan. Keberadaan perbedaan bisa mempengaruhi tahap
awal hubungan. Namun murid-murid yang diteliti menyebutkan
pentingnya menemukan kesamaan dalam hubungan mereka
yang bisa mengatasi perbedaan budaya contoh: hobi olahraga
yang sama.
Menurut murid-murid yang diwawancara Sudweeks,
keterlibatan adalah hal yang penting, bagaimana teman
bersedia menyediakan waktu untuk membangun hubungan.

Terkait turning point, atau titik balik, ada kejadian yang secara
signifikan mempengaruhi perkembangan hubungan.
Intercultural Work Relationship.
Bagi banyak orang, kantor adalah tempat di mana mereka
masuk dalam perbedaan – bekerja dengan orang yang berbeda
agama, generasi, latar belakang bahasa, etnis, ras dan
kebangsaan.
Memahami perbedaan ini penting ketika organisasi beralih dari
menganut paham asimilasi (membuat semua pekerja
beradaptasi dengan budaya kantor) menjadi pendekatan
integrasi.
Intercultural Relationships Online
Internet menyediakan bagi kita kemungkinan yang besar untuk
menjalin hubungan antarbudaya dan membuat kita berspekulasi
bagaimana hubungan online berbeda dengan real-life
relationship, dan apakah lebih mudah untuk berkomunikasi lintas
budaya secara online.
Banyak ahli berpikir bahwa komunikasi online bisa membantu
mengembangkan hubungan antarbudaya karena adanya saringan
komunikasi nonverbal dan kurangnya “gating” yang adalah data
yang terlihat (contoh gender, usia, ras, dan kebangsaan). Dengan
demikian, hubungan jadi tidak didasarkan pada konvensi sosial
dan budaya, prasangka dan stereotype.
Orang-orang di internet kerap menjalin hubungan didasarkan
pada ketertarikan, sehingga kerap tidak menganggap perbedaan
budaya menjadi sesuatu yang sangat penting.
Perbedaan bahasa bisa membuat perkembangan komunikasi dan
hubungan online lebih sulit.

Salah paham juga bisa terjadi, contohnya humor yang


memerlukan pemahaman terhadap budaya darimana humor
tersebut berasal.
Ahli komunikasi berspekulasi bahwa percakapan online antara
komunikator yang low context dan high context sulit terjadi,
terutama untuk isu sensitive.
Masalah lainnya yang mungkin terjadi antara orang dari budaya
low dan high context adalah identitas pribadi dan informalitas.

Dilihat dari face-saving strategies, lebih sulit untuk berinteraksi


dengan orang yang memilih berbagai cara untuk melindungi
“face”-nya atau orang lain.
Intercultural Dating
Orang mungkin menjalani hubungan antarbudaya karena tertarik
dan karena hubungan dinilai menguntungkan – menjadi tahu lebih
banyak tentang dunia dan menghilangkan stereotypes.
Penelitian Phillip E. Lampe (1982) tentang kencan antarbudaya di
antara mahasiswa:
mahasiswa berkencan dengan orang dari dalam maupun dari keluar
kelompok etnisnya karena alasan yang sama: tertarik pada orang itu,
baik fisik dan atau secara seksual.
Sebaliknya, alasan yang digunakan untuk tidak mengencani orang dari
kelompok etnis yang sama adalah kurang tertarik.
Tapi alasan tidak berkencan dengan orang dari luar kelompok etnisnya
adalah karena tidak ada kesempatan untuk melakukannya dan tidak
berpikir mengenai itu.
Penelitian Nakayama menunjukkan bahwa konteks sosial dan
pengalaman masa lampau adalah pengaruh kuat bagi orang muda
untuk berkencan antarbudaya.

Mereka yang melakukan kencan ini biasanya bertumbuh di


lingkungan yang beragam secara budaya dan memiliki banyak
teman yang berbeda etnis, dan atau datang dari keluarga dengan
budaya yang berbeda-beda.

Contoh: orang yang tinggal di Jakarta dengan budaya yang beragam


akan lebih mungkin menikah dengan orang berbeda budaya
dibandingkan orang yang tinggal di daerah terpencil.
Permanent Relationship
Lepas dari resistensi substansial terhadap hubungan romantis antar
ras, jumlah orang yang menikah dengan orang yang berbeda ras
dan etnis bertambah.
Di Amerika, yang lebih banyak melakukan pernikahan antar ras atau
antar etnis adalah perempuan dibanding laki-laki, orang yang lebih
tua, dan perempuan Asian American.

Masalah bagi pasangan antarbudaya yang menikah adalah tekanan


atau resistensi dari keluarga dan masyarakat secara umum, dan
masalah seperti cara membesarkan anak.
Penulis Dugan Romano mewawancara pasangan yang berbeda
budaya, dan menemukan ada banyak isu yang jadi masalah
besar dalam pernikahan antarbudaya, misalnya:
• nilai
• kebiasaan makan dan minum
• peranan gender
• pengaturan waktu
• agama
• tempat tinggal
• stress
• etnosentrisme.
Empat gaya berinteraksi untuk menyeimbangkan kekuasaan
dalam hubungan antarbudaya:
1. Submission
2. Compromise
3. Obliteration
4. Consensus
Submisssion adalah gaya yang paling umum, salah satu dari
pasangan mengikuti budaya pasangan lain, mengabaikan
budayanya sendiri. Ini biasanya dilakukan di ranah publik,
sementara di ranah pribadi, hubungan tetap seimbang. Model
ini jarang bertahan lama.
Dalam gaya kompromi, setiap orang dalam pasangan rela
menghilangkan kebiasaan dan kepercayaan budayanya untuk
bisa mengakomodir pasangannya. Meski terkesan adil, ini
berarti bahwa keduanya mengorbankan sesuatu yang penting
bagi mereka.
Di gaya obliteration, keduanya menghadapi perbedaan dengan
menghapus budaya individual mereka. Mereka bisa
membentuk budaya baru, keyakinan dan kebiasaan baru,
khususnya bila mereka tinggal di negara yang bukan negara
asal mereka berdua. Ini biasanya dilakukan oleh pasangan yang
budaya mereka tidak compatible satu sama lain. Ini juga bukan
solusi jangka panjang.
Gaya yang paling diinginkan adalah gaya consensus, yang
didasarkan pada kesepakatan dan negosiasi, proposisi win-win.
Di satu saat, salah satu mengikuti budaya pasangannya dan
sebaliknya. Konsensus memerlukan fleksibilitas dan negosiasi.
Gay and Lesbian Relationship
Homoseksualitas ada di tiap masyarakat dan di tiap era. Hubungan
ini bisa intracultural atau intercultural.
Bila pertemanan antara pria gay menekankan pada kesetiaan,
pengabdian mendalam dan kepedulian emosional, bagi pasangan
lesbian yang menjalin pertemanan, mereka lebih mencari
keintiman atau kedekatan melalui pertemanan sesama jenis.

Hubungan pertemanan yang dekat memainkan peranan penting


bagi kaum gay dibandingkan kaum heteroseksual. Alasannya lebih
untuk mendapatkan dukungan dari teman karena mereka kerap
mendapatkan resistensi dari keluarga atau diskriminasi.
3. Pendekatan Kritis
Pendekatan kritis melihat hubungan antarbudaya dalam konteks
terjadinya hubungan tersebut – apakah konteksnya mendukung
atau melemahkan hubungan.
Ada beberapa jenis konteks hubungan yang mempengaruhi:
a. Family and neighborhood context
b. Educational and religious institutions
c. Historical and political context
a. Family and neighborhood context
Tempat pertama kita belajar mengenai adaptibilitas komunikasi –
bagaimana merespons pada orang yang berbeda dan pada situasi
baru – adalah keluarga. Apakah keluarga mendukung kita
mengembangkan hubungan antarbudaya?
• Perempuan lebih rentan terhadap tekanan dari orang tua yang
tidak menghendaki pernikahan antar etnis.
• Anak yang memiliki orang tua dengan pergaulan luas cenderung
lebih terbuka memiliki hubungan romantis antarbudaya
dibandingkan orang tua yang lingkungan pergaulannya cenderung
homogen
• Diversitas lingkungan seseorang tinggal juga memiliki pengaruh
yang besar bagi seseorang untuk membentuk hubungan
antarbudaya atau tidak.
b. Educational and religious institutions
Institusi agama memainkan peranan penting dalam mendukung
atau melemahkan hubungan antarbudaya. Di masa lalu, banyak
gereja yang melarang hubungan antar ras.

Namun di saat yang sama, institusi agama bisa memberikan


dukungan yang diperlukan dalam menjalin hubungan
antarbudaya, contohnya dengan memfasilitasi pasangan antar
budaya dengan workshop.
c. Historical and political context
Sejarah memiliki konteks yang penting untuk memahami
interaksi dan hubungan antar budaya.
Contoh: banyak anggota militer di Amerika bertemu dengan istri
mereka ketika sedang bertugas di peperangan di daerah lain.

Perang juga bisa mempengaruhi hubungan warga antar budaya.


Contoh: setelah Perang Dunia ke II, pada tahun 1960 – 1980-an,
ada rasisme yang kentara terhadap warga Amerika yang tinggal di
Jepang.
Fin

Anda mungkin juga menyukai