MPKP Dan SP2KP
MPKP Dan SP2KP
Disusun oleh:
Devi Prihitaningtyas 22020111130102
Erlangga Galih ZN 22020111130058
Itha Kartika Ardina 22020111120010
Nurul Hidayah 22020111130094
Siti Munadliroh 22020111130099
A11.1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi MPKP
b. Untuk mengetahui tujuan penerapan MPKP
c. Untuk mengetahui komponen dalam MPKP
d. Untuk mengetahui pilar-pilar MPKP
e. Untuk mengetahui metode penugasan MPKP
f. Untuk mengetahui karakteristik MPKP
g. Untuk mengetahui tingkatan MPKP
h. Untuk mengetahui langkah – langkah dalam MPKP
i. Untuk megetahui definisi SP2KP
j. Untuk mengetahui komponen pelayanan kepeawatan profesional
k. Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan professional berdasarkan
SP2KP
BAB II
PEMBAHASAN
a) Struktur oganisasi
Susunan komponen – komponen dalam suatu organisasi, pada pengertian
struktur oganisasi adanya pembagian kerja.
b) Daftar dinass ruangan
Daftar yang berisi jadwal dinas perawat yang bertugas, penanggung jawab
dinas/shif.
c) Daftar pasien
Daftar yang berisi nama pasien, nama dokter, nama perawat dalam tim,
penanggung jawab pasien dan alokasi perawat saan menjalankan dinas setiap
shif.
3) Pengarahan yaitu bentuk tindakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
a) Pendelegasian
Melakukan pekerjaan melalui orang lain dalam pengorganisasian,
pendelegasian dilakukan agar aktifitas organisasi tetap berjalan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pendelegasian dilakukan melalui proses:
- Buat rencana tugas yang dituntaskan
- Identifikasi keterampilan dan tingkatkan pengetahuan yang
diperlakukan untuk melaksanakan tugas
- Pilih orang yang mampu melaksanakan tugas yang didelegasikan
- Evaluasi kerja setelah tugas selesai
- Pendelegasian terdiri dari tugas dan wewenang
b) Supervisi
Proses memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan tujuan
organisasi, dengan cara melakukan pelaksanaan terhadap pelaksanaan
kegiatan.
Penerapan supervisi di MPKP adalah:
- Kepala seksi keperawatan atau konsultan melakukan pengawasan
terhadap kepala ruangan.
- Kepala ruangan melakukan pengawasan terhadap ketua tim dan perawat
pelaksana.
- Ketua tim melakukan pengawasan kepasa perawat pelaksana.
c) Komunikasi efektif
Fungsi pokok manajemen, komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu
kelancaran organisasi dalam mencapai tujuan organisasi (Swanbrug, 2000)
Penerapan organisasi di Model praktek keperawatan profesional antara lain:
- Pre konferens
Komunikasi ketua tim dengan perawat pelaksana setelah selesai operan
untuk rencana kegiatan pada shif tersebut dipimpin oleh ketua tim atau
penanggung jawab.
- Operan
Komunikasi serah terima anta shif pagi, siang dan malam.
- Post konferens
Komunikasi ketua tim dengan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan
sepanjang shif sebelum operan kepada shif berikutnya.
d) Manajemen konflik
Perbedaan pandangan atau ide antara satu orang dengan orang lain.
Perbedaan konflik mudah terjadi demikian juga diruang MPKP maka perlu
dibudidayakan upaya-upaya mengantisipasi konflik antara petugas tim.
Cara – cara penanganan konflik melalui:
Berkolaborasi, yaitu upaya yang ditempuh untuk memuaskan kedua belah
pihak yang sedang berkonflik. Cara ini adalah salah satu bentuk kerja
sama, berbagai pihak yang terlibat konflik, didorong menyelesaikan
masalah yang mereka hadapi dengan jalan mencari dan menemukan
persamaan kepentingan dan bukan perbedaan. Situasi yang diinginkan
adalah tidak ada satu pihakpun yang dirugikan. Istilah lain cara
penyelesaian konflik ini adalah win – win solution.
Berkompromi, yaitu cara penyelesaian konflik dimana semua pihak yang
berkonflik mengorbankan kepentingannya demi terjaminnya
keharmonisan hubungan kedua belah pihak tersebut. dalam upaya ini tidak
ada salah satu pihak yang menang atau kalah. Istilah lain cara
penyelesaian konflik ini adalah lose – lose solution. Dimana masing –
masing pihak akan mengorbankan kepentingannya agar hubungan yang
dijalin tetap harmonis.
4) Pengendalian yaitu proses memastikan aktifitas sebenarnya sesuai dengan aktifitas
yang direncanakan. Melalui audit, strukturl, audit proses dan audit hasil.
Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam engendalian meliputi:
a) Menetapkan standar dan menetapkan metode dan pengukuran prestasi kerja.
b) Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar:
Audit struktur
Berfokus pada sumber daya manusia, lingkungan, peratan, peralatan
standar dan indikator dengan menggunakan check list (√)
Audit proses
Pengukuran pelaksanaan pelayanan keperawatan untuk menentukan
apakah hasil keperawatan tercapai.
Audit hasil
Audit pokok kerja berupa kondisi pasien, kondisi sumber daya manusia
atau indikator mutu.
b. Pilar II yaitu sistem penghargaan pada tenaga keperawatan.
Kemampuan perawat melakukan praktek profesional perlu dipertahankan dan
ditingkatkan melalui manajemen sumber daya manusia, sehingga perawat
mendapatkan kompensasi berupa penghargaan sesuai dengan apa yang dikerjakan
(Nursalam, 2007). Sistem penghargaan ini melalui proses rekruitmen, seleksi kerja,
orientasi, penilaian kinerja dan pengembangan staff perawat.
1) Proses rekruitmen
Penentuan perawat yang dibutuhkan diruang MPKP yang mempunyai kriteria:
a) Kepala ruangan
- Pendidikan minimal S1 keperawatan. Jika belum ada masa transisi
boleh D3 bila diruangan tersebut belum ada perawat yang
berpendidikan S1 dengan syarat mempunyai jiwa kepemimpinan.
- Pengalaman menjadi kepala ruangan minimal 2 tahun dan bekerja
pada area keperawatan minimal 2 tahun.
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan antara lain:
o Manajemen bangsal
o Pelatihan Model Praktek Keperawatan Profesional
o Komunikasi keperawatan
- Lulus tes tulis dan wawancara
b) Ketua tim
- Pendidikan minimal S1 keperawatan. Jika belum ada masa transisi boleh
D3 dengan syarat mempunyai jiwa kepemimpinan.
- Pengalama kerja minimal 2 tahun
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan, antara lain:
o Manajemen bangsal
o Pelatihan Model Praktek Keperawatan Profesional
o Komunikasi keperawatan
- Lulus tes tulis dan wawancara
c) Perawat pelaksana
- Pendidikan minimal D3
- Pengalaman kerja minimal 1 tahun
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan
- Lulus tes tulis dan wawancara.
2) Kerja orientasi
Perawat yang akan bekerja di ruang MPKP harus melalui masa orientasi yang
disebut pelatihan awal sebelum bekerja pada unit kerja MPKP.
3) Penilaian kerja.
Penilaian kinerja di ruang MPKP ditujukan pada kepala ruangan, ketua tim,
perawat pelaksana menggunakan supervsi baik secara langsung maupun secara
tidak langsung.
4) Pengembangan staf
Membantu masing-masing perawat mencapai kinerja sesuai dengan posisi dan
untuk penghargaan terhadap kemampuan profesional, bentuk pengembangan
karir, pendidikan berkelanjutan dari D3 ke S1.
c. Pilar III yaitu hubungan profesional komunikasi horizontal antara kepala ruangan
dengan ketua tim dan perawat pelaksana serta antara ketua tim dengan perawat
pelaksana. Komunikasi diagonal yang dilakukan perawat dengan profesi lainnya.
Hubungan profesional di ruang Model Praktek Keperawatan profesional adalah:
1) Rapat perawat ruangan
2) Pere dan post konferens
3) Rapat tim kesehatan
4) Visit dokter
d. Pilar IV Manajemen asuhan keperawatan, yaitu memberikan asuhan keperawatan pada
pasien secara sistematis dan terorganisir. Manajemen asuhan keperawatan merupakan
pengaturan sumber daya dalam menjalankan kegiatan kebutuhan klien atau
menyelesaikan masalah klien.
1) Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga
tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh
2) Membutuhkan banyak tenaga.
3) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan.
4) Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab
klien bertugas.
b. Metode fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas
untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu
ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan
dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien.
Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah
perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya.
(Sitorus, 2006).
Kelebihan dari metode fungsional adalah:
1) Sederhana
2) Efisien.
3) Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu.
4) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas.
5) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurangberpengalaman
untuk satu tugas yang sederhana.
6) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang
praktek untuk ketrampilan tertentu.
Namun, Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang menekankan
pada pemenuhan kebutuhan holistik.
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan
keperawatan terfragmentasi.
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang
mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepala
ruangan.
4) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap
pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapat
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan.
5) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.
c. Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang
perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif. Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
1) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang
prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung
jawab ketua tim adalah :
a) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok
dan memberikan bimbingan melalui konferensi
d) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya
2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi
yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra
tertulis yang merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil baik
apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala ruang diharapkan telah :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim keperawatan
e) Menjadi narasumber bagi ketua tim
f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka.
a. Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi
tanggung jawabnya.
b. Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan
atau trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan kimunikasi dan koordinasi
antar anggota tim terganggu sehingga kelanncaran tugas terhambat.
c. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau
berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
d. Akontabilitas dalam tim kabur.
d. Metode Perawat Primer
Menurrut Gillies (1989) “Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian
asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan yang dekat dan berkesinambungan antara
klien dan seorang perawat tertentu yang bertanggungjawab dalam perencanaan,
pemberian, dan koordinasi asuha keperawatan klien, selama klien dirawat.” (Sitorus,
2006). Pada metode keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab terhadap
pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse) disingkat dengan
PP. (Sitorus, 2006).
Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas, otonomi,
otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu kontinuitas, komunikasi, kolaborasi,
koordinasi, dan komitmen. (Sitorus, 2006). Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien
dan bertanggungjawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat dirumah sakit atau di
suatu unit. Perawat akan melakukan wawancara mengkaji secara komprehensif, dan
merencanakan asuhan keperawatan. Perawat yang peling mengetahui keadaaan klien.
Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di delegasikan kepada perawat lain
(associated nurse). PP bertanggungjawab terhadap asuhan keperawatan klien dan
menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter, dan staff keperawatan.
(Sitorus, 2006).
Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan
keperawatan, tetapi juga mempunyai kewengangan untuk melakukan rujukan kepada
pekerja sosial, kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal perjanjian
klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain lain. Dengan diberikannya kewenangan,
dituntut akuntabilitas perawat yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Metode keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan terhadap klien, perawat,
dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989). (Sitorus, 2006).
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih dihargai sebagai
manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang
bermutu tinggi dan tercapainya layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan,
proteksi, informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan karena (Sitorus, 2006) :
1) Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan koordinasi
asuhan keperawatan
2) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
3) PP bertanggung jawab selama 24 jam
4) Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
5) Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.
e. Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995) menjelaskan bahwa
differentiated practice adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjamin mutu asuhan
melalui pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat dua model yaitu
model kompetensi dan model pendidikan. Pada model kompetensi, perawat terdaftar
(registered nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan struktur peran yang
sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan, penetapan tugas keperawatan
didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan pendidikan, perawat akan ditetapkan apa
yang menjadi tnggung jawab setiap perawat dan bagaimana hubungan antar tenaga
tersebut diatur (Sitorus, 2006).
f. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan secara multi
disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim
kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan
kesehatan yang optimal. ANA dalam Marquis dan Hutson (2000) mengatakan bahwa
manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan kesehatan yang bertujuan
mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup, dan efisiensi pembiayaan. Focus
pertama manajemen kasus adalah integrasi, koordinasi dan advokasi klien, keluarga serta
masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode manajemen kasus
meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan berfokus pada klien, koordinasi
asuhan dan pelayanan antar institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan
kolaborasi (Sitorus, 2006).
Dalam jurnal lain yang berjudul “Kajian Penerapan Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP) dalam pemberian asuhan Keperawatan di rumah sakit” memberikan
gambaran bahwa pelaksanaan MPKP di rumah sakit tempat penelitian belum
menggambarkan model MPKP yang normative. Pelaksanaan asuhan keperawatan adalah
model modifikasi tim dan modifikasi MPKP pemula. Selain itu, pembinaan bangsal
percontohan dengan evaluasi yang terus menerus belum dilakukan, serta pimpinan rumah
sakit sebagai pembuat kebijakan masih kurang dalam pengetahuan tentang ilmu
manajemen keperawatan.
B. Konsep SP2KP
1. Definisi
SP2KP merupakan sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional)
dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan
perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya (Perry, Potter. 2009). Sistem
pemberian pelayanan keperawatan profesional (SP2KP) adalah kegiatan pengelolaan
asuhan keperawatan di setiap unit ruang rawat di rumah sakit yang memungkinkan
perawat untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional bagi pasien.
SP2KP mempunyai sistem pengorganisasian yang baik dimana sesional luruh
komponen yang terlibat dalam asuhan keperawatan diatur secara profesional (Rantung
2013). SP2KP merupakan kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di setiap unit ruang
rawat di rumah sakit. Komponennya terdiri dari: perawat, profil pasien, sistem pemberian
asuhan keperawatan, kepemimpinan, nilai-nilai profesional, fasilitas, sarana prasarana
(logistik) serta dokumentasi asuhan keperawatan (Direktorat Bina Pelayanan
Keperawatan DEPKES RI, 2009).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa SP2KP yaitu sistem
pemberian pelayanan keperawatan professional disetiap unit ruang rawat inap di rumah
sakit yang memungkinkan perawat untuk melakukan asuhan keperawatan professional
bagi pasien. Pelaksanaan MPKP maupun SP2KP merupakan upaya untuk meningkatkan
mutu asuhan keperawatan sehingga pelayanan keperawatan menjadi efektif dan efisien
(Keliat, 2009).
C. Hasil Wawancara
Wawancara yang dilakukan kepada salah satu dosen DKKD PSIK FK UNDIP pada
tanggal 17 Oktober 2014 pukul 09.30 WIB s.d 10.25 WIB di gedung PSIK FK UNDIP
lantai 2, hasil wawancara berupa pertanyaan dan jawaban sebagai berikut:
7. Syarat apa saja yang harus dipenuhi ketika rumah sakit ingin menerapkan
MPKP / SP2KP?
Jawab:
Sebenarnya tidak ada syarat khusus ( misal: sarana dan prasarana, perawat yang
berkualitas, manajemen keperawatan yang baik, SDM yang cukup, dan lain-lain) yang
harus dipenuhi ketika suatu rumah sakit ingin menerapkan sistem tersebut. Namun,
sebenarnya kembali lagi kepada rumah sakit itu sendiri. Ketika suatu rumah sakit ingin
menerapkan sistem tersebut maka rumah sakit tersebut harus memiliki kemauan,
kesiapan untuk berubah dan komitmen utuk menerapkan sistem tersebut. Apabila
ketiga persyaratan tersebut terpenuhi, otomatis syarat-syarat khusus yang lainnya akan
mengikuti dengan sendirinya.
9. Apakah MPKP dan SP2KP dapat diterapkan secara bersamaan di suatu rumah
sakit?
Jawab:
MPKP dan SP2KP sangat bisa diterapkan di rumah sakit, karena sebenarnya ketika
rumah sakit tersebut menerapkan SP2KP secara tidak langsung juga sudah
menerapkan MPKP. MPKP berfokus pada asuhan keperawatan saja sedangkan SP2KP
lebih komprehensif. Oleh karena itu, dengan adanya penerapan SP2KP dapat
membeuat pelayananan keperawatan di rumah sakit yang lebih baik
10. Apakah penerapan MPKP dan SP2KP hanya mencakup bidang keperawatan
saja?
Jawab:
Untuk penerapan MPKP dan SP2KP di dalam RS, memang hanya ditujukan kpada
tenaga keperawatan saja. Namun, secara profesional seorang perawat juga harus
melibatkan tenaga kesehatan lainnya untuk mencapai tujuan kepada kien. Perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan yang profesional memerlukan suatu kolaborasi
dengan dokter, ahli radiologi, ahli farmasi, ahli lab, dan ahli terapi-terapi yang lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan klien itu sendiri.
PERTANYAAN
1. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi MPKP dan SP2KP agar penerapannya
lebih baik di dalam rumah sakit?
2. Mengapa SP2KP belum banyak di terapkan di rumah sakit?
3. Bagaimana peran sebagai seorang perawat dalam menerapkan SP2KP?
4. Bagaimanakah mengkombinasikan metode pemberian asuhan keperawatan dalam
system pemberian layanan keperawatan professional?
5. Apa sajakah hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi mutu pelayanan keperawatan
professional?
6. Apakah perawat PP dapat melakukan tindakan keperawatan professional atas
kemauannya sendiri?
7. Bagaimana isi renpra sesuai standart asuhan keperawatan professional?
8. Bagaimana peranan petugas kesehatan lainnya selain perawat terhadap penerapan
MPKP/SP2KP ?
9. Bagaimanakan system MPKP yang banyak diterapkan di Indonesia saat ini?
10. Bagaimanakah peran serta mahasiswa yang praktik di klinik dalam system pelaksanaan
SP2KP/MPKP di rumah sakit?
11. Kendala apakah yang sering ditemui dalam pelaksanaan system MPKP/SPKP ?
12. Bagaimanakah menerapkan system MPKP/SP2KP yang efektif dalam sebuah rumah
sakit?
13. Jelaskan sampai sejauh mana perkembangan penerapan Model Praktek Keperawatan
Profesional yang diterapkan pada rumah sakit di Indonesia?
14. Pada Model Praktek Keperawatan Profesional berfokus pada profesionalisme
keperawatan antara lain penerapan standar asuhan keperawatan. Jelaskan bagaimana
kategori standar dari asuhan keperawatan itu sendiri yang harus diberikan kepada pasien!
15. Jelaskan apa manfaat yang di dapat dari mempelajari MPKP dan SP2KP untuk
mahasiswa keperawatan?
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Model praktek keperawatan profesional atau MPKP adalah suatu yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan
termasuk lingkungan untuk menunjang asuhan tersebut
2. Tujuan utama Model Praktek Keperawatan Profesional ini adalah untuk
meningkatkan mutu pelayana keperawatan.
3. Komponen Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) meliputi nilai – nilai
profesional, pendekatan manajemen, hubungan profesional, sistem pemberian asuhan
keperawatan, dan kompensasi dan penghargaan
4. Pilar – pilar Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) antara lain pendekatan
manajemen keperawatan, pengorganisasian, hubungan profesional komunikasi
horizontal antara kepala ruangan dengan ketua tim dan perawat pelaksana serta antara
ketua tim dengan perawat pelaksana, dan manajemen asuhan keperawatan.
5. Metode penugasan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) antara lain
metode kasus, fungsional, tim, perawat primer, manajemen kasus, dan differentiated
practice.
6. SP2KP merupakan sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP, dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama
profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga
kesehatan lainnya.
7. Komponen pelayanan keperawatan professional antara lain: nilai-nilai profesional
sebagai inti model, pendekatan manajemen, metode pemberian asuhan keperawatan,
hubungan professional, serta sistem kompensasi dan penghargaan,.
B. Saran
1. Untuk mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami konsep MPKP dan
SP2KP sehingga dapat menerapkan konsep tersebut ke dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan saat bekerja di klinik.
2. Bagi perawat hendaknya mampu menyesuaikan dengan program pelayanan
keperawatan MPKP dan SP2KP, dengan cara terus belajar dan melatih kemampuan
yang dimiliki demi mewujudkan kepuasan klien.
3. Untuk institusi pelayanan kesehatan, maka disarankan untuk dapat memilih program
pelayanan keperawatan yang sesuai demi mencapai asuhan keperawatan yang
profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Huber, D. 2010. Leadership and Nursing Care Management (4rd ed). USA: Saunders elsevier
Keliat, Budi Anna, dkk. 2009. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat, B.A. 2012. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC
Potter, Patricia A. & Perry, Anne G. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed. 7. Jakarta:
Salemba Medika
Pratiwi, Arum dan Abi Mukhlisin. Ejournal Keperawatan (E-Kp). “Kajian Penerapan Model
Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) dalam Pemberian Asuhan Keperawatan di
Rumah Sakit”. Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UMS: Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Siagian, Sondang P. 2007. Manajemen sumber daya manusia. Jakata: Bumi aksara
Sitorus R. & Yulia. 2005. Model praktek keperawatan profesional di Rumah Sakit Panduan
Implementasi,. EGC, Jakarta
Sitorus & Yulia. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit: penataan
struktur & proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat: panduan
implementasi. Jakarta: EGC
Sitorus, Ratna. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit: Penataan
Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang
Rawat:Implementasi. Jakarta: EGC
Wati, Neni Lya, dkk. 2011. Jumal Ners Indonesia. “Analisa Pelaksanaan Pemberian Pelayanan
Keperawatan di Ruang Murai I dan Murai II R S U D Arifin Achmad Pripinsi Riau”.
Vol.1, No. 2; Maret