Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS FARMASI INSTRUMENTAL

Kromatografi Gas

Tanggal Praktikum : 23 Oktober 2019


Tanggal Pengumpulan : 30 Oktober 2019

Disusun oleh :
Kelompok - 6 (Rabu)
Nama NIM Pembagian Tugas

Cynthia Angelina Lam 10717012 Pembahasan (Paragraf 1, 6 dan 8)

Darren Lie 10717061 Pembahasan (Paragraf 2 dan 3)

Gantira Raka Prawira 10717069 Compiler, editor, tujuan dan kesimpulan

Adetya Agustina Batubara 10717075 Pembahasan paragraf 9 dan prosedur

Trishna Nadhifa Khairunnisa 10717087 Pembahasan (Paragraf 5 dan 7)

Clarissa Graciela 10717106 Pembahasan (Paragraf 4 dan 10)

Asisten Praktikum :
Winni Nur Auli (20718019)

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK/FISIKA


SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
I. TUJUAN
Menentukan % konsentrasi etanol menggunakan kurva kalibrasi dengan menggunakan standar
internal (propanol) dan standar eksternal.
II. PROSEDUR
A. Persiapan Larutan Standar dan Sampel
Larutan standar disiapkan dalam tabung volumetrik 10 mL dibuat menjadi 2 jenis standar yaitu
standar eksternal dan standar internal dan digenapkan dengan aquabidest hingga mencapai tanda dengan
konsentrasi seperti berikut: (Larutan sampel yang didalamnya terkandung 5 mL etanol ditambahkan 0,1
ml propanol diencerkan sampai 10 mL dengan aquabidest.)
Konsentrasi etanol (%) Konsentrasi Propanol (%)

0.5 1
1 1
1.5 1
2 1
2.5 1
B. Penetapan Etanol dengan Kromatografi Gas
Sistem Kromatografi ditetapkan sebagai berikut:
● Kolom : Proparaq Q
● Gas pembawa : Nitrogen
● Detektor : Flame Ionization Detector (FID)
● Laju aliran : 20 mL/menit
● Temperature detektor : 225°C
● Temperature injektor : 175°C
● Temperature kolom : 165°C
Etanol murni 2 µL diinjeksikan pada sistem kromatografi hasil berupa kromatogram yaitu
waktu retensinya dicatat, 2 µL propanol murni diinjeksikan pada kromatografi gas dan dilihat
kromatogram dicatat waktu retensinya. 2 µL setiap larutan standar diinjeksikan, kromatogram berupa
waktu retensi dan area puncak etanol dan propanol dicatat. Sampel sebanyak 2 µL diinjeksikan pada
sistem kromatografi dilakukan pengulangan 3 kali dan dicatat area puncaknya. Sebelum diinjeksikan
baik sampel dan larutan standar difiltrasi terlebih dahulu menggunakan membran filter 0,45 µm.
III. PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan Teori
Kromatografi merupakan metode separasi analitik yang umum diaplikasikan pada berbagai
cabang sains. Dengan menggunakan metode kromatografi, berbagai macam campuran kompleks dapat
dipisahkan, diidentifikasi, dan ditentukan senyawa yang berkaitan dengan kompleks tersebut. Dalam
semua pemisahan kromatografi, sampel dilarutkan dalam fasa gerak, yang dapat berwujud gas, cair,
ataupun cairan superkritis. Fasa gerak tersebut akan dilewatkan dan berinteraksi dengan fasa diam, yang
berada pada kolom atau suatu permukaan padat. Kedua fasa dipilih agar komponen sampel dapat
terdistribusi dengan sendirinya antara fasa gerak dan fasa diam dengan berbagai derajat variasi.
Komponen yang terikat kuat dengan fasa diam bergerak secara lambat dengan fasa gerak, dan juga
Ssbaliknya. Adanya perbedaan laju migrasi tersebut menyebabkan komponen sampel terpisah yang
dapat dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif. Metode kromatografi dapat diklasifikasikan
melalui dua cara, yaitu berdasarkan cara kontak fisik antara fasa diam dan fasa gerak (kromatografi
kolom, kromatografi planar) serta berdasarkan jenis fasa diam dan fasa gerak yang digunakan
(kromatografi gas, kromatografi cair, dan kromatografi cair superkritis). (Skoog, 2007)

1
Kromatografi gas adalah salah satu bentuk metode kromatografi yang memanfaatkan prinsip
gas inert sebagai fase gerak dan memisahkan sampel berdasarkan volatilitas, polaritas, dan afinitas
terhadap kolom (fase diam). Berdasarkan fase diam, kromatografi gas terbagi menjadi dua yaitu:
a. Fase diam cair, prinsip pemisahan koefisien distribusi / koefisien partisi. Contohnya adalah
polisiloksan (dikenal sebagai silikon) merupakan fase diam yang paling umum digunakan pada
kolom kapiler karena rentang temperaturnya yang besar (-50°C < T < 325°C). Selain itu, polietilen
glikol juga merupakan polimer polar yang dapat digunakan sebagai fase diam dengan rentang
temperatur 60-260°C, tergantung pada diameter kolom dan tebal film.
b. Fase diam padat, prinsip pemisahan berdasarkan proses adsorpsi, desorpsi, dan elusi. Materi yang
digunakan adalah molecular sieces, alumina, gelas dan gel berpori, dan karbon hitam ter grafitisasi.
Syarat suatu sampel untuk diuji dengan kromatografi gas adalah harus bersifat volatil dan termostabil.
Sampel yang memiliki tekanan uap sekitar 60 torr pada suhu 350°C dapat dielusi dari kolom
kromatografi gas. Oleh karena itu, sampel harus bersifat termostabil dan volatil. Syarat suatu fase gerak
adalah bersifat inert supaya tidak berinteraksi dengan sampel dan juga tidak boleh mengandung banyak
uap air dan gas oksigen. Contohnya adalah helium, argon, nitrogen, dan hidrogen (Skoog, 2007).
Keberadaan H₂O dan O₂ dapat merusak fase diam maka dibutuhkan reducing agent untuk mengurangi
gas oksigen pada saat pemurnian gas pembawa.
Prinsip kerja instrumen kromatografi gas adalah sebagai berikut: sampel dalam bentuk larutan
disaring terlebih dahulu menggunakan membran filtrasi 0,45 µm. Setelah disaring, sampel diinjeksikan
melalui injektor. Sampel akan dibakar sehingga berubah wujud menjadi gas. Bentuk gas ini akan dibawa
oleh gas pembawa inert yang berasal dari tangki gas. Gas pembawa akan dimurnikan melalui gas
purifiers. Lalu, sampel dibawa fase gerak yang bergantung dengan kecepatan laju. Saat melewati kolom
yang berisi fase diam, sampel akan berinteraksi dengan fase diam melalui mekanisme tertentu seperti
yang sudah dijelaskan di paragraf sebelumnya. Detektor yang dipakai menyesuaikan dengan fase
geraknya. Detektor yang dipakai pada praktikum adalah Flame Ionisation detector (FID). Setelah
mencapai detektor ini, sampel akan keluar dari kolom menuju proses pembakaran oleh hidrogen.
Pembakaran ini menyebabkan sampel berubah menjadi partikel bermuatan yang dapat menimbulkan
sedikit arus antara dua elektroda. Untuk senyawa organik, intensitas sinyal adalah berbanding lurus
dengan mass flow dari karbon. Intensitas ini diteruskan ke detektor dan dapat terlihat sumbu-x (waktu
retensi) dan sumbu-y (rasio area puncak) pada komputer.
1. Gas Pengangkut
Gas pengangkut (carrier gas) ditempatkan dalam silinder bertekanan tinggi. Biasanya
tekanan dari silinder sebesar 150 atm (Candra G., 2014). Tetapi tekanan ini sangat besar untuk
digunakan secara langsung. Gas pengangkut harus inert, murni, murah, sesuai untuk detektor yang
digunakan, dan harus mengurangi difusi gas. Gas-gas yang sering dipakai adalah helium, argon,
nitrogen, karbon dioksida dan hidrogen. Adapun keuntungan dari gas helium dan argon yaitu
keduanya sangat baik karena tidak mudah terbakar namun keduanya sangat mahal. Di sisi lain, H2
mudah terbakar sehingga harus berhati-hati dalam pemakaiannya. Terkadang digunakan juga CO2.
Pemilihan gas pengangkut atau pembawa ditentukan oleh detektor yang digunakan. Tabung gas
pembawa dilengkapi dengan pengatur tekanan keluaran dan pengukur tekanan (Candra G., 2014).
Sebelum masuk ke kromatografi, ada pengukur kecepatan aliran gas serta sistem penapis molekuler
untuk memisahkan air dan pengotor gas lainnya (Candra G., 2014). Pada dasarnya kecepatan alir
gas diatur melalui pengatur tekanan dua tingkat yaitu pengatur kasar (coarse) pada tabung gas dan
pengatur halus (fine) pada kromatografi (Candra G., 2014).
2. Tempat injeksi (injection port)
Dalam kromatografi gas, sampel harus dalam bentuk fase uap. Gas dan uap dapat
dimasukkan secara langsung. Namun kebanyakan senyawa organik berbentuk cairan dan padatan
sehingga harus diuapkan terlebih dahulu sebelum masuk dalam kolom (Candra G., 2014).

2
Penguapan tersebut dibantu dengan pemanasan pada tempat injeksi yang terpisah sistemnya dari
oven utama GC. Pada tempat injeksi, sampel dipanaskan dengan suhu sekitar 50oC lebih tinggi
dari titik didih campuran dari sampel yang mempunyai titik didih paling tinggi (suhu dari tempat
injeksi dapat diatur). Sampel dimasukkan ke kolom dengan cara menginjeksikan melalui tempat
injeksi menggunakan jarum injeksi yang sering disebut "a gas tight syringe" (Candra G., 2014).
3. Oven kolom
Kolom terletak didalam sebuah oven dalam instrumen. Suhu oven harus diatur dan sedikit
dibawah titik didih sampel. Jika suhu dipasang terlalu tinggi, cairan fase diam bisa teruapkan, juga
sedikit sampel akan larut pada suhu tinggi dan bisa mengalir terlalu cepat dalam kolom sehingga
menjadi terpisah (Candra G., 2014).
4. Kolom
Terdapat dua jenis kolom yang digunakan dalam GC, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler.
Packed column berupa tabung yang terbuat dari gelas atau stainless berisi suatu padatan inert yang
dikemas secara rapi. Kolom ini biasanya memiliki ukuran panjang 1,5-10 m dan diameter 2,2-4
nm. Kolom kapiler biasanya terbuat dari silika dengan lapisan poliamida. Kolom jenis ini biasanya
memiliki ukuran panjang 20-26 m dengan diameter yang sangat kecil (Candra G., 2014).
5. Detektor
Detektor berfungsi sebagai pendeteksi komponen-komponen yang telah dipisahkan dari
kolom secara terus-menerus, cepat, akurat, dan dapat melakukan pada suhu yang lebih tinggi.
Fungsi umumnya mengubah sifat-sifat molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik
kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke rekorder untuk menghasilkan kromatogram (Candra
G., 2014). Detektor yang umum digunakan:
a. Detektor hantaran panas (Thermal Conductivity Detector/ TCD)
b. Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector/ FID)
c. Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector/ ECD)
d. Detektor fotometri nyala (Flame Photometric Detector/ FPD)
e. Detektor nyala alkali. (Candra G., 2014)
Detektor spektroskopi massa, yang paling umum digunakan dalam GC adalah detektor
ionisasi nyala (FID) dan detektor konduktivitas termal (TCD). Keduanya peka terhadap berbagai
komponen dan dapat berfungsi pada berbagai konsentrasi. Sementara TCD pada dasarnya
universal dan dapat digunakan untuk mendeteksi setiap komponen selain gas pembawa (selama
konduktivitas mereka berbeda dari gas pembawa, suhu detektor), dalam jumlah besar sensitif
terutama untuk hidrokarbon. Sedangkan FID tidak dapat mendeteksi air. TCD adalah detektor non-
destruktif, sedangkan FID adalah detektor destruktif. Biasanya detector ini akan dihubungkan
dengan Spektroskopi Massa, sehingga akan menjadi rangkaian alat GC-MS (Candra G., 2014).
6. Recorder
Recorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang diperkuat melalui
elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan
analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan cara membandingkan waktu retensi
sampel dengan standar. Analisis kuantitatif dengan menghitung luas area maupun tinggi dari
kromatogram. Sinyal analitik yang dihasilkan detektor disambungkan oleh rangkaian elektronik
agar bisa diolah oleh recorder atau sistem data. Sebuah rekorder bekerja dengan menggerakkan
kertas dengan kecepatan tertentu. diatas kertas tersebut dipasangkan pena yang digerakkan oleh
sinyal keluaran detektor sehingga posisinya akan berubah-ubah sesuai dengan dinamika keluaran
penguat sinyal detektor. Hasil rekorder adalah sebuah kromatogram berbentuk puncak dengan pola
yang sesuai dengan kondisi sampel dan jenis detektor yang digunakan (Candra G., 2014).
Derivatisasi secara umum yaitu modifikasi proses pada percobaan sehingga sampel/analit dapat
dideteksi oleh alat. Pada GC digunakan untuk memisahkan senyawa organik yang mudah menguap,

3
modifikasi gugus fungsi molekul dengan derivatisasi memungkinkan senyawa yang kurang volatil
menjadi lebih volatil sehingga dapat dideteksi oleh GC. Reaksi derivatisasi yang digunakan untuk
kromatografi gas (GC) terbagi dalam tiga jenis reaksi umum yaitu alkilasi, asilasi dan sililasi. Alkilasi
adalah penggantian hidrogen aktif oleh kelompok alifatik atau alifatik-aromatik (mis., Benzil) dalam
proses esterifikasi, contohnya pada trans-esterifikasi lemak atau minyak. Sililasi adalah pengenalan
gugus silil ke dalam molekul, biasanya sebagai pengganti hidrogen aktif seperti dimetilsilil,
butyldimethylsilyl chloromethyldimethylsilyl. Penggantian hidrogen aktif oleh grup silil mengurangi
polaritas senyawa dan mengurangi ikatan hidrogen. Banyak senyawa hidroksil dan amino yang
dianggap nonvolatil atau tidak stabil pada 200 - 300 ° C telah berhasil dianalisis dalam GC setelah
sililasi. Derivatis asilasi adalah jenis reaksi dimana gugus asil dimasukkan ke senyawa organik. Asilasi
juga meningkatkan stabilitas senyawa-senyawa yang secara termal labil dengan memasukkan
kelompok-kelompok pelindung ke dalam molekul (Francis O., 2012).
Kromatografi gas memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri. Kelebihan kromatografi gas
yaitu proses analisis cepat (umumnya dalam hitungan menit), efisien dan dapat menyediakan resolusi
yang tinggi, sensitif sehingga dapat mendeteksi ppm atau bahkan ppb dengan mudah, bersifat
nondestruktif sehingga online coupling mungkin terjadi (misal pada mass spectrometer), analisis
kuantitatif memiliki akurasi tinggi (RSD 1-5%), sampel yang dibutuhkan hanya sedikit, reliable dan
relatif mudah digunakan, serta tidak mahal dibandingkan dengan jenis kromatografi lainnya (McNair,
2019). Kekurangan kromatografi gas yaitu analisis terbatas pada sampel yang bersifat volatil dan tidak
dapat digunakan untuk sampel yang bersifat termolabil karena terjadi pemanasan selama proses analisis.
GC banyak digunakan untuk analisis di berbagai bidang. Pada bidang industri, khususnya
makanan, GC digunakan untuk mengukur banyak kontaminan organik yang ada pada konsentrasi
sampel makanan contohnya analisis senyawa peptisida toksik ditemukan pada makanan dan juga
industri flavours dan fragrances menggunakan GC untuk pengujian kualitas dan wewangian untuk
karakterisasi. Selain itu, pada industri tembakau GC sangat sesuai untuk analisis nikotin dalam produk
tembakau (Suresh R., 1999). Pada bidang lingkungan, GC digunakan untuk menganalisis senyawa
organik volatil di udara dalam ruangan (indoor) dan analisis CO dari asap kendaraan. Contoh lainnya
kuantifikasi polutan pada air dan air sisa menggunakan metode EPA. Pada dunia kesehatan, GC
digunakan untuk kuantifikasi obat khususnya senyawa organik dan metabolitnya dalam darah dan urin
berguna untuk aplikasi farmakologi dan forensik. Aplikasi biofarmasi meliputi skrining obat urin untuk
barbiturat dan penentuan etilen oksida dalam produk yang disterilkan. Pada petrokimia, GC mencakup
analisis atau pengilangan gas alam, karakterisasi bensin dan kuantisasi fraksi, aromatik dalam benzena,
dll. Aplikasi geokimia mencakup pemetaan cadangan minyak dan penelusuran reservoir, dll. Pada
bidang yang menggunakan bahan kimia mencakup penentuan kandungan produk, penentuan
kemurnian, pemantauan proses produksi, dll. GC digunakan untuk mendeteksi asam organik, alkohol,
amina, ester, dan pelarut.
Dalam analisis kuantitatif kromatografi, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu
metode standar internal, standar eksternal, dan standar adisi. Standar internal merupakan senyawa yang
memiliki struktur kimia dan sifat-sifat fisika yang menyerupai sampel yang dianalisis. Standar internal
digunakan dengan tujuan untuk mengetahui keakuratan analisis, di mana kehilangan sampel akan
tercermin dari kehilangan standar pada jumlah yang sama dan perbandingan sampel terhadap standar
akan selalu bernilai tetap. Standar eksternal adalah standar yang disiapkan secara terpisah dari sampel
dengan konsentrasi yang berbeda dengan sampel. Standar ini digunakan untuk menentukan konsentrasi
suatu senyawa dalam sampel melalui kurva kalibrasi, umumnya digunakan untuk sampel yang relatif
stabil dan dalam jumlah yang besar. Metode standar adisi adalah metode penambahan standar analit
dengan volume meningkat ke dalam suatu sampel bervolume tetap, lalu dibuat kurva kalibrasi. Metode
ini digunakan untuk sampel dengan konsentrasi analit yang rendah. (Cairns, 2003)

4
3.2 Pembahasan Prosedur
Pada praktikum kali ini larutan standar dan sampel disiapkan menggunakan tabung volumetrik
agar hasil yang didapat lebih akurat, pada larutan standar internal dan sampel dengan penambahan
propanol harus dikocok untuk memastikan larutan homogen. Standar yang digunakan adalah standar
internal karena larutan uji yang digunakan tidak banyak atau dengan kata lain sebagai koreksi bila
hilangnya sampel pada proses preparasi dan penguapan dalam sistem. Namun pada percobaan ini diuji
pula dengan standar eksternal sebagai pembanding pada hasil. Pada standar internal digunakan
penambahan propanol karena syarat pada standar internal yang dipilih harus memiliki sifat fisikokimia
yang mirip dengan analit (propanol memiliki kemiripan gugus fungsi dengan etanol), harus stabil, dan
tidak mengganggu analit pada prosesnya. Pada sistem kromatografi digunakan detektor Flame
Ionization Detector (FID) yang bersifat umum dan dapat digunakan untuk mendeteksi semua senyawa
organik sehingga digunakan kolom porapaq Q yang cocok dengan detektor FID. Selain itu dalam sistem
ditetapkan gas pembawa nitrogen dengan laju aliran 20 mL/menit, dengan temperatur pada detektor
adalah 225°C, pada injektor 175°C, dan pada kolom 165°C. Hal yang harus diperhatikan adalah
sebelum masing-masing larutan standar baik eksternal dan internal, dan sampel harus terlebih dahulu
disaring dengan membran 0,45 µm dengan tujuan mengurangi kontaminan atau protokor yang akan
mempengaruhi pada hasil.
3.3 Pembahasan Hasil
Pada praktikum ini tidak dilakukan percobaan gas kromatografi dikarenakan alat kromatografi
pada laboratorium rusak, sehingga hanya dilakukan perhitungan dari data puncak dan konsentrasi dari
etanol dan propanol yang sudah disediakan. Adapun persamaan regresi linear yang diperoleh dengan
menggunakan metode standar internal berupa y = -0.323 + 5.374x, sedangkan persamaan regresi linear
yang diperoleh dengan menggunakan metode standar eksternal berupa y = -1553.2 + 27982.4x. Dari
kedua persamaan regresi tersebut diperoleh konsentrasi awal etanol berupa 1.755% setelah dilusi untuk
metode internal dan 1.766% setelah dilusi untuk metode eksternal. Konsentrasi awal etanol sebelum
dilusi untuk metode internal berupa 3.51% dan untuk metode eksternal berupa 3.532% serta konsentrasi
awal propanol berupa 1%.

IV. KESIMPULAN
Konsentrasi etanol ketika menggunakan standar internal adalah 3.51%, sedangkan ketika
menggunakan standar eksternal adalah 3.532%

V. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Theory and Instrumentation of GC Introduction. Chromacademy. Hal. 19-20
Gunawan, Candra. 2014. Kromatografi Gas.
https://www.academia.edu/9054787/Kromatografi_Gas (Diakses pada 29 Oktober
2019 pukul 20.00).
Orata, Francis. 2012. Derivatization Reactions and Reagents for Gas Chromatography
Analysis. Kenya : Masinde Muliro University of Science and Technology. (hal. 1-5)
Puspita, Rini Maya. 2004. Intisari Kimia Farmasi, Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedoktera
EGC. Hal. 163-164.
Ralapati, Suresh. 1999. Analytical Determination of Nicotine and Related Compounds and their
Metabolites. Hal. 1-2
Skoog, D. A, F. J. Holler, and T. A. Nieman. 2007. Principles of Instrumental Analysis. 5th ed.
Orlando : Harcourt College Publication. Hal. 790.
McNair, Harold M. et al. 2019. Basic Gas Chromatography, Third Edition. Hoboken: John
Wiley & Sons Inc. Hal. 9.

5
Lampiran
Worksheet dan perhitungan

6
Komponen dari Kromatografi Gas berupa :

Sumber : http://chemicalinstrumentation.weebly.com/gc.html

Anda mungkin juga menyukai