hukum safar, khalwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain. Ironisnya, masih banyak dari
kalangan kaum muslimin yang tidak memahaminya, bahkan mengucapkan istilahnya saja masih salah, misalkan
mereka menyebut dengan “Muhrim” padahal muhrim itu artinya adalah orang yang sedang berihrom untuk haji
atau umroh. Dari sinilah, maka kami mengangkat masalah ini agar menjadi bashiroh (pelita) bagi umat.Wallahu Al
Muwaffiq.
Persusuan adalah masuknya air susu seorang wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarat tertentu. (Al
Sedangkan persusuan yang menjadikan seseorang menjadi mahram adalah lima kali persusuan pada hadits dari
“Termasuk yang di turunkan dalam Al-Qur’an bahwa sepuluh kali pesusuan dapat mengharamkan (pernikahan) kemudian
dihapus dengan lima kali persusuan.” (HR Muslim 2/1075/1452, Abu Daud 2/551/2062, tumudhi 3/456/1150 dan
lainnya) Ini adalah pendapat yang rajih di antara seluruh pendapat para ulama’. (lihat Nailul Author 6/749,
Qur’an;
” … juga ibu-ibumu yang menyusui kamu serta saudara perempuan sepersusuan …” (QS An-Nisa’ : 23)
Sunnah;
Dari Abdullah Ibnu Abbas radliallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda;
“Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab.” (HR bukhori 3/222/2645 dan lainnya)
Termasuk juga kakek persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan, juga bapak-bapak mereka di atas.
Termasuk di dalamnya adalah cucu dari anak susu baik laki-laki maupun perempuan. Juga anak keturunan
mereka.
3. Saudara laki-laki sepersusuan, baik kandung maupun sebapak, atau seibu dulu.
4. Keponakan sepersusuan (anak saudara persusuan), bail persusuan laki-laki atau perempuan, juga
keturuanan mereka
a. Definisi Mushaharah
Berkata Imam Ibnu Atsir; ” Shihr adalahmahram karena pernikahan.” (An Niyah 3/63)
Berkata Syaikh Abdul Karim Zaidan; ” Mahram wanita yang disebabkan mushaharah adalah orang-orang yang
haram menikah dengan wanita tersebut selam-lamanya seperti ibu tiri, menantu perempuan, mertua perempuan.
Firman Allah;
“dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,… (An-Nisa’ 22)
“Diharamkan atas kamu (mengawini) …ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka
tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,…(QS. 4:23)
1. Suami
Berkata Imam Ibnu Katsir ketika manafsirkan friman Allah Ta’ala surat An Nur 31:
” Adapun suami, maka semua ini (bolehnya menampakkan perhiasan, perintah menundukkan pandangan dari
orang lain-pent-) memang diperuntukkan baginya. Mka seorang istri berbuat sesuatu untuk suaminya yang tidak
Mencakup ayah suami datu bapak dari ayah dan ibu suami juga bapak-bapak mereka ke atas. (Lihat Tafsir
sa’di hal 515, Tafsir Tahul Qodir 4/24 dan Al-Qurthubi 12/154)
Maka haram bagi seorang wanita untuk dinikahi oleh ayah tirnya, kalau sudah berjima’ dengan ibunya. Adapun
kalau belum maka hal itu dibolehkan (lihat Tafsir Qurthubi 5/74)
Dan kemahraman ini terjadi sekedar putrinya di akadkan kepada suaminya. (Lihat TAfisr Ibnu Katsir 1/417)
Disalin dengan sedikit diringkas dari: Majalah “Al Furqon”, Edisi 3 Th. II, Syawal 1423, hal 29-32