Anda di halaman 1dari 3

Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahram, seperti

hukum safar, khalwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain. Ironisnya, masih banyak dari

kalangan kaum muslimin yang tidak memahaminya, bahkan mengucapkan istilahnya saja masih salah, misalkan

mereka menyebut dengan “Muhrim” padahal muhrim itu artinya adalah orang yang sedang berihrom untuk haji

atau umroh. Dari sinilah, maka kami mengangkat masalah ini agar menjadi bashiroh (pelita) bagi umat.Wallahu Al

Muwaffiq.

B. Mahram karena Persusuan

Pembahasan ini dibagai menjadi beberapa fasal sbb:

a. Definisi hubungan persusuan

Persusuan adalah masuknya air susu seorang wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarat tertentu. (Al

Mufashol Fi Ahkamin Nisa’ 6/235)

Sedangkan persusuan yang menjadikan seseorang menjadi mahram adalah lima kali persusuan pada hadits dari

Aisyah radhiallahu ‘anha,

“Termasuk yang di turunkan dalam Al-Qur’an bahwa sepuluh kali pesusuan dapat mengharamkan (pernikahan) kemudian

dihapus dengan lima kali persusuan.” (HR Muslim 2/1075/1452, Abu Daud 2/551/2062, tumudhi 3/456/1150 dan

lainnya) Ini adalah pendapat yang rajih di antara seluruh pendapat para ulama’. (lihat Nailul Author 6/749,

Raudloh Nadiyah 2/175)

b. Dalil hubungan mahram dari hubungan persusuan.

Qur’an;

” … juga ibu-ibumu yang menyusui kamu serta saudara perempuan sepersusuan …” (QS An-Nisa’ : 23)

Sunnah;

Dari Abdullah Ibnu Abbas radliallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda;

“Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab.” (HR bukhori 3/222/2645 dan lainnya)

c. Siapakah mahram wanita sebab persusuan?

Mahram dari sebab persusuan seperti mahram dari nasab yaitu:

1. Bapak persusuan (Suami ibu susu)

Termasuk juga kakek persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan, juga bapak-bapak mereka di atas.

2. Anak laki-laki dari ibu susu

Termasuk di dalamnya adalah cucu dari anak susu baik laki-laki maupun perempuan. Juga anak keturunan

mereka.
3. Saudara laki-laki sepersusuan, baik kandung maupun sebapak, atau seibu dulu.

4. Keponakan sepersusuan (anak saudara persusuan), bail persusuan laki-laki atau perempuan, juga

keturuanan mereka

5. Paman persusuan (Saudara laki-laki bapak atau ibu susu)

(Lihat Al Mufashol 3/160 dengan beberapa tambahan)

C. Mahram karena Mushaharah

a. Definisi Mushaharah

Berkata Imam Ibnu Atsir; ” Shihr adalahmahram karena pernikahan.” (An Niyah 3/63)

Berkata Syaikh Abdul Karim Zaidan; ” Mahram wanita yang disebabkan mushaharah adalah orang-orang yang

haram menikah dengan wanita tersebut selam-lamanya seperti ibu tiri, menantu perempuan, mertua perempuan.

(Lihat Syarah Muntahal Irodah 3/7)

b. Dalil mahram sebab Mushaharah

Firman Allah;

“dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami

mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka,..(An-Nur 31)

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,… (An-Nisa’ 22)

“Diharamkan atas kamu (mengawini) …ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari

isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka

tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,…(QS. 4:23)

c. Siapakah mahram wanita dari sebab mushaharah

Ada lima yakni;

1. Suami

Berkata Imam Ibnu Katsir ketika manafsirkan friman Allah Ta’ala surat An Nur 31:

” Adapun suami, maka semua ini (bolehnya menampakkan perhiasan, perintah menundukkan pandangan dari

orang lain-pent-) memang diperuntukkan baginya. Mka seorang istri berbuat sesuatu untuk suaminya yang tidak

dilakukannya dihadapan orang lain.: (Tafsir Ibnu Katsir 3/267)

2. Ayah mertua (Ayah suami)

Mencakup ayah suami datu bapak dari ayah dan ibu suami juga bapak-bapak mereka ke atas. (Lihat Tafsir

sa’di hal 515, Tafsir Tahul Qodir 4/24 dan Al-Qurthubi 12/154)

3. Anak tiri (Anak suami dari istri lain)


Termasuk anak tiri adalah cucu tiri baik cucu dari anak tiri laki-laki maupun perempuan, begitu juga keturunan

mereka (lihat Tafsir Tahul Qodir 4/24 dan Al-Qurthubi 12/154)

4. Ayah tiri (Suami ibu tapi bukan bapk kandungnya)

Maka haram bagi seorang wanita untuk dinikahi oleh ayah tirnya, kalau sudah berjima’ dengan ibunya. Adapun

kalau belum maka hal itu dibolehkan (lihat Tafsir Qurthubi 5/74)

5. Menantu laki-laki (Suami putri kandung) (lihat Al Mufashol 3/162)

Dan kemahraman ini terjadi sekedar putrinya di akadkan kepada suaminya. (Lihat TAfisr Ibnu Katsir 1/417)

Disalin dengan sedikit diringkas dari: Majalah “Al Furqon”, Edisi 3 Th. II, Syawal 1423, hal 29-32

Anda mungkin juga menyukai