Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah yang rentan terkena bencana alam karena
kondisi geografisnya. Bencana dapat terjadi secara tibatiba atau melalui proses yang
berlangsung perlahan-lahan. Bencana alam seperti Gempa bumi adalah bencana yang
terjadi tiba-tiba, sedangkan gunung api, kekeringan, banjir, badai adalah bencana yang
dapat diperkirakan sebelumnya, atau dapat diramalkan melalui berbagai indikator.
Bencana akibat ulah manusia muncul karena tidak adanya kearifan dalam
memanfaatkan lingkungan, antara lain banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan
dan polusi serta kegagalan teknologi lainnya, seperti kasus Lumpur
Lapindo,kebocoran pabrik nuklir Adi Yusuf M (2006).
Menurut Ife (1997) dalam Zubaedi (2007),pemberdayaan merupakan upaya
untuk meningkatkan kekuasaan dan kemampuan kelompok yang rentan dan lemah.
Konsep dalam pemberdayaan masyarakat adalah untuk mengimbau suatu kelompok
masyarakat supaya mampu melakukan tindakan terbaik bagi kepentingan bersama.
Konsep dari pemberdayaan masyarakat mencerminkan paradigma pembangunan yang
bersifat people-centered, participatory, empowering, dan sustainable. Dalam
pemberdayaan masyarakat terdapat beberapa model, salah satunya Yoo, et al (2009)
membagi model pemberdayaan masyarakat kedalam enam langkah dalam teorinya
yaitu “The 6-Step Model for Community Empowerment” yaitu: masuk ke masyarakat,
identifikasi permasalahan, prioritasi masalah, pengembangan strategi, implementasi,
dan transisi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pemberdayaan masyarakat, pendidikan dan kesiapsiagaan dalam disaster
manajemen ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan masyarakat, pendidikan dan
kesiapsiagaan dalam disaster manajemen.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemberdayaan Masyarakat
1) Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat
musyawarah, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar
mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakukan penyelesaiannya dengan memanfaatkan potensi
masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai suatu proses
yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan
masyarakat, perubahan perilaku masyarakat dan pengorganisasian masyarakat.
Dari definisi tersebut ada tiga tujuan utama, yaitu:
1. Mengembangkan kemampuan masyarakat
2. Mengubah perilaku masyarakat; dan
3. Mengorganisasikan masyarakat.

Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan dalam Penanggulangan Krisis


Kesehatan merupakan suatu proses aktif. Masyarakat menjadi pelaku utama dan
pusat dalam kegiatan dan program penanggulangan krisis kesehatan. Masyarakat
terlibat dan bermitra dengan fasilitator (pemerintah, LSM) dalam pengambilan
keputusan, pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian
kegiatan dan program kesehatan serta memperoleh manfaat dari keikutsertaannya
dalam rangka membangun kemandirian masyarakat. Pemberdayaan Masyarakat
Bidang kesehatan dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan dilakukan melalui
Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang ada. Kegiatan
UKBM dilakukan sejak saat sebelum, saat dan pasca krisis kesehatan. Hal Ini
penting, karena masyarakat merupakan orang terdampak dan penolong pertama
(first responder) dalam situasi krisis kesehatan secara mandiri.

Tujuan dari pemberdayaan masyarakat menunjuk pada hasil dari perubahan sosial
yakni maksyarakat yang berdaya, mempunyai pengetahuan dan kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yangn bersifat fisik, ekonomi,
maupun sosial. Pelaksanaan proses untuk pencapaian tersebut membutuhkan
pendekatan dalam pelaksanaannya. Suharto (2010) merangkum strategi
pemberdayaan dalam 5P, yakni:

2
1) Pemungkinan: menciptakan keadaan yang memungkinkan potensi
masyarakat untuk berkembang secara maksimal
2) Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya.
3) Perlindungan: melindungi masyarakat dari adanya segala jenis diskriminasi
dan dominasi yang merugikan mereka.
4) Penyokongan: memberikan bimbingan (transfer of knowledge) dan dukungan
kepada masyarakat agar mereka mampu menjalankan peranan kehidupannya.
5) Pemeliharaan: pemeliharaan dilakukan untuk menjaga kondisi agar tetap
kondusif untuk memberdayakan masyarakat.
2) Proses Pemberdayaan Masyarakat
a) Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Awal pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahapan pertama masuk
ke masyarakat dengan melakukan FGD untuk pembangunan kesadaran kritis
masyarakat, selanjutnya melakukan refleksi kemiskinan, pemetaan swadaya
untuk identifikasi dan prioritasi masalah serta menentukan pengembangan
strategi dari hal tersebut. Tahap selanjutnya adalah transisi peran fasilitator
kepada masyarakat dengan FGD untuk sosialisasi kelembagaan mengenai
nilainilai kepemimpinan, lalu pembentukan kelembagaan BKM beserta unit
unit pengelolanya. Seperti menurut Yoo, et al (2010), perbedaan hanya
terdapat pada step 5 dan step 6 karena tahap transisi peran fasilitator kepada
masyarakat terlebih dahulu dilakukan sebelum tahap implementasi program.
b) Peran stakeholders terkait program pemberdayaan masyarakat antara lain:
a) Korkot
b) Fasilitator kelurahan
c) BKM
d) UP-UP
c) Perencanaan program dilakukan pada tiga kegiatan yaitu pemetaan swadaya,
penyusunan PJM Pronangkis (Perencanaan Jangka Menengah Program
Penanggulangan Kemiskinan), dan Renta Pronangkis.

3) Partisipasi Masyarakat
a) Participation in decision making: diwujudkan melalui keterlibatan masyarakat
dalam pembuatan pemetaan swadaya di kantung-kantung RT, RW, atau

3
komunitas mulai dari identifikasi masalah, prioritasi masalah, hingga
pengembangan rencana dan program.
b) Participation in implementation: diwujudkan melalui keikutsertaan
masyarakat dalam menyumbangkan tenaga, pikiran, dan materi.
c) Participation in benefits: masyarakat menikmati hasil dari penanggulangan
yang telah dilakukan namun hanya bersifat sementara waktu
d) Participation in evaluation: diwujudkan melalui keterlibatan sebagian
masyarakat yang tergabung dalam keanggotaan BKM dalam evaluasi kegiatan
pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan yang akan dituangkan dalam
laporan tinjauan partisipatif.
4) Upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat
Upaya peningkatan akan dijabarkan secara lebih spesifik terhadap masing-masing
permasalahan sebagai berikut:
a) Menjalin hubungan kerjasama yang baik antara fasilitator dengan BKM
Kelurahan dengan cara memperbanyak komunikasi, karena salah satu prinsip
pemberdayaan adalah proses kolaboratif yang menuntut kedua pihak tersebut
untuk bekerjasama sebagai partner.
b) Menumbuhkan rasa kepercayaan diri masyarakat untuk bergantung terhadap
diri sendiri dan menghindari sikap acuh dan pasrah.
c) Mempersiapkan individu masyarakat untukmendahulukan kepentingan umum
terlebih dahulu dengan mengorbankan kepentingan pribadi yang diwujudkan
dalam tingkat kedermawanan, kemanusiaan individu, pengorbanan personal,
kebanggaan masyarakat, saling mendukung, setia, perduli, persahabatan, dan
persaudaraan.
d) Pemberian insentif dalam kelembagaan BKM maupun masyarakat dan
penengakan aturan untuk memotivasi tiap-tiap anggotanya dalam
meningkatkan kinerja dan meningkatkan partisipasi masyarakat pada setiap
program yang diadakan. Hal ini mengingat masih kurangnya keaktifan
anggota BKM dan partisipasi masyarakat dewasa.
e) Pemeliharaan kohesi sosial agar lebih mudah dalam mengkoordinasikan
masyarakat pada tiap kegiatan pemberdayaan masyarakat
f) Sosialisasi kepada masyarakat mengenai tinjauan aspek non-teknis

4
B. Kesiapsiagaan Masyarakat
Menurut LIPI UNESCO/ISDR (2006) kesiapsiagaan individu dan masyarakat
untuk mengantisipasi bencana :
1. Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana
Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan.
Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu dan masyarakat tentang kejadian
bencana. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan
kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana
terutama bagi mereka yang bertempat tinggal didaerah rawan bencana.
2. Kebijakan dan panduan
Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai tempat
evakuasi dalam situasi darurat,kesepakatan keluarga untuk melakukan atau
berpartisipasi dalam simulasi evaluasi.
3. Rencana untuk keadaan darurat bencana
Rencana tanggap darurat meliputi 7 komponen :
a. Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat
b. Rencana evakuasi
c. Pertolongan pertama
d. Pemenuhan kebutuhan dasar
e. Peralatan dan perlengkapan
f. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana
g. Latihan dan simulasi
4. Sistem peringatan bencana
Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana baik sumber
tradisional maupun lokal. Adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan
bencana. Peringatan dini meliputi penyampaian informasi yang tepat waktu dan
efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu
dan masyarakat yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk
menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan
upaya tanggap darurat yang efektif.
5. Kemampuan untuk mobilisasi sumber daya
a. Adanya keluarga yang terlibat dalam pelatihan kesiapsiagaan bencana
b. Adanya tabungan/ iuran masyarakat yang berkaitan dengan kesiapsiagaan
bencana

5
c. Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan memantau
C. Peran pendidikan
Dalam Pengurangan Risiko Bencana Sesuai dengan Pedoman Kerangka Kerja
Hyogo UNICEF mengintegrasikan Pengurangan Risiko Bencana ke dalam salah satu
programnya. UNICEF juga berperan dalam Kerangka Kerja Hyogo (Hyogo
Framework for Action), tidak hanya memperkuat Strategi Internasional untuk sistem
pengurangan risiko bencana di PBB (UNISDR), namun juga aktif di koalisi jaringan
global, regional dan nasional. PRB yang berkaitan dengan bidang pendidikan sesuai
yang tercantum dalam HFA dan telah diusulkan dalam Sendai Framework for
Disaster Risk Reduction 2015-2030, perlu menjadi program prioritas dalam sektor
pendidikan yang diwujudkan melalui pendidikan PRB di sekolah. Apalagi Indonesia
juga meratifkasi kerangka kerja bersama ini pada tahun 2006 (Suharwoto, dkk.,
2015).
Berikut ini merupakan peran pendidikan PRB, sesuai dengan pedoman HFA
(Gugus Tugas Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana dalam Sistem
Pendidikan Nasional, 2010):
a. Interdisiplin dan menyeluruh (holistik) dalam keseluruhan kurikulum.
Pemelajaran PRB terintegrasi dalam keseluruhan kurikulum pendidikan, dan tidak
dilaksanakan sebagai mata pelajaran tersendiri (Konsorsium Pendidikan Bencana,
2011).
b. Berorientasi nilai, sesuai dengan norma yang dianut dimana pendidikan lebih
bersifat rasional dan memperhitungkan manfaatnya.
c. Mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah. Pengembangan
pemikiran kritis dan pemecahan masalah dengan membentuk kepercayaan diri
dalam mengungkapkan dilema dan tantangan membangun budaya aman dan
ketangguhan terhadap bencana.
d. Multimetode yang memungkinkan siswa dan guru mendapatkan pengetahuan dan
memainkan peran dalam membentuk lingkungan belajar.
e. Peserta belajar ikut serta memutuskan bagaimana cara mereka belajar. Pendidikan
PRB utamanya melibatkan anak dalam perencanaan kesiapsiagaan keadaan
darurat, lokakarya dan pelatihan untuk keselamatan mereka sendiri. Tujuan
khususnya mengalokasikan peran dan tanggung jawab pada anak untuk
memperkuat ketahanan mereka.

6
f. Konsep disesuaikan dengan bahasa yang umum dan disampaikan dalam budaya
lokal setempat. Terutama di Indonesia, yang kultur masyarakat dan kondisi
geografisnya sangat beragam, mitigasi bencana berbasis kearifan lokal (lokal
wisdom) sangat efektif. Ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana,
diperoleh dari pemahaman kearifan daerahnya. Konsep disesuaikan dengan
bahasa yang umum dan disampaikan dalam budaya lokal setempat. Terutama di
Indonesia, yang kultur masyarakat dan kondisi geografsnya sangat beragam,
mitigasi bencana berbasis kearifan lokal (lokal wisdom) sangat efektif.
Ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana, diperoleh dari pemahaman
kearifan daerahnya.

D. Mitigasi
Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 huruf c dilakukan
untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap
masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana (PP No 21 tahun 2008 pasal 20
ayat (1)) baik bencana alam,bencna ulah manusia maupun gabungan dari keduanya
dalam suatu negara atau masyarakat. Dalam konteks bencana,dekenal dua macam
yaitu : (1 )Bencana alam merupakan serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan
oleh faktor alam, yaitu berupa gempa,tsunami,gunungmeletus,banjir,kekeringan,angin
topan, tanah longsor. (2) Bencana sosial merupakan suatu bencana yang diakibatkan
oleh manusia, seperti konflik sosial,penyakit masyarakat dan teror.mitigasi bencana
merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari
manajemen bencana. Ada 4 hal penting dalam mitigasi bencana :
1. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana
2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam
menghadapi bencana,karena bermukim di daerah rawan bencana
3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari,serta mengetahui cara
penyelamatan diri jika bencana terjadi
4. Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman
bencana.

7
Strategi yang dilaksanakan dalam mitigasi bencana berupa :

a) Pemetaan
Pada saat ini berbagai sektor telah mengembangkan peta rawan bencana. Peta
bencana tersebut sangat berguna bagi pengambil keputusan terutama dalam
antisipasi kejadian bencana alam. Meskipun demikian sampai saat ini penggunaan
peta ini belum dioptimalkan.
b) Pemantauan
Dengan mengetahui tingkat kerawanan secra dini, maka dapat dilakukan antisipasi
jika sewaktu-waktu terjadi bencana,sehingga akan dengan mudah melakukan
penyelamatan. Pemantauan di daerah vital dan strategis secara jasa dan ekonomi
dilakukan beberapa kawasan rawan bencana
c) Penyebaran informasi
Dilakukan antara lain dengan cara memberikan poster dan leaflet kepada
Pemerintahan Kabupaten/Kota dan Provinsi seluruh Indonesia yang rawan
bencana, tentang tata cara mengenali,mencegah dan penanganan bencana.
d) Sosialisasi dan penyuluhan
Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada SATKOR-
LAK PB,SATLAK PB, dan masyarakat bertujuan meningkatkan kewaspadaan dan
kesiapan menghadapi bencana jika sewaktu-waktu terjadi. Hal yang perlu diketahui
masyarakat dan pemerintahan daerah ialah mengenai hidup harmonis dengan alam
di daerah bencana, apa yang perlu dilakukan dan dihindarkan di daerah rawan
bencana, dan mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana
e) Pelatihan/pendidikan
Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi dari petugas lapangan,pejabat
teknis, SATKORLAK PB,SATLAK PB dan masyarakat sampai ketingkat
pengungsian dan penyelamatan korban bencana.
f) Peringatan dini
Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat kegiatan hasil
pengamatan secara berlanjut disuatu daerah rawan dengan tujuan agar persiapan
dini dapat dilakukan guna mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana.

Untuk mendapatkan hasil guna yang efektifdalam program Pengurangan Resiko


Bencana (PRB) secara fisik maupun nonfisik, pendidikan formal saja tidak akan
cukup mengingat rumitnya masalah. Secarafisik, bagian yang paling penting adalah

8
membangun rumah tinggal yang layak, aman lokasinya, nyaman, dan berkelanjutan.
pelaksanaan program mitigasi bencana menjadi kebutuhan yang wajib dilakukan
melalui pendidikan formal maupun informal karena masih banyak yang belum
tersentuhpemahaman tentangmitigasibencana. Sebagaimana telah diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Arti
penting pendidikan mitigasi bencana dapat dilakukan secara formal melalui jalur
pendidikan sesuai ketentuan pemerintah. Secara informal dapat melalui lembaga
lembaga kemasyarakatan, forum temu warga ataupun kelompok-kelompok komunitas
yang difasilitasi instansi terkait sebagai pembina ataupun komunikator masalah
kebencanaan.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberdayaan masyarakat adalah untuk mengimbau suatu
kelompok masyarakat supaya mampu melakukan tindakan terbaik bagi kepentingan
bersama. Konsep dari pemberdayaan masyarakat mencerminkan paradigma
pembangunan yang bersifat people-centered, participatory, empowering, dan
sustainable.Partisipasi masyarakat merupakan kekuatan yang dapat diandalkan,
terutama pada saat kesulitan seperti becana terjadi. Kekuatan ini perlu
dibina,dikembangkan, dan ditingkatkan pengetahuan dan kemampuannya dengan
tetap menjalin kebersamaan dengan unsur kelembagaan penanggulangan bencana
terkait.
B. Saran
Sebaiknya masyarakat harus lebih berpartisipasi agar mitigasi bencana dapat berjalan
dengan lancar.

10
DAFTAR PUSTAKA

Adi Yusuf M 2006, Kinerja Sistem Drainase yang Berkelanjutan Berbasis Partisipasi
Masyarakat. http:eprints.undip.ac.id/15213

Hertanto H (2009), Manajemen bencana berbasis masyarakat,Media Indonesia dalam


http://maysandi.blogspot.co.id/2012/04/manajemen-bencanamanajemen-bencana.html

Kartono K, Dali G. 2003. Kamus Psikologi.Bandung:PenerbitPionir Jaya.

Anonim, 2007. UURI Nomor 24 Tahun


2007 tentang Penanggulangan Bencana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 66, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4723.

2006. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang


Pedoman Umum Mitigasi Bencana

2009. SaferCommunitiesthroughDisaster Risk Reduction in Development/SC-DRR


Programme. Term of Reference CFP-DRR-UNDP/ CPRU/ 8/2009

Dritasto, Achadiat. 2005. “Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan


Pembangunan Wilayah dan Kota.” Jurnal ASPI. Vol 5 (1). Oktober, hal. 4-16.

Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT. Refika
Aditama.

11

Anda mungkin juga menyukai