Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

SEDIAAN LIQUID DAN SEMISOLID

PEMERIKSAAN KADAR FLAVONOID TOTAL EKSTRAK

SEBAGAI KUERSETIN DAN PENENTUAN KADAR KUERSETIN

Hari / Jam Praktikum : Jumat / 07.00-10.00

Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2019

Shift A Kelompok 1

Asisten : 1. Bestka Zausha Witka

2. Saqila Alifa Ramadhan

Nama Anggota NPM Tugas

Sunani 260110180002 Pembahasan

Maya Andani 260110180003 Tujuan, Prinsip,

Reaksi, Teori Dasar,


dan Daftar Pustaka

Asilla Mauri R 260110180004 Pembahasan

Nyai Ayu S.S.P.H 260110180005 Data Pengamatan

Kaila Keisha M 260110180006 Perhitungan & Editor

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS DAN ANALISIS

FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR

2019
I. Tujuan
Memeriksa kadar flavonoid total ekstrak sebagai kuersetin dan
menentukan kadar kuersetin.
II. Prinsip
2.1.Kolorimetri
Kolorimetri ialah suatu metode pengukuran berdasarkan absorbansi
cahaya oleh zat pewarna. Zat pewarna dapat berasal dari zat itu
sendiri ataupun dari zat lainnya (Khopkar, 2007).
2.2.Absorbansi
Absorbansi merupakan nilai perbandingan antara intensitas sinar
yang diserap dengan intensitas sinar datang (Gusnedi, 2013)
2.3.Adsorpsi
Pengumpulan (akumulasi) dari suatu molekul atau pemusatan
adsorbat pada adsorben yang terjadi diantara dua fase, yaitu fase
minyak dan fase air (Alberty dan Daniel, 1987).
2.4.Partisi
Partisi adalah proses pemisahan senyawa berdasarkan kelarutanya
didalam kedua pelarut (Yazid, 2005).
2.5.Hukum Labert-Beer
Hubungan linear antara absorban dengan konsentrasi larutan yang
mana berbanding terbalik dengan transmitan (Rohman, 2007).
III. Reaksi
IV. Teori Dasar
Sampel yang digunakan adalah ekstrak daun jati belanda
(Guazumae folium). Daun jati belanda memiliki banyak manfaat,
diantaranya yaitu dapat menurunkan kadar kolesterol dan berat badan,
mengobati kencing manis, dan mengobati gangguan pencernaan. Daun
jati belanda memiliki beberapa kandungan kimia, antara lain alkaloid,
tanin, saponin, dan betasitosterol (Permana et al, 2016). Ekstrak daun
jati belanda memiliki kandungan flavonoid total tidak kurang dari
3,2% dihitung sebagai kuersetin (Depkes RI, 2008).
Uji parameter spesisifik kadar total golongan kandungan kimia
pada suatu tumbuhan dilakukan untuk memberikan informasi kadar
kandungan golongan yang terdapat pada suatu esktrak untuk dijadikan
sebagai parameter mutu ekstrak sehingga menimbulkan efek
farmakologis (Depkes RI, 2000).
Golongan kandungan kimia yang terkandung dalam suatu ekstrak
umumnya, yaitu Flavonoid. Flavonoid termasuk ke dalam senyawa
metabolit sekunder. Flavonoid merupakan suatu senyawa terbesar yang
terdapat dalam tumbuhan yang bermanfaat sebagai antioksidan, anti-
kanker, dan anti-depresan (Azizah et al, 2014).
Dalam penentuan jumlah (kadar) flavonoid digunakan
Spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometer UV-Vis merupakan alat
yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif apabila energi
tersebut di-emisikan, di-transmisikan, dan di refleksikan sebagai fungsi
dari panjang gelombang. Spektrofotometer akan menghasilkan sinar
dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Fotometer adalah
alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi (Gusnedi et al, 2013).
Kadar flavonoid deitetapkan dengan menggunakan metode
kolorimetri dengan AlCl3 dimana absorbansinya akan diukur pada
panjang gelombang 434,2 nm menggunakan spektofotometer UV-Vis.
Kadar flavonoid dapat dihitung menggunakan rumus (Azizah et al,
2014):
Keterangan:
F :Jumlah Flavonoid metode AlCl3
C :Kesetaraan kuersetin (ppm)
V :Volume total ekstrak
f :Faktor pengenceran
m :Berat sampel (gram)

Penyerapan atau absorbsi oleh sinar UV-Vis pada umumnya


disebabkan oleh eksitasi elektron-elektron ikatan yang
mengakibatkan panjang gelombang pita yang mengabsorbsi dapat
dihubungkan dengan ikatan yang mungkin terjadi dalam suatu
molekul. Sinar ultraviolet memiliki panjang gelombang antara 200-400
nm dan sinar tampak memiliki panjang gelombang antara 400-750
nm(Gandjar et al, 2007).
Penyerapan radiasi ultraviolet dan sinar tampak dibatasi oleh
sejumlah gugus fungsional yang memiliki elektron valensi dengan
tingkat energi eksitasi yang relatif rendah, gugus fungsional ini
dapat disebut sebagai gugus kromofor. Kromofor adalah semua
gugus atau atom dalam senyawa organik yang memiliki kemampuan
untuk menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak. Selain itu ,
terdapat pula istilah auksokrom yang mana merupakan gugus
fungsional dengan elektron bebas. Terikatnya gugus kromofor
dengan gugus auksokrom akan menyebabkan terjadinya pergeseran
pita absorbsi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar,
maksudnya yaitu pergeseran merah atau pergeseran batokromik yang
disertai dengan peningkatan intensitas (Gandjar dan Abdul, 2007).
Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan
berwarna, maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan
diserap (absorpsi) secara selektif dan radiasi lainnya akan diteruskan
(transmisi ). Absorbansi adalah perbandingan antara intensitas sinar
yang diserap dengan intensitas sinar datang. Nilai absorbansi yang
dihasilkan berdasarkan pada kadar zat yang terkandung di dalamnya,
maksudnya apabila semakin besar kadar zat yang terkandung dalam
suatu sampel, maka semakin banyak molekul yang akan menyerap
cahaya pada suatu panjang gelombang tertentu, sehingga nilai
absorbansi semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang terkandung
didalam suatu sampel (Gusnedi et al, 2013).
Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan yang
dilarutkan dengan pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas
flavonoid pada rentang 230-295 nm (pita II) dan 300-560 nm
(pita I) (Gusnedi et al, 2013). Selain itu, digunakan kuersetin sebagai
pembanding. Kuersetin merupakan senyawa flavonoid golongan
flavonol yang memiliki gugus keto pada C-4 dan memiliki gugus
hidroksi pada atom C-3 atau C-5 (Cahyanta, 2016).
Suatu grafik yang dapat menghubungkan antara banyaknya sinar
yang diserap dengan frekuensi sinar merupakan spektrum absorpsi.
Spektrum absorpsi berfungsi untuk analisis kualitatif. Banyaknya sinar
yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu akan sebanding
dengan banyaknya jumlah molekul yang menyerap radiasi, sehingga
spektrum absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif
(Gusnedi et al, 2013)
Di dalam isolasi senyawa, kromatografi sangat baik untuk
identifikasi, deteksi pemisahan, deteksi optimasi fase gerak, deteksi
kemurnian, dll. KLT akan memvisualkan atau menunjukan senyawa-
senyawa yang terkandung dalam bahan sehingga bisa diketahui
sifat-sifatnya terutama polaritas (Saifudin,2014).
Metode analisis kuantitatif suatu golongan senyawa aktif tumbuhan
berperan penting dalam pengembangan produk kesehatan yang mana
berbasis tumbuhan obat. Beberapa metode yang dapat digunakanya,
yaitu Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi,
Kromatografi Gas, dll (Rohaeti et al, 2011).
Faktor retardasi (Rf) merupakan perbandingan antara jarak yang
ditempuh obat dengan jarak yang ditempuh fase gerak. Rf memiliki
nilai maksimal yaitu 1. Hal ini terjadi saat solut bermigrasi dengan
kecepatan yang sama dengan fase gerak. Sedangkan, nilai minimum
dari Rf adalah 0 yang mana terjadi saat solut bertahan pada posisi titik
awal dipermukaan fase-nya. Dibawah ini merupakan rumus Rf
(Gandjar dan Abdul, 2007):
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡
Rf=𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘

V. Alat dan Bahan


5.1 Alat
a. Beaker glass
b. Chamber KLT
c. Gelas ukur
d. Kertas saring
e. Kuvet
f. Perkamen
g. Pipa kapiler
h. Pipet tetes
i. Plastic wrap
j. Plat KLT
k. Spatel
l. Spektrofotometer UV-Vis
5.2 Bahan
a. AlCl3
b. Aquades
c. Asam asetat
d. Ekstrak kental Guazumae Folium
e. Etanol
f. Larutan Pembanding kuersetin
g. N-butanol
h. Na Asetat

VI. Data Pengamatan Guazumae

No Prosedur Hasil Foto Pengamatan


6.1. Pembuatan Larutan Uji
1. Menimbang 0,2 gram Didapatkan ekstrak
ekstrak sebanyak 0,2 gram

2. Menambahkan etanol Didapatkan larutan


95% sampai 25 mL ekstrak dicampur etanol

3. Menyaring larutan yang Didapatkan filtrat ekstrak


didapatkan kedalam labu
ukur 25 mL, bilas kertas
saringnya menggunakan
etanol
4. Ad filtrat yang didapat Didapatkan larutan
menggunakan etanol sebanyak 25 mL
sampai tanda batas pada
labu ukur
6.2. Pembuatan larutan kuersetin pembanding
1. Menimbang 50 mg Didapatkan larutan
kuersetin kuersetin dalam bentuk
larutan.

2. Memasukkan ke dalam Didapatkan larutan di


labu ukur 10 mL dalam labu ukur 10 mL

3. Larutkan dan ad dengan Didapatkan larutan


etanol sampai tanda batas sebanyak 10 mL
labu ukur

4. Mengencerkan larutan Didapatkan larutan yang


pembanding dengan telah diencerkan
kadar berturut–turut 200
ppm, 220 ppm, 240 ppm,
260 ppm, 280 ppm
6.3. Pembuatan larutan aluminium klorida 10% P
1. Menimbang 2,5 gram Didapatkan aluminium
aluminium klorida klorida sebanyak 2,5
gram

2. Melarutkan dalam Didapatkan larutan


aquades 25 mL aluminium klorida
sebanyak 25 mL

6.4. Pembuatan larutan Natrium Asetat 1 M


1. Menimbang 1,8 gram Didapatkan 1,8 gram
natrium asetat P natrium asetat

2. Melarutkan dalam air 25 Didapatkan larutan


mL aluminium klorida 25 mL

6.5. Penentuan Jumlah Flavonoid


1. Memipet secara terpisah Didapatkan larutan uji
0,5 mL larutan uji yang dimasukkan ke
masing – masing larutan dalam masing - masing
yang telah diencerkan ke labu ukur
dalam wadah yang sesuai
2. Menambahkan masing – Didapatkan labu ukur
masing 1,5 mL etanol, yang berisi larutan uji,
0,5 mL aluminium etanol, aluminium
klorida 10 % , 0,1 mL klorida, natrium asetat
natrium asetat 1 M dan dan aquadest
2,8 aquadest
3. Kocok dan diamkan Didapatkan larutan yang
selama 30 menit pada sudah didiamkan selama
suhu ruang 30 menit

4. Memipet tiap larutan lalu Didapatkan larutan di


dimasukkan ke dalam dalam microplate masing
microplate – masing sebanyak 200
mikro liter
5. Mengukur serapan pada Didapatkan data serapan
panjang gelombang absorbansi larutan uji
maksimum kurang lebih dengan menggunakan
425 nm microplate reader
6. Melakukan pengukuran Didapatkan data serapan
blanko dengan cara yang absorbansi blanko
sama tanpa
menambahkan
aluminium klorida
7. Membuat kurva kalibrasi Didapatkan kurva
Kurva Baku
kalibrasi
0.5
y =…
0
200 ppm
220 ppm
260 ppm

Kurva Baku

6.6. Pengujian kualitatif


1. Membuat batas atas dan Didapatkan batas atas
bawah pada plat KLT dan bawah pada plat
sebesar 1 cm ( KLT dengan
disesuaikan dengan menggunakan spatel
panjang KLT )
2. Menotolkan larutan Didapatkan totolan
ekstrak dan larutan baku ekstrak dan larutan baku
dengan jarak yang sama pada plat KLT

3. Mengisi chamber dengan Didapatkan chamber


20 mL campuran n- berisi fase gerak yang
butanol, asam asetat, dan jenuh
air ( 4 : 1 : 5 ) dan tunggu
sampai chamber jenuh
4. Kembangkan plat dalam Didapatkan plat yang
chamber yang sedang di running
mengandung campuran
n-butanol, asam asetat,
dan air ( 4 : 1 : 5 )
5. Mengeringkan plat dan Didapatkan plat KLT
melihat dibawah sinar yang disinari UV
UV

6. Menghitung Rf sampel Didapatkan data Rf


dan dibandingkan dengan sampel dan Rf standar
Rf standar
7. Menempatkan plat dalam Uji ini tidak dilakukan di -
chamber jenuh yang laboratorium
mengandung uap
ammonia. Hasil positif
ditunjukkan dengan
perubahan warna
menjadi kuning pekat

VII. Perhitungan
a. Pembuatan Larutan Alumunium Klorida 10%
10 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥
 25 𝑚𝑙
100 𝑚𝑙

x = 2,5 gram
b. Pembuatan Larutan Natrium Asetat 1 M

𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
M = x
𝑀𝑟 𝑉

𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
1 = x
72 25

gram = 1,8 gram

c. Perhitungan embuatan kuersetin pembanding


Larutan stok kuersetin 5000 ppm
Kuersetin yang terdapat pada daun Jati belanda sebanyak 3,2 %
3,2 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥
3,2 %  = 0,2 𝑔𝑟𝑎𝑚
100 𝑔𝑟𝑎𝑚

6,4
x = 100 = 6,4 x 10-3 gram = 6,4 mg

6,4 𝑚𝑔 6,4 𝑚𝑔
= = 256 ppm
25 𝑚𝑙 0,025 𝑚𝑙

Jadi yang dipakai 200 ppm, 220 ppm, 240 ppm, 260 ppm, dan280 ppm

1. Pengenceran 1  200 ppm


M1 . V1 = M2 . V2
5000. V1 = 200. 20
V1 = 0,8 ml = 800 µl
2. Pengenceran 2  220 ppm
M1 . V1 = M2 . V2
5000. V1 = 220. 20
V1 = 0,88 ml = 880 µl
3. Pengenceran 3  240 ppm
M1 . V1 = M2 . V2
5000. V1 = 240. 20
V1 = 0,96 ml = 9600 µl
4. Pengenceran 4  260 ppm
M1 . V1 = M2 . V2
5000. V1 = 260. 20
V1 = 1,04 ml = 1040 µl
5. Pengenceran 5  280 ppm
M1 . V1 = M2 . V2
5000. V1 = 280. 20
V1 = 1,12 ml = 1120 µl

d. Data Kurva Baku

e. Grafik kurva baku


Kurva Baku
0.45
y = 0.1095x + 0.0577
0.4 R² = 0.9456
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
200 ppm 220 ppm 260 ppm

f. Penentuan jumlah flavonoid

Absorbansi sampel 1 = 0,214

Absorbansi sampel 2 = 0,224

1. X1
y = 0,1095x + 0,0577
0,214 = 0,1095x + 0,0577
x = 1,42739726
2. X2
y = 0,1095x + 0,0577
0,224= 0,1095x + 0,0577
x = 1,518721461
g. perhitungan kadar
kadar kuersetin pada daun jati belanda yang terdapat pada FHI 3,2%
3,2 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥
= 0,2 𝑔𝑟𝑎𝑚
100 𝑔𝑟𝑎𝑚

x = 0,0064 gram
= 6,4 mg
6,4 𝑚𝑔
= 256 ppm
25 𝑚𝑙

 Sampel 1
1,42739726
x 100% = 0,5575770548%
256
 Sampel 2
1,518721461
x 100% = 0,5932505708%
256

h. Perhitungan KLT
jarak yang ditempuh komponen
RF = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
4,5 cm
= 5 𝑐𝑚

= 0,9 cm

VIII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, dilakukan pemeriksaan pada kadar


flavonoid total ekstrak sebagai kuersetin, serta penentuan kadar
kuersetin dengan menggunakan uji kromatografi lapis tipis ekstrak dan
spektrofotometri kolorimetri ekstrak daun jati belanda. Pemeriksaan
tersebut dilakukan pada ekstrak yang akan digunakan sebagai bahan
baku yang akan digunakan dalam sediaan farmasi tradisional.

Sampel yang digunakan adalah ekstak daun jati belanda. Menurut


farmakope Herbal Indonesia, ekstrak kental daun jati belanda yang
dibuat dari daun jati belanda, mengandung flavonoid total tidak kurang
dari 3,2% dihitung sebgai kuersetin. Oleh karena itu, dapat diperkirakan
bahwa ekstrak daun jati belanda mengandung kuersetin sehingga dapat
dihitung nilai total eksraknya.

Hal yang pertama dilakukan adalah dibuat larutan uji


ekstrak daun jati belanda. Larutan uji ini berfungsi sebagai sampel yang
akan diamati kandungan kuersetinnya. Cara membuat larutan uji
ekstrak, yaitu 2 gram ekstrak daun jati belanda dilarutkan dalam 25 ml
etanol 96% , kemudian diaduk selama 3 jam dengan magnetic stirrer,
namun pada praktikum kali ini tidak diguankan magnetic stirrer
dikarenakan ekstrak daun jati belanda sudah bisa larut dalam etanol
tanpa alat pengaduk. Setelah itu larutan disaring dan diambil filtratnya.
Filtratnya ditambahkan etanol 95% sampai 25 ml. Larutan uji ekstrak
daun jati belanda akan digunakan untuk 3 kelompok.

Etanol digunakan untuk melarutkan ekstrak karena etanol


merupakan pelarut polar yang banyak digunakan untuk melarutkan
bahan alam dan dikenal sebagai pelarut universal. Etanol merupakan
pelarut yang mudah didapat, sederhana serta mudah menguap sehingga
baik digunakan sebagai pelarut ekstrak. Etanol dapat melarutkan
senyawa aktif lebih banyak dibandingkan jenis pelarut organic lainnya,
meskipun aoir memilki konstanta dielektrik (KD) yang paling polar,
namun penggunaannya dalam ekstrak dapat menyebabkan rekasi
fermentative yaitu dapat mengakibatkan kerusakan bahan aktif lebih
cepat serta larutannya mudah terkontaminasi.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pembuatan larutan


baku kuersetin sebagai pembanding. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan persamaan regresi yang digunakan untuk menghitung
kadar kuersetin. Dalam pembuatankurva baku lurus memenuhi syarat
validasi, salah satunya adalah adanya regregasi linear.Regresi linear
tersebut berguna untuk mengetahui hubungan atau pengaruh antara
variabel bebas denagn variabel terikat. Kurva dari larutan baku yang
baik memiliki nilai konstan dengan garis yang linear dan memilki
regresi mendekati 1. Nilai regresi yang mendekati 1 menunjukan kurva
kalibrasi linear dan terdapat hubungan antara konsentrasi larutan
kuersetin dengan nilai serapan. Absorbansi maksimal berlangsung pada
panjang gelombang 254 425 nm dan panjang gelombang tersebut
menyerap warna biru yang dihasilkan AlCl3 dan kuersetin secara
maksimal. Penggunaan absorbansi maksimal digunakan untuk
meminimalisir kesalahan saat pengujian.

Pada penentuan jumlah flavonoid, dibuat terlebih dahulu larutan


AlCl3 dan larutan natrium asetat. Pembuatan larutan AlCl3 dan natrium
asetat bertujuan untuk memertahankan warna kuersetin dan
menstabilkan warna tersebut, karena jika tanpa penambahan kedua
larutan tersebut, warna yang dihasilkan kuersetin nanti tidak akan
nampak terlalu jelas, sehingga dilakukan penambahan kedua larutan
tersebut untuk memperkuat dan menstabilkan warna yang akan
dihasilkan oleh kuersetin. Pembuatan larutan AlCl3 10% P dilarutkan
dengan cara AlCl3 2,5 gram dilarutkan dalam 25 mL aquadest sampai
homogeny. Lalu pembuatan larutan Natrium Asetat dilakukan dengan
cara 1,8 gram natrium asetat yang telah ditimbang, dilarutkan dalam 25
mL aquadest sampai homogeny.

Dalam pembuatannya larutan stok dilakukan pengenceran dari


kuersetin dengan konsentrasi 5000 ppm menjadi kuersetin dengan
konsentrasi 200 ppm, 220 ppm, 240 ppm, 260 ppm, 280 ppm. Masing-
masing larutan dibuat dalam 10 ml. Pengenceran tidak dibuat terlealu
pekat untuk mempermudah proses identifikasi pada spektrofotometeter.
Lalu 0,5 ml kuersetin ditambahkan dengan 0,1 ml AlCl3, 0,1 Kalium
asetat 1,5 ml etanol 96% dan 2,8 ml aquadest. Terjadi perubahan warna
larutan warna menjadi hiaju. Larutan diketahui diinkubasi selama 30
menit lalu diamati pada spektrofotometer dengan panjang gelombang
425 nm, kemudian dibuat kurva kalibrasi dengan menghubungkan nilai
absorbansi sebagi sumbu Y dan nilai konsentrasi kuersetin sebagai
sumbu X. Persamaan regresi yang didapat ialah y= 0,1095X + 0,0577.

Pengujian kualitatif dilakukan dengan cara dilakukan pengujian


kromatografi lapis tipis. Pada pengujian kromatografi lapis tipis ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan senyawa kuersetin
dalam sampel ekstrak daun jati belanda, sedangkan pengujian
kolorrimetri dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar flavonoid
total ekstrak sebagai kuersetin. Absorban dari warna yang terbentuk
diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV. Prinsip kerja dari
spektofotometri UV-Vis tersebut yaitu adanya interaksi yang terjadi
antara energy yang berupa sinar monokromatis dari sumber sinar
dengan materi yang berupa suatu molekul. Besar energy yang diserap
dapat menyebabkan elektron tereksitasi dari tingkat energy dasar ke
tingkat energy yang lebih tinggi. Kadar flavonoid dalam tiap tanaman
berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi diantaranya temperature,
sinar UV, sinar tampak, kesediaan air, nutrisi, serta kadar CO2 pada
atmosfer.

Pada pengujian kromatografi lapis tipis, dilakukan dua kali


pengujian dengan fase gerak yang berbeda. Pertama, fase gerak yang
digunakan adalah campuran aseton, toluene, dan asam format. Tetapi
karena asam format tidak tersedia, maka diganti oleh ammonia dengan
perbandingan 3,5:6:0,5. Karena yang pertama gagal, sampel tidak naik
melewati fase diam maka fase gerak diganti menggunakan fase gerak
universal yaitu campuran n-butanol, asam asetat, dan air dengan
perbandingan (8:2:10) sebanyak 20 mL. Pada pengujian yang pertama,
disiapkan terlebih dahulu fase gerak sebanyak 10 mL ke dalam gelas
biasa. Kemudian kertas saring dipotong secukupnya untuk dimasukkan
ke dalam gelas yang berisi campuran fase gerak tadi untuk dilihat
apakah gelas tersebut sudah jenuh atau belum. Kemudian kertas saring
yang sudah disimpan dalam gelas yang posisinya digantung atau diatas
posisi larutan campuran fase gerak tadi, lalu ditutup menggunakan
kertas wrap terlebih dahulu dan diatasnya ditutup kembali
menggunakan kaca arloji, ditunggu sampai jenuh. Sambil menunggu
jenuh, plat KLT dipotong terlebih dahulu dengan ukuran 7 x 3 cm.
Kemudian, dibuat batas atas dan bawah masing-masing 1 cm. Lalu,
sampel ekstrak guazumae dan larutan pembanding kuersetin masing-
masing ditotolkan dititik yang sejajar secukupnya. Kemudian plat KLT
dimasukkan ke dalam gelas tadi yang sudah jenuh, dengan posisi tegak
sedikit miring, ditunggu sampai fase gerak melewati tanda batas atas.
Namun, sampel tidak naik atau melewati fase diam sehingga dilakukan
percobaan kedua, yaitu dengan menggunakan campuran fase gerak n-
butanol, asam asetat, dan air dengan perbandingan (8:2:10). Prosedur
yang dilakukan sama seperti percobaan pertama, hanya saja berbeda di
fase gerak dan ukuran plat KLT yang digunakan yaitu ukuran plat KLT
pada percobaan kedua sebanyak 7x7 cm, ukuran tersebut dibuat
menjadi lebih besar karena digabung dengan kelompok lain yang
memiliki sampel uji yang sama yaitu ekstrak daun jati belanda. Setelah
prosesnya sama sampai proses penotolan, dijenuhkan, dan kenaikan
fase, selanjutnya plat diuji dibawah sinar UV-Vis pada
spektrofotometer dengan hasil yang cukup baik, yaitu warna sampel
terlihat jelas dibawah sinar UV-Vis.
IX. Kesimpulan
Setelah dilakukan penentuan kadar flavonoid total ekstrak sebagai
quersetin dengan metode kolorimetri aluminium klorida didapatkan
kadar quersetin yaitu 0,575% yang tidak memenuhi syarat FHI yaitu
tidak kurang dari 3,2%, serta telah didapatkan adanya kandungan
quersetin dalam ekstrak dengan metode kromatografi lapis tipis
didapatkan Rf sebesar 0,9 cm.
DAFTAR PUSTAKA

Alberty, R. A dan Daniel, F. 1987. Physical Chemsitry, 5th ed, SI Version. New
York: John Wiley and Sons Inc.

Azizah, D. N., Endang K., Fahrauk F. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode
AlCl3 pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma
cacao L.). Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 2(2) : 45-49.

Cahyanta, A. N. 2016. Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Daun Pare


Metode Kompleks Kolori dengan Pengukuran Absorbansi secara
Spektrofotometri. Jurnal Ilmiah Farmasi.Vol. 5 (1):58-61.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan obat.


Jakarta:Depkes RI.

Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta: Depkes RI.

Gandjar, I, G dan Abdul, R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Gusnedi., Neldawati., dan Ratnawulan. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam


Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman
Obat. PILLAR OF PHYSICS. Vol 2:76-83.

Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:UI Press.

Permana, R. J., Cherry, A., dan Rosnaeni. 2016. The Effect of Jati Belanda
Leavess (Guazumae ulmifolia Lamk.) Ethanol Extract on Microscopic
Features of Atherosclerosis Animal Model’s Aorta. Journal of
Medicine & Health. Vol 1(4):1-14.
Rohaeti, E. R, Heryanto, M., Rafi, A., Wahyuningrum., dan Dorusman, L. K.
2011. Prediksi kadar flavonoid total daun tempuyung menggunakan
kombinasi Spektrofotometri IR. Jurnal Kimia. Vol 5(2).

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Saifudin, A. 2011. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep dan Teknik
Pemurnian. Yogyakarta: Deepublish.

Yazid, E. 2005. Kimia farmasi untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi.

Anda mungkin juga menyukai