Anda di halaman 1dari 10

SOAL NOMOR 1

Actio pauliana merupakan upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang


dilakukan oleh debitur untuk kepentingan debitur tersebut yang dapat merugikan
kepentingan para krediturnya.1 Tindakan ini diatur dalam pasal 41 ayat (1) dan ayat
(2) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (UU KPKPU). Lebih lanjut dalam Pasal 16 ayat (1) UU
KPKPU, dinyatakan bahwa kurator berwenang untuk melaksanakan tugas
pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit
diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan
kembali. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa kewenangan
kurator dalam melakukan actio pauliana dimulai sejak putusan pailit diucapkan
oleh pengadilan niaga, tidak perlu menunggu putusan pailit tersebut memiliki
kekuatan hukum yang mengikat. Actio pauliana dapat dilakukan kurator terhadap
aset debitur apabila memenuhi persyaratan:
1. Dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitur dan
pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan
kerugian bagi Kreditur (Pasal 41 ayat (2) UU KPKPU)
2. Perbuatan hukum yang merugikan Kreditur dilakukan dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan
perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan Debitur dalam hal perbuatan tersebut
merupakan pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo dan/atau
belum atau tidak dapat ditagih (Pasal 42 huruf b UU KPKPU).
Akibat hukum dari dilakukannya actio pauliana terhadap kepailitan debitur
adalah:2
1. Jika Debitur menjual suatu barang secara yang dapat dikenakan actio pauliana,
jual beli tersebut dibatalkan dan karenanya barang tersebut harus dikembalikan
kepada si Debitur pailit. Jika barang tersebut karena sesuatu dan lain hal tidak
dapat dikembalikan lagi, menurut Pasal 49 ayat (2) UUKPPU, pihak pembeli
wajib memberikan ganti kerugian kepada Kurator

1
Munir Fuady, Hukum Kepailitan dalam Teori dan Praktek , (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 10.
2
M.Alvi Syahrin, “Actio Pauliana; Konsep Hukum dan Problematikanya,” Lex Librum 4 (Desember 2017),
hlm. 612.
2. Bagaimana pula dengan harga barang tersebut yang telah diterima oleh Debitur
Pailit? Harga barang tersebut akan dikembalikan oleh pihak Kurator dengan
syarat:
a. Jika dan sejauh harga barang tersebut telah bermanfaat bagi harta pailit;
dan
b. Jika ada tersedia harga barang tersebut.
3. Jika harga barang tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia lagi, pihak
ketiga tersebut (pihak pembeli) hanya menjadi Kreditur Konkuren dan akan
mendapatkan haknya nanti ketika dilakukan pemberesan dan pembagian harta
pailit, vide Pasal 49 ayat (4) UUKPPU;
4. Bagaimana jika sebelum pembatalan jual beli tersebut dengan actio pauliana,
pihak pembeli telah mengalihkan barang tersebut kepada pihak lain? Dalam hal
ini harus dilihat pada faktor-faktor sebagai berikut:
a. Apakah pengalihan barang tersebut oleh pihak pembeli kepada pihak
ketiga lainnya dilakukan dengan perbuatan timbal balik, misalnya jual beli.
Jika misalnya pihak penerima hak yang bari tersebut hanya menerima hak
secara hibah atau hadiah, tidak ada alasan untuk melindungi pihak yang
menerima hibah atau hadiah tersebut. Apabila yang dilakukan adalah jual
beli (jadi merupakan jual beli kedua), harus dilihat pada faktor kedua point
berikut;
b. Apakah jual beli kedua (dari pembeli pertama kepada pembeli kedua)
dilakukan dengan itikad baik (misalnya dilakukan dengan harga pasar).
Apabila dilakukan dengan itikad baik, maka pembeli dengan itikad baik
tersebut harus dilindungi oleh hukum. Tidak ada alasan untuk melindungi
dengan harga di bawah harga pasar.
5. Akan tetapi, kalaupun oleh pembeli pertama barang telah dijual kembali
kepada pembeli lain (pembeli kedua) yang beritikad baik, tidak berarti si
pembeli pertama terlepas dari kewajibanya berdasarkan actio pauliana. Sebab,
jika pembeli pertama tidak dapat mengambalikan lagi barang tetrsebut kepada
harta pailit, dia harus memberikan ganti rugi dalam bentuk uang atau dalam
bentuk-bentuk lain apa pun yang dapat diterima oleh pihak Kurator (lihat Pasal
49 auat (2) UUKPPU);
6. Bagaimana pula jika actio pauliana tersebut dilakukan terhadap perbuatan yang
berupa pemberian jaminan hutang kepada pihak kreditur tertentu. Dalam hal
ini, apabila actio pauliana diterima oleh hakim, sebagai konsekuensinya, pihak
bank yang diberikan hak jaminan tersebut akan kehilangan/dibatalkan hak
jaminannya. Hal ini mirip dengan larangan dalam “Hukum Anti Agunan
Rahasia” (Anti-Secret Lien Rule) dalam hukum kepailitan di beberapa negara
lain;
7. Perlu juga ditekankan bahwa kompetensi dalam actio pauliana terserah pada
pertimbangan Kurator. Misalnya, jika harga pasaran barang adalah Rp.
2.000.000. 000,00 (dua miliar rupiah), tetapi dijual di bawah harga, yakni Rp.
1.500.000. 000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah), dan untuk itu dapat
dibatalkan dengan actio pauliana. Maka, jika pihak pembeli bersedia untuk
melakukan kompensasi dengan menambah kekurangan sebanyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) lagi, adalah terserah kepada Kurator
untuk menerima tambahan harga tersebut atau tidak. Bisa saja dalam halhal
tertentu, memang lebih menguntungkan harta pailit, atau lebih praktis jika
barang tersebut tetap dijual kepada pembeli tersebut dengan menambah harga
yang kurang. Akan tetapi, ini tentu bukan lewat skenario actio pauliana, karena
dengan actio pauliana, yang ditekankan adalah unsur “membatalkan” transaksi.
Lihat Pasal 41 UUKPPU.
Lebih lanjut, apabila gugatan actio pauliana dikabulkan, maka pihak terhadap siapa
gugatan actio pauliana dikabulkan wajib:3
1. Mengembalikan barang yang ia peroleh dari harta kekayaan si Debitur sebelum
ia pailit, dikembalikan ke dalam harta; atau
2. Bila harga/nilai barang berkurang, pihak tersebut wajib mengambalikan barang
ditambah ganti rugi; atau
3. Apabila barang tidak ada, ia wajib mengganti rugi nilai barang tersebut.

3
Ibid. hlm. 613
SOAL NOMOR 2

Putusan Bahan Analisis:


Putusan Nomor: 1/Pdt.Sus/Actio Pauliana/2016/PN-Mdn. Jo. No.7/Pdt.Sus-
PAILIT/2015/PN-Mdn

Analisis Putusan
1. Syarat Pailit
a. Teori
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (4) UU KPKPU, syarat
permohonan pernyataan pailit adalah sebagai berikut:
1. Ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di
muka pengadilan "Kreditor" di sini mencakup baik kreditor konkuren,
kreditor separatis maupun kreditor preferen;
2. Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Artinya adalah
kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena
telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya
sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh
instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter,
atau majelis arbitrase; dan
3. Kedua hal tersebut (adanya dua atau lebih kreditor dan adanya utang
yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih) dapat dibuktikan secara
sederhana.
4. Debitur tak membayar salah satu dari utangnya kepada salah satu
kreditor
b. Analisis
Berdasarkan putusan nomor 7/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Mdn,
diketahui bahwa kredtor yang dalam perkara ini disebut sebagai termohon
pailit, memiliki 2 kreditor. Kreditor tersebut adalah pemohon pailit sendiri,
yakni Bernatd Simangunsong, dan kreditor lain yakni Syarifuddin
Mangunsong. Diketahui pula bahwa debitor, memiliki hutang yang sudah
jatuh tempo. Hal ini dibuktikan oleh salah satu alat bukti yakni bukti P-1
yang dihadirkan dalam persidangan. Dikarenakan telah jatuh tempo, maka
dapatlah diambil kesimpulan bahwasanya debitor tidak membayarkan
utangnya kepada kreditor tersebut. Berdasarkan uraian data yang didapat
dari putusan tersebut, dimana data tersebut merupakan pertimbangan hakim
pula dalam memutus perkara ini, dapat disimpulkan bahwa perkara
kepailitan ini telah memenuhi syarat-syarat pernyataan permohonan
kepailitan sebagaimana telah ditulis di atas.

2. Para Pihak
a. Teori
Permohonan pernyatan pailit, menurut Pasal 2 UU KPKPU, dapat
dilakukan oleh pihak-pihak sebagai berikut:
a. Pihak debitor itu sendiri
b. Salah satu atau lebih dari pihak kreditor
c. Pihak kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum
d. Pihak Bank Indonesia (sekarang OJK [Otoritas Jasa Keuangan]
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011) jika debitornya
adalah suatu bank.
e. Pihak Badan Pengawas Pasar Modal (sekarang OJK Berdasarkan
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011) jika debitornya adalah suatu
perusaahan efek.
f. Menteri keuangan (sekarang OJK Berdasarkan Undang-Undang No. 21
Tahun 2011) jika debitornya yang bergerak di bidang kepentingan
publik. Misalnya : Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana
Pensiun.
g. Menteri keuangan jika debitornya Badan Usaha Milik Negara yang
modalnya tidak terbagi atas saham.
Permohonan tersebut ditujukan kepada debitor pailit, debitor pailit sendiri
adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang
yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.4
b. Analisis
Berdasarkan data yang didapat dari putusan, diketahui bahwa permohonan
pernyataan pailit dilakukan oleh salah satu kreditor dari debitor pailit,
kreditor tersebut adalah Bernatd Simangunson. Oleh karena dimohonkan
salah satu kreditor, maka dapat disimpulkan bahwasanya pihak yang
mengajukan permohonan pailit telah memenuhi klasifikasi pemohon
pernyataan pailit sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

3. Jenis Utang
a. Teori
Utang dalam arti sempit adalah suatu kewajiban yang timbul hanya dari
adanya perjanjian utang-piutang sedangkan pengertian utang dalam arti
luas adalah seluruh kewajiban yang ada dalam suatu perikatan baik yang
timbul karena undang-undang maupun yang timbul karena adanya
perjanjian umpamanya antara lain kewajiban menyerahkan sesuatu,
kewajiban untuk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.5
b. Analisis
Berdasarkan data yang didapat dari putusan, diketahui bahwa utang yang
dimiliki oleh debitor terhadap kreditor timbul dikarenakan pihak debitor
tidak membayarkan secara keseluruhan atas penyuplaian tandan buah segar
kepada termohon pailit selama kurun waktu beberapa bulan. Jumlah
utangnya adalah sebesar Rp.2.856.393.210 (dua miliar delapan ratus lima
puluh enam juta tiga ratus sembilan puluh tiga ribu dua ratus sepuluh ribu
rupiah). Berdasarkan teori yang telah disebutkan sebelumnya, dapat
diketahui bahwasanya utang yang timbul diantara kreditor dan debitor
adalah utang yang termasuk dalam utang dalam arti luas. Dimana utang
tersebut timbul dikarenakan perikatan antara keduanya dalam hal

4
Indonesia, Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UU No.37 Tahun 2004,
LN No.131 Tahun 2004, TLN No. 4443, Ps. 1 angka 3
5
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008), hlm.10
penyupplaian tandan buah segar kepada termohon pailit, dimana
seharusnya penyupplaian tersebut harusnya dibayar secara keseluruhan,
namun ternyata tidak demikian.

4. Masalah Kepailitan yang Terkait


a. Teori
Salah satu permasalahan yang dapat terjadi berkaitan dengan kepailitan
adalah pengalihan harta kekayaan debitur yang telah dinyatakan pailit
kepada pihak ketiga dengan itikad tidak baik. Untuk mencegah hal tersebut,
kurator diberikan kewenangan untuk mengajukan permohonan actio
pauliana kepada pengadilan.
b. Analisis
Berdasarkan putusan, diketahui bahwa debitor yang kemudian telah
dinyatakan pailit oleh pengadilan melalui putusan, dengan itikad tidak baik
berusaha mengalihkan harta kekayaannya ketika putusan kepailitan
terhadapnya telah dibacakan. Harta kekayaan yang akan dialihkan tersebut
adalah pabrik kelapa sawit. Oleh karenanya, kurator dalam hal ini
berwenang untuk melakukan permohonan actio pauliana kepada
pengadilan tersebut

5. Actio Pauliana yang Menyertakan Pihak Ketiga dari Pihak Debitor maupun
Para Kreditor
a. Teori
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Diketahui bahwa pada
dasarnya actio pauliana dilakukan agar debitur dapat dicegah perbuatannya
untuk mengalihkan harta kekayaannya kepada pihak ketiga. Dan akibat dari
action pauliana sebagaimana di atas, juga akan mengenai pihak ketiga
tersebut. Perbuatan pengalihan harta kekayaan tersebut juga harus
dibuktikan bahwasanya merugikan kepada pihak kreditor yang berhak atas
pemberesan haknya oleh debitor.
b. Analisis
Berdasarkan putusan nomor 1/pdt.sus/action pauliana/2016/PN-Mdn. Jo.
No.7/Pdt.Sus-PAILIT/2015/PN-Mdn. Diketahui bahwa termohon pailit
dengan itikad tidak baik berusaha mengalihkan harta kekayaannya kepada
pihak ketiga, yakni harta kekayaan tersebut adalah pabrik kelapa sawit.
Dimana pengalihan sudah dilakukan 4 bulan sebelum putusan dibacakan,
yakni pada bulan maret 2015, namun terdapat keanehan dikarenakan
terdapat 2 variasi perjanjian kerjasama dalam pengalihan harta kekayaan
tersebut. Kemudian beberapan bulan setelahnya, dilakukan pengalihan
harta kekayaan tersebut melalui perjanjian jual beli dengan cara
mengadendum perjanjian kerjasama sebelumnya pada bulan oktober 2015.
Sedangkan putusan, dibacakan pada bulan September 2015, oleh karenanya
kurator dalam hal ini telah memiliki kewenangan untuk melakukan action
pauliana terhadap harta kekayaan debitor pailit.

6. Prinsip Hukum Kepailitan yang Diterapkan


a. Teori
1. Prinsip Paritas Creditorium6
Prinsip ini menentukan bahwa kreditur mempunyai hak yang sama
terhadap segala harta benda debitur. Apabila di kemudian hari debitor
tiak dapat membayar utangnya, maka harta kekayaannya akan menjadi
sasaran dari kreditur. Lebih lanjut, prinsip ini mengandung makan
bahwa semua kekayaan debitur baik yang merupakan barang bergerak
maupun tidak bergerak, yang telah dimiliki maupun yang akan dimiliki,
akan terikat apabila terdapat penyelesaian kewajiban debitor terhadap
kreditor.
2. Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte7
Prinsip ini menentukan bahwa segala harta kekayaan debitor menjadi
jaminan bersama atas kewajibannya para kreditor. Hasil dari
penyelesaian terhadap harta kekayaan tersebut harus dibagi secara

6
Mahadi, Falsafah Hukum: Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni, 2003) hlm. 13
7
M. Hadi Shubhan), op.cit, hlm.30
proporsional kepada masing-masing kreditor Terkecuali, apabila
undang-undang mengatakan lain. Prinsip ini lebih mengedepankan
pendekatan proporsional dalam memberi rasa keadilan kepada semua
kreditor.
3. Prinsip Structured Pro Rata8
Prinsip ini merupakan prinsip yang memberikan solusi atas
permasalahan diantara para kreditor. Dengan adanya prinsip ini, maka
para kreditor akan diklasifikasikan dan dikelompokkan dalam beberapa
kelas. Kelas-kelas tersebut adalah, separatis, preferen, dan konkuren.
4. Prinsip Debt Collection9
Prinsip ini menyatakan bahwa kreditor berhak melakukan pembalasan
terhadap debitor pailit dengan cara menagih klaim terhadap debitor dan
juga hartanya.
5. Prinsip Utang10
Prinsip ini mengedepankan pentingnya kedudukan sebuah utang. Tanpa
adanya utang, kepailitan tak mungkin akan terjadi. Utang merupakan
pranata hukum agar aset debitor dapat dilikuidasi untuk kemudian
utang-utang atau kewajibannya dibayarkan.
6. Prinsip Debt Pooling11
Prinsip ini mengatur bagaimana harta kekayaan debitur yang
dipalitikan harus dibagi rata antara para kreditor. Pembagian tersebut
oleh kurator, didasari dengan prinsip paritas creditorium dan prinsip
pari passu pro rata parte dan pengklasifikasian kreditor.
b. Analisis
Berdasarkan putusan, dapat diketahui bahwa setidaknya ada 2 prinsip yang
diterapkan dalam kasus ini. Kedua prinsip tersebut adalah debt collection
dan utang. Berkaitan dengan prinsip debt collection, diketahui dari putusan
bahwasanya salah satu kreditor telah melakukan pemabalasan dengan cara
menagih klaim terhadap debitornya melalui permohonan pernyataan pailit

8
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan,
(Jakarta : Pustaka Utama Graffiti, 2009) hlm. 280
9
Ibid. hlm. 30
10
M. Hadi Subhan, op.cit, hlm. 34
11
Ibid, hlm. 41
di pengadilan. Kemudian, terkait dengan prinsip utang, diketahui bahwa
debitor dalam hal ini memiliki utang, bahkan tidak hanya pada kreditor
yang memohonkan pernyataan pailit, tapi ada juga kreditor lain yang
diketahui seiring berjalannya peradilan terhadapnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Fuady, Munir. Hukum Kepailitan dalam Teori dan Praktek . Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2014.

Shubhan, M. Hadi. Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Remy Sjahdeini, Sutan. Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang No.37


Tahun 2004 tentang Kepailitan. Jakarta : Pustaka Utama Graffiti, 2009.

Jurnal
Syahrin, M.Alvi. “Actio Pauliana; Konsep Hukum dan Problematikanya.” Lex
Librum 4 (Desember 2017).

Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang UU No.37 Tahun 2004, LN No.131 Tahun 2004, TLN No. 4443.

Anda mungkin juga menyukai