Anda di halaman 1dari 7

Hand Out

Antioksidan

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kimia Bahan Makanan

Dosen pengampu:

Imelda Helsy, M.Pd

Riri Aisyah, M.Pd

Disusun oleh:

Ratna Amelia 1172080085

Pendidikan Kimia V A

Program Studi Pendidikan Kimia


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati
Bandung
2019/2020
ANTIOKSIDAN

A. Pengertian Antioksidan

Antioksidan dalam pengertian kimia adalah senyawa pemberi elektron (electron donor) dan
secara biologis antioksidan merupakan senyawa yang mampu mengatasidampak negatif oksidan
dalam tubuh seperti kerusakan elemen vital sel tubuh. Antioksidan merupakan suatu senyawa yang
dapat menyerap atau menetralisir radikal bebas sehingga mampu mencegah penyakit-penyakit
degeneratif seperti kardiovaskuler, karsinogenesis, dan penyakit lainnya (Winarsi, 2007).

Senyawa antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal
bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan
lemak. Senyawa ini memiliki struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul
radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal
bebas (Murray R. K., Granner D.K., Rodwell V.W., 2009). Radikal bebas merupakan molekul yang
sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya sehingga dapat
bereaksi dengan molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron molekul sel tersebut. Radikal bebas
yang dihasilkan secara terus menerus selama proses metabolisme normal, dianggap sebagai penyebab
terjadinya kerusakan fungsi sel-sel tubuh yang akhirnya menjadi pemicu timbulnya penyakit
degeneratif (Juniarti, 2009).

Produksi antioksidan di dalam tubuh manusia terjadi secara alami untuk mengimbangi produksi
radikal bebas. Antioksidan tersebut kemudian berfungsi sebagai sistem pertahanan terhadap radikal
bebas, namun peningkatan produksi radikal bebas yang terbentuk akibat faktor stress, radiasi UV,
polusi udara dan lingkungan mengakibatkan sistem pertahanan tersebut kurang memadai, sehingga
diperlukan tambahan antioksidan dari luar (Muchtadi, 2013).

B. Jenis-jenis Antioksidan

Antioksidan berdasarkan mekanisme reaksinya dibagi menjadi 3 bagian:

1. Antioksidan Primer

Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa yang dapat menghentikan reaksi berantai
pembentukan radikal bebas yang melepaskan hidrogen. Antioksidan primer dapat berasal dari
alam atau sintetis. Contoh antioksidan primer adalah Butylated hidroxytoluene (BHT). Reaksi
antioksidan primer terjadi pemutusan rantai radikal bebas yang sangat reaktif, kemudian diubah
menjadi senyawa stabil atau tidak reaktif. Antioksidan ini dapat berperan sebagai donor hidrogen
atau CB-D (Chain breaking donor) dan dapat berperan sebagai akseptor elektron atau CB-A
(Chain breaking acceptor) (Winarsi, 2007).

2. Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogeneus atau non enzimatis. Antioksidan ini
menghambat pembentukan senyawa oksigen reatif dengan cara pengelatan metal, atau dirusak
pembentukannya. Prinsip kerja sistem antioksidan non enzimatis yaitu dengan cara memotong
reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan menangkap radikal tersebut, sehingga
radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler.9 Antioksidan sekunder di antaranya
adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam lipoat, asam urat, bilirubin, melatonin
dan sebagainya (Muchtadi, 2013).

3. Antioksidan Tersier

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-Repair dan metionin sulfoksida
reduktase. Enzim-enzim ini berperan dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas
radikal bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya
Single dan Double strand baik gugus non-basa maupun basa (Winarsi, 2007).

Berdasarkan sumbernya antioksidan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia


dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1. Antioksidan yang sudah diproduksi di dalam tubuh manusia yang dikenal dengan antioksidan
endogen atau enzim antioksidan (enzim Superoksida Dismutase (SOD), Glutation Peroksidase
(GPx), dan Katalase (CAT)).

2. Antioksidan sintesis yang banyak digunakan pada produk pangan seperti Butil Hidroksi Anisol
(BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propil galat dan Tert-butil Hidroksi Quinon (TBHQ).

3. Antioksidan alami yang diperoleh dari bagian-bagian tanaman seperti kayu, kulit kayu, akar,
daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E, dan senyawa
fenolik (flavonoid).

Antioksidan sintesis sudah banyak digunakan di masyarakat baik pada minuman maupun
makanan kemanasan yang dijual di pasaran. Menurut hasil penelitian menyatakan bahwa
penggunaan bahan sintesis ini dapat meningkatkan risiko penyakit kanker. Studi epidemologi
menunjukkan bahwa adanya peningkatan konsumsi antioksidan alami yang terdapat dalam buah,
sayur, bunga dan bagian-bagian lain dari tumbuhan dapat mencegah penyakit akibat stress
oksidatif seperti kanker, jantung, peradangan ginjal dan hati.

C. Contoh Bahan Makanan yang Mengandung Antioksidan

Antioksidan dapat ditemukan dalam bahan pangan manapun, baik di buah-buahan, sayuran, biji-
bijian, maupun dari hewani. Umumnya, antioksidan alami ditemukan pada makanan yang segar dan
belum diproses. Sebuah studi baru menjelaskan bahwa pangan nabati umumnya memiliki kadar
antioksidan yang tinggi dibandingkan pangan hewani dan produk pangan campuran.

Minuman seperti daun teh, bubuk teh, dan biji kopi yang belum diolah sering kali memiliki nilai
antioksidan daripada bir, anggur dan limun. Produk susu, daging, dan ikan umumnya memiliki kadar
antioksidan yang rendah. Oleh karena itu, herbal, rempah-rempah, buah-buahan dan sayur-sayuran
dapat menjadi kontributor penting untuk asupan antioksidan dalam tubuh, terutama di daerah dengan
budaya mengkonsumsi rempah- rempah dan herbal secara teratur. Umumnya, antioksidan ditemukan
pada bahan pangan dalam bentuk vitamin C, vitamin E, betakaroten, zinc, selenium, SOD, flavonoid
dan bentuk lainnya. Berikut beberapa bahan makanan yang mengandung antioksidan tinggi: (Sen S.,
2011).

No. Nama Tumbuhan/ Hewan Jenis Antioksidan


1. Nanas Vitamin C, karotenoid, dan flavonoid
2. Pepaya Vitamin C dan betakaroten
3. Pare Flavonoid, saponin, vitamin C, dan glikosida
4. Rambutan Antosianin
5. Tomat Vitamin C, flavonoid, dan likopen
6. Terong Belanda Flavonoid, Vitamin A, C, E, B6
7. Lidah Buaya Fenolik dan Flavonoid
8. Cabai Merah Vitamin C
9. Brokoli Vitamin C, E, dan mineral (Ca, Mg, Se, dan K)
10. Bawang Daun Flavonoid, fenolik, tanin
11. Bawang Merah Flavonoid
12. Ikan Kakap Putih Flavonoid
13. Udang Vaname Karotenoid, betakaroten, dan astaxanthin
14. Keong Mata Merah Selenium
15. Madu Vitamin C, flavonoid, betakaroten
D. Berbagai Fungsi Antioksidan

Antioksidan berfungsi sebagai senyawa yang dapat menghambat reaksi radikal bebas penyebab
penyakit karsinogenis, kardiovaskuler dan penuaan dalam tubuh manusia. Antioksidan diperlukan
karena tubuh manusia tidak memiliki sistem pertahanan antioksidan yang cukup, sehingga apabila
terjadi paparan radikal berlebihan, maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen (berasal dari luar).
Fungsi utama antioksidan adalah memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak,
memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam
industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah
hilangnya kualitas sensori dan nutrisi (Muchtadi, 2013).

Fungsi utama dari antioksidan adalah untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi baik dalam
makanan maupun dalam tubuh dan mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Peroksidasi lipid
adalah salah satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama dalam penyimpanan dan
pengolahan makanan (Raharjo, 2005).

Antioksidan selain digunakan dalam industri farmasi, tetapi antioksidan juga digunakan secara
luas dalam industri makanan, industri petroleum, industri karet dan sebagainya. Dalam tubuh
antioksidan diharapkan juga mampu menghambat proses oksidasi. Proses oksidasi yang terjadi secara
terus menerus dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif dan penuaan dini (Raharjo, 2005).

E. Analisis Kadar Antioksidan pada Bahan Pangan

Pengujian kapasitas antioksidan suatu senyawa dilakukan bertahap sebagai berikut:

 Uji in vitro menggunakan reaksi kimia

 Uji in vitro menggunakan materi biologis

 Uji in vivo pada model hewan percobaan

 Uji in vivo pada manusia

Uji DPPH

Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah
menggunakan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhyrdrazil (DPPH). Pengukuran antioksidan dengan
metode DPPH adalah metode pengukuran antioksidan sederhana, cepat dan tidak membutuhkan
banyak reagen.
Pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi adalah heksana, diklorometana, etil asestat,
etanol dan metanil, secara terpisah. 1,1-diphenyl-2-picrylhyrdrazil (DPPH) radikal diukur dengan
menggunakan metode modifikasi sejumlah 100μL sampel (0,62-4,96 mg/mL) atau 19% etanol atau
asam askorbat (sebagai standar). Lalu campur 50μL 0,1M Tris-HCl (pH 7,4) dan kemudian
ditambahkan dengan 5μL 500M (2,5 mg/mL) DPPH. Sembilan puluh persen dari etanol digunakan
sebagai 1 larutan blanko dan larutan DPPH tanpa sampel disajikan sebagai kontrol. Campuran
kemudian dikocok dengan kuat selama 1-3 menit dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit
dalam kondisi gelap. Absorbansi larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 517 nm. Aktifitas antioksidan dinyatakan dalam % penghambatan. Besarnya daya
antioksidan dihitung dengan rumus:

𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 = 𝑥 100%
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

Metode DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil.
DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap.
Penangkap radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan
penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil (Sunarni, 2005).

Radikal DPPH adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan
absorbansi kuat pada λmax 517 nm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa
antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning. Perubahan
tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer, dan diplotkan terhadap konsentrasi Penurunan
intensitas warna yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya ikatan rangkap terkonjugasi pada DPPH.
Hal ini dapat terjadi apabila adanya penangkapan satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan
tidak adanya kesempatan elektron tersebut untuk beresonansi (Sunarni, 2005).
Daftar Pustaka

Juniarti, O. D, .2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas, dan Antioksidan dari Ekstrak Daun
Saga. Makara Sains, 50-54.

Muchtadi, D. 2013. Antioksidan dan Kiat Sehat di Usia Produktif. Bandung: Alfabeta.

Murray R. K., Granner D.K., Rodwell V.W. 2009. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.

Raharjo, H. d. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Sen S., C. R. 2011. The Role of Antioxidant in Human Health. ACS Symposium Series 1083, 1-37.

Sunarni, T. 2005. Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas beberapa Kecambah dari Biji
Tanaman Familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi Indonesia, 53-61.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: KANISIUS.

Anda mungkin juga menyukai