Anda di halaman 1dari 9

1.

Definisi Diabetes Militus (DM)

Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dikenal oleh

masyarakat Indonesia dengan nama penyakit kencing manis. DM adalah penyakit

gangguan metabolik yang terjad’i secara kronis atau menahun karena tubuh tidak

mempunyai hormon insulin yang cukup akibat gangguan pada sekresi insulin atau hormon

insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau keduanya (Kemenkes RI, 2014).

Dan Mufeed Jalil Ewadh (2014) menyebutkan bahwa DM adalah penyakit gangguan

metabolik dengan ciri ditemukan konsentrasi glukosa yang tinggi di dalam darah

(hiperglikemia).

Menurut World Health Oragnization atau WHO (2016) menyebutkan bahwa

Penyakit ini ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan

poliuria serta sebagian mengalami kehilangan berat badan. DM merupakan penyakit kronis

yang sangat perlu diperhatikan dengan serius. DM yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan beberapa komplikasi seperti kerusakan mata, ginjal pembuluh darah, saraf

dan jantung

2. Epidemiologi Diabetes Melitus (DM)

Prevalensi penderita DM di seluruh dunia sangat tinggi dan cenderung meningkat

setiap tahun. Jumlah penderita DM di seluruh dunia mencapai 422 juta penderita pada

tahun 2014. Jumlah penderita tersebut jauh meningkat dari tahun 1980 yang hanya 180 juta

penderita. Jumlah penderita DM yang tinggi terdapat di wilayah South-East Asia dan

Western Pacific yang jumlahnya mencapai setengah dari jumlah seluruh penderita DM di

seluruh dunia. Satu dari sebelas penduduk adalah penderita DM dan 3,7 juta kematian

disebabkan oleh DM maupun komplikasi dari DM (WHO, 2016).


Penderita DM di Indonesia berdasarkan data dari IDF pada tahun 2014 berjumlah

9,1 juta atau 5,7 % dari total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk penderita DM yang

telah terdiagnosis dan masih banyak penderita DM yang belum terdiagnosis. Indonesia

merupakan negara peringkat ke-5 dengan jumlah penderita DM terbanyak pada tahun

2014. Indonesia pada tahun 2013 berada diperingkat ke7 penderita DM terbanyak di dunia

dengan jumlah penderita 7,6 juta (Perkeni, 2015).

3. Manifestasi Klinis

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya :

1. Pengeluaran urin (Poliuria) Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih

dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM

dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup

untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala

pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan

mengandung glukosa (PERKENI, 2011).

2. Timbul rasa haus (Polidipsia) Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul

karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2009).

3. Timbul rasa lapar (Polifagia) Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal

tersebut disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar

glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).

4. Peyusutan berat badan Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena

tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti,

2009)
4. Faktor resiko dan etiologi DM

Menurut Potter dan Perry (2010), penyakit DM dapat disebabkan oleh beberapa hal

yaitu:

1) DM tipe 1

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM dari orang tua. Biasanya, seseorang

yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang terkena juga. Selain faktor genetik,

faktor-faktor yang berkontribusi pada patogensis DM tipe 1 adalah lingkungan dan

imunologi yang akan merusak sel pankreas sehingga memicu defisiensi insulin (Paschou

et al., 2018).

2) DM tipe 2

Etiologi yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada

diabetes melitus tipe 2 belum diketahui secara pasti. Menurut Gustiawan (2016), orang

yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai kecenderungan lebih besar

untuk terserang DM dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk. Mayoritas penderita

DM tipe 2 mengalami obesitas yang disebabkan oleh derajat resistensi insulin dan tingkat

aktifitas fisik yang rendah serta diet yang tinggi menjadi faktor risiko utama (ADA, 2018;

Zhang et al., 2013). Faktor – faktor lainnya adalah usia (resistensi insulin cenderung

meningkat pada usia diatas 65 tahun), riwayat keluarga dan kelompok etnik (Potter dan

Perry, 2010).

5. Klasifikasi Diabetes Militus (DM)

Klasifikasi DM berdasarkan etiologi menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut :

a. Diabetes melitus (DM) tipe 1 DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel

beta di pankreas. kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang
terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan

idiopatik.

b. Diabetes melitus (DM) tipe 2 Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah

resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara

optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi

insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan sangat

mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.

c. Diabetes melitus (DM ) tipe lain Penyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM tipe

ini dapat disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi,

kelainan imunologi dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.

d. Diabetes melitus Gestasional.

6. Penegakan Diagnosis Diabetes Militus (DM)

Diagnosis DM dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksan glukosa darah yang dapat

dilakukan dengan menggunakan berbagai macam pemeriksaan laboratorium seperti

pemeriksaan glukosa darah. Metode yang paling dianjurkan untuk mengetahui kadar

glukosa darah adalah metode enzimatik dengan bahan plasma atau serum darah vena

(Perkeni, 2015). Alat diagnostik glukometer (rapid) dapat digunakan untuk melakukan

pemantauan hasil pengobatan dan tidak dianjurkan untuk diagnosis. DM tidak dapat

didiagnosis berdasarkan glukosa dalam urin (glukosuria). Keluhan dan gejala DM yang

muncul pada seseorang dapat membantu dalam mendiagnosis DM. Seseorang dengan

keluhan klasik DM (poliuria, polidipsia, poliphagia) dan keluhan lain seperti lemas,
kesemutan, gatal, pandangan kabur dan disfungsi ereksi dapat dicurigai menderita DM.

Kriteria diagnosis DM menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada

asupan kalori minimal 8 jam.

b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Ora

(TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.

c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.

d. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh

National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP). Catatan untuk

diagnosi berdasarkan HbA1c, tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi

standar NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi.

Dan menurut ADA (2018) diagnosis DM pada manusia dapat ditegakkan apabila terdapat

salah satu kriteria sebagai berikut:

1) Kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥126 mg/dL dengan syarat puasa adalah tidak ada diet

kalori tambahan selama 8 jam.

2) Gejala klasik hiperglikemia (poliuria, polidipsia, dan penurunan BB) dan kadar glukosa

plasma ≥200 mg/dL.

3) Kadar glukosa plasma pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL. TTGO

dilakukan dengan standar WHO, yaitu menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75

gram glukosa anhidrus dilarutkan ke dalam air.


7. Patomekanisme DM

Pada DM tipe 1/IDDM kerusakan sel ß pankreas diperantarai oleh proses autoimun

sehingga menyebabkan tingginya kadar glukosa namun tidak dapat digunakan secara optimal

untuk pembentukan energi oleh karena itu energi diperoleh dari peningkatan katabolisme lipid

dan protein. Pada DM tipe 2/ NIDDM disebabkan karena dua hal yaitu penurunan respons

jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan

penurunan kemampuan sel sebagai respons terhadap beban glukosa. Konsentrasi insulin yang

tinggi megakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri dengan

menurunkan jumlah reseptor. Hal ini membawa dampak pada penurunan respons reseptornya

dan lebih lanjut megakibatkan terjadinya resistensi insulin (Wahyuni, 2011).

Resistensi insulin adalah suatu kondisi menurunnya sirkulasi insulin terhadap jaringan

target yaitu otot skeletal, jaringan adiposa dan liver. Pada resistensi insulin, terjadi

peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga megakibatkan

peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia). Sensitivitas insulin yang menurun pada DM

tipe 2 disebabkan oleh disfungsi sel beta, mutasi reseptor insulin atau faktor obesitas (Lopez

et al., 2007). Sensitivitas insulin juga dipengaruhi oleh berbagai lipid yang ada dalam sirkulasi

seperti hipertrigliseridemia dan meningkatnya FFAs (Yadav et al., 2007).

Keadaan hiperglikemia pada DM meningkatkan angka kesakitan dan kematian di seluruh

dunia karena megakibatkan kerusakan sistemik yang luas pada tubuh. Hiperglikemia adalah

kondisi kadar glukosa darah lebih dari nilai normal (ADA, 2013). Hiperglikemia pada DM

meningkatkan radikal bebas dan menurunkan antioksidan darah (Subandrate, 2016). Salah

satu teori menyebutkan bahwa jalur yang menyebabkan komplikasi makro dan mikroangiopati

pada pasien DM adalah melalui terbentuknya stres oksidatif (Hammami, 2012).


Stres oksidatif merupakan suatu keadaan ketidakseimbangan jumlah radikal bebas

(oksidan) dan antioksidan dalam tubuh (Subandrate, 2016). Stres oksidatif yang berkelanjutan

dapat menyebabkan kerusakan tingkat sel hingga tingkat organ bahkan menimbulkan penyakit

(Okoduwa, 2013). Menurut Malik et al. (2015) peningkatan stress oksidatif terjadi melalui

berbagai aktivitas metabolik, yaitu autooksidasi glukosa, aktivitas jalur poliol, pembentukan

produk akhir glikasi/Advanced glycation end products (AGEs), Protein Kinase C (PKC), dan

aktivitas jalur heksoamin :

1) Autooksidasi glukosa

Pada proses ini glukosa dikatalisis oleh senyawa logam dalam jumlah kecil seperti

besi dan seng. Hasil katalisis tersebut adalah senyawa oksigen reaktif (ROS) yaitu

hidrogen peroksida dan peningkatan aktivitas radikal superoksida serta kerusakan enzim

superoksida dismutase (Setiawan dan Suhartono, 2005).

2) Aktivitas jalur poliol

Glukosa yang tidak terfosforilasi diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose

reduktase (AR). Sorbitol, dengan bantuan enzim sorbitol dehidrogenase (SDH), akan

diubah menjadi fruktosa untuk didegradasi. Degradasi sorbitol ini berjalan lambat

sehingga sorbitol menumpuk dalam sel. Degradasi sorbitol berjalan lambat sehingga

terjadi penumpukan intrasel dan peningkatan tekanan osmotik lalu sel membengkak dan

mudah lisis (Setiawan dan Suhartono, 2005). Selain itu terjadi ketidakseimbangan ionik

dan metabolit yang akan menyebabkan kerusakan sel (Manaf, 2014). Aktivitas jalur ini

juga menurunkan NADPH yang membantu menurunkan radikal bebas (Arora et al., 2013;

Abou-Seif dan Youssef, 2014)

3) Pembentukan produk akhir glikasi (AGEs)


Advanced glycation end products (AGEs) adalah molekul bioaktif yang terbentuk

dari proses glikasi nonenzimatik protein, lipid dan asam nukleat. Interaksi AGEs dengan

receptor for advanced glycation end product (RAGE) dalam sirkulasi akan meningkatkan

produksi ROS intraseluler dan faktor transkripsi NF-κB dan produknya, yakni endothelin-

1, vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), intercellular adhesion molecule-1

(ICAM-1), E-selectin, tissue factor, thrombomodulin, vascular endothelial growth factor

(VEGF), sitokin proinflamasi IL (interleukin)-1α, IL-6, tumor necrosis factor-α (TNF-α),

dan RAGE (Al-Farabi, 2013). Peningkatan radikal bebas berupa senyawa oksigen reaktif

(ROS) dapat meningkatkan modifikasi lipid, DNA, dan protein pada berbagai jaringan

(Wisudanti, 2016).

4) Protein kinase C (PKC)

Hiperglikemia intraselular menyebabkan peningkatan diasilgliserol (DAG)

intraselular lalu meningkatkan PKC beta. PKC beta mempengaruhi sel endotel yaitu

perubahan vasoreaktivitas melaui peningkatan endotelin 1 dan menurunnya eNOS. Selain

itu PKC beta menyebabkan proliferasi sel otot polos, terbentuknya TGF beta dan VEGF

dan penurunan aktivitas fibrinolisis yang kemudian berlanjut ke proses angiopati diabetik

(Manaf, 2014).

5) Aktivitas nuclear transcription factor kb (NFkb)

NF-Kb merupakan golongan protein dalam faktor transkripsi yang diduga

memiliki peran penting dalam pro-apoptosis sel. NF-Kb merupakan pemicu pro- dan anti-

apotosis sel dengan kecenderungan proapoptosis lebih besar dibandingkan peran anti-

apoptosisnya (Nugroho et al., 2015).

6) Aktivitas jalur heksoamin


Pada jalur ini terjadi metabolisme glukosa intrasel melalui jalur glikolisis yaitu

terjadi perubahan glukosa 6 fosfat diubah menjadi fruktosa 6 fosfat dengan enzim

glutamine fructose 6 phospat amidotrasferase (GFAT) menjadi glukosamin 6 fosfat,

uridin di phosphate (UDP) dn N-asetil glukosamin. Bila N-asetil glukosamin

berkonjugasi dengan residu faktor transkripsi serin dan treonin, maka akan terjadi

perubahan ekspresi gen (Murnah, 2011).

Anda mungkin juga menyukai