Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dikenal oleh
gangguan metabolik yang terjad’i secara kronis atau menahun karena tubuh tidak
mempunyai hormon insulin yang cukup akibat gangguan pada sekresi insulin atau hormon
insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau keduanya (Kemenkes RI, 2014).
Dan Mufeed Jalil Ewadh (2014) menyebutkan bahwa DM adalah penyakit gangguan
metabolik dengan ciri ditemukan konsentrasi glukosa yang tinggi di dalam darah
(hiperglikemia).
Penyakit ini ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan
poliuria serta sebagian mengalami kehilangan berat badan. DM merupakan penyakit kronis
yang sangat perlu diperhatikan dengan serius. DM yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan beberapa komplikasi seperti kerusakan mata, ginjal pembuluh darah, saraf
dan jantung
setiap tahun. Jumlah penderita DM di seluruh dunia mencapai 422 juta penderita pada
tahun 2014. Jumlah penderita tersebut jauh meningkat dari tahun 1980 yang hanya 180 juta
penderita. Jumlah penderita DM yang tinggi terdapat di wilayah South-East Asia dan
Western Pacific yang jumlahnya mencapai setengah dari jumlah seluruh penderita DM di
seluruh dunia. Satu dari sebelas penduduk adalah penderita DM dan 3,7 juta kematian
9,1 juta atau 5,7 % dari total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk penderita DM yang
telah terdiagnosis dan masih banyak penderita DM yang belum terdiagnosis. Indonesia
merupakan negara peringkat ke-5 dengan jumlah penderita DM terbanyak pada tahun
2014. Indonesia pada tahun 2013 berada diperingkat ke7 penderita DM terbanyak di dunia
3. Manifestasi Klinis
1. Pengeluaran urin (Poliuria) Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih
dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM
dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup
pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan
2. Timbul rasa haus (Polidipsia) Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul
karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk
3. Timbul rasa lapar (Polifagia) Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal
tersebut disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar
4. Peyusutan berat badan Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena
tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti,
2009)
4. Faktor resiko dan etiologi DM
Menurut Potter dan Perry (2010), penyakit DM dapat disebabkan oleh beberapa hal
yaitu:
1) DM tipe 1
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM dari orang tua. Biasanya, seseorang
yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang terkena juga. Selain faktor genetik,
imunologi yang akan merusak sel pankreas sehingga memicu defisiensi insulin (Paschou
et al., 2018).
2) DM tipe 2
Etiologi yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes melitus tipe 2 belum diketahui secara pasti. Menurut Gustiawan (2016), orang
yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai kecenderungan lebih besar
untuk terserang DM dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk. Mayoritas penderita
DM tipe 2 mengalami obesitas yang disebabkan oleh derajat resistensi insulin dan tingkat
aktifitas fisik yang rendah serta diet yang tinggi menjadi faktor risiko utama (ADA, 2018;
Zhang et al., 2013). Faktor – faktor lainnya adalah usia (resistensi insulin cenderung
meningkat pada usia diatas 65 tahun), riwayat keluarga dan kelompok etnik (Potter dan
Perry, 2010).
a. Diabetes melitus (DM) tipe 1 DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel
beta di pankreas. kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang
terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan
idiopatik.
b. Diabetes melitus (DM) tipe 2 Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah
resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara
optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi
insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan sangat
c. Diabetes melitus (DM ) tipe lain Penyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM tipe
ini dapat disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,
kelainan imunologi dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.
pemeriksaan glukosa darah. Metode yang paling dianjurkan untuk mengetahui kadar
glukosa darah adalah metode enzimatik dengan bahan plasma atau serum darah vena
(Perkeni, 2015). Alat diagnostik glukometer (rapid) dapat digunakan untuk melakukan
pemantauan hasil pengobatan dan tidak dianjurkan untuk diagnosis. DM tidak dapat
didiagnosis berdasarkan glukosa dalam urin (glukosuria). Keluhan dan gejala DM yang
muncul pada seseorang dapat membantu dalam mendiagnosis DM. Seseorang dengan
keluhan klasik DM (poliuria, polidipsia, poliphagia) dan keluhan lain seperti lemas,
kesemutan, gatal, pandangan kabur dan disfungsi ereksi dapat dicurigai menderita DM.
a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Ora
Dan menurut ADA (2018) diagnosis DM pada manusia dapat ditegakkan apabila terdapat
1) Kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥126 mg/dL dengan syarat puasa adalah tidak ada diet
2) Gejala klasik hiperglikemia (poliuria, polidipsia, dan penurunan BB) dan kadar glukosa
3) Kadar glukosa plasma pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL. TTGO
dilakukan dengan standar WHO, yaitu menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75
Pada DM tipe 1/IDDM kerusakan sel ß pankreas diperantarai oleh proses autoimun
sehingga menyebabkan tingginya kadar glukosa namun tidak dapat digunakan secara optimal
untuk pembentukan energi oleh karena itu energi diperoleh dari peningkatan katabolisme lipid
dan protein. Pada DM tipe 2/ NIDDM disebabkan karena dua hal yaitu penurunan respons
jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan
penurunan kemampuan sel sebagai respons terhadap beban glukosa. Konsentrasi insulin yang
menurunkan jumlah reseptor. Hal ini membawa dampak pada penurunan respons reseptornya
Resistensi insulin adalah suatu kondisi menurunnya sirkulasi insulin terhadap jaringan
target yaitu otot skeletal, jaringan adiposa dan liver. Pada resistensi insulin, terjadi
peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia). Sensitivitas insulin yang menurun pada DM
tipe 2 disebabkan oleh disfungsi sel beta, mutasi reseptor insulin atau faktor obesitas (Lopez
et al., 2007). Sensitivitas insulin juga dipengaruhi oleh berbagai lipid yang ada dalam sirkulasi
dunia karena megakibatkan kerusakan sistemik yang luas pada tubuh. Hiperglikemia adalah
kondisi kadar glukosa darah lebih dari nilai normal (ADA, 2013). Hiperglikemia pada DM
meningkatkan radikal bebas dan menurunkan antioksidan darah (Subandrate, 2016). Salah
satu teori menyebutkan bahwa jalur yang menyebabkan komplikasi makro dan mikroangiopati
(oksidan) dan antioksidan dalam tubuh (Subandrate, 2016). Stres oksidatif yang berkelanjutan
dapat menyebabkan kerusakan tingkat sel hingga tingkat organ bahkan menimbulkan penyakit
(Okoduwa, 2013). Menurut Malik et al. (2015) peningkatan stress oksidatif terjadi melalui
berbagai aktivitas metabolik, yaitu autooksidasi glukosa, aktivitas jalur poliol, pembentukan
produk akhir glikasi/Advanced glycation end products (AGEs), Protein Kinase C (PKC), dan
1) Autooksidasi glukosa
Pada proses ini glukosa dikatalisis oleh senyawa logam dalam jumlah kecil seperti
besi dan seng. Hasil katalisis tersebut adalah senyawa oksigen reaktif (ROS) yaitu
hidrogen peroksida dan peningkatan aktivitas radikal superoksida serta kerusakan enzim
Glukosa yang tidak terfosforilasi diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose
reduktase (AR). Sorbitol, dengan bantuan enzim sorbitol dehidrogenase (SDH), akan
diubah menjadi fruktosa untuk didegradasi. Degradasi sorbitol ini berjalan lambat
sehingga sorbitol menumpuk dalam sel. Degradasi sorbitol berjalan lambat sehingga
terjadi penumpukan intrasel dan peningkatan tekanan osmotik lalu sel membengkak dan
mudah lisis (Setiawan dan Suhartono, 2005). Selain itu terjadi ketidakseimbangan ionik
dan metabolit yang akan menyebabkan kerusakan sel (Manaf, 2014). Aktivitas jalur ini
juga menurunkan NADPH yang membantu menurunkan radikal bebas (Arora et al., 2013;
dari proses glikasi nonenzimatik protein, lipid dan asam nukleat. Interaksi AGEs dengan
receptor for advanced glycation end product (RAGE) dalam sirkulasi akan meningkatkan
produksi ROS intraseluler dan faktor transkripsi NF-κB dan produknya, yakni endothelin-
dan RAGE (Al-Farabi, 2013). Peningkatan radikal bebas berupa senyawa oksigen reaktif
(ROS) dapat meningkatkan modifikasi lipid, DNA, dan protein pada berbagai jaringan
(Wisudanti, 2016).
intraselular lalu meningkatkan PKC beta. PKC beta mempengaruhi sel endotel yaitu
itu PKC beta menyebabkan proliferasi sel otot polos, terbentuknya TGF beta dan VEGF
dan penurunan aktivitas fibrinolisis yang kemudian berlanjut ke proses angiopati diabetik
(Manaf, 2014).
memiliki peran penting dalam pro-apoptosis sel. NF-Kb merupakan pemicu pro- dan anti-
apotosis sel dengan kecenderungan proapoptosis lebih besar dibandingkan peran anti-
terjadi perubahan glukosa 6 fosfat diubah menjadi fruktosa 6 fosfat dengan enzim
berkonjugasi dengan residu faktor transkripsi serin dan treonin, maka akan terjadi