BAB IV Kondisi Umum Daerah Penelitian PDF
BAB IV Kondisi Umum Daerah Penelitian PDF
PETA ADMINISTRASI
KOTA SEMARANG
Ketrangan
Laut Jawa 1. Semarang Tengah
2. Semarang Utara
3. Semarang Timur
4. Gayam sari
5. Genuk
6. Pedurungan
7. Semarang Selatan
8. Candisari
9.Gajah Mungkur
Kabupaten Demak
10. Tembalang
Kabupaten Kendal
11. Banyumanik
12. Gunung Pati
13. Semarang Barat
14. Ngaliyan
15. Mijen
16.Tugu
Kabupaten Semarang
b. Endapan vulkanik yang berasal dari hasil kegiatan gunung api muda yaitu
gunung Ungaran
c. Endapan permukaan: merupakan endapan batuan yang paling muda yaitu
endapan alluvium yang terdiri dari alluvium Delta Garang dan alluvium dataran
aliran, batuannya tersusun dari lempung, pasir, kerikildan kerakal.
Struktur geologi yang berkembang yakni: (a) struktur pelipatan yang terdiri
dari antiklinal, sinklinal dan sesar, dan (b) struktur patahan. Perkembangan struktur
geologi akan mempengaruhi hidrogeologi dan kandungan air tanah setempat.
Kemiringan lapisan kearah tertentu akan diikuti oleh aliran air tanah, dan ruang
antar celah akibat struktur geologi tersebut merupakan media yang cukup baik dan
dapat dialiri dan berfungsi sebagai akumulasi lapisan (Wahid, H. 1996). Secara
detail struktur geologi disajikan dalam Lampiran 1.
Jenis Tanah di Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua,
latosol coklat tua kemerahan yang sangat cocok untuk tanaman tahunan,
holtikultura dan palawija, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromort yang cocok
untuk tanamahn pangan, Grumosol Kelabu Tua, Latosol Coklat dan Komplek
Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua yang cocok untuk tanaman tahunan
yang tidak produktif. Gambaran penyebaran jenis tanah beserta lokasi dan
kemampuannya disajikan dalam Tabel 7.
tahun berkisar antara 92 – 124 hari. Distribusi curah hujan bulanan Kota Semarang
disajikan dalam Tabel 8.
Hidrologi
1. Air Permukaan
Kota Semarang dalam suatu sistem hidrologi, merupakan kawasan yang
berada pada kaki bukit Gunung Ungaran, mengalir beberapa sungai yang tergolong
besar seperti yaitu Kali Besole, Kali Beringin, Kali Silandak, Kali Siangker, Kali Kreo,
Kali Kripik, Kali Garang, Kali Candi, Kali Bajak, Kali Kedungmundu, Kali Penggaron.
Sebagai Daerah Hilir, dengan sendirinya merupakan daerah limpasan debit air dari
sungai yang melintas dan mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan.
Kondisi ini diperparah oleh karakteristik kontur wilayah berbukit dengan perbedaan
ketinggian yang sangat curam sehingga curah hujan yang terjadi didaerah hulu akan
sangat cepat mengalir ke daerah hilir. Kesemua kali tersebut mempunyai sifat aliran
perenial yaitu sungai yang mempunyai aliran sepanjang tahun, dan mengalir ke arah
utara yang akhirnya bermuara di Laut Jawa. Pola aliran sungai-sungai yang ada
adalah pararel.
Kali Garang sebagai sungai utama yang membelah kota Semarang, bermata
air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara hingga mencapai
Pengandaan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran kali Kreo dan kali
Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota Semarang bawah yang
mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-
belok dengan aliran yang cukup deras. Berdasarkan data yang ada debit Kali
Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan kali Kreo 34,7 % selanjutnya
kali Kripik 12,3 %. Oleh karena itu, kali Garang memberikan airnya yang cukup
dominan bagi kota Semarang, dan merupakan sumber air baku untuk memenuhi
kebutuhan air minum warga kota Semarang.
45
Sistem jaringan drainase kota Semarang dibagi menjadi 2 yakni Banjir Kanal
Barat, dan Banjir Kanal Timur. Banjir Kanal Barat merupakan gabungan dari
beberapa sungai yakni: sungai Garang, Kreo dan Kripik, yang berasal dari Gunung
Ungaran, merupakan sistem sungai terbesar di kota Semarang. Sedangkan Banjir
Kanal Timur merupakan gabungan dari sungai Babon, Kali Candi, Kali Bajak, Kali
Kedungmundu, Kali Penggaron.
2. Air Tanah
Air tanah di kota Semarang terdapat pada 2 (dua) lapisan pembawa air
(aquifer), yaitu air tanah bebas atau air tanah dangkal (unconfined aquifer), dan air
tanah dalam atau air tanah tertekan (confined aquifer). Keberadaan kedua lapisan
bembawa air tanah tersebut berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 2004 tentang
sumberdaya air adalah Cekungan air tanah (CAT).
Berdasarkan pasal 1 ayat 12 CAT adalah: suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Air tanah kota
Semarang berdasarkan Permen ESDM No. 13 Tahun 2009 berada pada CAT
Semarang – Demak, dan CAT Ungaran.
Untuk jenis air tanah pertama yaitu air tanah bebas atau air tanah dangkal
merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air (aquifer), dimana
bagian atasnya tidak tertutup oleh lapisan kedap air, tetapi bagian bawahnya dilapisi
oleh lapisan tanah yang kedapair, sehingga permukaan air tanah bebas (muka air
tanah) ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya.
Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak memanfaatkan air
tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata
3 - 18 m. Sedangkan untuk peduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan
sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 m.
Kedudukan muka air tanah dangkal (bebas) di kota Semarang bervariasi
antara 0 meter sampai 20 meter dibawah muka laut, ke arah Utara atau ke arah laut
kedudukan muka air tanahnya makin dalam yaitu ± 20 meter, dan makin ke arah
atas atau daerah perbukitan muka air tanah (mat) makin tinggi. Untuk lebih jelasnya
kedudukan muka air tanah dangkal (bebas) disajikan disajikan dalam Lampiran 2.
46
Air Tanah Tertekan adalah air yang terkandung di dalam suatu lapisan
pembawa air yang berada diantara 2 lapisan batuan kedap air, sehingga debitnya
hampir selalu tetap. Disamping itu, kualitasnya juga memenuhi syarat sebagai air
bersih. Debit air tanah dalam (tertekan) ini sedikit sekali dipengaruhi oleh musim dan
keadaan di sekelilingnya. Untuk daerah Semarang bawah lapisan aquifer di dapat
dari endapan alluvial dan delta sungai Garang. Kedalaman lapisan aquifer ini
berkisar antara 50 - 90 meter, terletak di ujung Timur laut Kota dan pada mulut
sungai Garang lama yang terletak di pertemuan antara lembah sungai Garang
dengan dataran pantai. Kelompok aquifer delta Garang ini disebut pula kelompok
aquifer utama karena merupakan sumber air tanah yang potensial dan bersifat
tawar. Untuk daerah Semarang yang berbatasan dengan kaki perbukitan terdapat air
tanah artesis yang terletak pada endapan pasir dan konglomerat formasi damar
yang mulai diketemukan pada kedalaman antara 50 - 90 m. Pada daerah perbukitan
kondisi artesis masih mungkin ditemukan karena adanya formasi damar yang
permeable dan sering mengandung sisipan-sisipan batuan lanau atau batu lempung.
Pengambilan air tanah baik air tanah bebas maupun air tanah tertekan
/dalam di kota Semarang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pengambilan air
diakibatkan oleh:
1. Bagi penduduk: PDAM Tirta Moedal tidak mampu melayani kebutuhan air bersih
penduduk. Jangkauan pelayanan PDAM hanya mampu melayani 56,1%
2. Bagi industri:
a. Pajak pengambilan air tanah dalam lebih murah dibandingkan dengan tarif
PDAM (SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003) yaitu sebesar Rp.
161,-/m3.
b. Monitoring dari pihak yang berwajib (Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah)
kurang ketat. Terbukti dengan inkonsistensi data tentang pengguna air tanah
dari industri maupun hotel per bulan.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka jumlah sumur bor dalam dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tajam. Pada periode tahun 1996
jumlah sumur bor sebanyak 230 buah, dan meningkat cukup tajam pada tahun 2003,
jumlah sumur bor mencapai 540 buah dengan volume pengambilan mencapai 15,31
x 106 m3/tahun, dan terus mengalami kenaikan hingga pada tahun 2005 yaitu
sebesar 8.315 sumur bor, namun jumlah pengambilan air tanahnya malah turun
47
yaitu 8,5 x 106 m3/tahun. Setelah periode tersebut yaitu mulai periode tahun 2006
hingga tahun 2008. Tercatat pada tahun 2008 jumlah sumur dalam sebanyak 544
buah dan volume pengambilan sebesar 9,6 x 106 m3/tahun. Perkembangan jumlah
sumur dan pengambilan pengambilan air tanah di kota Semarang disajikan dalam
Tabel 9, dan Gambar 9.
18.000
1
Vol. Pemompaan (1000 m /th)
10.000
15.000
3
terjadi karena pengambilan air tanah yang jauh melebihi kapasitas akuifernya, maka
terjadilah penurunan muka air tanah yang mencapai 15 hingga 22 m dbpts (1996).
Penurunan muka air tanah akan menyebabkan kenaikan tegangan efektif
pada tanah, dan apabila besarnya tegangan efektif melampaui tegangan yang
diterima tanah sebelumnya maka tanah akan mengalami konsolidasi dan kompaksi
yang mengakibatkan amblesan tanah pada daerah konsolidasi normal. Amblesan
tanah yang terjadi di dataran pantai Semarang diperkirakan disebabkan oleh dua
faktor, yaitu: (a) penurunan muka air tanah akibat pemompaan dan (b) peningkatan
beban karena pengurugan tanah. Penimbunan tanah urug untuk reklamasi daerah
pantai di daerah penelitian dimulai pada tahun 1980, yaitu meliputi kompleks PRPP,
Tanah Mas, Bandarharjo, pelabuhan Tanjung Mas dan Tambaklorog yang diikuti
oleh daerah - daerah lainnya secara tersebar pada tahun 1996. Ketebalan timbunan
tanah tersebut berkisar antara 1 - 5 m, dan diikuti pembangunan perkantoran atau
kompleks perumahan. Daerah-daerah yang mengalami penurunan muka air tanah
disajikan dalam Gambar 10.
Gambar 10 Laju penurunan permukaan tanah kota Semarang periode 2001- 2003
49
kondisi ini terjadi pada hampir seluruh Kecamatan yang ada. Kondisi kependudukan
4.3.3. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
masyarakat. Pendidikan dapat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup, dimana
semakin tinggi pendidikan suatu masyarakat, maka semakin baik kualitas
sumberdaya manusianya. Dan hal tersebut dapat tercapai melalui pembangunan
pendidikan.
Seperti tujuan pembangunan pendidikan di kota-kota lain di Indnesia,
pembangunan pendidikan di kota Semarang juga mempunyai tujuan untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kota Semarang yang cerdas dan
terampil yang kemudian diikuti oleh rasa percaya diri serta sikap dan perilaku yang
51
Petani
Pengusaha
Buruh industri
12,42 7,32 8,5
5,32 Buruh bangunan
14,1 Pedagang
24,7
3,6 Angkutan
11,9 11,78
PNS & ABRI
Pensiunan
Lain-lain
4.3.4. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam index
pembangunan manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya SDM yang sehat,
cerdas, terampil dan ahli menuju keberhasilan pembangunan kesehatan.
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu hak dasar masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang sesuai dan dapat terpenuhi. Oleh sebab itu
dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan telah dilakukan perubahan cara
pandang dari paradigma sakit menuju paradigma sehat sejalan dengan Visi
Indonesia Sehat 2010. Untuk itu diperlukan sarana dan prasarana yang memadahi.
Sarana dan prasarana kesehatan kota Semarang disajikan dalam Tabel 14.
Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti, padi,
jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah sayur-sayuran, buah-buahan,
kacang hijau, tanaman pangan lainnya, dan hasil-hasil produk ikutannya. Data
produksi diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, sedangkan data harga
seluruhnya bersumber pada data harga yang dikumpulkan oleh Badan Pusat
Statistik Tanaman Perkebunan Besar Sub sektor ini mencakup semua jenis kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan yang berbentuk badan hukum.
Komoditi yang dihasilkan adalah karet Baik data produksi maupun harga diperoleh
dari Dinas Perkebunan dan Badan Pusat Statistik. Sub sektor ini mencakup produksi
temak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil-hasil temak, seperti sapi, kerbau,
babi, kuda, kambing, domba, telur dan susu segar. Produksi temak diperkirakan
sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi temak
dan ekspor temak neto. Data mengenai jumlah temak yang dipotong, populasi
ternak, produksi susu dan telur serta hasil-hasil temak diperoleh dari Dinas
Peternakan
Sub Sektor ini mencakupn produksi ternak besar, ternak kecil, unggas
maupun hasil -hasil ternak, seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, telur
dan susu segar. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang
dipotong ditambah perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak neto. Data
mengenai jumlah ternak yang dipotong, populasi ternak, produksi susu dan telor
serta hasil-hasil ternak diperoleh dari Dinas Peternakan
54
3. Kehutanan
4. Perikanan
Komoditi yang dicakup adalah semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan
umum, tambak, kolam, sawah dan karamba. Data mengenai produksi, dan nilai
produksi diperoleh dari laporan Dinas Perikanan Kotamadya Semarang
dan Tanah Urug, sedangkan bahan mineral logam kota Semarang tidak ditemukan
deposit.
Tabel 15 Kapasitas dan Debit Rata-Rata Sumber Produksi PDAM Tirta Moedal
Kapasitas
Sumber Jml. Kontribusi Debit rata-rata
No. terpasang
Produksi Lokasi (%) (lt/det)
(lt/det)
1. Mata air 11 15,55 512,00 382,58
2. Air tanah dalam
a. sumur kota 21 1,47 59,75 22,15
b. sumur peg. 28 15,13 769,00 305,33
3. Air permukaan 6 67,85 2.430,00 1.733,16
Total 66 100 3.770,75 2.272,53
Sumber: PDAM Kota Semarang, 2009
Air terjual pada tahun 2008 sebanyak 50.336.603 m3, dengan nilai penjualan
total sebesar Rp 27.572.278.000,00. Jumlah sambungan rumah sebanyak 111.324
sambungan. Jumlah sambungan terbanyak adalah sambungan rumah tangga
sebanyak 102.707 pelanggan. Berikut ini adalah tabel jumlah sambungan rumah,
jumlah air terjual dan nilai penjualan dari setiap kategori pelanggan.
Tabel 16 Jumlah Pelanggan Air Minum Di Kota Semarang Selama Tahun 2008
Jml Air Minum yang disalurkan
No. Katagori pelanggan
pelanggan Volume (m3) Nilai (Rp)
1. Sosial 2.253 1.239.590 792.118.000
2. Rumah tangga 102.707 26.101.918 20.231.567.000
3. Niaga 5.406 1.832.247 4.162.241.000
4. Industri 171 165.849 605.361.000
5. Lembaga pendidikan 0 0 0
6. Warung air 0 0 0
7. Instansi pemerintah 785 1.183.476 1.703.848.000
8. Pelabuhan 2 17.734 77.143.000
9. Lain-lain 0 0 0
10. Susut/hilang - 19.795.789 -
JUmlah 111.324 50.336.603 27.572.278.000
Sumber: PDAM Kota Semarang, Semarang Kota dalam Angka 2008
Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu kebutuhan air bersih 150
liter/orang/hari, Kota Semarang dengan jumlah penduduk 1.481.644 jiwa,
membutuhkan 222.246.600 liter/hari.Namun PDAM Kota Semarang baru dapat
memproduksi sebanyak 196.346.592 liter/hari, sehingga masih dibutuhkan kapasitas
produksi sebanyak 26.900.008 liter/hari.
TPA Jatibarang memiliki daya tampung sebanyak 4,15 juta m3, dengan
kedalaman rata-rata 40 m. Jarak dari pusat kota ± 11,4 km, dan jarak terdekat dan
terjauh dengan TPS masing-masing ± 4 km dan ± 25 km. Kondisi topografi TPA
Jatibarang adalah: daerah berbukit dan bergelombang dengan kemiringan lereng
sangat curam (lebih dari 24%), dengan ketinggian bervariasi antara 63 sampai 200
meter dari permukaan air laut, dan bagian bawah (terendah mengalir Sungai Kreo).
Sampai dengan tahun 2005, timbunan sampah sudah mencapai 5,75 juta m3
sampah, padahal daya tampung TPA hanya 4,15 juta m3 sampah. Dengan demikian
sudah melebihi daya tampung TPA sekitar 1,6 juta m3 sampah. Dengan kondisi
tersebut menyebabkan air lindi sulit dikendalikan, sarana penanganan sampah (alat
berat, dump truck) semakin kurang mencukupi (tidak imbang), Sanitary Landfill sulit
dilaksanakan, akibatnya terjadi pencemaran udara dan bau sampah semakin
meluas. Hal ini mengundang protes masyarakat akibat pencemaran yang pada
akhirnya dapat berakibat ditutupnya TPA Jatibarang. Selain itu dapat terjadi sampah
longsor yang kemungkinan akan masuk Sungai Kreo dan menyebabkan
pencemaran air.
Keberadaan TPA Jatibarang yang kondisinya sekarang sudah dianggap
mengkhawatirkan karena sudah mulai penuh, perlu dicarikan alternatif lain. Dan
sekarang sudah diadakan studi untuk mencari alternatif lokasi baru. Namun untuk
mencari calon TPA yang baru sekarang ini Pemerintah Kota mengalami kendala,
karena cukup sulit dan mahalnya mencari lokasi baru, maka upaya yang ditempuh
adalah mengoptimalkan TPA yang ada, dengan cara membuat tanggul, menambah
jumlah sarana dan prasarana yang kurang, dan bekerjasama dengan Pihak Swasta
dalam pengelolaan sampah TPA, misalnya sampah diolah menjadi pupuk cair dan
padat. Teknologi Pembuangan akhir adalah Teknologi Open Dumping (1992-1993)
Namun karena teknologi ini tidak dianjurkan karena tidak ramah lingkungan dan
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit maka pada tahun 1993/1994
ditingkatkan menjadi Controlled Land fill. Kemudian pada bulan Maret 1995 sistem
Sanitary Landfill diterapkan untuk TPA Jatibarang. Pelapisan tanah dilakukan setiap
hari pada setiap akhir hari operasi.
59
7. Pengolahan sistem air limbah terpisah yang lengkap di daerah pilot project
seluas 59 Ha.
8. Pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan fasilitas sanitasi on site melalui
pemberian kredit.
9. Consultancy Services for Initial Community Consultation Works and Preparation
for Pilot Sanitation Project in City of Semarang, yang langsung dilaksanakan
dengan konstruksi sistem sanitasi off site di kelurahan Panggung Kidul dan
Kelurahan Kuningan.
10. Peningkatan kapasitas SDM untuk operasi dan pemeliharaan.
4.4.4. Drainase
Banjir yang terjadi di Kota Semarang pada umumnya disebabkan karena
tidak terkendalinya aliran sungai, akibat kenaikan debit, pendangkalan dasar badan
sungai dan penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan
pada daerah hulu (wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air
(recharge area) serta diakibatkan pula oleh ketidakseimbangan input – output pada
saluran drainase kota. Cakupan banjir saat ini telah meluas di beberapa kawasan di
Kota Semarang, yang mencakup sekitar muara Kali Plumbon, Kali Siangker sekitar
Bandara Achmad Yani, Karangayu, Krobokan, Bandarharjo, sepanjang jalan di
Mangkang, kawasan Tugu Muda – Simpang Lima sampai Kali Semarang, di Genuk
dari Kaligawe sampai perbatasan Demak
Persoalan yang sering muncul adalah terjadi air pasang laut (rob) di
beberapa bagian di wilayah penelitian yang menjadi langganan genangan akibat rob.
Saluran drainase yang mestinya menjadi saluran pembuangan air ke laut berfungsi
sebaliknya (terjadi Backwater), sehingga sistem drainase yang ada tidak dapat
berjalan dengan semestinya. Hal ini menjadi lebih parah bila terjadi hujan pada
daerah tangkapan dari saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga terjadi luas
genangan yang semakin besar dan semakin tinggi.