Anda di halaman 1dari 13

SEMINAR

ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU HAMIL GIP0A0 UK 34-35 MINGGU,TUNGGAL,HIDUP,INTRA
UTERI,LETKEP DENGAN PARTUS PREMATURUS IMMINENS DI RSUD SYARIFA
AMBAMI RATO EBU BANGKALAN

Disusun oleh:

AINUR ROHMAH : 1501540220002


DEVI NUR IZZATI : 18153010054
DIANA SURYATI : 18153010003
DINI NURUL JANNAH : 18153010056
ENDRA HADI KARNIYA : 18153010035
ESA FIRDAUSI NUSULA : 18153010061
EVIYANTI PUSPITASARI :18153010006
HALIMATUS SAKDIYAH : 18153010067
HANUN RIFKIYANA H : 18153010008
HIKMATUL UMMAH : 18153010068
IFADATUL HASANAH : 18153010009
KHOIROTUL AMALIA :18153010078
NORFAIDAH : 18153010041
NULIASARI : 18153010002
NUR ALFIATUS SOFA : 18153010089
R. MERIA ARISTA : 18153010021
SAKIYA : 18153010102
SOFIA SUSTIANA : 18153010106
SUSANTI : 18153010107
SYAMSIYATUL ROHMAH : 18153010109
WIWIK INDRIANI : 18153010112
ZUHRATUL HAYATI : 18153010045

PRODI DIV KEBIDANAN STIKES NGUDIA HUSADA MADURA


2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Wito kematian ibu adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau

dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya

kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Angka kematian

ibu (AKI) dinegara berkembang merupakan masalah yang besar dimana jumlah kematian

maternal masih tinggi, diperhitungkan terdapat 1.000 atau 10.000 kelahiran hidup bahkan

beberapa Negara terhadap 100.000 kelahiran hidup. WHO memperkirakan diseluruh

dunia setiap tahunnya (lebih dari 585.000 meninggal saat hamil atau bersalin (Depkes

RI,2007).

Menurut data dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

tingkat kematian ibu saat melahirkan di Indonesia masih sangat tinggi atau hamper setiap

satu jam, dua ibu melahirkan meninggal dunia. Indonesia merupakan Negara dengan

angka kematian ibu (AKI) tertinggi se ASEAN yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup.

Pada target nasional mellenium Deselopment Gods (MDGs) tahun 2015, AKI

akan turun dari 288/100.000 kelahran hidup begitu juga dengan angka kematian bayi

(AKB) turun menjadi 13/1.000 kelahiran hidup (SDKI,2007).

Tingkat kematian secara umum berhubungan erat dengan tingkat kesehatan

walaupun penyebab kematian dapat berhubungan erat dengan tingkat kesehatan walaupun

peyebab kematian dapat dibedakan sebagai penyebab secara langsung maupun tidak

langsung .penyebab langsung tingginya AKI adalah perdarahan, terutama perdarahan

posr partum (28%), keracunan kehamilan / eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi
masa puerperium (8%), persalinan macet (5%) , abortus (5%) dan lain lain (11%).

Sedangkan penyebab tidak langsung tingginya AKI adalah karena kondisi masyarakat

seperti pendidikan, sosial-ekonomi,dan budaya serta keadaan sarana pelayanan yang

kurang siap (Depes RI, 2007).

Persalinan premature berpotensi meningkatkan kematian perinatal sekitar 65-

67%, umumnya berkaitan dengan berat badan lahir rendah (Nugroho,2010). Indonesia

memiliki angka kejadian partus prematurus sekitar 19% dan merupakan penyebab utama

kematian perinatal (Manuaba,2009). Partus prematurus dapat diartikan sebagai

dimulainya kontraksi uterus yang disertai dengan perdarahan dan dilatasi servik serta

turunnya kepala bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannyankurang dari 37 minggu

(Oxorn,2010).

Berdasarkan pengertian partus prematurus diatas dapat disimpulkan bahwa partus

prematurus imminiens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana

timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20-37 minggu)

dan berat badan lahir kurang dari 2500 gram.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat partus prematurus imminens pada ibu yaitu

dapat menyebabkan infeksi endometrium sehingga menyebabkan sepsis dan lambatnya

penyembuhan luka episiotomy (Nugroho,2010). Sedangkan pada bayi memiliki resiko

yang lebih tinggi seperti gangguan respirasi, gagal jantung kongesif, perdarahan atau

ventrikel dan kelainan neorologik, hiperbilirubin , sepsis dan kesulitan makan

(Benson,2010).
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalah partus

prematurus imminens

C. Tujuan

Untuk dapat melaksanakan dan meningkatkan kemampuan dalam memberikan

asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan partus prematurus imminens sesuai teori

manajement kebidanan yang diaplikasikan dalam bentuk asuhan kebidanan menurut

varney.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Partus Prematurus

Menurut Oxorn (2010) partus prematurus atau persalian premature dapat diartikan

sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau

dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita yang lama kehamilannya kurang dari 37

minggu sejak hari pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm

atau partus prematurus adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37

minggu atau dengan berat badan janin kurang dari 2500 gram.Partus preterm adalah

kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu dari hari pertama

mensrtuasi terakhir (Benson, 2012). Menurut Rukiyah (2010) partus preterm adalah

persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-

2499 gram.

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa partus prematurus

imminens (PPI) adalah suatu ancaman pada kehamilan dimana timbunya tanda-tanda

persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat

badan lahir bayi kurang dari 2500 garm.

B. Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu:

1. Janin dan plasenta : Perdarahan trimester awal, perdarahan aterm, KPD,

pertumbuhan janin terhambat,cacat bawaan janin, gemelli, polihydramnion.

2. Ibu : DM, Pre Eklamsia, HT, ISK, Infeksi dengan Demam, Kelainan Bentuk

Uterus, Riwayat Partus Preterm Atau Abortus Berulang, Inkompetensi


Serviks, Pemakaian Obat Narkotik, Trauma, Perokok Berat, Kelainan Imun/

Resus.

Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan

partus prematurus yaitu:

1. Faktor resiko mayor : kehamilan multiple, hidramnion, anomaly uterus, serviks

terbuka lebih dari 1cm pada kehamilan 312 minggu, riwayat abortus pada trimester 2

lebih dari satu kali, riwayat persalinan pretem sebelmnya, operasi abdominal pada

kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi dan iritabilitas uterus.

2. Faktor minor : penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah

kehamilan 112 minggu, riwayat pisknefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,

riwayat abortus pada trimester 2, riwayat abortus pada trimester 1 lebih dari 2 kali.

Sedangkan menurut Manuaba (2009) faktor predisposisi partus prematurus adalah

sebagai berikut:

1. Faktor ibu : gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas

35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit

menahun ibu seperti : hypertensi, jantung, gangguan pembuluh

darah (perokok) faktor pekerjaan yang terlalu berat.

2. Faktor kehamilan : hamil denga hidramnon, hamil ganda, perdarahan antepartum,

koplikasi hamilSeperti pre eklampsia dan eklampsia, ketuban

pecah dini

3. faktor janin : cacat bawaan, asfiksia dalam rahim


C. Patofisiologi

Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang

bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan

adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur

persalinan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini. Empat

jalur terpisah yaitu stres, infeksi, regangan, dan perdarahan (Norwin t, 2007)

Enzim sitokinin dan prostaglandin, rupture membran, ketuban pecah, aliran darah

ke placenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktivitas yang

menimbulkan kontraksi uterus, sehingga mengakibatkan persalinan prematur

Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan ibu.Pada janin

mengakibatkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjadilah maturitas

jaringan pada janin.Salah satu dampaknya terjadilah maturitas paru yang menyebabkan

resiko cedera pada janin. Sedangkan pada ibu resiko tinggi pada kesehatan yang

menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan

kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat hamil

D. Tanda dan Gejala

Partus PrematurusEminens di tandai dengan :

1. Kontraksi uterus atau tanpa rasa sakit

2. Rasa berat di panggul

3. Kejang uterus yang mirip dengan disminorea

4. Keluarnya cairan pervaginam


5. Nyeri pinggang

Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lepas dari

kewaspadaan tenaga medis

Menurut manuaba (2009) jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda

klinik sebagai berikut :

1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 30 menit atau 6 kali dalam satu jam

2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm, perlukaan

sekitar 75-80% bahkan terjadi penipisan serviks

E. Diagnosa

Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosa PPI (wiknjosastro,2010), yaitu :

1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari.

2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8

menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit.

3. Merasakan gejala seperti rasa kaku diperut menyerupai kaku menstruasi, rasa

tekanan intrakaranial pelvik dan nyeri pada punggung bawah (loe back pan)

4. Mengeluarkan lendir pervaginam mungkin bercampur darah

5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80 % atau

telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm

6. Selaput amnion seringkali telah pecah

7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika


Kriteria lain yang diusulkan oleh american academy of pediatric dan the american

colage of obstetric and gynecologist (1997) untuk mendiagnosis PPI ialah sebagai

berikut :

1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi 4 klai dalam 20 menit atau 8 kali dalam

60 menit dan perubahan progresif pada serviks

2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm

3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosa

PPI:

1. Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor

rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis, surfaktan gas dan in PST

darah janin

2. USG untuk mengetahui usia gestasi janin, jumlah janin, besar janin, kotifitas

biofisik, cacat kongenital letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan

kelainan uterus

F. Komplikasi

Menurut Nugroho (2000), komplikasi partus prematurus iminens yang terjadi

pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan infeksi

endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka

episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko infeksi neonatal lebih

tinggi seperti resiko distres pernafasan, sepsis neonatal, nekrofizing, enterokalitis dan

perdarahan intraventrikuler, gangguan respirasi, gagal jantung kongestif, perdarahan


inta ventrikel dan kelainan neorologik hiperbilirubinemia, sepsis dan kesulitan

makan.

Sedangkan menurut oxom (2010) prognosis yang dapat terjadi perdarahan

prematuritas adalah :

1. Anoreksia 2 kali lebih sering terjadi pada bayi premature

2. Gangguan respirasi

3. Rentan terhadap kopresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan

mematuritas jaringan otak

4. Perdarahan intracranial 5 kali sering pada bayi premature disbanding aterm

5. Cerebral palsy

6. Terdapat insidensi kerusakan organic otak yang lebih tinggi pada bayi premature (

meskipun banyak orang-orang jenius yang dilahirkan sebelum aterm).

G. Penatalaksanaan

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI terutama untuk mencegajh

mordibitas dan mortalitas neonatus pretem adalah:

1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik yaitu:

a. Kalsium antagosis: Nifedipine 10 mg/ oral diulang 2-3 kali/jam dilanjutkan tiap 8

jam sampai kembali hilang.

b. Obat B- minetik: seperti terbufalin, rifroclin,isoksuprinDan salbutamol dapat

digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efeksamping yang lebih kecil.

c. Sulfas magnesikus : dosis posinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv secara

bolus selama 20-30 menit dan infus 2-4 gr/jam (maintenance)


d. Penghambat produksi prostagtandin : indomestasin, sulindoc, nimesulide dapat

menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygena (CoXs)

yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin.

Untuk menghambat proses PPI selain tokolisis, pasien juga perlu

membatasi ktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.

Kontra indikasi relative penggunaa tokolisis ketika lingkungan intrauterine

terbukti tidak baik seperti:

a. Oligohidramnion

b. Kariomnionitisberat dan ketuban pecah dini

c. Pre eklamsia berat

d. Hasil nonsetres test tidak reaktif

e. Hasil contraction stress test positif

f. Perdarahan pervaginam dengan absorpsi plasenta kecuali keadaan pasien dan

kesejahteraan janin baik

g. Kematain jani atau anomoli janin yang mematikan

h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan betamimetik

Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid

Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan paru surfaktan

janin, menurunkan resiko respiratory distress syndrome(RDS), mencegah perdarahan

intra ventrikuler, necrotizing enterocditis dan duktus anteriosus yang akhirnya

menurunkan kematian neonatus , kortikostiroid perlu diberikan bilamana usia

kehamilan kurang dari 35 minggu.


Obat yang diberikan ialah dexametason atau betametason pemberian steroid ini

tidak diulang karena resiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal

kertikosteroid ialah:

1. Betametason 2x12mg IM dengan jarak pemberian 24 jam

2. Dexametason 4x6 mg IM dengan jarak pemberian 12 jam

Selain yang disebutkan diatas juga dapat diberikan thyrotropin releasing hormone

400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar triiodothyronine yang kemudian dapat

meningkatkan produksi sulfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol karena

inositol merupakankomponen membrane fosfolipid yang berperan dalam

pembentukan sulfaktan.
DAFATAR PUSTAKA

Nugroho. 2000. Keperawatan Komunita.Jakarta : Salemba Medika

Oxorn, H. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Yayasan
Essentika Medica

Rukiyah, YA. 2011. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta : TIM

Wiknjosastro. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi
1. Cet. 12. Jakarta :Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai