Anda di halaman 1dari 16

RANGKUMAN DAN ANALISA JURNAL

PSIKOFARMAKA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II

Dosen Pengampu: Rossy Rosnawanty, S. Kep, Ners

Disusun Oleh Kelompok 2 (3B)

Awal Febrian M
Gita
Komala
Rima Yasika
Yesi Nuraisah

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
T.A 2019/2020
A. Pengertian
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara
selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama
terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi
gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitashidup
pasien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan,
diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-
insomnia.
B. Obat-obat Psikotropika
1. Obat anti-Psikosis
Yaitu golongan obat yang di gunkan dalam penanganan mental
untuk mengendalikan atau mengurangi gejala dokter dapat
memberi obat ini pada pasien yang mengalami gangguan bipolar,
skizofrenia, gamgguan kecemasan, atau depresi. Obat-obat
neuroleptika juga disebut tranquilizer mayor obat anti psikotik
atau obat anti skizofren, karena terutama digunakan dalam
pengobatan skizofrenia tetapi juga efektif untuk psikotik lain,
seperti keadaan manik atau delirium. Obat-obat anti psikotik ini
terbagi atas dua golongan besar, yaitu:
a. Obat anti psikotik tipikal
Merupakan obat generasi lama tau generasi pertama, yang
mulai di perkenalkan pada tahun 1950. Obat ini mampu
menghambat dopamin dengan sangat kuat.
b. obat anti psikotik atipikal
merupakan obat generasi baru atau generasi kedua.
 Mekanisme Kerja
Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial
dalam memblokade reseptor dopamin dan juga dapat
memblokade reseptor kolinergik, adrenergik dan histamin.
Pada obat generasi pertama (fenotiazin dan butirofenon),
umumnya tidak terlalu selektif, sedangkan benzamid sangat
selektif dalam memblokade reseptor dopamine D2. Anti-
psikosis “atypical ” memblokade reseptor dopamine dan juga
serotonin 5HT2 dan beberapa diantaranya juga dapat
memblokade dopamin system limbic, terutama pada striatum.
 Cara penggunaan
Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass
metabolism” di hepar. Beberapa diantaranya dapat diberikan
lewat injeksi short-acting Intramuscular (IM) atau Intra
Venous (IV), Untuk beberapa obat anti-psikosis (seperti
haloperidol danflupenthixol), bisa diberikan larutan ester
bersama vegetable oil dalam bentuk “depot” IM yang
diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih
mudah untuk dimonitor. Pemilihan jenis obat anti-psikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalennya. Apabila obat psikosis tertentu tidak memberikan
respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu
memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika
obat anti-psikosis tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif
dan efek sampingnya dapat ditolerir dengan baik, dapat dipilih
kembali untuk pemakaian sekarang.
Dalam pemberian dosis, perlu dipertimbangkan:
 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
 Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
 Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
 Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi
dampak efek samping, sehingga tidak menganggu
kualitas hidup pasien.
Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat
yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama,
sehingga potensi ketergantungan sangat kecil. Jika
dihentikan mendadak timbul gejala cholinergic rebound,
yaitu: gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing,
gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika diberikan
anticholinergic agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM
dan tablet trihexylfenidil 3x2 mg/hari). Obat anti-psikosis
parenteral berguna untuk pasien yang tidak mau atau
sulitteratur makan obat atau tidak efektif dengan medikasi
oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap bulan.
Pemberiannya hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan terhadap pskizofrenia.

Penggunaan CPZ sering menimbulkan hipotensi orthostatik


pada waktu merubah posisi tubuh. Hal ini dapat diatasi
dengan injeksi nor-adrenalin (effortil IM). Haloperidol juga
dapat menimbulkan sindroma Parkinson, dan diatasi
dengan tablet trihexylfenidil 3-4x2 mg/hari

 Indikasi
Obat anti-psikosis merupakan pilihan pertama dalam
menangani skizofreni, untuk memgurangi delusi, halusinasi,
gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif dalam
mencegah kekambuhan. Major transquilizer juga efektif dalam
menangani mania, Tourette’s syndrome, perilaku kekerasan
dan agitasi akibat bingung dan demensia. Juga dapat
dikombinasikan dengan anti-depresan dalam penanganan
depresi delusiona.
 Efek samping
a. Extrapiramidal: distonia akut, parkinsonism, akatisia,
dikinesia tardiv
b. Endokrin: galactorrhea, amenorrhea
c. Antikolinergik: hiperprolaktinemia

Bila terjadi gejala tersebut, obat anti-psikosis perlahan-


lahan dihentikan. Bisa diberikan obat reserpin 2,5 mg/hari.
Obat pengganti yang yang paling baik adalah klozapin 50-
100 mg/hari.

Reaksi idiosinkrasi yang timbul dapat berupa diskrasia


darah, fotosensitivitas, jaundice, dan Neuroleptic Malignant
Syndrome (NSM). NSM berupa hiperpireksia, rigiditas,
inkontinensia urin, dan perubahan status mental dan
kesadaran. Bila terejadi NSM, hentikan pemakaian obat,
perawatan suportif dan berikan agonis dopamine
(bromokriptin 3x7,5 sampai 60 mg/hari, L-Dopa 2x100 mg
atau amantidin 200 mg/hari)

 Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris
yang tinggi, ketergantungan alkohol, penyakit SSP dan
gangguan kesadaran.
2. Anti Depresan
Anti depresan terutama digunakan untuk mengobati depresi,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan ansietas menyeluruh,
gangguan panik, gangguan fobik dan pada kasus tertentu, enuresis
nokturnal (antidepresn trisiklik) dan bulimia nervosa (fluoxetine).
Tiga fase pengobatan gangguan depresif saat merencanakan
intervensi pengobatan, penting untuk menekankan kepada
penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan
perjalanan gangguan depresif :
a. Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala
b. Fase kelanjutan untuk mencegah relaps
c. Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren
 Mekanisme Kerja
Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan
serotonin yang menuju neuron presinaps. SSRI hanya
memblokade reuptake dari serotonin. MAOI menghambat
pengrusakan serotonin pada sinaps. Mianserin dan mirtazapin
memblokade reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja
dari antidepresan melibatkan modulasi pre atau post sinaps
atau disebut respon elektrofisiologis.
 Cara Penggunaan
Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali
sehari dan mengalami proses first-pass metabolismdi hepar.
Respon anti-depresan jarang timbul dalam waktu kurang dari
2-6 minggu. Untuk sindroma depresi ringan dan sedang,
pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:
Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake
Inhibitor)
Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin
Oxydase Inhibitor) reversibel
 Pemberian Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
a. onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
b. efek sekunder (efek samping) : sekitar 12-24 jam
c. waktu paruh : 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari).
Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu:
1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis
anjuran selama minggu I. Misalnya amytriptylin 25 mg/hari
pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV,100
mg/hari pada hari V dan VI.
2. Titrating Dosage(dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran
sampai dosis efektif kemudian menjadi dosis optimal.
Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7sampai 15 hari
(miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu
IV 300mg/hari.
3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal
dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya amytriptylin 300
mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai dosis
pemeliharaan.
4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan.
Biasanya dosis pemeliharaan ½ dosis optimal. Misalnya
amytriptylin 150 mg/hari.
5. Tappering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan.
Kebalikan dari initiating dosage. Misalnya amytriptylin 150
mg/hari à 100 mg/hari selama 1 minggu, 100mg/hari à 75
mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari à 50 mg/hari selama
1 minggu, 50mg/hari à 25 mg/hari selama 1 minggu.

Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total.


Kalau kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai
lagi dari awal dan seterusnya. Pada dosis pemeliharaan
dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one
hour before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik.
Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari
setelah sarapan. Pemberian obat anti depresi dapat dilakukan
dalam jangka panjang oleh karena “addiction potential”-nya
sangat minimal.
 Efek samping
Trisklik dan MAOI : antikolinergik (mulut kering, retensi urin,
penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardi) dan anti
adrenergik (perubahan EKG, hipotensi).
SSRI : nausea, sakit kepala
MAOI : interaksi tirami
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine
toxic syndromendengan gejala eksitasi SSP, hiperpireksia,
hipertensi, konvulsi, delirium, confusion dan disorientasi.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:
a. Gastric lavage
b. Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
 Indikasi
Obat antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan
kadang berguna juga pada penderita ansietas fobia, obsesif-
kompulsif, dan mencegah kekambuhan depresi.
 Kegagalan Terapi
Kegagalan terapi pada umumnya disebabkan:
a. Kepatuhan pasien menggunakan obat (compliance), yang
dapat hilang oleh karena adanya efek samping, perlu
diberikan edukasi dan informasi
b. Pengaturan dosis obat belum adekuat
c. Tidak cukup lama mempertahankan pada dosis minimal
d. Dalam menilai efek obat terpengaruh oleh presepsi pasien
yang tendensi negative, sehingga penilaian menjadi “bias”
3. Anti-Mania
Mania merupakan gangguan mood atau perasaan ditandai dengan
aktivitas fisik yang berlebihan dan perasaan gembira yang luar
biasa yang secara keseluruhan tidak sebanding dengan peristiwa
positif yang terjadi. Hal ini terjadi dalam jangka waktu paling
sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek
(mood, suasana perasaan) yang meningkat ekspresif atau iritabel.
Sindroma mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam
celah sinaps neuron, khususnya pada sistem limbik, yang
berdampak terhadap “dopamine receptor supersensitivity”.
Lithium karbonat merupakan obat pilihan utama untuk
meredakan sindroma mania akut dan profilaksis terhadap
serangan sindroma mania yang kambuh pada gangguan afektif
bipolar. Bentuk mania yang lebih ringan adalah hipomania. Mania
seringkali merupakan bagian dari kelainan bipolar (penyakit
manik-depresif). Beberapa orang yang tampaknya hanya
menderita mania, mungkin sesungguhnya mengalami episode
depresi yang ringan atau singkat. Baik mania maupun hipomania
lebih jarang terjadi dibandingkan dengan depresi. Mania dan
hipomania agak sulit dikenali, kesedihan yang berat dan
berkelanjutan akan mendorong seseorang untuk berobat ke
dokter, sedangkan kegembiraan jarang mendorong seseorang
untuk berobat ke dokter karena penderita mania tidak menyadari
adanya sesuatu yang salah dalam keadaan maupun perilaku
mentalnya.
 Kontra Indikasi
Wanita hamil karena bersifat teratogenik. Lithium dapat
melalui plasenta danmasuk peredaran darah janin, khususnya
mempengaruhi kelenjar tiroid.
 Efek samping
 Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis
dan kondisi fisik pasien.
 Gejala efek samping pada pengobatan jangka lama:
mulut kering, haus, gastrointestinal distress (mual,
muntah, diare, feses lunak), kelemahan otot, poliuria,
tremor halus (finetremor, lebih nyata pada pasien usia
lanjut dan penggunaan bersamaan dengan neuroleptika
dan antidepresan) Tidak ada efek sedasi dan gangguan
akstrapiramidal.
 Efek samping lain : hipotiroidisme, peningkatan berat
badan, perubahan fungsi tiroid, edema pada tungkai
metalic taste, leukositosis, gangguan daya ingat dan
kosentrasi pikiran.
 Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk,
kosentrasi pikiran menurun, bicara sulit, pengucapan
kata tidak jelas, berjalan tidak stabil.
 Gejala intoksikasi
a. Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar,
mengantuk, kosentrasi pikiran menurun, bicara
sulit, pengucapan kata tidak jelas, berjalan tidak
stabil.
b. Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat
gejala: kesadaran menurun, oliguria, kejang-kejang.
c. Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam
darah
 Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium
a. Demam (berkeringat berlebihan)
b. Diet rendah garam
c. Diare dan muntah-muntah
d. Diet untuk menurunkan berat badan
e. Pemakaian bersama diuretik,
antireumatik, obat anti inflamasi
nonsteroid
4. Anti-ansietas
Anti ansietas adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi
kecemasan dan juga mempunyai efek sedative, relaksasi otot,
amnestic, dan antiepileptic.
Anti ansietas yang terutama adalah benzodiazepine. Banyak
golongan obat yang mendepresi system saraf pusat (SSP) lain telah
digunakan untuk sedasi siang hari pada pengobatan ansietas,
namun penggunaannya saat ini telah ditinggalkan. Alasannya ialah
antara lain golongan barbiturate dan meprobamat, lebih toksik
pada takar lajak (overdoses).
Dari golongan benzodiazepine, yang dianjurkan untuk anti
ansietas adalah klordiazepoksid, diazepam, oksazepam,
klorazepat, lorazepam, prazepam, alprazolam, dan halozepam.
Sedangkan klorazepam lebih dianjurkan untuk pengobatan panic
disorder.
Klasifikasi yang sering dipakai adalah :
 Derivate benzodiazepine
- Diazepam (valium)
- Bromazepam (lexotan)
- Lorazepam (ativan)
- Alprazolam (xanax)
- Clobazam (frisium)
 Derivate gliserol:
- Meprobamat
 Derivate berbiturat:
- Fenobarbital
 Mekanisme Kerja:
Mayoritas neurotransmitter yang melakukan inhibisi di otak
adalah asam amino GABA (gamma-aminobutyric acid A). Secara
selektif reseptor GABA akan membiarkan ion Chlorid masuk ke
dalam sel, sehingga terjadi hiperpolarisasi neuron dam
menghambat penglepasan transmisi neuronal. Secara umum obat
– obat anti ansietas ini bekerja di reseptor GABA. Benzodiazepine
menghasilkan efek pengikatan terhadap reseptor GABA tersebut.

 Efek Samping dan Kontra Indikasi


Pada penggunaan dosis terapi jarang timbul efek samping
seperti rasa mengantuk, tetapi pada kadar takar lajak
(overdoses) benzodiazepine menimbulkan efek depresi SSP.
Efek samping akibat depresi susunan saraf pusat berupa
kantuk dan ataksia yang merupakan kelanjutan dari efek
farmakodinamik obat – obat tersebut. Efek anti ansietas
diazepam dapat diharapkan terjadi bila kadar dalam darah
mencapai 300-400 ng/mL dan pada kadar ini sudah terjadi
efek sedasi dan gangguan psikomotor. Intoksikasi SSP yang
menyeluruh terjadi pada kadar di atas 900-1000 ng/mL.
Hal yang ganjil adalah sesekali terjadi peningkatan ansietas.
Respon semacam ini terjadi khusus pada pasien yang merasa
ketakutan dan terjadi penumpulan daya pikir sebagai akibat
efek samping sedasi anti ansietas. Efek yang unik juga adalah
dimana terjadi peningkatan nafsu makan yang mungkin
ditimbulkan oleh derivate benzodiazepine secara mental.
Umumnya, toksisitas klinik benzodiazepine rendah.
Bertambahnya berat badan, yang mungkin disebabkan karena
perbaikan nafsu makan, terjadi pada beberapa pasien. Banyak
efek samping yang dilaporkan pasien tumpang tindih dengan
dengan gejala ansietas, oleh sebab itu anamnesis yang cermat
sangat penting sehingga dapat dibedakan apakah benar
merupakan efek samping atau merupakan gejala ansietas.
Pemberian dalam jumlah besar dan jangka waktu lama dapat
menyebabkan toleransi dan dependensi, serta gejala putus zat
apabila obat dihentikan secara tiba–tiba.
Derivate benzodiazepine sebaiknya jangan diberikan bersama
dengan alcohol, barbiturate dan atau fenotiazin. Kombinasi ini
mungkin menimbulkan efek depresi yang berlebihan. Pada
pasien dengan gangguan pernapasan, benzodiazepine dapat
memperberat gejala sesak napas.
 Toleransi dan Ketergantungan Fisik
Keadaan ini terjadi apabila benzodiazepine diberikan dalam
dosis tinggi dan dalam jangka waktu yang lama. Jadi pemberian
golongan obat ini lebih dari 3 minggu sebaiknya dihindari.
Habituasi dapat terjadi akibat benzodiazepine, namun karena
waktu paruhnya panjang dan terjadi perubahan menjadi
metabolit aktif, gejala putus obat mungkin tidak akan Nampak
selama 1 minggu sesudah penghentian obat pada pemakaian
kronik. Umumnya pada pemberian dengan dosis biasa tidak
akan terjadi gejala putus obat.

5. Anti-Insomnia
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua
golongan yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
 Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
1) Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing
anti-insomnia” yaitu golongan benzodiazepine (Short
Acting) Misalnya pada gangguan anxietas.
2) Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir
dan sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent
phase Anti-Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik
antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik). Misalnya pada
gangguan depresi.
3) Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak
utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian
(multiple awakening). Obat yang dibutuhkan adalah
bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu
golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine
(Long acting). Misalnya pada gangguan stres
psikososial.
 Efek Samping
a. Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur.
b. Hati-hati pada pasien dengan insufisiensi pernapasan,
uremia, gangguan fungsi hati, leh karena keadaan
tersebut terjadi penurunan fungsi SSP, dan dapat
memudahkan timbulnya koma. Pada pasien usia lanjut
dapat terjadi “over sedation”, sehingga resiko jatuh dan
trauma menjadi besar, yang sering terjadi adala “hip
fracture”.
c. Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan
farmakokinetik obat anti-insomnia (waktu paruh):
- Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (selama 4
jam) berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi
panik
- Waktu paruh sedang, seperti Estazolam
- Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam.
Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan
benzodiazepine dapat terjadi “disinhibiting effect” yang
menyebabkan “rage reaction” (perilaku penyerang dan
ganas).
 Kontraindikasi :
a. Sleep apneu syndrome
b. Congestive Heart Failure
c. Chronic Respiratory Disease
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/7650923/TUGAS_ILMU_KESEHATAN_JIWA_PSI
KOFARMAKA_Disusun_Oleh

Anda mungkin juga menyukai