PENDAHULUAN
1.3. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat memenuhi dan menyelesaikan dengan baik tugas Dasar-Dasar
Perlindungan Tanaman
2. Mahasiswa dapat mengetahui hama wereng esmpoaca secara spesifik
3. Mahasiswa dapat mengetahui teknik perlindungan tanaman yang tepat.
.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pelaksanaan perlindungan tanaman yang diatur pada Pasal 20 sampai Pasal 27 adalah sebagai
berikut:
Sistem perlindungan tanaman (Pasal 20 Ayat (1)) dan tanggung jawab pelaksanaan
perlindungan tanaman (Pasal 20 Ayat (2))
Pelaksanaan perlindungan tanaman melalui tiga kegiatan (Pasal 21)
Larangan penggunaan sarana dan/atau cara yang dapat mengganggu kesehatan dan/atau
mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya
alam dan/atau lingkungan hidup (Pasal 22 Ayat (1)) dan pengaturan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan larangan tersebut (Pasal 22 Ayat (2))
Pengenaan tindakan karantina terhadap setiap media pembawa organisme pengganggu
tumbuhan yang dimasukkan ke dalam, dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di
dalam, dan dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 23)
Pelaporan OPT dan kewajiban melaksanakan tindakan pengendalian oleh petani atau badan
hukum (Pasal 24 Ayat (1)) dan kewajiban pemerintah melaksanakan pengendalian hanya
jika terjadi ledakan OPT (Pasal 24 Ayat (2))
Pelaksanaan eradikasi oleh pemerintah (Pasal 25 Ayat (1)) terhadap OPT yang sangat
berbahaya (Pasal 25 Ayat (2)) dan pemberian kompensasi terhadap tanaman atau benda
lainnya yang dimusnahkan dalam pelaksanaan eradikasi (Pasal 26 Ayat (1) dan Ayat (2))
Ketentuan mengenai mengenai pengendalian dan eradikasi organisme pengganggu
tumbuhan yang lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 27).
2.3.2. PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman
Ketentuan pada Pasal 27 UU No. 12 Tahun 1992 tersebut menjadi dasar ditetapkannya
PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman yang terdiri atas 6 Bab dan 29 Pasal
sebagai berikut:
Bab I: Ketentuan umum yang mencakup Pasal 1 sampai Pasal 4, memuat defenisi
mengenai istilah yang digunakan di dalam PP ini (Pasal 1), waktu pelaksanaan
tindakan/kegiatan perlindungan tanaman (Pasal 2), sistem dan tindakan perlindungan
tanaman (3), serta sarana dan cara perlindungan tanaman (Pasal 4).
Bab II: Pencegahan penyebaran OPT yang mencakup Pasal 5 sampai Pasal 7, memuat
ketentuan mengenai tindakan karantina (Pasal 5), jenis tindakan karantina (Pasal 6), dan
penentuan area karantina (Pasal 7).
Bab III: Pengendalian OPT yang mencakup Pasal 8 sampai Pasal 22, yang memuat
pemaduan teknik pengendalian (8), pemantauan dan prakiraan OPT (9), cara pengendalian
OPT (Pasal 10), pelaksanaan pengendalian OPT (11), sarana pengendalian OPT (Pasal 12
sampai Pasal 16), pelaporan pelaksanaan pengendalian OPT (Pasal 17), kewajiban
memantau, mencegah, dan mengendalikan dampak negatif pelaksanaan pengendalian OPT
(18), pestisida sebagai alternatif terakhir (19), pengawasan pestisida (20), pengendalian
OPT yang berupa satwa liar (21), dan petunjuk teknis pengendalian OPT (Pasal 22)
Bab IV: Eradikasi yang mencakup Pasal 23 sampai Pasal 26, memuat ketentuan mengenai
eradikasi OPT (Pasal 23), ketentuan mengenai sasaran eradikasi selain OPT (Pasal 24),
pelaksanaan eradikasi (25), dan ketentuan mengenai kompensasi atau bantuan (Pasal 26).
Bab V: Ketentuan Peralihan yang mencakup Pasal 27 dan Pasal 28, mengatur mengenai
tetap berlakunya peraturan yang mengatur penyerahan sebagian urusan pemerintahan di
bidang perlindungan tanaman kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dan tetap berlakunya peraturan pelaksanaan yang tingkatannya berada di
bawah PP
Bab VI: Ketentuan Penutup, yang terdiri hanya atas Pasal 29, mengatur mengenai mulai
berlakunya PP.
2.3.3. UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan
masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan
dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara
Republik Indonesia (Pasal 1 butir 1). Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan adalah tindakan
sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan, hama dan
penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area
ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia
(Pasal 1 butir 2). Hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme
pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu
kehidupan, atau menyebabkan kematian hewan, ikan, atau tumbuhan (Pasal 1 butir 3).
Hama dan penyakit hewan karantina adalah semua hama dan penyakit hewan yang
ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam, tersebarnya di dalam, dan
keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 4).
Hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu tumbuhan karantina
adalah semua hama dan penyakit ikan atau organisme pengganggu tumbuhan yang
ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam
wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 5). Media pembawa hama dan penyakit
hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan
karantina adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dan
bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang dapat membawa hama dan penyakit hewan
karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan
karantina (Pasal 1 butir 6). Tempat pemasukan dan tempat pengeluaran adalah pelabuhan
laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos
perbatasan dengan negara lain, dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu, yang
ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan media pembawa
hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan
(Pasal 1 butir 12). Selanjutnya mari lanjutkan membaca UU No. 16 Tahun 1992 yang
terdiri atas 11 Bab dan 34 Pasal sebagai berikut:
Bab I: Ketentuan umum yang mencakup Pasal 1 sampai Pasal 4, memuat defenisi istilah
(Pasal 1), azas (Pasal 2), tujuan (Pasal 3), dan ruang lingkup (Pasal 4).
Bab II: Persyaratan karantina yang mencakup Pasal 5 sampai Pasal 8, memuat ketentuan
pemasukan media pembawa ke wilayah RI (Pasal 5), pemindahan media pembawa antar
area karantina (Pasal 6), pengeluaran media pembawa dari wilayah RI (7), dan kewajiban
tambahan (Pasal 8).
Bab III: Tindakan karantina yang mencakup Pasal 9 sampai Pasal 22, memuat ketentuan
mengenai pengenaan tindakan karantina (Pasal 9), jenis tindakan karantina (Pasal 10),
ketentuan mengenai setiap jenis tindakan karantina (Pasal 11-Pasal 19), pelaksanaan
tindakan karantina (Pasal 20), tindakan karantina terhadap oyek di luar media pembawa
(Pasal 21), dan pengutan jasa karantina (Pasal 22).
Bab IV: Kawasan karantina yang mencakup Pasal 23, memuat penetapan kawasan
sebagai suatu kawasan karantina.
Bab V: Jenis Hama dan Penyakit, Organisme Pengganggu, dan Media Pembawa yang
mencakup Pasal 24 dan Pasal 25, memuat penetapan jenis hama dan penyakit serta
organisme pengganggu karantina, dan jenis media pembawa yang dilarang (Pasal 24), serta
ketentuan mengenai media pembawa lain (Pasal 25).
Bab VI: Tempat pemasukan dan pengeluaran yang mencakup Pasal 26 dan Pasal 27,
memuat penetapan tempat-tempat pemasukan dan ketentuan mengenai alat angkut transit
(Pasal 27).
Bab VII: Pembinaan yang mencakup Pasal 28 dan Pasal 29, memuat pembinaan kesadaran
masyarakat (Pasal 28), dan penggalangan peranserta masyarakat (Pasal 29).
Bab VIII: Penyidikan yang mencakup hanya Pasal 30, memuat ketentuan mengenai
penyidikan oleh petugas karantina.
Bab IX: Ketentuan pidana yang mencakup hanya Pasal 31, memuat ketentuan mengenai
sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan karantina.
Bab X: Ketentuan peralihan mencakup hanya Pasal 32, memuat ketentuan mengenai
berlakunya peraturan perundang-undangan lain yang tidak bertentangan.
Bab XI: Ketentuan penutup yang mencakup Pasal 33 dan Pasal 34, memuat peraturan
perundang-undangan yang dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 33), dan mulainya berlaku
undang-undang ini (Pasal 34).
Pengaturan lebih lanjut mengenai karantina tumbuhan dilakukan dengan menggunakan
berbagai UU, PP, Peraturan Menteri, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya yang
jumlahnya luar biasa banyak. Peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan
dengan karantina tumbuhan dapat diperoleh dari halaman situs Peraturan Perundang-undangan
Kementerian Pertanian. Selain peraturan perundang-undangan dalam negeri, Indonesia juga
terikat dengan peraturan karantina dalam kaitan dengan keanggotaan Indonesia dalam
organisasi internasional sebagai berikut:
Sebagai Anggota World Trade Organization (WTO): The WTO Agreement on the
Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement)
Sebagai anggota International Plant Protection Convention (IPPC): International Standards
for Phytosanitary Measures
Sebagai anggota Asia & Pacific Plant Protection Commission (APPPC): Plant Protection
Agreement For The Asia And Pacific Region
Meskipun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan
tanaman sedemikian banyak, bukan berarti dengan sendirinya permasalahan perlindungan
tanaman dapat teratasi. Peraturan perundang-undangan hanyalah kumpulan bab, pasal, dan
ayat dalam tumpukan kertas yang perlu dilaksanakan supaya dapat memberikan hasil yang
diharapkan. Pelaksanaan suatu peraturan perundang-undangan memerlukan ketaatan setiap
pihak yang menjadi objek pearuran untuk melaksanakan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
2.4. Pengertian Organisme Penggangu Tanaman (OPT)
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) didefinsikan sebagai "semua organisme
yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan". dapat
diapahami bahwa perlindungan tanaman tidak mencakup gangguan yang bukan disebabkan
oleh organisme. Dengan demikian, perlindungan tanaman tidak mencakup gangguan yang
disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan unsur hara (nutrients) maupun gangguan karena
faktor linkungan yang kurang mendukung (unfavourable environment) sebagaimana yang
dimaksud dalam buku-buku teks mengenai perlindungan tanaman. Gangguan di luar yang
disebabkan oleh OPT tidak menjadi bagian dari perlindungan tanaman. Istilah tumbuhan
dalam definisi OPT perlu dipahami secara hati-hati. Secara botanis, tumbuhan mencakup
berbagai jenis organisme, tumbuhan berbunga, algae, bahkan jamur.
1. Hama
Hama adalah hewan yang merusak secara langsung pada tanaman. Hama terdapat
beberapa jenis, diantaranya adalah insekta (serangga), moluska (bekicot, keong), rodenta
(tikus), mamalia (babi), nematoda, dll. Serangan hama sangat terlihat dan dapat memberikan
kerugian yang besar apabila terjadi secara massive. Namun serangan hama umumnya tidak
memberikan efek menular, terkecuali apabila hama tersebut sebagai vektor suatu penyakit.
Dari penjelasan ini tersirat bahwa hama adalah populasi atau tingkat serangan
organisme pengganggu tumbuhan. Dengan kata lain, bila hanya satu individu maka OPT
bukan termasuk hama, padahal sapi lepas, apalagi gajah, hanya satu ekor sekalipun dapat
menimbulkan kerusakan, gangguan terhadap kehidupan, atau bahkan sangat menyebabkan
kematian terhadap tanaman. Penjelasan di atas juga menyiratkan bahwa pengendalian hama
terpadu hanya mencakup kegiatan pengendalian, padahal perlindungan tanaman dilaksanakan
melalui kegiatan pencegahan masuk atau menyebar, pengendalian, dan eradikasi.
3. Gulma
Gulma dapat diartikan tumbuhan yang tumbuh diantara tanaman budidaya yang
mengakibatkan adanya persaingan penyerapan unsur hara, air, maupun sinar matahari
sehingga menghambat pertumbuhan dan mengakibatkan penurunan hasil produksi.
Beda halnya dengan hama yang menyerang semua jenis budidaya, Gulma sendiri lebih
sering menyerang jenis budidaya dalam bidang pertanian, namun kadang juga gulma
menyerang peternakan dan perikanan namun biasanya tidak begitu berpengaruh terhadap hasil
produksi. Gulma dapat digolongkan menjadi beberapa jenis seperti gulma berdaun lebar,
gulma rumput-rumputan, pakis (tanaman paku) dan gulma teki-tekian.
Gulma termasuk tumbuhan dan oleh karena itu, musuh alaminya dengan sendirinya
merupakan organisme pengganggu tumbuhan. Hal ini rupanya kurang mendapat perhatian
dalam mendefinisikan OPT sehingga bila tidak dicermati maka membunuh musuh alami
gulma berarti melindungi tanaman, padahal seharusnya tidak demikian. Kedua, karena
mencakup semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan
kematian tumbuhan maka di dalam konsep OPT juga termasuk organisme yang dapat
merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan liar (bukan
budidaya) apakah dengan definisi OPT sebagaimana yang telah dijelaskan maka hama dalam
arti luas bermakna sama dengan OPT sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan bahwa “Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem
pengendalian hama terpadu”? Pada penjelasan salah satu peraturan perundang-undangan
disebutkan sistem pengendalian hama terpadu adalah upaya pengendalian populasi atau
tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih dari
berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk mencegah
timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kerugian akibat persaingan antara
tanaman budi daya dengan gulma yaitu :
Pertumbuhan tanaman terhambat sehingga waktu mulai berproduksi lebih lama.
Penurunan kuantitas dan kualitas hasil produksi.
Gulma dapat menjadi sarang hama dan penyakit.
Pengendalian gulma membutuhkan biaya yang mahal.
Cara pengendalian gulma dilakukan melalui dua cara yaitu :
Cara tradisional dengan mencabuti gulma secara langsung.
Cara yang modern dengan menyemprot menggunakan herbisida.
Panas
Suhu tinggi menyebabkan panas. Panas dapat mengkoagulasikan protopalsma dan
mengurangi enzim. Titik mati menyebabkan sel tanaman karena panas terletak antara 45 ◦-55◦ C.
Api atau uap panas sehubungan dengan pengendalian gulma mempunyai tujuan untuk:
menghancurkan bagian atas gulma yang telah tua atau terpotong oleh alat lain (api), pada tempat
berbatu atau jalan kereta api, uap panas dan hembusan api dapat dikerjakan lebih praktis, pada
barisan tanaman kapas biji gulma yang berkecambah dapat dibasmi oleh hembusan api, yang
dikerjakan berulang kali sejak batang tanaman bergaris tengah kurang lebih 0,5 cm, panas sering
untuk membasmi biji yang terpendam (gulma perennial).
Pembakaran lebih sering untuk menghilangkan samapah bekas tanaman daripada sebagai
cara pengendalian. Hanya sebagian kecil biji gulma dapat selamat, apabila masuk dalam celah-
celah tanah, ikut “drift” dari angin atau aliran air. Di lain pihak, api dapat memacu perkecambahan
biji gulma tertentu yang tertimbun tanah sangat dangkal. Meskipun pembakaran gulma tua tidak
begitu memadai, namun dapat membantu dalam hal: menghindari bahaya kebakaran,
membersihkan aliran air, membunuh hama dan penyakit yang bersarang pada gulma dari sisa
bajakan atau potongan, dan menghilangkan samaph itu sendiri.
Pembubuhan mulsa
Untuk menghalangi sampainya cahaya matahari pada gulma dan menghalangi pertumbuhan
bagian atas, maka selapis bahan mulsa yang ditutupkan di atas gulma akan sangat berhasil. Gulma
perennial menghendaki selapis tebal jerami, namun gulma yang mempunyai pertumbuhan
vegetatif indertiminite kurang sesuai dengan perlakuan ini. Tetapi perlakuan mulsa dengan jerami,
dan lain-lain, hanya dipergunakan dalam ukuran kecil saja.
2.5.2.2. Metode Pola Tanam Atau Persaingan
Bercocok tanam dengan cara bergiliran akan meningkatkan kemampuan crop
(pertanaman). Masing-masing crop berasosiasi dengan sejenis gulma tertentu dengan khas.
Menanam crop seperti ini terus menerus (beruntun) dapat mengakibatkan akumulasi gulma, oleh
karena itu, perencanaan pergiliran tanaman tidak boleh mengabaikan faktor gulma. Pergiliran
tanaman memberi kemungkinan segolongan gulma tidak mempunyai kesempatan mengganggu
perkembangan pertanaman berikutnya. Pesaing kuat bagi suatu pertanaman memberi banyak
keuntungan. Misalnya, pertanaman itu cepat tumbuh, berkanopi lebat sehingga cepat memberikan
naungan pada daerah di bawahnya, dan cepat masak untuk dipanen, karena persaingan yang
diperebutkan adalah cahaya, air, dan nutrisi, maupun ruangan.
2.5.2.3. Pengendalian Gulma Secara Biologis
Telah diketahui bahwa insekta dan jamur merupakan hama dan penyakit bagi pertanaman.
Di lain pihak ada insekta yang memakan gulma, maka masalahnya lain. Insekta tersebut jadinya
dapat memberantas gulma. Sebagai contoh klasuik ialah setelah diperkenalkannya sejenis
penggerek Argentine (Cactoblastis cactorum) di Queensland, maka kaktus (Opuntia) yang
menghuni lahan seluas kurang lebih 25 juta ha selama 12 tahun dapat ditekan sampai 95%.
Demikian pula pengenalan insekta pemakan daun (Chryssalnia spp.) di California dapat menekan
sejenis gulma. Namun perlu diingat bahwa penggunaan musuh gulma tersebut harus hati-hati,
jangan sampai setelah gulma dimangsa, tanaman pun dapat pula diganggu. Tidak lazim, ada pula,
sejumlah hewan ternak yang memakan rerumputan secara teratur dapat menekan sejenis gulma.
2.5.2.4. Pengendalian Gulma Secara Kultur Preventif (Pencegahan)
Pencegahan lebih baik daripada perawatan, karena itu harus menjaga benih yang akan
ditanamkan sebersih mungkin dan bebas dari kontaminasi dengan biji gulma, juga pembuatan
kompos harus sempurna, pengunaan alat pertanian harus bersih, serta “menyaring” air pengairan
agar tidak membawa biji gulma ke petak pertanaman, ataupun lebih luasnya tidak membawa biji
gulma masuk ke tempat penampang air pengairan.
2.5.2.5. Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis
Membiarkan tumbuhan tinggal pada suatu lahan dapat mengakibatkan tanah “terpegang”
oleh perakaran dan jatuhnya air hujat tertahan oleh kanopi, akibatnya erosi dapat dikurangi. Namun
demikian pada suatu lahan yang ditumbuhi sejenis atau beberapa jenis gulma, bila lahan tersebut
hendak ditanami dengan crop, perlu diadakan pengiolahan lahan terlebuh dahulu. Pengolahan
tanah yang cukup dalam dan berulangkali dapat menghancurkan tumbuhnya kebanyakan gulma
meskipun tindakan semacam ini memerlukan tambahan tenaga. Saat pengolahan tanah yang tepat
perlu dipertimbangkan, yaitu sebelum pembentukan tunas, jangan sampai gulma berbunga apalagi
membentuk biji. Demikian pula, jenis alat pengolah akan memberi pengaruh pada “bersihnya”
pengolahan tanah dari gulma. Alat pengolah yang sederhana sampai sempurna akan memberi beda
pada timbulnya gulma selanjutnya. Alat sederhana menggunakan tenaga manusia atau hewan,
sedang yang sempurna boleh disebutkan alat berat yang menggunakan mesin.
2.5.2.6. Pengendalian Gulma Secara Ekologis
Memodifikasikan lingkungan yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman
menmenjadi baik dan pertumbuhan tanaman menjadi baik dan pertumbuhan gulma menjadi buruk
adalah cara lain dalam pengendalian gulma. Misalnya mengubah kedudukan air dan nutrisi dalam
tanah saat tertentu (pada saat ada atau tiada tanaman yang tumbuh pada suatu lahan), dengan cara
pemberoan setelah suatu tanaman dipanen, ataupun pemberoan yagn diberi genangan. Di lain
pihak membuat drainase bagi tanah berair dapat membantu pengendalian gulma dan pengolahan
lebih awal dapat dilaksanakan.
2.5.2.7. Pengendalian Gulma Secara Terpadu
Akibat parahnya penekanan gulma pada pertumbuhan membuat para petani berusaha
dengan sunguh-sunguh dalam menanganinya. Suatu pengendalian gulma yagn efektif melibatkan
beberapa cara dalam waktu yang berurutan dalam suatu musim tanam. Misalnya saja, satu jenis
spesies pertanaman kurang mampu menekan pertumbuhan gulma, pengendalian secara mekanik
sendiri tidak sempurna dalam mengatasi gulma tertentu. Maka timbul pemikiran bahwa paduan
antara beberapa cara pengendalian dalam satu musim tanam diharapkan dapat mengatasi
masalahnya. Seperti perpaduan antara pengendalian secara mekanik diteruskan dengan pemberian
herbisida pasca tumbuh, penggunaan herbisida pra-tumbuh dan lain lagi perpaduan yang sekiranya
dapat menekan infestasi gulma yang sulit untuk dibasmi. Penentuan keputusan pelaksanaan
pengendalian secara terpadu sangat penting dalam keberhasilannya. Apakah perpaduan cara
pengendalian itu menguntungkan atau tidak. Kombinasi dalam perpaduan yang tepat akan
memberikan hasil yang maksimal dalam pengendalian gulma.
2.5.2.8. Pengendalian Gulma Secara Kimiawi
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan
bahan kimiawi yang dapat menekan atau bahkan mematikan gulma. Bahan kimiawi itu disebut
herbisida: herba=gulma dan sida=membunuh; jadi zat herbisida ialah zat kimiawi yang dapat
mematikan gulma. Pengendalian dengan cara ini membutuhkan alat penyebar herbisida serta
pengetahuan tentang herbisida itu sendiri, agar pengendalian yang dilakukan dapat berhasil.
Namun secara garis besar dapat diutarakan disini bahwa ada dua golongan utama herbisida yang
dengan sendirinya penggunaannya memberikan konsekuensi tertentu pula. Dua golongan itu ialah
herbisida selektif dan herbisida non selektif. Kebanyakan herbisida akan lebih efektif pada gulma
daun lebar, bila besar konsentrasi herbisida yang dipergunakan tepat dan tepat pula saat pemberian
yang dibutuhkan.
III. HAMA WERENG EMPOASCA SPP
Wereng Empoasca spp. Hemiptera : Cicadellidae Bioekologi. Hama ini juga dikenal
dengan nama sikada, menyerang kacang tanah pada musim kemarau, kehilangan hasil dapat
mencapai 40%. Sikada pada kacang tanah berwarna hijau kekuningan, berukuran 3 mm, serangga
jantan lebih kecil daripada serangga betina. Telur diletakkan di dalam jaringan daun, dekat tulang
daun di permukaan bawah. Bentuk telur seperti buah alpukat. Seekor sikada betina dapat
meletakkan 40 butir telur, telur menetas dalam 7–10 hari. Lama periode nimfa 7–14 hari. Nimfa
dan serangga dewasa mengisap cairan daun muda dari permukaan bawah daun. Kerusakan pada
daun muda, urat daun menjadi putih. Serangan pada tanaman muda menjadikan tanaman layu.
Pada tanaman yang lebih tua, ujung daun muda yang terserang berwarna kuning membentuk huruf
V. Kacang tanah yang terserang sikada tampak lebih kuning daripada tanaman sehat.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Subordo : Auchenorrhyncha
Infraordo : Fulgoromorpha
Superfamili : Fulgoroidea
Wereng Empoasca dianggap hama yang “merepotkan” bagi para pekebun karena sifatnya
yang polifag. ternyata Wereng Empoasca juga memiliki banyak inang alternatif. Wereng
Empoasca pertama kali ditemukan di Jerman pada tahun 1974 dan menyebar ke negara Eropa dan
Africa bagian Utara, menyerang tanaman kentang, raspberry, tebu dan anggur. Di Indonesia,
Wereng Empoasca menyerang kacang tanah, kacang panjang, kacang tunggak, kacang kedelai,
ubi, kacang polong, dan Leguminose. Hingga saat ini, pengendalian Wereng Empoasca masih
menggunakan insektisida sintetik karena dapat menekan intensitas serangan dengan cepat. Di sisi
lain, aplikasi pestisida yang terus menerus dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan efek negatif.
Selain dapat menyebabkan resistensi dan resurgensi, residu pestisida juga dapat tertinggal di
produk akhir teh. Selama beberapa tahun terakhir, produk teh hitam dan teh hijau Indonesia ditolak
oleh Uni Eropa dengan alasan melebihi Batas Maksimum Residu (BMR).
1. Wereng Empoasca dianggap hama yang “merepotkan” bagi para pekebun karena sifatnya
yang polifag. ternyata Wereng Empoasca juga memiliki banyak inang alternatif. Wereng
Empoasca pertama kali ditemukan di Jerman pada tahun 1974 dan menyebar ke negara
Eropa dan Africa bagian Utara, menyerang tanaman kentang, raspberry, tebu dan anggur.
2. Di Indonesia, Wereng Empoasca menyerang kacang tanah, kacang panjang, kacang
tunggak, kacang kedelai, ubi, kacang polong, dan Leguminose. Hingga saat ini,
pengendalian Wereng Empoasca masih menggunakan insektisida sintetik karena dapat
menekan intensitas serangan dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Mudita, Wayan. 2017. Apa Saja Yang Diatur dalam Peraturan Perundang undangan Mengenai
Perlindungan Tanaman. http://muditadpt.blogspot.com/2016/10/apa-saja-yang-diatur-
dalam-peraturan.html, [Diakses pada tanggal 13 Oktober 2019 pukul 14.25 WIB]
Satria, Ase. 2016. Pengertian, Contoh Hama dan Penyakit Pada Tanaman.
https://www.materibelajar.id/2016/09/pengertian-contoh-hama-dan-penyakit.html,
[Diakses pada tanggal 15 Oktober 2019 pukul 10.53 WIB]
Sitinjak, Desma. 2019. kerugian akibat serangan hama dan penyakit pada tanaman.
https://www.academia.edu/6841096/kerugian_akibat_serangan_hama_dan_penyakit_pa
da_tanaman, [Diakses pada tanggal 15 Oktober 2019 pukul 09.30 WIB]
Wibowo, Among 2017. Petunjuk Lapangan Pengendalian Hama Wereng.
http://pertanian.magelangkota.go.id/informasi/teknologi-pertanian/124-petunjuk-
lapangan-pengendalian-hama-wereng, [Diakses pada tanggal 22 Oktober 2019 pukul
11.40 WIB]