Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kasus

LABIOSCHIZIS UNILATERAL
SINISTRA INKOMPLIT

Disusun oleh:
Priska Amelia Belopandung
112018012

Pembimbing:
dr. Guntoro, Sp.BP-RE(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
Periode 12 Agustus 2019 s/d 19 Oktober 2019

0
BAB I
STATUS PASIEN

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebeon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus :
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

Nama Mahasiswa : Priska Amelia Belopandung Tanda Tangan :


NIM : 11.2018.012
Dokter Pembimbing : dr. Guntoro, Sp.BP-RE(K)

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. DAC Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 4 bulan Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam Pendidikan :
Pekerjaan :- Nama Ibu : Ny. M
Alamat : Mulyo Rejo I

II. ANAMNESIS

Diambil dari : Alloanamnesis (Ibu Kandung)


Tanggal : 27 September 2019, jam : 12.00

Keluhan Utama

Celah di bibir kiri sejak lahir

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dibawa oleh orangtuanya dengan keluhan terdapat celah di daerah bibir
pada bagian kiri sejak lahir. Sejak lahir pasien diberikan ASI tetapi mengalami kesulitan
dalam menyedot ASI. Adanya demam disangkal oleh ibu pasien. Kesulitan bernafas tidak
ada. Pada keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. BAB dan BAK
dalam batas normal.

1
Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat penyakit menahun

Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak pertama. Kedua orangtua pasien, saudara kandung maupun keluarga
dari keturunan ibu atau ayah pasien tidak ada yang menderita bibir sumbing.

Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran

1. Kehamilan
 Perawatan antenatal : Tidak pernah kontrol
 Tempat perawatan :-
 Penyakit kehamilan : selama kehamilan, ibu pasien mengatakan tidak pernah
mengalami masalah atau penyakit selama kehamilan (tidak diketahui)
2. Kelahiran
 Tempat kelahiran : Bidan
 Penolong persalinan : Bidan
 Cara persalinan : Pervaginam
 Masa gestasi : 38 minggu
 Keadaan bayi
o Berat badan lahir : 3000 gram
o Panjang badan lahir : Tidak diketahui
o Lingkar kepala : Tidak diketahui
o Langsung menangis : Langsung menangis
o Pucat/Biru/Kuning/Kejang : Tidak ada
o Nilai APGAR : Tidak diketahui
Riwayat Nutrisi
Pemberian ASI lewat sendok
Riwayat Imunisasi
(+) BCG (+) DPT (+) Polio (+) Hep B (-) Campak
Riwayat Tumbuh Kembang
Menegakan kepala usia 4 bulan.

Riwayat Alergi
Tidak ada

2
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital : N: 118x /menit RR: 28x/menit S: 36,5oC
Berat Badan : 7 kg
Tinggi Badan : 64 cm
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- , reflek cahaya +
Telinga : Normotia, tidak ada sekret, membran timpani utuh, refleks cahaya +
Hidung : Deviasi kearah kiri
Tenggorokan : T1-T1, faring tidak hiperemis
Mulut : Gigi tidak lengkap, terdapat celah bibir disebelah kiri
Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Thorax :

Paru-paru :
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis maupun dinamis
Palpasi : Vokal fremitus +/+, simetris, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-, suara paru lain -/-
Jantung :
Inspeksi : Pulsasi iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba iktus cordis pada sela iga V linea midclavicula kiri
Perkusi : Batas atas, kiri, kanan jantung dalam batas normal Auskultasi
: BJ I-II murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi, datar
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, tidak ada pembesaran organ hati, ginjal dan limpa

Ekstremitas :
Ekstremitas Superior : Normotonus, akral hangat, deformitas (-), edema -/- , CRT <3 detik
Ekstremitas Inferior : Normotonus, akral hangat, deformitas (-), edema -/- , CRT <3 detik
Anus dan Rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan
3
IV. STATUS LOKALIS

Tampak celah di sisi bibir sebelah kiri.

V. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA

Hasil Nilai Rujukan


Jenis Pemeriksaan
28-08-2019
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 11.0 9.5 – 13.5 g/dL
Hematokrit 31 29 – 41 %
Eritrosit 4.0 3.1 – 4.5 juta/uL
Leukosit 10580 5.000 – 19.500/uL
Trombosit 400000 150.000 – 400.000/uL
MCV 78 74 – 108 fL
MCH 27 25 – 35 pg
MCHC 35 30 – 36 g/dL
FAAL HEMOSTASIS
KOAGULASI
Waktu Perdarahan 2’ 00’’ 1 – 3 menit
Waktu Pembekuan 4’ 00’’ 1 – 6 menit
KIMIA KLINIK
Ureum 6 20 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.41 0.5 – 1.5 mg/dL

4
VI. RINGKASAN (RESUME)
Anak laki-laki berusia 4 bulan dengan keluhan terdapat celah di daerah bibir pada bagian
kiri sejak lahir. Sejak lahir pasien diberikan ASI tetapi mengalami kesulitan dalam menyedot
ASI. Adanya demam disangkal oleh ibu pasien. Pada pemeriksaan fisik terdapat celah di sisi
bibir sebelah kiri. Pemeriksaan penunjang dalam batas normal.

VII. DIAGNOSIS KERJA


Labioschizis Unilateral Sinistra Inkomplit

VIII. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa:
- Labioplasty

Edukasi:
- Menjelaskan kepada orangtua cara pemberian makan dan minum.

IX. PROGNOSIS
- Ad Vitam : bonam
- Ad Fungsionam : bonam
- Ad Sanationam : bonam
5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Bibir sumbing adalah cacat lahir kraniofasial yang paling umum terjadi, terjadinya bibir
sumbing atau labioskisis merupakan kegagalan penyatuan tonjolan maksila (baik satu sisi maupun
dua sisi) dan tonjolan hidung medial, bisa terjadi unilateral atau medial. Bila tonjolan hidung
medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara maksila gagal menyatu terjadi celah yang
disebut palatoskisis.1,2 Keduanya menyebabkan otot bibir (M. orbicularis oris) tidak dalam satu
kesatuan otot, sehingga menimbulkan gangguan fungsional dan estetik. Sumbing bibir merupakan
kasus anomali kraniofasial kongenital yang paling sering dalam bidang bedah plastik.1,2

Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat lahir yang masih menjadi
masalah di tengah masyarakat. terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang rendah.
Akibatnya tindakan yang akan dilakukan terlambat.1-3

Presentasi bibir sumbing bervariasi, anak dapat lahir dengan bibir sumbing unialteral atau
bilateral dengan langit-langit yang normal, sumbing (soft atau hard) dengan bimbing normal, atau
unilateral/bilateral dengan sumbing langit-langit. Presentasi yang paling umum terjadi adalah bibir
sumbing unilateral sisi kiri dengan sumbing celah langi-langit. Kejadian ini juga lebih banyak
terjadi pada bayi laki-laki dibandingkan bayi perempuan.1-3

Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah lain yang perlu
dipertimbangkan yaitu masalah gangguan bicara, gigi geligi dan psikososial. Masalah -masalah ini
sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari
rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan
multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan dan sebaiknya kontinyu sejak bayi
lahir hingga remaja.4,5

Embriologi
Pembentukan bibir bagian atas melibatkan serangkaian koordinasi pada daerah frontonasal,
maksila dan penonjolan wajah mandibula. Pada minggu keempat masa embriogenesis, penonjolan
medial dan lateral hidung menjadi nasal plakode, dan bagian yang lebih dalam menjadi lobang.
Selama minggu kelima penonjolan medial hidung bersatu membentuk philtrum, arkus sentral
alveolar maksila dan palatum utama.6,7

6
Mengikuti periode awal pertumbuhan, program kematian sel dan ekspansi struktur, fusi
aktif dari maksila, hidung bagian medial, prosesus lateral hidung, menghasilkan bibir atas pada
minggu ke-6.7 Pertemuan tiga unsur wajah ini juga membentuk lempeng utama, termasuk
alveolus. Pada kurangnya derivat jaringan mesenkimal menyebabkan kesalahan posisi antara
penonjolan, kegagalan jembatan epitel dan celah pun dihasilkan kegagalan di satu sisi
menghasilkan celah unilateral, gagal di kedua sisi menghasilkan celah bilateral.6-8

Anatomi
Tiga deformitas utama pada labioskisis dengan celah unilateral adalah:9
1. Deformitas maksilaris adalah perpindahan anterior dengan rotasi eksternal premaksila
(bagian tengah jembatan alveolar atas dan maksila timbul dari gigi seri atas).
2. Deformitas bibir adalah vertikal di sisi celah dengan kekurangan jaringan variabel medial,
abnormalnya penyisipan otot orbikularis oris.
3. Deformitas nasal adalah dipersingkatnya celah sisi kolumela dengan kartilago lateral yang
lebih rendah dan melebar pada

Gambar 1. Celah bibir unilateral.9

Definisi
Labioschizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya
celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bagian
bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir
ke hidung. Palatoschizis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan 2
sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik. Labioschizis dan labiopalatoschizis
7
merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang
sempurna semasa perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu. Kegagalan penyatuan tonjolan maksila dan tonjolan hidung medial akan
menimbulkan labioschizis (bibir sumbing) yang terjadi unilateral maupun bilateral. Bila tonjolan
hidung medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara maksila, gagal menyatu, terjadi
celah yang disebut palatoschizis (celah langit - langit).1,2

Epidemiologi
Insidensi terjadinya bibir sumbing bervariasi, tergantung pada etnis. Salah satu penelitian
menyatakan insidensi bibir sumbing pada etnis Asia sebanyak 2,1 : 1000 kelahiran, pada etnis
Kaukasia 1 : 1000 kelahiran, dan pada etnis Afrika-Amerika 0,41 : 1000 kelahiran.3,4 Di Indonesia,
jumlah pasien sumbing bibir dan langit-langit terjadi 3000-6000 kelahiran per tahunnya atau 1
bayi setiap 1000 kelahiran.3 Kasus paling umum yaitu sumbing bibir dan palatum sebanyak 46%,
diikuti sumbing palatum sebanyak 33%, dan sumbing bibir saja 21%. Sumbing unilateral 9 kali
lebih banyak dibandingkan sumbing bilateral, dan sumbing pada sisi kiri dua kali lebih banyak
daripada sisi kanan. Laki-laki lebih dominan mengalami sumbing bibir dan palatum sedangkan
wanita lebih sering mengalami sumbing palatum.4,10

Etiologi
Penyebab labiopalatoschizis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan
berpendapat bahwa labiopalatoschizis muncul akibat kombinasi dari faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor penyebab yang diduga dapat menyebabkannya yaitu :
a. Genetik1
Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40%
orang yang mempunyai riwayat keluarga labiognatoschizis akan mengalami
labiognatoschizis. Kemungkinan seseorang bayi dilahirkan dengan labiognatoschizis
meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai
riwayat labiognatoschizis.
b. Faktor usia ibu1
Semakin bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula risiko ketidak
sempurnaan pembelahan meiosis.
c. Faktor lingkungan1
Zat kimia (rokok dan alkohol) karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan
alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional. Gangguan
8
metabolik seperti diabetes mellitus dan penyinaran radioaktif juga berpengaruh terhadap
tumbuh kembang organ selama masa embrional.
d. Insufisiensi zat1
Untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal kuantitas (pada
gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin C dan Zn)
serta penggunaan vitamin A dalam bentuk 13-cis-retinoic acid dapat meningkatkan risiko
melahirkan anak dengan labio / palatoschizis.
e. Zat kimia1
Penggunaan obat teratogenic termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal.
Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin. Akan tetapi
jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas.
Kontrasepsi hormonal pada ibu hamil terutama hormone estrogen yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh terhadap sirkulasi
fetomaternal. Pemberian aspirin, kortisol dan insulin pada masa kehamilan trimester
pertama dapat menyebabkan terjadinya celah. Obat – obatan seperti thalidomide,
kortikosteroid dan obat penenang (diazepam) serta alkohol, kafein juga dapat
menyebabkan kelainan ini. Penggunaan antikonvulsan (fenitoin atau fenobarbital)
selama kehamilan diketahui meningkatkan resiko hingga 10 kali.
f. Infeksi1
Terutama pada infeksi toksoplasma dan klamidia. Selain itu, Frases mengatakan
bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, namun hanya sedikit kemungkinan
dapat menyebabkan celah.
g. Trauma1
Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan fisik dapat menyebabkan
terjadinya celah. Stres yang timbul menyebabkan fungsi korteks adrenal terangsang
untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat mempengaruhi keadaan ibu
yang sedang mengandung dan mengganggu pertumbuhan sehingga dapat menimbulkan
celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya ACTH
(adrenocorticotropic hormone).

Klasifikasi
Labioschisis diklasifikasikan berdasarkan lengkap/tidaknya celah yang terbentuk:
1. Komplit : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
9
hidung.
2. Inkomplit
Dan berdasarkan lokasi/jumlah kelainan:
a. Unilateral : apabila celah sumbing terjadi hanya pada salah satu bibir
b. Bilateral : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir Bisa tanpa atau disertai
belah langit-langit.

Gambar 2. Klasifikasi labioschisis

Manifestasi Klinis
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu pada waktu
menyusui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta perkembangan bicara.
Labioschizis selalu disertai dengan hidung yang asimetrik karena gnatoschizis dan palatoschizis.4,11
Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita
labioschizis. Adanya kelainan ini memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada
payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschizis mungkin dapat juga
meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan
reflex menelan pada bayi dengan laboschizis tidak sebaik pada bayi normal dan bayi dapat
menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus dapat
membantu proses menyusu bayi. Menepuk – nepuk bayi secara berkala juga dapat membantu.

10
Gambar 3. The Haberman Feeder
Diagnosis
Ditegakkan dari pemeriksaan fisik. Setiap sumbing bibir yang tampak dari luar harus dinilai
palatum apakah juga sumbing. Jaringan yang terlibat dalam kelainan bibir sumbing dapat meliputi
hanya batas vermilion atau bisa sampai pada palatum dan dasar hidung dan sering dihubungkan
dengan abnormalitas gigi dan kolumela.2,3 Sumbing palatum terlihat adanya defek garis tengah yang
berawal di uvula dan dapat melibatkan jaringan lunak dan keras palatum serta foramen incisivus.2,4
Penegakkan diagnosis adanya celah bibir / bibir sumbing maupun celah palatum terlihat dari
tampilan klinis anak tersebut dan dinilai apa saja bagian yang mengalami defek. Sebanyak 86% anak
dengan labioschizis bilateral disertai dengan palatoschizis dan 68% labioschizis unilateral disertai
palatoschizis.12
1. Labioschisis inkomplit / komplit

2. Labiognathoschisis

3. Labiognathopalatoschisis

4. Palatoschisis

Selain pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan saat bayi lahir, Labioschizis juga dapat
dideteksi selama kehamilan dengan USG rutin.12

11
Gambar 4. Antenatal diagnosis pada labioschizis dengan USG

Lakukan pemeriksaan seluruh tubuh, juga jantung, bila terdapat kemungkinan disertai
sindrom lainnya. Pemeriksaan USG dapat mendiagnosis sumbing sejak trimester kedua kehamilan
ketika posisi wajah janin berada pada posisi yang tepat. Pemeriksaan kromosom jika diperlukan.3

Penatalaksaan
Terapi yang diberikan pada pasien dengan palatoskisis adalah terapi pembedahan.

Teknik Operasi
Untuk memperbaiki sumbing bibir, teknik operasi yang sering digunakan adalah teknik
Millard.8,13 Teknik operasi ini dengan membuat dua flap yang berlawanan dimana pada sisi medial
dirotasi ke bawah dari kolumella untuk menurunkan titik puncak ke posisi normal dan sisi lateral
dimasukkan ke arah garis tengah untuk menutupi defek pada dasar kolumela. Teknik-teknik lain di
antaranya adalah Veau, Tennison, Manchester, dan lain-lain.13
Teknik Millard disebut juga dengan teknik rotation advancement. Teknik ini dikembangkan
pada tahun 1955, dengan mengembangkan konsep lateral flap advancement pada bagian atas bibir
yang dikombinasikan dengan rotasi dari segmen medial. Teknik ini mempertahankan kedua cupid
bow dan philtrum dimple dengan keuntungan menempatkan penutupan celah di bawah dasar alar
nasi.14,15

12
Terdapat beberapa landmark yang digunakan pada teknik ini. Titik 1, merupakan dasar alar
nasi pada sisi non celah. Titik 2, titik tinggi cupid bow pada sisi non celah. Titik 3, titik tengah
cupid bow. Titik 4, titik tinggi cupid bow pada sisi celah, ditentukan dengan mengukur jarak antara
titik 2 dan 3. Titik 5, puncak cupid bow pada segmen lateral celah, biasanya ditempatkan dimana
white roll (vermilion kutan junction) mulai menipis. Titik 6, superior extent of the advancement
flap, jarak titik 5 dan 6 harus sama dengan tinggi bibir pada sisi non celah. Titik 7, pada sepanjang
lipatan alar, sehingga jarak titik 5 dan 7 sama dengan jarak titik 1 dan 2. Titik 8, superior extent of
the rotation incision, yang diperpanjang menunjuk 9 jika perlu, dan tidak harus menyeberangi
kolum philtral pada sisi non celah. Titik 9, luasnya sayatan (jika diperlukan), mungkin diperlukan
untuk mencapai putaran bawah yang memadai dari segmen bibir medial.6

Gambar 5. Titik-titik imajiner pada teknik Millard.6

Prognosis

Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi atau


disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia masih
dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secra signifikan. Dengan adanya teknik
pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah ditatalaksana
mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan
menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak
labioschsis.16

Pencegahan

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya bibir sumbing adalah:
13
1. Menghindari Merokok

Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor resiko lingkungan terkait untuk terjadinya
celah. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan
peningkatan resiko terjadinya plate.
2. Menghindari Alkohol

Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh


kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan
dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal.
3. Nutrisi

Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat
penting bagi tumbuh kembang yang normal bagi fetus.
a. Asam Folat

Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam
proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah terjadinya anemia dalam
kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital selama tumbuh
kembang embrionik
b. Vitamin B6

Diketahui bahwa Vitamin B6 dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah pada
penelitian terhadap binatang. Namun penelitian pada manusia masih kurang untuk
membuktikan peran vitamin B6 dalam terjadinya celah.
c. Vitamin A

Hale adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu
menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainnya pada
mamalia. Penelitian klinis pada manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap
retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang
gawat.

Edukasi

Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa nasehat yang seharusnya diberikan kepada
orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi
minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik, susu dapat memancar keluar sendiri

14
dengan jumlah optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak dan tidak terlalu
kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan lubang khusus ini tidak
tersedia, maka pemberian minum dapat dilakukan dengan bantuan sendok secara perlahan dengan
posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit – langit yang
terbelah.

Ajarkan ibu cara menyusui :17,18


- Angkat kepala bayi sekitar 45o ketika menyusui untuk mencegah tersedak

- Dua puluh menit sebelum menyusui sebaiknya lakukan pemijatan pelan pada
payudara dan kompres dengan air hangat
- Selama menyusui ibu dapat membantu dengan menekan areola dengan jempol dan
jari tengah dan telunjuk memastikan bibir bawah menempel dengan baik akan
membantu bayi menghisap.

Dapat juga dibantu dengan dot khusus yakni haberman feeder atau dengan dot biasa yang
ujungnya dilebarkan.3,4,10 Namun sedapat mungkin menggunakan payudara ibu. Terdapat pula alat
bantu yang merupakan alat gigi bernama obturator atau Nasoalveolar molding (NAM) untuk
menutup celah palatum sehingga bayi dapat menghisap susu dengan energi yang minimal.3,4,10
Edukasi ibu agar tidak panik apabila makanan atau susu keluar dari hidung, karena
keberadaan sumbing di palatum menghubungkan mulut dengan rongga hidung.

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Labioschizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah
pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bagian bibir
yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke
hidung. Penyebab terjadinya labioskisis ialah multifaktorial seperti genetik dan non-genetik.
Di Indonesia, jumlah pasien sumbing bibir dan langit-langit terjadi 3000-6000 kelahiran per
tahunnya atau 1 bayi setiap 1000 kelahiran. Kasus paling umum yaitu sumbing bibir dan palatum
sebanyak 46%, diikuti sumbing palatum sebanyak 33%, dan sumbing bibir saja 21%. Sumbing
unilateral 9 kali lebih banyak dibandingkan sumbing bilateral, dan sumbing pada sisi kiri dua kali
lebih banyak daripada sisi kanan. Laki-laki lebih dominan mengalami sumbing bibir dan palatum
sedangkan wanita lebih sering mengalami sumbing palatum.
Tatalaksana dari labioskisis sendiri dengan terapi bedah, teknik operasi Millard. Edukasi
juga penting kepada kedua orangtua pasien untuk membantu mencukupi nutrisi dari pasien.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Converse JM, VM Hogan, JG McCarthy. Cleft Lip and Palate, Introduction. Dalam:
Reconstructive Plastic Surgery. Edisi ke – 11. Volume 4. Philadelphia: WB Saunders.
2. Hopper RA, Cutting C, Grayson B. Cleft lip and palate. Dalam: Thorne CH, Beasley RW,
Aston SJ, Barlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Grabb and Smith’s plastic surgery. Edisi ke-7.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2013.
3. Klarisa C, Bangun K. Sumbing. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA.
Kapita selekta kedokteran.h.257-9.
4. Sudjatmiko G. Mengenal sumbing. Jakarta: Yayasan Lingkar Studi Bedah Plastik;2014.
5. Brunicardi FC. Schwartz’s principles of surgery. 10th Edition. New York: Mc Grawhill;
2014.
6. Dyleski RA, Crockett DM. Cleft lip and palate: evaluation and treatment of primary
deformity. Dalam: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editor (penyunting). Head and
neck surgery otolaryngology. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2006.hlm.1338-54.
7. Cole PD, Stal S. Cleft lip repair: evaluation, planning and surgical approach to single and
bilateral defect. Dalam: Butler CE, Evans GRD, editor (penyunting). Head and neck
reconstruction. Edisi ke-1. China: Elsevier limited. 2009. hlm.295-307.
8. Shkoukani MA, Chen M, Vong A. Cleft lip-a comprehensive review. Pediatric
otolaryngology. 2013;1:1-10.
9. Perry RJ, Lore JM. Cleft lip and palate. Dalam: Lore JM, Medina JE, editor (penyunting).
An atlas head & neck surgery. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier inc. 2005.hlm.493-505.
10. Brunicardi FC. Schwartz’s principles of surgery. 10th Edition. New York: Mc Grawhill;
2014.
11. Reilly S, Reid J, Skeat J, Cahir P, Mei C, Bunik M; Academy of Breastfeeding
Medicine. ABM clinical protocol #18: guidelines for breastfeeding infants with cleft lip,
cleft palate, or cleft lip and palate, revised 2013. Breastfeed Med. 2013 Aug:8(4):349-
53.
12. Karmacharya J. Cleft Lip Workout (online). Dalam: Medscape. Juli 2013 (diakses 29
September 2019). Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/837347-
overview

17
13. Khazaei S, Shirani AM, Khazaei M. Incidence of cleft lip and palate in Iran. Saudi med
J.2011;32(4):390-3.
14. Burt JD, Byrd HS. Cleft lip: unilateral primary deformities. Plas. Reconstr. Surg. 2000;
105(3):1043-55.
15. Meara JG, Andrew BT, Ridgway EB, Raisolsadat MA, Hiradfar M. Unilateral cleft lip and
nasal repair: techniques and principles. Iran J. Pediatr. 2011;21:129-38.
16. Seattle Children Hospital, research and foundation Cleft lip and palate. Diunduh dari :
http://www.seattlechildren.org/article
17. Patel PK. Bilateral cleft lip repair treatment & management. 29 September 2019 .
Diunduh dari https://emedicine.medscape.com/article/1279040-treatment#d9
18. Patel PK. Cleft palate repair. 29 September 2019. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/1279283-overview

18

Anda mungkin juga menyukai