Disusun oleh :
Okta Mega Gres Endika
6411417049
Rombel 2
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Strategi politik militer Sultan Agung dalam merekrut pasukan militernya adalah
dengan menetapkan wakil di berbagai daerah untuk mengorganisir rakyatnya
untuk ikut serta dalam peperangan. Wakil-wakil pemimpin yang sudah dipilih
tersebut membawahi wilayah yang telah menjadi wewenangnya sesuai dengan
seberapa luas daerah atau seberapa banyak anggota kepala keluarga yang
dinaunginya.
Pada masa Sultan Agung, terjadi ekspansi dan invasi besar-besaran di wilayah
Jawa. Usaha invasi itu bahkan dilakukan hingga dua kali pada tahun 1628 dan
1629, namun keduanya mengalami kegagalan bahkan banyak menelan korban dari
pihak Mataram. Ambisi Sultan Agung dalam mengantarkan Mataram menuju
puncak kejayaannya sejak ia bertahta membuahkan hasil yang gemilang. Prestasi
ini menjadikan Sultan Agung dianggap telah menjadikan Mataram sebagai
kerajaan besar yang disegani di tanah Jawa bahkan Nusantara.
Sejak awal, hubungan Sultan Agung dengan pihak VOC memang kurang
membaik. Pada tahun 1614, pihak Belanda mengutus seorang duta agar
menyampaikan ucapan selamat atas penobatan dirinya sebagai raja Mataram.
Akan tetapi, Sultan Agung memberi peringatan kepada duta itu bahwa
persahabatan yang mereka inginkan tidak akan pernah terwujud jika VOC berniat
untuk merebut tanah Jawa.
Pada tahun 1619 penguasaan VOC atas Jakarta menyebabkan tidak senangnya
Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung. Tepat setelah VOC memaksakan
monopoli perdagangannya di pesisir Utara Jawa, reaksi-reaksi Mataram semakin
meningkat. Sejak saat itu perlawanan antara Sultan Agung dengan pihak VOC
mulai terjadi. Meskipun ekspansi Mataram telah mengahancurkan kota-kota
pesisir dan mengakibatkan perdagangan setengahnya menjadi lumpuh, namun,
sebagai penghasil utama dan pengkespor beras, posisi Mataram dalam jaringan
perdagangan di Nusantara masih berpengaruh. Kelemahan Sultan Agung selama
masa kepemimpinannya adalah gagal dalam mengalahkan dan mengusir VOC.
7 kebutaan :
PEMBAHASAN
3.1. Kepemimpinan dan Organisasi
Sultan Agung berperan dalam membangun peradaban Islam di tanah
Jawa. Dalam penulisan sastra Jawa, khususnya mengenai babad, dilakukan
menggunakan tulisan Jawa, tetapi termuat bagian-bagian tertentu dari
ajaran Islam. Hal ini menunjukkan bahwa beliau memiliki wawasan
keagamaan yang sangat luas.
Sultan Agung mengatakan bahwa Mataram memiliki kekayaan sangat
besar yang tidak dapat dihabiskan sendiri yaitu beras. Jadi menurut beliau,
melalui swasembada beras, maka Mataram dapat mengimpor berbagai
barang dari luar negeri, seperti kain katun, sutera, porselen, rotan, dan
permata, bahkan membeli senjata berat layaknya meriam. Dalam hal ini,
wawasan ekonomi sangat diperlukan oleh seorang pemimpin guna
mengetahui keadaan dan kebutuhan pasar sehingga negara tidak akan
mengalami kerugian.
Sebagai Raja Jawa, Sultan Agung memiliki wawasan politik yang luas
dan jauh ke depan, melebihi siapa pun yang hidup pada zamannya. Dalam
bahasa ilmu politik atau kenegaraan, beliau menguasai konsep politik yang
dikenal dengan doktrin ‘keagungbinataraan’. Menurut doktrin tersebut,
kekuasaan Raja Mataram harus merupakan ketunggalan yang utuh dan
bulat. Kekuasaan itu tidak tersaingi, tidak terkotak atau terbagi, dan
merupakan totalitas, tidak hanya pada satu bidang. Ya, totalitas memang
harus dimiliki oleh pemimpin mengingat aspek kehidupan tidak
bergantung pada bidang tertentu saja, melainkan semua.
3.2. Manajemen Kuda Mati
Pada tahun 1619, Sultan Agung menyadari kekuatan bangsa Belanda
yang telah berhasil merebut Jayakarta dan mengganti namanya menjadi
Batavia. Beliau mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam
persaingan menghadapi Surabaya dan Banten. Maka pada tahun 1621
Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC dan kedua pihak saling
mengirim duta besar. Kemampuan melihat peluang dan mengatur strategi
ini mutlak diperlukan oleh seorang pemimpin sehingga nantinya dia akan
mampu mengambil kebijakan-kebijakan yang menguntungkan negara dan
rakyat banyak. Seperti hal nya dalam manajemen kuda mati Sultan Agung
memilih berbagai cara lain untuk mengalahkan VOC dari pada harus
menyerah begitu saja.
Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya.
Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan
lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC
berhasil memusnahkan semuanya. Walaupun kembali mengalami
kekalahan, serangan kedua ini berhasil membendung dan mengotori
Sungai Ciliwung sehingga mengakibatkan timbulnya wabah penyakit
kolera di Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal
menjadi korban wabah tersebut. Hal ini memberikan pelajaran bahwa
kemampuan mengantisipasi keadaan dan semangat pantang menyerah dari
seorang pemimpin pasti akan membawa hasil.
3.3. Mengenal Sistem dan Berpikir Sistem
Sultan Agung berpandangan bahwa pertanian merupakan sumber
ekonomi sekaligus sebagai sumber kejayaan. Sehingga menurut beliau,
penguasaan tanah yang luas dengan penaklukan banyak daerah lain adalah
mutlak untuk dilakukan. Penguasaan tanah yang luas ini harus dilakukan
demi kepentingan ekonomi di satu pihak dan kepentingan politik di lain
pihak. Upaya penguasaan tanah ini antara lain dengan mengenalkan sistem-
sistem pertanian pada rakyat dan menutup sebagian negeri-negeri
pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban. Kemampuan
mengembangkan potensi alam seperti ini patut dimiliki oleh pemimpin
Indonesia mengingat amat besarnya kekayaan potensi alam yang ada di
Indonesia.
3.4. Sistem Archetypes
Pada tahun 1614, saat VOC mengirim duta untuk mengajak Sultan
Agung bekerja sama, beliau menolaknya mentah-mentah. Empat tahun
kemudian, meskipun Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang
berlarut-larut melawan Surabaya, Sultan Agung tetap menolak bekerja
sama dengan VOC. Sifat berani mengambil resiko, tegas terhadap
keputusan dan konsisten pada prinsip seperti inilah yang perlu dimiliki oleh
seorang pemimpin negara sejati.
Setelah menjatuhkan Surabaya, Mataram mengincar Banten yang ada
di ujung barat Pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi
penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram. Pada tahun 1628,
tawaran damai bersyarat dari Mataram ditolak pihak VOC. Perang besar
pun terjadi di benteng Holandia dan pasukan Mataram mengalami
kehancuran karena kurang perbekalan.
Sultan Agung belum meningkatkan kesadaran akan konsekuensi yang
tidak diharapkan. Solusi hanya meringankan gejala, mengurangi frekuensi
penyelesaian dan jumlah penyelesaian setiap kali. Efek samping minimal
yang didapatkan yaitu banyak korban dari masyarakatnya karena
melakukan perlawanan dengan perbekalan yang kurang.
3.5. Personal Mastery dan Pendalamannya
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, ia bertekad ingin mengantarkan
Mataram menuju puncak kejayaan. Keinginan tersebut kemudian
direpresentasikan oleh Sultan Agung dengan menerapkan politik ekspansi.
Strategi politik ini bertujuan tidak hanya untuk menaklukkan pulau Jawa,
namun keinginan tersebut merambah hingga ia mampu menaklukkan
seluruh Nusantara.
Sultan Agung sangat membenci pemberontakkan. Beliau menumpas
habis para pemberontak seperti pada seorang pemimpin pemberontakkan
pati, Adipati Pajang (1617) dan bahkan pada sepupunya sendiri, Adipati
Pragola (1627). Beliau tidak segan-segan mengirim algojo untuk
menghukum para pemberontak. Beliau tidak pandang bulu dalam
mengadili siapapun yang bersalah.
Di bawah kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645), seluruh Pulau
Jawa sempat tunduk dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali
Batavia yang masih diduduki militer VOC Belanda. Sedangkan desa
Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan. Wilayah luar
Jawa yang berhasil ditundukkan adalah Palembang di Sumatra pada tahun
1636 dan Sukadana di Kalimantan pada tahun 1622. Sultan Agung juga
menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di
Sulawesi saat itu. Poin terakhir ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin
harus memiliki kemampuan berdiplomasi guna terjalinnya hubungan yang
harmonis dengan negara-negara lain.
Berdasakan penjabaran dari keterkaitan kepemimpinan Sultan Agung
dengan beberapa materi kepemimpinan dan berpikir sistem diatas personal
mastery dari Sultan Agung sangatlah bagus dan dapat menjadi teladan bagi
pemimpin dimasa sekarang. Sultan Agung mempunyai sense khusus
mengenai tujuan hidupnya. Beliau Mampu menilai realitas yang ada
sekarang secara akurat. Sultan Agung cukup terampil dalam mengelola
tegangan kreatif untuk memotivasi diri dalam mencapai kemajuan
kedepannya. Selain itu, Beliau selalu melihat perubahan dan rasa
keingintahuan yang tinggi dijadikan sebagai suatu peluang untuk
menyelesaikan permasalahan. Dan yang terakhir Sultan Agung
menempatkan prioritas yang tinggi terhadap hubungan personal tanpa
menunjukkan rasa egois atau individualismenya.
BAB IV
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.1.1. Menurut materi kepemimpinan dan organisasi, Sultan Agung merupakan
pemimpin yang berhasil dalam memimpin pemerintahannya.
3.1.2. Menurut materi kepemimpinan dan 7 kebutaan, Sultan Agung merupakan
sosok yang selalu memutar otak untuk mencari solusi atas permasalahan yang
dihadapi, bukannya memilih berhenti dari kedudukannya sebagai sultan.
3.1.3. Menurut materi mengenal sistem dan berpikir sistem, Sultan Agung telah
melakukan upaya penguasaan tanah antara lain dengan mengenalkan sistem-
sistem pertanian pada rakyat dan menutup sebagian negeri-negeri pelabuhan dan
perdagangan seperti Surabaya dan Tuban. \
3.1.4. Menurut materi sistem Archetypes, Sultan Agung belum meningkatkan
kesadaran akan konsekuensi yang tidak diharapkan. Solusi hanya meringankan
gejala, mengurangi frekuensi penyelesaian dan jumlah penyelesaian setiap kali
terbukti dengan banyak korban dari masyarakatnya karena melakukan
perlawanan dengan perbekalan yang kurang.
3.1.5. Menurut materi Personal Mastery, Sultan Agung mempunyai sense khusus
mengenai tujuan hidupnya. Selain itu, Beliau selalu melihat perubahan dan
memiliki rasa keingintahuan yang tinggi untuk dijadikan sebagai suatu peluang
untuk menyelesaikan permasalahan. Dan yang terakhir Sultan Agung
menempatkan prioritas yang tinggi terhadap hubungan personal tanpa
menunjukkan rasa egois atau individualismenya.
3.2. Saran