Anda di halaman 1dari 14

Makalah Kepemimpinan Sultan Agung Dipandang dari Teori-teori

Kepemimpinan dan Berpikir Sistem

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester


Genap mata kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem Kesehatan
Masyarakat yang diampu oleh :

dr. Ngakan Putu Ds, M.Kes

Disusun oleh :
Okta Mega Gres Endika
6411417049
Rombel 2

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kepemimpinan merupakan proses seorang individu untuk mempengaruhi


sekelompok individu dalam mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut bukan hanya
tujuan yang berisi keinginan pemimpin, melainkan suatu cita-cita yang harus
dicapai seluruh anggota kelompok tersebut. Proses penetapan kepemimpinan tidak
didasarka oleh sifat yang ada di dalam diri seorang pemimpin melainkan suatu
kesepakatan yang terjadi antara pemimpin dan pengikut (Northouse, 2013: 5).
Munculnya kepemimpinan juga diperlukan dalam keadaan di mana tujuan
kelompok mengalami ancaman atau terhalang. Pengangkatan seorang pemimpin di
dalam masyarakat besar atau kecil bertujuan untuk menjalankan segala urusan di
dalam masyarakat agar berjalan secara teratur. Status kepemimpinan selalu berubah
karena ekuasaan selalu terkait dengan ras, gender, kelas, budaya, dan kolonialisme
(Barker, 2005:8). Perbedaan ras dan budaya inilah yang melahirkan perbedaan
tentang kepemimpinan antara satu budaya dengan budaya yang lain. Perbedaan ras
dan budaya inilah yang melahirkan perbedaan tentang kepemimpinan antara satu
budaya dengan budaya yang lain.
Salah satu tokoh pemimpin Jawa yang banyak menjadi panutan adalah Sultan
Agung yang banyak mengamalkan konsep-konsep kepemimpinan Jawa dalam
Sumber Kepemimpinanya. Sultan Agung bernama asli Raden Mas Rangsang atau
Raden Mas Jatmika yang merupakan raja ke-3 di Kesultanan Mataram (Adji,
2011:105). Mataram pada saat pemerintahan Sultan Agung mengalami
perkembangan dan menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara,
karena dianggap raja yang memiliki watak smara bhumi adi manggala yang telah
berhasil mempersatukan beberapa wilayah ke dalam kekuasaan Mataram, selain itu
disebut juga sebagai bahni bahna amurbeng jurit yang memimpin prajurit melawan
VOC sehingga dijadikan pahlawan nasional, tidak hanya itu, Sultan Agung juga
seorang gaugana hasta (mengembangkan karya sastra di negerinya) dengan kata
lain pujangga.
Sultan Agung memiliki wawasan politik yang luas yang disebut
keagungbinataraan (Moedjanto, 1987:160). Kekuasaan raja Mataram yang
diterapkan Sultan Agung dalam konsep keagungbinataraan harus merupakan satu
kesatuan , tunggal, utuh dan bulat. Keagungbinataraan marupakan salah satu
konsep kepemimpinan Jawa yang mempengaruhi Sumber Kepemimpinan Sultan
Agung.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana kepemimpinan Sultan Agung dipandang dari materi
kepemimpinan dan organisasi?
1.2.2. Bagaimana kepemimpinan Sultan Agung dipandang dari materi
kepemimpinan dan 7 kebutaan?
1.2.3. Bagaimana kepemimpinan Sultan Agung dipandang dari materi
mengenal sitem dan berpikir sistem?
1.2.4. Bagaimana kepemimpinan Sultan Agung dipandang dari materi sistem
archetypes?
1.2.5. Bagaimana kepemimpinan Sultan Agung dipandang dari materi
kepemimpinan dan Personal Mastery dan pendalamannya?
1.3.Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui bagaimanakah kepemimpinan Sultan Agung
menurut kepemimpinan dan organisasi
1.3.2. Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan Sultan Agung dipandang
dari materi kepemimpinan dan 7 kebutaan
1.3.3. Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan Sultan Agung dipandang
dari materi mengenal sistem dan berpikir sistem
1.3.4. Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan Sultan Agung dipandang
dari materi sistem archetypes
1.3.5. Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan Sultan Agung dipandang
dari materi kepemimpinan dan Personal Mastery dan pendalamannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kepemimpinan Sultan Agung
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, ia bertekad ingin mengantarkan
Mataram menuju puncak kejayaan. Keinginan tersebut kemudian
direpresentasikan oleh Sultan Agung dengan menerapkan politik ekspansi. Strategi
politik ini bertujuan tidak hanya untuk menaklukkan pulau Jawa, namun keinginan
tersebut merambah hingga ia mampu menaklukkan seluruh Nusantara.

Strategi politik militer Sultan Agung dalam merekrut pasukan militernya adalah
dengan menetapkan wakil di berbagai daerah untuk mengorganisir rakyatnya
untuk ikut serta dalam peperangan. Wakil-wakil pemimpin yang sudah dipilih
tersebut membawahi wilayah yang telah menjadi wewenangnya sesuai dengan
seberapa luas daerah atau seberapa banyak anggota kepala keluarga yang
dinaunginya.

Pada masa Sultan Agung, terjadi ekspansi dan invasi besar-besaran di wilayah
Jawa. Usaha invasi itu bahkan dilakukan hingga dua kali pada tahun 1628 dan
1629, namun keduanya mengalami kegagalan bahkan banyak menelan korban dari
pihak Mataram. Ambisi Sultan Agung dalam mengantarkan Mataram menuju
puncak kejayaannya sejak ia bertahta membuahkan hasil yang gemilang. Prestasi
ini menjadikan Sultan Agung dianggap telah menjadikan Mataram sebagai
kerajaan besar yang disegani di tanah Jawa bahkan Nusantara.

Sejak awal, hubungan Sultan Agung dengan pihak VOC memang kurang
membaik. Pada tahun 1614, pihak Belanda mengutus seorang duta agar
menyampaikan ucapan selamat atas penobatan dirinya sebagai raja Mataram.
Akan tetapi, Sultan Agung memberi peringatan kepada duta itu bahwa
persahabatan yang mereka inginkan tidak akan pernah terwujud jika VOC berniat
untuk merebut tanah Jawa.
Pada tahun 1619 penguasaan VOC atas Jakarta menyebabkan tidak senangnya
Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung. Tepat setelah VOC memaksakan
monopoli perdagangannya di pesisir Utara Jawa, reaksi-reaksi Mataram semakin
meningkat. Sejak saat itu perlawanan antara Sultan Agung dengan pihak VOC
mulai terjadi. Meskipun ekspansi Mataram telah mengahancurkan kota-kota
pesisir dan mengakibatkan perdagangan setengahnya menjadi lumpuh, namun,
sebagai penghasil utama dan pengkespor beras, posisi Mataram dalam jaringan
perdagangan di Nusantara masih berpengaruh. Kelemahan Sultan Agung selama
masa kepemimpinannya adalah gagal dalam mengalahkan dan mengusir VOC.

2.2. Kepemimpinan dan Organisasi


Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-
usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan,
hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin menjadi tidak
searah. Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk
mencapai tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak
efisien dalam pencapaian sasaran-sasarannya. Kepemimpinan merupakan suatu
kemampuan yang melekat pada diri seorang yang memimpin yang tergantung dari
macam-macam faktor baik faktor-faktor intern maupun faktor-faktor ekstern.
Menurut Winardi (2000) kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang
membentuk dan membantu orang lain untuk berkerja dan antusias mencapai tujuan
yang direncanakan dalam kaitannya dengan keberhasilan organisasi. Handoko
(2003) menyatakan, dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi
moral dan kepuasan kerja, loyalitas kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja
terutama tingkat prestasi suatu organisasi.

2.3. Kepemimpinan dan 7 Kebutaan


Menurut kebijaksanaan suku kuno Indian Dakota, diturunkan dari generasi ke
generasi, ketika Anda menemukan atau Anda sedang menunggang kuda mati,
langkah terbaik adalah turun. Namun, banyak dari kita di dunia pemerintahan dan
bisnis saat ini tampaknya enggan mengakui bahwa rencana dan strategi kita tidak
berfungsi. Alih-alih turun dari kuda, kami mencoba berbagai taktik dalam upaya
untuk menghirup beberapa kehidupan ke kuda-kuda mati itu, termasuk yang
berikut:

 Membeli cambuk yang lebih kuat..


 Menurunkan standar untuk memasukkan kuda mati.
 Klasifikasi ulang kuda yang mati sebagai "cacat hidup".
 Memberikan dana tambahan dan pelatihan untuk meningkatkan kinerja
 Melakukan studi produktivitas untuk melihat apakah pengendara yang lebih
ringan akan meningkatkan kinerja kuda mati.

7 kebutaan :

 Saya adalah posisi saya


 Musuh ada di luar sana
 Ilusi yang bertanggung jawab
 Terpaku pada kejadian
 Balada katak rebus
 Delusi belajar dari pengalaman
 Mitos tim manajemen

2.4. Mengenal Sistem dan Berpikir Sistem


Sistem menurut Senge adalah sebuah sistem adalah sesuatu yang memelihara
keberadaannya dan berfungsi sebagai sebuah kesatuan melalui interaksi antar
bagiannya.Sistem berpikir adalah tubuh pengetahuan dan alat yang telah
dikembangkan untuk membuat pola yang lebih jelas dan untuk membantu kita
melihat bagaimana mengubahnya secara efektif. Sistem berpikir adalah melihat
keseluruhan, bagian-bagian, dan hubungan antara bagian-bagian lalu kemudian
mempelajari keseluruhan untuk memahami bagian-bagian.

Untuk menemukan titik leverage untuk mengubah sistem, harus memiliki


pemahaman yang benar / lengkap tentang sistem. Leverage point akan berada di
loop balancing (yang mempromosikan stabilitas) bukan di loop penguat (yang
mempromosikan perubahan).

2.6. Sistem Archetype


Ketika sebuah pola ditemukan berulang kali di banyak sistem, itu disebut
sebagai pola dasar sistem. Untuk menyelesaikan masalah sering kali kita
melakukan penyelesaian jangka pendek ( proses menyeimbangkan ) , solusi itu
dalam jangka panjang akan membuat masalah serupa yang lebih besar. Akibat
jangka panjang sering tidak terlihat karena tidak terjadi segera ( penundaan ) dan
terjadi secara perlahan-lahan dan makin lama makin besar ( putaran penguatan ).

Prinsip Archetype 1 adalah waspada terhadap penyelesaian cepat. Dengan ciri-


ciri terus melakukan solusi yang sama lagi dan lagi. Strategi menghadapi
permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan kesadaran akan konsekwensi
yang tidak diharapkan. Mau terbuka kalau solusi hanya meringankan gejala,
mengurangi frekuensi penyelesaian dan jumlah penyelesaian setiap kali. Pilih yang
menghasilkan efek samping minimal atau yang bisa dikendalikan, dan menangani
akar permasalahannya.

Prinsip Archetype 2 adalah batas pertumbuhan masalah, jangan desak proses


pertumbuhan, tetapi singkirkan sumber yang membatasi. Gejala yang dimiliki
yaitu mula-mula bisnis berkembang pesat, lalu melambat dan kemudian berhenti
Pada awalnya kita melakukan proses kegiatan untuk meningkatkan keberhasilan
sesuai dengan hasil yang diinginkan. Proses ini menciptakan lingkaran
pertumbuhan yang makin lama makin besar ( putaran penguatan ). Tetapi nantinya
( penundaan ) pada kondisi tertentu timbul akibat yang tidak sengaja yang
berlawanan dengan gerakan pertama ( proses penyeimbangan ) yang
memperlambat pertumbuhan. Strategi menghadapi masalah adalah berhati-hati
dalam melakukan lebih banyak solusi yang berhasil di masa lalu ,jika pertumbuhan
mandek pahami strategi yang sukses dan batas potensial, lalu kenali kekuatan
penyeimbang yang ketika itu masih kecil, tetapi makin besar dengan
berkembangnya waktu.

2.7. Personal Mastery dan Pendalamannya


Penguasaan diri adalah sebuah disiplin yang teru menerus, memperjelas dan
memperdalam penglihatan personal kita , memfokuskan energi kita,
menyampaikan kesabaran dan melihat objek secara realistis. ( Peter Senge)
Keberadaan personal mastery itu berada di luar batas-batas kompetensi dan
ketrampilan diri setiap individu. Kita dituntut menjalani dan mensikapi hidup
sebagai suatu kerja kreatif, dengan berwawasan kreatif— bukan reaktif.
Karakteristik Personal Mastery Menurut Marty Jacobs (2007), seseorang
yang memiliki Personal Mastery yang tinggi akan memiliki karakteristik sebagai
berikut:
 Mempunyai sense khusus mengenai tujuan hidupnya.
 Mampu menilai realitas yang ada sekarang secara akurat.
 Terampil dalam mengelola tegangan kreatif untuk memotivasi diri
dalammencapai kemajuan kedepannya
 Melihat perubahan sebagai suatu peluang.
 Memiliki rasa keingintahuan yang besar.
 Menempatkan prioritas yang tinggi terhadap hubungan personal tanpa
menunjukkan rasa egois atau individualismenya.
 Pemikir sistemik, dimana seseorang melihat dirinya sebagai salah satu bagian
dari sistem yang lebih besar.
BAB III

PEMBAHASAN
3.1. Kepemimpinan dan Organisasi
Sultan Agung berperan dalam membangun peradaban Islam di tanah
Jawa. Dalam penulisan sastra Jawa, khususnya mengenai babad, dilakukan
menggunakan tulisan Jawa, tetapi termuat bagian-bagian tertentu dari
ajaran Islam. Hal ini menunjukkan bahwa beliau memiliki wawasan
keagamaan yang sangat luas.
Sultan Agung mengatakan bahwa Mataram memiliki kekayaan sangat
besar yang tidak dapat dihabiskan sendiri yaitu beras. Jadi menurut beliau,
melalui swasembada beras, maka Mataram dapat mengimpor berbagai
barang dari luar negeri, seperti kain katun, sutera, porselen, rotan, dan
permata, bahkan membeli senjata berat layaknya meriam. Dalam hal ini,
wawasan ekonomi sangat diperlukan oleh seorang pemimpin guna
mengetahui keadaan dan kebutuhan pasar sehingga negara tidak akan
mengalami kerugian.
Sebagai Raja Jawa, Sultan Agung memiliki wawasan politik yang luas
dan jauh ke depan, melebihi siapa pun yang hidup pada zamannya. Dalam
bahasa ilmu politik atau kenegaraan, beliau menguasai konsep politik yang
dikenal dengan doktrin ‘keagungbinataraan’. Menurut doktrin tersebut,
kekuasaan Raja Mataram harus merupakan ketunggalan yang utuh dan
bulat. Kekuasaan itu tidak tersaingi, tidak terkotak atau terbagi, dan
merupakan totalitas, tidak hanya pada satu bidang. Ya, totalitas memang
harus dimiliki oleh pemimpin mengingat aspek kehidupan tidak
bergantung pada bidang tertentu saja, melainkan semua.
3.2. Manajemen Kuda Mati
Pada tahun 1619, Sultan Agung menyadari kekuatan bangsa Belanda
yang telah berhasil merebut Jayakarta dan mengganti namanya menjadi
Batavia. Beliau mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam
persaingan menghadapi Surabaya dan Banten. Maka pada tahun 1621
Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC dan kedua pihak saling
mengirim duta besar. Kemampuan melihat peluang dan mengatur strategi
ini mutlak diperlukan oleh seorang pemimpin sehingga nantinya dia akan
mampu mengambil kebijakan-kebijakan yang menguntungkan negara dan
rakyat banyak. Seperti hal nya dalam manajemen kuda mati Sultan Agung
memilih berbagai cara lain untuk mengalahkan VOC dari pada harus
menyerah begitu saja.
Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya.
Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan
lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC
berhasil memusnahkan semuanya. Walaupun kembali mengalami
kekalahan, serangan kedua ini berhasil membendung dan mengotori
Sungai Ciliwung sehingga mengakibatkan timbulnya wabah penyakit
kolera di Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal
menjadi korban wabah tersebut. Hal ini memberikan pelajaran bahwa
kemampuan mengantisipasi keadaan dan semangat pantang menyerah dari
seorang pemimpin pasti akan membawa hasil.
3.3. Mengenal Sistem dan Berpikir Sistem
Sultan Agung berpandangan bahwa pertanian merupakan sumber
ekonomi sekaligus sebagai sumber kejayaan. Sehingga menurut beliau,
penguasaan tanah yang luas dengan penaklukan banyak daerah lain adalah
mutlak untuk dilakukan. Penguasaan tanah yang luas ini harus dilakukan
demi kepentingan ekonomi di satu pihak dan kepentingan politik di lain
pihak. Upaya penguasaan tanah ini antara lain dengan mengenalkan sistem-
sistem pertanian pada rakyat dan menutup sebagian negeri-negeri
pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban. Kemampuan
mengembangkan potensi alam seperti ini patut dimiliki oleh pemimpin
Indonesia mengingat amat besarnya kekayaan potensi alam yang ada di
Indonesia.
3.4. Sistem Archetypes
Pada tahun 1614, saat VOC mengirim duta untuk mengajak Sultan
Agung bekerja sama, beliau menolaknya mentah-mentah. Empat tahun
kemudian, meskipun Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang
berlarut-larut melawan Surabaya, Sultan Agung tetap menolak bekerja
sama dengan VOC. Sifat berani mengambil resiko, tegas terhadap
keputusan dan konsisten pada prinsip seperti inilah yang perlu dimiliki oleh
seorang pemimpin negara sejati.
Setelah menjatuhkan Surabaya, Mataram mengincar Banten yang ada
di ujung barat Pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi
penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram. Pada tahun 1628,
tawaran damai bersyarat dari Mataram ditolak pihak VOC. Perang besar
pun terjadi di benteng Holandia dan pasukan Mataram mengalami
kehancuran karena kurang perbekalan.
Sultan Agung belum meningkatkan kesadaran akan konsekuensi yang
tidak diharapkan. Solusi hanya meringankan gejala, mengurangi frekuensi
penyelesaian dan jumlah penyelesaian setiap kali. Efek samping minimal
yang didapatkan yaitu banyak korban dari masyarakatnya karena
melakukan perlawanan dengan perbekalan yang kurang.
3.5. Personal Mastery dan Pendalamannya
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, ia bertekad ingin mengantarkan
Mataram menuju puncak kejayaan. Keinginan tersebut kemudian
direpresentasikan oleh Sultan Agung dengan menerapkan politik ekspansi.
Strategi politik ini bertujuan tidak hanya untuk menaklukkan pulau Jawa,
namun keinginan tersebut merambah hingga ia mampu menaklukkan
seluruh Nusantara.
Sultan Agung sangat membenci pemberontakkan. Beliau menumpas
habis para pemberontak seperti pada seorang pemimpin pemberontakkan
pati, Adipati Pajang (1617) dan bahkan pada sepupunya sendiri, Adipati
Pragola (1627). Beliau tidak segan-segan mengirim algojo untuk
menghukum para pemberontak. Beliau tidak pandang bulu dalam
mengadili siapapun yang bersalah.
Di bawah kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645), seluruh Pulau
Jawa sempat tunduk dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali
Batavia yang masih diduduki militer VOC Belanda. Sedangkan desa
Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan. Wilayah luar
Jawa yang berhasil ditundukkan adalah Palembang di Sumatra pada tahun
1636 dan Sukadana di Kalimantan pada tahun 1622. Sultan Agung juga
menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di
Sulawesi saat itu. Poin terakhir ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin
harus memiliki kemampuan berdiplomasi guna terjalinnya hubungan yang
harmonis dengan negara-negara lain.
Berdasakan penjabaran dari keterkaitan kepemimpinan Sultan Agung
dengan beberapa materi kepemimpinan dan berpikir sistem diatas personal
mastery dari Sultan Agung sangatlah bagus dan dapat menjadi teladan bagi
pemimpin dimasa sekarang. Sultan Agung mempunyai sense khusus
mengenai tujuan hidupnya. Beliau Mampu menilai realitas yang ada
sekarang secara akurat. Sultan Agung cukup terampil dalam mengelola
tegangan kreatif untuk memotivasi diri dalam mencapai kemajuan
kedepannya. Selain itu, Beliau selalu melihat perubahan dan rasa
keingintahuan yang tinggi dijadikan sebagai suatu peluang untuk
menyelesaikan permasalahan. Dan yang terakhir Sultan Agung
menempatkan prioritas yang tinggi terhadap hubungan personal tanpa
menunjukkan rasa egois atau individualismenya.
BAB IV

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
3.1.1. Menurut materi kepemimpinan dan organisasi, Sultan Agung merupakan
pemimpin yang berhasil dalam memimpin pemerintahannya.
3.1.2. Menurut materi kepemimpinan dan 7 kebutaan, Sultan Agung merupakan
sosok yang selalu memutar otak untuk mencari solusi atas permasalahan yang
dihadapi, bukannya memilih berhenti dari kedudukannya sebagai sultan.
3.1.3. Menurut materi mengenal sistem dan berpikir sistem, Sultan Agung telah
melakukan upaya penguasaan tanah antara lain dengan mengenalkan sistem-
sistem pertanian pada rakyat dan menutup sebagian negeri-negeri pelabuhan dan
perdagangan seperti Surabaya dan Tuban. \
3.1.4. Menurut materi sistem Archetypes, Sultan Agung belum meningkatkan
kesadaran akan konsekuensi yang tidak diharapkan. Solusi hanya meringankan
gejala, mengurangi frekuensi penyelesaian dan jumlah penyelesaian setiap kali
terbukti dengan banyak korban dari masyarakatnya karena melakukan
perlawanan dengan perbekalan yang kurang.
3.1.5. Menurut materi Personal Mastery, Sultan Agung mempunyai sense khusus
mengenai tujuan hidupnya. Selain itu, Beliau selalu melihat perubahan dan
memiliki rasa keingintahuan yang tinggi untuk dijadikan sebagai suatu peluang
untuk menyelesaikan permasalahan. Dan yang terakhir Sultan Agung
menempatkan prioritas yang tinggi terhadap hubungan personal tanpa
menunjukkan rasa egois atau individualismenya.
3.2. Saran

Menurut saya di masa sekarang ini, Bangsa Indonesia memerlukan seorang


pemimpin yang memiliki personal mastery yang disiplin supaya mampu
meningkatkan potensi yang dimiliki bangsanya.
DAFTAR PUSTAKA
Lina, Dewi. 2014. Analisis Pengaruh Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Sistem Reward Sebagai Variabel
Moderating. Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis Vol 14 No . 1 :77-97
Junadi, Purnawan. 2014. Kepemimpinan dan Organisasi. http://ocw.ui.ac.id.
Diakses pada tanggal 19 April 2019 pukul 13.23 WIB.
Junadi, Purnawan. 2014. Kepemimpinan dan 7 Kebutaan. http://ocw.ui.ac.id.
Diakses pada tanggal 19 April 2019 pukul 13.23 WIB.
Junadi, Purnawan. 2014. Mengenal Sistem. http://ocw.ui.ac.id. Diakses pada
tanggal 19 April 2019 pukul 13.23 WIB.
Junadi, Purnawan. 2014. Berpikir Sistem. http://ocw.ui.ac.id. Diakses pada
tanggal 19 April 2019 pukul 13.23 WIB.
Junadi, Purnawan. 2014. Sistem Archetypes. http://ocw.ui.ac.id. Diakses pada
tanggal 19 April 2019 pukul 13.23 WIB.
Junadi, Purnawan. 2014. Kepemimpinan dan Personal Mastery.
http://ocw.ui.ac.id. Diakses pada tanggal 19 April 2019 pukul 13.23 WIB.
Junadi, Purnawan. 2014. Pendalaman Personal Mastery. http://ocw.ui.ac.id.
Diakses pada tanggal 19 April 2019 pukul 13.23 WIB.
Yumni, MZ.2012. Sultan Agung dari Mataram, Sosok Teladan bagi Presiden
Masa Depan.

Anda mungkin juga menyukai