Anda di halaman 1dari 2

Nama : Hasna Izzatushsholihah Habiebillah

NIM : 175130100111060

Kelas : 2017 D

SCABIES DAN SCABIOSIS

Definisi dan Etiologi

Skabiosis disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Tungau menyerang induk


semangnya dengan cara menginfestasi kulit kemudian bergerak dengan membuat terowongan di
bawah lapisan kulit (stratum korneum dan lusidum) sehingga menyebabkan gatal-gatal, rambut
rontok, dan kulit rusak. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi tungau
S.scabiei varietas hominis. Parasit tersebut termasuk kelas arachnida, subkelas acarina, ordo
astigmata, dan famili sarcoptidae. (Sungkar, 2016)

Kasus Kejadian di Indonesia

Skabies di Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Skabies
merupakan penyakit kulit yang endemis diwilayah beriklim tropis dan dan subtropics. Kejadian
skabies di negara berkembang termasuk Indonesia terkait dengan kemiskinan dengan tingkat
kebersihan yang rendah, keterbatasan akses air bersih, kepadatan hunian dan kontak fisik antar
individu memudahkan transmisi dan infentasi tungau scabies. Skabies sering diabaikan, dianggap
biasa saja dan lumrah terjadi pada masyarakat di Indonesia, karena tidak menimbulkan kematian.
Di beberapa negara termasuk Indonesia penyakit skabies yang hampir teratasi cenderung mulai
bangkit dan merebak kembali. Laporan dari dinas kesehatan dan dokter praktek mengidikasikan
bahwa penyakit skabies telah meningkat di beberapa daerah. (Mading, 2015)

Kejadian pada manusia dan hewan

Manusia dapat menularkan skabies ke binatang peliharaan, namun yang lebih sering
adalah infestasi silang dari binatang peliharaan seperti anjing ke manusia. Kejadian pada
manusia dipengaruhi oleh factor kemiskinan, cuaca yang lembab, tingkat kebersihan yang rendah
dan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi scabies. Kejadian pada hewan sering
menyerang pada hewan peliharaan seperti kucing, anjing, kuda, kambing, kelinci, monyet. Dua
populasi manusia yang lebih rentan terjangkit zoonotic scabies adalah orang yang bekerja
menangani hewan domestik dan yang memelihara anjing. Pada skabies binatang tidak terdapat
terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. (Sungkar, 2016)

Transmisi

Penyakit ini menular dari hewan ke manusia (zoonosis), manusia ke hewan bahkan dari
manusia ke manusia. Sarcoptes scabiei ditransmisikan ke manusia melalui kontak dengan
berbagai hewan liar, hewan yang didomestikasi dan hewan ternak. Skabies dapat ditularkan
melalui perpindahan telur, larva, nimfa, atau tungau dewasa dari kulit penderita ke kulit orang
lain namun dari semua bentuk infektif tersebut tungau dewasa yang paling sering menyebabkan
penularan. Skabies dapat ditularkan secara langsung atau tidak langsung namun cara penularan
skabies yang paling sering adalah melalui kontak langsung antar individu saat tungau sedang
berjalan di permukaan kulit. (Sungkar, 2016)

Diagnosa dan pengobatan

Diagnosis penyakit skabies dapat ditentukan dengan gejala klinis utama.Diagnosis dapat
ditegakan dengan menemukan S. Scabiei yang ditemukan pada korekan kulit atau biopsi.
Diagnosis diferensial dari skabies adalah prugio yang mempunyai predileksi yang sama serta
dermatitis yang disebabkan oleh jamur (Mading, 2015). Prinsip pengobatan skabies adalah
menggunakan skabisida topikal diikuti dengan perilaku hidup bersih dan sehat baik pada
penderita maupun lingkungannya. Apabila terdapat infeksi sekunder oleh bakteri, perlu diberikan
antibiotik topikal atau oral terlebih dahulu sesuai indikasi dengan memerhatikan interaksi antar
obat. Sebelum memberikan skabisida topical penderita skabies harus mandi menggunakan sabun.
Contoh skabisida topical yakni bensil bensoat, Gama benzen heksaklorida, sulfur presipitatum,
crotamiton, lindan, permertrin dan ivermectin. (Sungkar, 2016)

Pencegahan dan pengendalian

Pencegahan penyakit dibagi menjadi pencegahan primer, sekunder, dan pencegahan


tersier. Pencegahan primer merupakan pencegahan penyakit yang dilakukan sebelum masa
patogenesis, meliputi promosi kesehatan dan perlindungan khusus. Pencegahan sekunder dan
tersier dilakukan selama masa patogenesis, saat kuman sudah masuk ke dalam tubuh manusia.
Pencegahan sekunder merupakan tahap awal penyembuhan penyakit dan pencegahan dampak
berikutnya. Pencegahan tersier berupa rehabilitasi dan mencegah berulangnya atau timbulnya
komplikasi lain akibat penyakit utama. Pencegahan skabies pada manusia dapat dilakukan
dengan cara mengindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah penggunaan barang-
barang penderita secara bersama-sama. Pengendalian skabies secara global yakni pertama,
meningkatkan kesadaran terhadap skabies dan melakukan advokasi kepada pihak yang
berpotensi mendanai program pemberantasan skabies. Kedua, meningkatkan penelitian klinis
dan epidemiologi untuk memahami efek penyakit dengan lebih baik. Ketiga, mengembangkan
dan mengimplementasikan strategi pengendalian skabies yang efektif. (Sungkar, 2016)

REFERENSI

Mading M., Indriaty I. 2015. Kajian Aspek Epidemiologi Skabies pada Manusia. Waikabubak :
Jurnal Penyakit Bersumber Binatang.

Sungkar, Saleha. 2016. Skabies Etiologi, Patogenesis, Pengobatan, Pemberantasan, dan


Pencegahan. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai