Anda di halaman 1dari 32

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN PENYALAHGUNAAN NAPZA

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian
pelayanan yang ditunjukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai
masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh semua pelayanan yang
dibutuhkannya secara tepat.Kasus disini adalah orang dalam situasi
meminta atau mencari pertolongan dalam masalah penyalahgunaan
NAPZA.
NAPZA merupakan kepanjangan dari narkotika dan obat berbahaya
sering disebut juga (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya).Istilah
NAPZA umumnya digunakan oleh pihak kedokteran yang menitikberatkan
pada upaya penanggulangan dari segi kesehatan fisik, psikis, dan social
(Martaatmadja, 2007).

B. Tujuan Manajemen Kasus


Tujuan atau peranan manajemen kasus secara umum adalah untuk
mengupayakan agar pelayanan kepada individu dan keluarga tetap berlanjut
melalui proses menghubungkan klien kepada sumber pelayanan yang sesuai
selain melakukan koordinasi diantara pelayanan-pelayanan yang diberikan.
Dalam kasus ini klien diberikan pelayanan oleh lembaga yang menguasai
yaitu BNN.
1. Mengidentifikasi pelayanan apa yang dibutuhkan oleh klien
2. Mencarikan jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi
3. Membela klien dengan menghubungkannya dengan pihak terkait
4. Memberikan pelayanan langsung sampai dengan memonitor
ketercapaian pelayanan.
C. Prinsip-prinsip Manajemen Kasus
Individualisasi pelayanan (individualization of services)
1. Pelayanan yang komprehensif (comprehensiveness of service)
2. Pelayanan yang teratur (parsimonious services)
3. Kemandirian (fostering autonomy)
4. Keberlanjutan pelayanan (continuity of care)
(Gerhart, 1990)

D. Langkah-Langkah Penerapan Manajemen Kasus


1. Mengakses lembaga yang dibutuhkan klien (dalam kasus penyalahgunaan napza
ini, lembaga yang bisa membantu adalah BNN. Yang melakukan tugas pemerintah
di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
psikotropika, precursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk
tembakau dan alkohol.
2. Tahap awal masuk (intake)
a. Pada tahap ini, manajer kasus atau pekerja social perlu menggali atau
mengeksplorasi masalah dan kebutuhan klien serta membantu klien memenuhi
persyaratan (elijibilitas) untuk mendapatkan pelayanan.
b. Selanjutnya, manajer kasus memberikan informasi tentang pelayanan yang
disediakan oleh organisasi atau lembaga pelayanan dan memberitahu tentang
bagaiman mengisi formulir-formulir yang diperlukan.
3. Assessment
Istilah Assesment atau penilaian sendiri sangat dekat dengan istilah evaluasi yang
merupakan metode untuk mengetahui hasil dari tindakan yang telah diberikan oleh
lembaga social (BNN).Jadi, proses assessment ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui sebaik respon atau hasil dari para penyalahguna napza.
4. Merumuskan tujuan pelayanan
Tujuan sering dirumuskan dalam bentuk tujuan jangka pendek dan tujuan jangka
panjang, missal ; menyembuhkan gejala fisik dan mental (bb menurun, mata merah,
bibir kehitam-hitaman, tangan bintik-bintik merah, sembelit dan lain-lain. Dan
untuk gejala mental yaitu dapat juga berupa halusinasi yang bisa berakibat pada
gangguan jiwa berat atau skizofre) membangun harga diri, dan lain-lainnya.
5. Merencanakan intervensi dan mengidentifikasi sumber
a. Langkah ini bersifat ganda sebab merencanakan intervensi (misalnya : melayani
konseling atau terapi dan perencanaan pelayanan lainnya) berhubungan dengan
mengaitkan klien dengan sumber-sumber.
b. Mengidentifikasi sumberdaya dapat dilakukan melalui telpon atau kontak
pribadi dengan lembaga-lembaga pelayanan yang dituju.
6. Menghubungkan klien
Manajer kasus merancang bagaimana lembaga social (BNN) dapat mengkaitkan
klien dengan sumber pelayanan yang dibutuhkan.Yaitu menangani klien sesuai
dengan kebutuhan untuk menyembuhkan dari penggunaan napza contohnya dengan
metode rehabilitasi.
7. Monitor dan Reassement
a. Tujuan tahap ini adalah untuk menentukan apakah rancangan yang telah
dilaksanakan dapat mengatasi masalah klien atau belum.
b. Manajer kasus memonitor dan melakukan pengukuran terhadap perkembangan
klien.
8. Evaluasi
Evaluasi hasil dilakukan dengan menentukan tingkat pencapaian tujuan (missal ;
jaminan perawatan kesehatan, dapat mengendalikan untuk tidak menggunakan
napza secara mandiri)

E. Penanggulangan Masalah NAPZA


Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan,
sampai pemulihan (rehabilitasi).
1. Pencegahan-pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan :
a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA. Bisa
dengan cara penyuluhan yang dilakukan oleh guru, perawat maupun pihak
kepolisian.
b. Deteksi dini perubahan perilaku. Menolak tegas untuk mencoba (Say no to
drugs) atau Katakan Tidak pada narkoba.
2. Pengobatan terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat,
dengan dua cara yaitu :
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti
menggunakan zat yang mengalami gejala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai
gejala, putus zat tersebut berhenti sendiri. Metode ini berpusat pada diri klien
sendiri untuk mengendalikan rasa kecanduannya terhadap NAPZA.
b. Detoksifikasi dengan substitusi putau atau heroin dapat disubstitusi dengan
memberikan jenis opiate misalnya kodein, ufremorfin, dan metadon. Substitusi
bagi pengguna sedative-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas,
misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat
juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat
penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang
ditimbulkan akibat putus zat tersebut. Metode ini bisa juga disebut dengan
menghilangkan kecanduan terhadap NAPZA dengan bertahap.
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non medis, psikologis, social dan religi agar pengguna NAPZA
yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional
seoptimal mungkin.Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik,
mental, social, dan spiritual.Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki
tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001). Sesudah klien
penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi)
dan konsultasi medic selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program
pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan
dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).

F. Penyebab Penyalahgunaan NAPZA


Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat
patologik dan harus menjadi perhatian segenap pihak. Meskipun sudah terdapat banyak
informasi yang menyatakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan
dalam mengkonsumsi narkoba, tapi hal ini belum memberi angka yang cukup
signifikan dalam mengurangi tingkat penyalahgunaan narkoba.
Terdapat 3 faktor (alasan) yang dapat dikatakan sebagai “pemicu” seseorang
dalam penyalahgunakan narkoba. Ketiga faktor tersebut adalah faktor diri, faktor
lingkungan, dan faktor kesediaan narkoba itu sendiri.
1. Faktor Diri
a. Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau brfikir panjang
tentang akibatnya di kemudian hari.
b. Keinginan untuk mencoba-coba kerena penasaran.
c. Keinginan untuk bersenang-senang.
d. Keinginan untuk dapat diterima dalam satu kelompok (komunitas) atau
lingkungan tertentu.
e. Workaholic agar terus beraktivitas maka menggunakan stimulant (perangsang).
f. Lari dari masalah, kebosanan, atau kegetiran hidup.
g. Mengalami kelelahan dan menurunya semangat belajar.
h. Menderita kecemasan dan kegetiran.
i. Kecanduan merokok dan minuman keras. Dua hal ini merupakan gerbang ke
arah penyalahgunaan narkoba.
j. Karena ingin menghibur diri dan menikmati hidup sepuas-puasnya.
k. Upaya untuk menurunkan berat badan atau kegemukan dengan menggunakan
obat penghilang rasa lapar yang berlebihan.
l. Merasa tidak dapat perhatian, tidak diterima atau tidak disayangi, dalam
lingkungan keluarga atau lingkungan pergaulan.
m. Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
n. Ketidaktahuan tentang dampak dan bahaya penyalahgunaan narkoba.
o. Pengertian yang salah bahwa mencoba narkoba sekali-kali tidak akan
menimbulkan masalah.
p. Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau
kelompok pergaulan untuk menggunakan narkoba.
q. Tidak dapat atau tidak mampu berkata TIDAK pada narkoba.

2. Faktor Lingkungan
a. Keluarga bermasalah atau broken home.
b. Ayah, ibu atau keduanya atau saudara menjadi pengguna atau penyalahguna
atau bahkan pengedar gelap nrkoba.
c. Lingkungan pergaulan atau komunitas yang salah satu atau beberapa atau
bahkan semua anggotanya menjadi penyalahguna atau pengedar gelap narkoba.
d. Sering berkunjung ke tempat hiburan (café, diskotik, karoeke, dll.).
e. Mempunyai banyak waktu luang, putus sekolah atau menganggur.
f. Lingkungan keluarga yang kurang / tidak harmonis.
g. Lingkungan keluarga di mana tidak ada kasih sayang, komunikasi, keterbukaan,
perhatian, dan saling menghargai di antara anggotanya.
h. Orang tua yang otoriter,.
i. Orang tua/keluarga yang permisif, tidak acuh, serba boleh, kurang/tanpa
pengawasan.
j. Orang tua/keluarga yang super sibuk mencari uang/di luar rumah.
k. Lingkungan sosial yang penuh persaingan dan ketidakpastian.
l. Kehidupan perkotaan yang hiruk pikuk, orang tidak dikenal secara pribadi, tidak
ada hubungan primer, ketidakacuan, hilangnya pengawasan sosial dari
masyarakat,kemacetan lalu lintas, kekumuhan, pelayanan public yang buruk,
dan tingginya tingkat kriminalitas.
m. Kemiskinan, pengangguran, putus sekolah, dan keterlantaran.

3. Faktor Ketersediaan Narkoba.


Narkoba itu sendiri menjadi faktor pendorong bagi seseorang untuk memakai
narkobakarena :
a. Narkoba semakin mudah didapat dan dibeli.
b. Harga narkoba semakin murah dan dijangkau oleh daya beli masyarakat.
c. Narkoba semakin beragam dalam jenis, cara pemakaian, dan bentuk kemasan.
d. Modus Operandi Tindak pidana narkoba makin sulit diungkap aparat hukum.
e. Masih banyak laboratorium gelap narkoba yang belum terungkap.
f. Sulit terungkapnya kejahatan computer dan pencucian uang yang bisa membantu
bisnis perdagangan gelap narkoba.
g. Semakin mudahnya akses internet yang memberikan informasi pembuatan narkoba.
h. Bisnis narkoba menjanjikan keuntugan yang besar.
i. Perdagangan narkoba dikendalikan oleh sindikat yagn kuat dan professional. Bahan
dasar narkoba (prekursor) beredar bebas di masyarakat.
G. Komponen Dasar Manajemen Kasus
1. Asesmen (Assessment)
Sebelum melakukan tahap penilaian ini, tim manajemen kasus mengadakan
prescreening terhadap klien, untuk menentukan klien mana yang dapat ikut dalam
program manajemen kasus yang akan dilakukan. Hal-hal mendasar dalam
penentuan prescreening :
a. Keadaan medis psikiatri klien, dalam hal ini klien yang masih dalam kondisi
akut tidak dapat diikutsertakan dalam program ini.
b. Ada tidaknya dukungan keluarga terhadap program ini dapat berpengaruh
pada keikutsertaan klien. Keluarga yang tidak mendukung akan dapat
mengurangi kesempatan klien untuk dapat mengikuti program manajemen
kasus

Asesmen yang bersifat komprehensif menjadi sangat penting dalam


manajemen kasus, yakni asesmen diperoleh dari :

a. Hasil observasi dan evaluasi perkembangan tingkah laku klien selama masa
perawatan
b. Informasi dari keluarga atau orang yang dekat dengan klien
c. Hasil masukan atau pendapat dari klien tentang hal-hal yang menjadi masalah
bagi dirinya
2. Perencanaan (Planning)
Yaitu tahap untuk menyusun dan mengembangkan layanan yang menyeluruh
untuk klien sesuai dengan hasil asesmen.
Hasil-hasil identifikasi masalah yang didapatkan dari tahap asesmen (sesuai
keinginan klien, masalah kebutuhannya, serta sumber daya yang tersedia),
kemudian disusun menjadi suatu formulasi masalah, dan selanjutnya dapat
ditetapkan prioritas masalah yg digunakan untuk menyusun perencanaan.
Penetapan tujuan harus individual dan harus realistis berdasarkan hasil yang
didapat dari asesmen, serta tujuan yang tercapai.
Contoh; klien yang memiliki masalah disabilitas psikososial atau sulit
berkomunikasi dengan orang sekitarnya atau tidak ada keterampilan untuk
melakukan pekerjaan, maka perlu direncanakan intervensi dengan menghubungkan
klien pada program day care. Selanjutnya harus ditentukan tujuan jangka pendek
dan jangka panjang yang akan dicapai oleh klien.
Berdasarkan contoh di atas maka dapat ditetapkan tujuan jangka pendek dan
panjang sbb:
a. Tujuan jangka pendek yang ditetapkan pada klien ini, adalah : meningkatkan
kemampuan berkomunikasi dan mandiri
b. Tujuan jangka panjang : mengurangi stresor yang dapat menyebabkan depresi
dan kekambuhan penyakit, sehingga dapat mengurangi terjadinya penurunan
kondisi fisik dan psikis, serta memperbaiki kualitas hidup.
Dalam upaya penetapan tujuan ini tentunya harus berkonsultasi terlebih dahulu
dengan tim multidisiplin berkaitan dengan penyusunan;
1) Dalam upaya penetapan tujuan ini tentunya harus berkonsultasi terlebih dahulu
dengan tim multidisiplin berkaitan dengan penyusunan;
a. jenis pelayanan yang akan diberikan
b. sumber-sumber pelayanan yang mudah didapat klien, dan
c. penentuan anggota staf tim yang bertanggung jawab terhadap pelayanan
yang diberikan.
2) Tahap selanjutnya adalah untuk menentukan keberhasilan program manajamen
kasus yang dilakukan terhadap klien, maka perlu disusun kriteria evaluasi
Contoh ; klien yang sulit berkomunikasi. Adapun kriteria evaluasinya yaitu;
mampu memulai, memelihara, dan mengakhiri pembicaraan, mampu
menemukan topik pembicaraan, serta mampu melakukan kontak mata yang
adekuat (penetapan kriteria evaluasi pun harus dikonsultasikan dg tim
multidisiplin).

3) Tahapan selanjutnya adalah menentukan target waktu bagi pencapaian tujuan.


Selain itu, staf manajamen kasus menyusun rencana utk mengantisipasi keadaan
krisis ataupun kejadian di luar dugaan yg mungkin terjadi pada saat program
sedang berlangsung

3. Pelaksanaan (Implementation)
Menjamin terpenuhinya kebutuhan klien sesuai perencanaan yang telah
dibuat. Mulai dari perencanaan hingga melakukan pelaksanaan, dilihat sejauh
mana manajamen kasus memberikan pelayanan kepada klien untuk memenuhi
kebutuhannya.
Contoh ; konseling, bimbingan mental dan ketrampilan, dsb. Apakah dukungan ini
dapat disediakan sendiri atau harus bekerja sama dengan agensi lainnya? Bila
terjadi keadan krisis yang tidak terduga, maka harus dijamin tersedianya jasa
pelayanan yang sesuai untuk mengatasinya
a. Pengawasan (Monitoring)
Mengevaluasi dan memantau jasa pelayanan yang telah diberikan kepada
klien. Faktor-faktor yang dievaluasi meliputi; kuantitas dan kualitas
pelayanan, termasuk efektivitas penggunaan biaya dan kesesuaian pelaksanaan
pelayanan dengan tujuan yang ditetapkan. Selain itu, harus diketahui ada
tidaknya kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi atau adanya kesenjangan
antara kebutuhan dengan sumber daya dan pelayanan yang ada.
b. Pendampingan
Mendampingi dan memberikan bimbingan lanjutan kepada klien.Tahap
pendampingan terhadap klien berlangsung terus-menerus selama program
manajamen kasus, bertujuan agar dapat diketahui apakah pelayanan yang
diberikan sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Contoh: klien yang
telah direncanakan mendapat pelayanan day care, ternyata tidak dilakukan
oleh agen pelayanan, sehingga manajer kasus dapat mempertanyakan hal
tersebut atas nama klien
c. Pengakhiran (Termination)
Mengambil tindakan untuk menyelesaikan atau meneruskan suatu program
manajemen kasus pada seorang klien, dimana klien dipersiapkan utk
mengakhiri program, disiapkan melalui masa transisi, dan kemudian
dilepaskan untuk mengikuti program tanpa pendampingan, setelah itu baru
klien benar-benar dapat keluar dari program. Pada masa transisi, manajer
kasus mengajak klien untuk berperan aktif merencanakan kegiatan dan
pemenuhan kebutuhannya secara mandiri.

H. Model – Model Manajemen Kasus


Sejumlah besar program manajemen kasus disusun dengan beberapa elemen
yang diambil dari model program yang berbeda. Pemilihan model ini disesuaikan
dengan kebutuhan klien dan dapat memilih untuk tidak memakai elemen tertentu dari
suatu model manajemen kasus. Salomon (1992) mengidentifikasikan ada 4 model yang
sering dipakai pada manajemen kasus :
1. Expanded Broker Model
Model ini termasuk dalam model manajemen kasus tradisional dan merupakan
model umum, dimana staf yang bekerja pada model ini bertindak sebagai broker,
yaitu, menghubungkan klien dengan agensi atau pelayanan lain di dalam komunitas
untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan klien yang spesifik.
Petugas manajemen kasus dalam model ini bertindak sebagai agen dibandingkan
sebagai penyedia pelayanan. Petugas manajemen kasus ini menggunakan elemen
tugasnya terutama untuk penilaian, perencanaan, pelaksanaan dan
pendampingan. Keuntungan dari penerapan model ini, diantaranya :
a. mempertimbangkan case load yang lebih besar, mempengaruhi kualitas dan
penyediaan pelayanan.
b. Efektivitas model ini sangat tergantung pada keutuhan dan efektivitas dari
pelayanan komunitas yang ada.
c. Tugas dari manajer kasus dalam model Expanded Broker ini yaitu untuk
menjamin klien mendapatkan keuntungan dari pelayanan yang tersedia.

2. Rehabilitation Model
Model ini lebih banyak membantu klien untuk mencapai sukses pada
lingkungan yang dipilihnya, dibanding memperhatikan program komprehensif
untuk perbaikan, dimana kepada klien dilakukan penilaian fungsional sebagai dasar
untuk melakukan rencana rehabilitasi.Manajer kasus dalam model ini lebih
memfokuskan pada perkembangan keterampilan hingga klien mampu bekerja pada
suatu jaringan.
3. Personal Strengths Model atau Development Acquaisition Model
Model ini mempunyai 2 dasar, yaitu :
a. Untuk menjadi orang yang sukses, maka seseorang harus bisa menggunakan,
mengembangkan dan menjalankan potensi diri, serta mempunyai sumber utk
menjalankannya.
b. Perilaku individu tergantung pada sumber-sumber individu yang tersedia.
Manajer kasus pada model ini bertindak sebagai penasehat atau mentor yang
akan membantu klien dalam memecahkan masalah dan mengembangkan
sumber daya yang dimilikinya.
4. Full Support Model
Model ini mempunyai fungsi tambahan, yaitu untuk menyediakan secara
langsung sebagian atau seluruh jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh klien. Model
ini sangat khas, dimana tergabung tim multidisiplin yang terdiri dari spesialis
berbagai jasa pelayanan, misalnya bagian perumahan, perawatan dan rehabilitasi
bertugas memberikan klien semua kebutuhannya, sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri di dalam komunitas. Model ini menjadi perhatian utama, karena
merupakan pendekatan yang paling lengkap dan mungkin paling berpengaruh pada
program manajemen kasus.
MAKALAH MANAJEMEN KASUS PENYALAHGUNAAN NAPZA
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Napza
Napza merupakan akronim dari narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya
yang merupakan jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi gangguan kesehatan dan
kejiwaan. Napza secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan
kedalam tubuh baik oral maupun di suntik dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati,
perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan keadaan social
yang di tandai dengan indikasi negative, waktu pemakain yang panjang dan pemakaian
yang berlabihan (lumbantobing,2007).

B. Masalah Penyalahgunaan Napza


Hampir setiap hari suguhan berita TV terkait dengan narkoba atau oba-obatan
terlarang terdengar dan terlihat oleh kita semua, mulai dari kasus meninggal
disebabkan oleh over dosis (OD), kecelakaan lalu lintas karena pengaruh
mengkonsumsi narkoba, penggerebekan para Bandar dan pabrik, pengedar bahkan
sampai para pemakai pemula (coba-coba). Fenomena lain dari masalah NAPZA ini
yaitu adanya kesan bahwa para pecandu NAPZA sangat jauh dari agama. Ada faktor
internal dan eksternal yang menggiring seorang menjadi korban NAPZA. Dorongan
Internal ini adalah mentalita yang rapuh dalam menghadapi kenyataan, kesedihan yang
berlebihan ketika menerima perpisahan, terjadinya perceraian, kematian, atau pun
kehilangan kekayaan dan jabatan. Sedangkan faktor eksternalnya adalah kurangnya
atau kelebihan kasih sayang dari orang tua, pengaruh teman bergaul, mudahnya akses
terhadap NAPZA. (Asep Saepul Rohim. 2016 : 75-76)

C. Contoh Kasus Korban Penyalahgunaan NAPZA


Ada seorang remaja, ia memiliki ciri-ciri yang menjerumus kepada pengguna
narkoba.Terlihat dari tanda tanda fisik yang terlihat yaitu:
1. Ganja
a. Saat menggunakan mata merah
b. Sedang ketagihan (gejala putus zat) : tidak suka makan, tidak terganggu, banyak
keringat, mual, muntah, dan mencret.
2. Obat penenang dan obat tidur
a. Saat menggunakan: mengantuk, jalan sempoyongan, dan bicara.
b. Saat ketagihan: mual, muntah, lelah, letih, jantung berdebar-debar, dan
lidah/tangan/kelopak mata bergetar.
3. Alkohol
a. Saat menggunakan : mata merah, cadel, jalan sempoyongan, dan banyak bicara.
b. Saat ketagihan: mual, muntah, jantung berdebar, tangan/lidah/kelopak mata
berdebar.
4. Opium (heroin, putauw, candu dan morfin)
a. Saat menggunakan : jalan sempoyongan, bicara cadel, dan mengantuk/acuh.
b. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, acuh tak acuh terhadap
kesehatan dan kebersihan diri, terdapat deretan bekas suntikan pada lengan atau
bagian tubuh lain.

A. Manajemen perawatan penyalahgunaan napza


1. Penerimaan awal (skrining)
Dalam menentukan diagnosis gangguan pengguna narkotika ada dua langkah
yang bisa dilakukan, yang pertama adalah skrining dengan menggunakan instrumen
tertentu. Tujuan skrining ini hanya untuk mendapatkan informasi adakah suatu
faktor resiko atau masalah yang terkait dengan pengguna narkotika. Berbagai
instrument skrining dan asessmen yang dapat digunakan dalam menggali
permasalahan terkait gangguan penggunaan narkotika telah dikembangkan secara
global,baik yang diinisiasi oleh lembaga-lembaga penelitian di Negara maju,
maupun badan-badan dunia khususnya WHO. Ada beberapa alat yang umumnya
digunakan untuk dapat mengenali keterlibatan seseorang pada narkotika:
a. Instrumen Skrining seperti ASSIST ( Alcohol, Smoking and Substance
Involvement Screening Test )
Adalah sebuah kuesioner yang layak untuk semua tingkat masalah atau
atau penggunaan zat beresiko pada orang dewasa. ASSIST terdiri dari delapan
pertanyaan yang mencakup tembakau, alkohol, ganja, kokain, ATS( termasuk
ekstasi ) inhalasia, sedatif, halusinogen, opioid dan obat lain. Skor yang
dihasilkan digunakan untuk memberikan umpan balik kepada klien tentang
penggunaan narkoba dan resiko yang terkait, serta mengatur strategi untuk
mengurangi atau menghentikan penggunaan zat.
Nilai / skor WHO ASSIST merupakan kuesioner yang layak untuk
semua tingkat maslah atau penggunaan zat beresiko pada orang dewasa.
ASSIST terdiri dari delapan pertanyaan yang mencakup tembakau, alkohol,
ganja, kokain, ATS ( termasuk ekstasi ) inhalasia, sedatif, halusinogen, opioid
dan obat lain. Skor resiko di sediakan untuk setiap Substansi, dan skor
dikelompokkan menjadi : resiko rendah, resiko sedang, atau beresiko tinggi.
Skor tinggi menentukan tingkat intervensi yang direkomendasikan ( pengobatan
seperti biasa, intervensi singkat atau intervensi singkat ditambah rujukan untuk
pengobatan spesialis. Skor yang dihasilka dan digunakan untk memberikan
umpan balik kepada klien tentang penggunaan narkoba dan resiko yang terkait,
serta membantu strategi untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan zat.

b. Urin analisis kajian resep/obat-obatan yang diminum klien sebelumnya


Tes Skrining cara biologi mempunyai jangka waktu skrining berbeda-
beda. Sebagai contoh: Suatu tes skrining urin atau air liur yang positif untuk
kokain dan atau heroin cenderung untuk mengindiksikan pengunaan yang baru-
baru saja terjadi (beberapa hari atau satu minggu kebelakang). Sedangkan hasil
yang positif untuk marijuana (ganja) dapat mendeteksi pengunaan marijuana
pada satu bulan sampai beberapa bulan kebelakang. Hampir tidak mungkin
untuk menentukan waktu peggunaan bila sampel didapat dari rambut. Tidak ada
satu tes skrining narkotika secara biologi dapat mendeteksi obat-obatan yang
sering disalah gunakan, contohnya MDMA, metadon, pentanil, dan opoid
sintetik lainnya tidak termasuk kedalam banyak tes skrining narkotika, dan tes-
tes ini harus diminta secara terpisah.
Bila dikawatirkan terjadi usaha pengelabuhan hasil, sampel harus
dimonitor untuk temperature atau bahan-bahan campuran serta rogram harus
ditetapkan dan diikuti prosedur pendokumentasian secara kronologi yang
akurat. ( Badan Narkotika Nasional 2012 ).

2. Assesment
Assesment Keperawatan adalah suatu prosess yang dilakukan tenaga keperawatan
kepada pasien secara terus menerus untuk mengumpulkan informasi atau data dalam
menetukan masalah keperawatan yang dialami oleh pasien.
Langkah-langkah asessmen klinis:
a. Assesment awal
Assesment awal yaitu assesment yang dilakukan pada saat klien berada
ada tahap awal rehabilitasi, umumnya dilakukan pada dua sampai empat
minggu pertama. Assesmen awal umumnya dapat diselesaikan dalam dua
sampai tiga minggu pertemuan. Pada beberapa pasien dengan kondisi fisik baik
dan sikap yang kooperatif, assessment bahkan dapat diselesaikan dalam sekali
pertemuan.

b. Rencana Terapi
Pada sebagian besar klien, terapi yang dibutuhkan umumnya berkait
dengan terapi rehabilitas masalah penggunaan narkoba. Namun mereka juga
membutuhkan terapi-terapi terkait lainnya, seperti misalnya konseling keluarga,
pelatihan vokasional, pelatihan menjadi orang tua yang efektif, dan lain-lain.
Sebagai contoh, salah satu modalitas terapi bagi pecandu dengan
ketergantungan opioida adalah terapi rumatan metadon. Program Terapi
Rumatan Metadon ( PTRM ) di Indonesia dimulai sejak 2003 di Jakarta dan
Bali. Melalui program ini diharapkan dapat mengurangi resiko terkait penyakit
infeksi ( HIV / AIDS, Hepatitis ) memperbaiki fisik dan psikologis, mengurangi
prilaku kriminal, memperbaiki fungsi sosial pasien. ( Utami, 2003 ).
Program terapi Metadon juga merupakan salah satu terapi subtitusi yang
sering menjadi pilihan untuk menangani ketergantungan heroin. Program ini
diperkirakan dapat meningkatkan kualitas hidup kliennya.

c. Assesment Lanjutan
Assesment bagi klien tidak hanya dilakukan pada saat masuk program
terapi rehabilitasi, namun perlu diulang pada kurun waktu selama dia berada
dalam program dan ketika yang bersangkutan selesai mengikuti program. Hal
ini bertujuan untuk melihat kemajuan yang terjadi pada diri klien, Mengkaji
isu-isu terkini yang menjadi masalah bagi klien dan informasi baru yang
diperoleh selama klien menjalani roses terapi, melakukan kajian atas rencana
terapi dan melakukan penyesuaian rencana terapi.
Penegakkan diagnosis merupakan suatu proses yang menjadi dasar
dalam menentuan rencana terapi selanjutnya. beberapa prinssip dalam
menegakkan diagnosis bagi pengguna narkotika, antara lain : Diagnosis tidak
selalu dapat diperoleh pada assesment awal diperlukan informasi tambahan dari
keluarga atau orang yang mengantar yakinkan klien dalam kondisi sadar penuh,
tidak dibawah pengaruh narkotika, sehingga tidak mengacaukan informasi yang
dperoleh.

3. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti pemulihan kapasitas fisik dan mental kepada kondisi atau
keadaan sebelumnya. Bagi penyalahguna dan / atau pecandu narkoba, rehabilitasi
merupakan sebuah proses yang harus dijalani dalam rangka pemulihan sepenuhnya (full
recovery) untuk hidup normal, mandiri, dan produktif di masyarakat.

(Edi Heryadi) Tahap-tahap Rehabilitas


a. Tahap rehabilitas medis (detoksifikasi)
Tahap ini pecandu diperriksa seluruh kesehatannya baik dari fisik dan mental
oleh doker terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan
obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita. Pemberian
obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringannya gejala putus zat. Dalam hal
ini dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahian guna mendeteksi gejala
kecanduan narkoba tersebut.

b. Tahap rehabilitasi nonmedis


Tahap ini pecanddu iku dalam program rehabilitasi. Di indonesia sudah
dibangun tempat-tempat rehabilitasi, sebagai contoh dibawah BNN adalah tempat
rehabilitasi di daerah Lido (Kamus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda.
Ditempat Rehabiltas ini pecandu menjalani berbagai program diantaranya program
theurapetic communites (TC), 12 steps (dua belas langkah, pendekatan keagamaan,
dll.

c. Tahap bina lanjut (after care)


Tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk
mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja
namun tetap berada dibawah pengawasan.

Berikut ini bagan penanganan ketergantungan obat dengan berbagai fasenya : (


Maramis, Willy F dan Maramis, Albert A, 2009 )

SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT

Pemeriksaan
Penilaian
Persiapan

DETOKSIFIKASI

Penghentian Obat
Metadon
Klopromazin
Pengembalian Pola Tidur

REHABILITASI

1. Psikoterapi
2. Terapi Kerja
3. Perancangan Perawatan Sesudahnya

PERAWATAN SESUDAHNYA

Bimbingan
Vokasional dan
Psikoterapi Kerja Sosial
Penempatan
Hostel Badan Rohaniawan Perkumpulan Badan
Sosial Pelayana
Masyarakat

Salah satu penanganan dalam bagan tersebut adalah terapi kerja, yakni dapat
berupa sekedar memberi kesibukan kepada klien, ataupun berupa latihan kerja
tertentu agar ia terampil dalam hal itu dan berguna baginya untuk mencari nafkah
kelak. ( Maramis, Willy F dan Maramis, Albert A, 2009 ).
Salah satu penyebab terjadinya penyalahgunaan NAPZA adalah karena tidak
adanya pekerjaan. Oleh karena itu diharapkan dari terapi kerja ini dapat membantu
mengembalikan kepercayaan diri pada klien, serta dapat hidup bermasyarakat
kembali seperti sebelumnya, dapat mencari nafkah yang halal sehingga mencegah
klien post rehabilitasi tersebut untuk kembali relaps.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian NAPZA
Narkoba atau NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi
kejiwaan/psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA
secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan
kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.
Ketergantungan adalah suatu keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi),
apabila pemakaiannya dikurangi atau deberhentikan akan timbul gejala putus zat
(withdrawl symtom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang
dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara
normal.

B. Jenis-jenis NAPZA
1. Narkotika
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
terdiri dari 3 golongan :
1) Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.
2) Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.
3) Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.
2. Psikotropika
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental
dan perilaku. Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
1) Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
2) Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Amphetamine.
3) Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.
4) Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam,
Nitrazepam ( BK, DUM ).
3. Zat Adiktif Lainnya
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
1) Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari –
hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika
atau Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman beralkohol : a. Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir
). b. Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % (Berbagai minuman anggur). c.
Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % (Whisky, Vodca, Manson House, Johny
Walker).
2) Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa
senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga,
kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem,
Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
3) Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat.
4) Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan
alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan,
karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA
lain yang berbahaya.

C. Pengaruh Dan Efek Penggunaan Narkoba


Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa
dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk
perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan
remaja rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya.
Pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya
hidup, serta bersenang-senang besar sekali. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-
wajar saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan
narkoba. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah
kelompok usia remaja.
Masalah menjadi lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja
tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari
pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Bangsa ini akan kehilangan
remaja yang sangat banyak akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS.
Kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa
Penyalahgunaan narkoba selain merugikan kesehatan diri sendiri juga berdampak
negatif terhadap kehidupan ekonomi dan sosial seseorang. Penyalahgunaan narkoba dapat
merusak ekonomi karena sifat obat yang membuat ketergantungan, dimana tubuh
pengguna selalu meminta tambahan dosis dan dengan harga obat-obatan jenis narkoba
yang tergolong relatif mahal maka hal tersebut secara ekonomis sangat merugikan.
Ekonomi keluarga bisa bangkrut bilamana keluarga tidak mampu lagi membiayai
ketergantungan anggotanya terhadap narkoba, bahkan hal ini bisa berdampak buruk yaitu
bisa menimbulkan persoalan kriminalitas seperti pencurian, penodongan bahkan
perampokan.
Keharmonisan keluarga pun bisa terganggu manakala salah seorang atau beberapa
orang anggota keluarga menjadi pecandu. Sifat obat yang merusak secara fisik maupun
psikis akan berdampak kepada ketidaknyamanan hubungan sosial dalam keluarga.
Penyalahguna narkoba juga menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Perilaku
pengguna yang tidak terkontrol dapat mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat.
Terlebih jika dikaitkan dengan timbulnya berbagai penyakit yang menyertainya seperti
Hepatitis, HIV/AIDS, bahkan kematian.
Hal tersebut lebih jauh bisa menyebabkan hancurnya suatu negara, oleh karena itu
negara melarang narkoba. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika,
menyatakan :
a. Pasal 45 : Pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan/atau perawatan.
b. Pasal 36 : Orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur bila sengaja tidak
melaporkan diancam kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
satu juta rupiah.
c. Pasal 88 : Pecandu narkotika yang telah dewasa sengaja tidak melapor diancam
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak dua juta rupiah,
sedang bagi keluarganya paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak satu juta
rupiah.
d. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, menyatakan
e. Pasal 37 ayat (1) : Pengguna psikotropika yang menderita syndrome ketergantungan
berkewajiban ikut serta dalam pengobatan atau perawatan.
f. Pasal 64 ayat (1) barang siapa : menghalang-halangi penderita syndrome
ketergantungan untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan pada fasilitas
rehabilitasi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 37, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 20 juta rupiah.

Bahaya yang timbul dari penyalahgunaan narkoba ini secara umum sebagai berikut :

a. Aspek fisik
1. Gagal ginjal
2. Perlemakan hati, pengkerutan hati, kanker hati
3. Radang paru-paru, radang selaput paru, TBC paru
4. Rentan terhadap berbagai penyakit hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV/AIDS.
5. Cacat janin
6. Impotensi
7. Gangguan menstruasi
8. Pucat akibat kurang darah (anemia)
9. Penyakit lupa ingatan/pikun
10. Kerusakan otak
11. Pendarahan lambung
12. Radang pankreas
13. Radang syaraf
14. Mudah memar
15. Gangguan fungsi jantung
16. Menyebabkan kematian
17. Aspek psikologis
18. Emosi tidak terkendali
19. Curiga berlebihan sampai pada tingkat Waham (tidak sejalan antara pikiran dan
kenyataan)
20. Selalu berbohong
21. Tidak merasa aman
22. Tidak mampu mengambil keputusan yang wajar
23. Tidak memiliki tanggung jawab
24. Kecemasan yang berlebihan dan depresi\Ketakutan yang luar biasa
25. Hilang ingatan (gila)
b. Aspek sosial
1. Hubungan dengan keluarga, guru, dan teman serta lingkungannya terganggu
2. Mengganggu ketertiban umum
3. Selalu menghindari kontak dengan orang lain
4. Merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan positif
5. Tidak peduli dengan norma dan nilai yang ada
6. Melakukan hubungan seks secara bebas
7. Tidak peduli dengan norma dan nilai yang ada
8. Melakukan tindakan kekerasan, baik fisik, psikis maupun seksual

D. Penyebab Penyalahgunaan NAFZA


Penyalahgunaan narkoba umumnya terjadi pada kaum remaja yang tinggal di
perkotaan. Mereka biasanya mempunyai sifat kosmopolit, relatif tidak cepat menikah
karena harus menempuh masa belajar hingga jenjang universitas, bahkan hingga
memperoleh pekerjaan dianggap layak. Pada masa itulah mereka hidup dalam pancaroba;
antara kanak-kanak dan kedewasaan, baik fisik, mental, maupun sosio-kulturalnya. Ia
hidup antara kebebasan dan ketergantungan kepada orang tuanya; mereka ada dalam
pembentukan nilai-nilainya sendiri serta sikapnya, baik sikap keagamaan, maupun sikap
kultural dan sosialnya. Remaja sedang mencari identitas sikapnya terhadap lingkungan dan
sesamanya. Dalam kondisi yang serba mendua itulah seringkali remaja tergelincir ke jalur
kenakalan, yang disebut juvenile delinquency. Pada masa itu banyak remaja yang
melakukan kenakalan, pelanggaran hukum, bahkan tindak kriminal. Motivasinya ialah
karena ingin mendapatkan perhatian “status sosial”, dan penghargaan atas eksistensi
dirinya.
Dengan kata lain, kenakalan remaja merupakan bentuk pernyataan eksistensi diri di
tengah-tengah lingkungan dan masyarakatnya, bukan kenakalan semata. Salah satu
penyimpangan perilaku ini adalah perilaku seksual. Sementara salah satu bentuk
pelanggaran hukum ialah meminum minuman keras, obat terlarang hingga ganja dan zat
adiktif lainnya.
Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor :
1. Faktor individual
line-height: 150%;">Kebanyakan dimulai pada saat remaja, sebab pada remaja sedang
mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial yang pesat. Ciri – ciri remaja
yang mempunyai resiko lebih besar menggunakan NAPZA :
a. Cenderung memberontak
b. Memiliki gangguan jiwa lain, misalnya : depresi, cemas.
c. Perilaku yang menyimpang dari aturan atau norma yang ada
d. Kurang percaya diri
e. Mudah kecewa, agresif dan destruktif
f. Murung, pemalu, pendiam
g. Merasa bosan dan jenuh
h. Keinginan untuk bersenang – senang yang berlebihan
i. Keinginan untuk mencaoba yang sedang mode
j. Identitas diri kabur
k. Kemampuan komunikasi yang rendah
l. Putus sekolah
m. Kurang menghayati iman dan kepercayaan.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik
sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat.
a. Komunikasi orang tua dan anak kurang baik
b. Hubungan kurang harmoni
c. Orang tua yang bercerai, kawin lagi
d. Orang tua terlampau sibuk, acuh
e. Orang tua otoriter
f. Kurangnya orang yang menjadi teladan dalam hidupnya
g. Kurangnya kehidupan beragama.
3. Lingkungan Sekolah :
a. Sekolah yang kurang disiplin
b. Sekolah terletak dekat tempat hiburan
c. Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri
secara kreatif dan positif
d. Adanya murid pengguna NAPZA
4. Lingkungan Teman Sebaya
a. Berteman dengan penyalahguna
b. Tekanan atau ancaman dari teman
5. Lingkungan Masyrakat / Sosial :
a. Lemahnya penegak hokum
b. Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.

Adapun faktor lain yang beresiko tinggi sehingga remaja dapat menggunakan narkoba,
diantaranya :
a. Keluarga yang kacau balau, terutama adanya orang tua yang menjadi
penyalahguna narkoba atau menderita sakit mental.
b. Orang tua dan anak kurang saling memberi kasih sayang dan pengasuhan
c. Anak/remaja yang sangat pemalu dan anak yang bertingkah laku agresif
d. Gagal dalam mengikuti pelajaran di sekolah dan miskin ketrampilan sosial
e. Bergabung dengan kelompok sebaya yang berperilaku menyimpang
f. Tidak bisa berkomunikasi dengan orang tua dan tidak berada dalam pengawasan
orang tua
g. Suka mencari sensasi dan dikucilkan dan sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungannya
h. Tidak mau mengikuti aturan / norma / tata tertib dan rendah penghayatan
spiritualnya.

Ciri-ciri penyalahguna narkoba


a. Perubahan fisik dan lingkungan sehari-hari
b. Jalan sempoyongan, bicara pelo, tampak terkantuk-kantuk dan kamar tidak mau
diperiksa atau selalu dikunci
c. Sering didatangi atau menerima telepon orang-orang yang tidak dikenal
d. Ditemukan obat-obatan, kertas timah, jarum suntik, korek api di kamar/di dalam
tas.
e. Terdapat tanda-tanda bekas suntikan atau sayatan dan sering kehilangan
uang/barang di rumah.
f. Malas belajar, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi, menghindari kontak mata
langsung, berbohong atau memanipulasi keadaan dan kurang disiplin.
g. Bengong atau linglung dan suka membolos
h. Mengabaikan kegiatan ibadah
i. Menarik diri dari aktivitas bersama keluarga
j. Sering menyendiri atau bersembunyi di kamar mandi, di gudang atau tempat-
tempat tertutup.

E. Pencegahan dan solusi penyalahgunaan Narkoba


Faktor yang dapat mencegah remaja menggunakan narkoba :
1. Ikatan yang kuat di dalam keluarga
2. Pengawasan orang tua yang didasarkan pada aturan tingkah laku yang jelas dan
pelibatan orang tua dalam kehidupan anak/remaja
3. Keberhasilan di sekolah
4. Ikatan yang kuat di dalam institusi pro-sosial seperti keluarga, sekolah, dan organisasi-
organisasi keagamaan.
5. Menerima norma kebiasaan tentang larangan penggunaan narkoba.
6. Keluarga harus dapat menciptakan komunikasi yang lebih baik
7. Disiplin, tegas dan konsisten dengan aturan yang dibuat
8. Berperan aktif dalam kehidupan anak-anak
9. Memonitor aktivitas mereka
10. Mengetahui dengan siapa anak/remaja bergaul
11. Mengerti masalah dan apa yang menjadi perhatian mereka
12. Orang tua harus menjadi panutan
13. Orang tua menjadi teman diskusi
14. Orang tua menjadi tempat bertanya
15. Mampu mengembangkan tradisi keluarga dan nilai-nilai keagamaan
16. Menggali potensi anak untuk dikembangkan melalui berbagai macam kegiatan.
Solusi yang dapat dilakukan ketika ada anggota keluarga yang menggunakan narkoba
:
1. Berusaha tenang, kendalikan emosi, jangan marah dan tersinggung
2. Jangan tunda masalah, hadapi kenyataan, adakan dialog terbuka dengan anak
3. Dengarkan anak, beri dorongan non verbal. Jangan memberi ceramah/nasehat berlebih
4. Hargai kejujuran
5. Jujur terhadap diri sendiri, jangan merasa benar sendiri
6. Tingkatkan hubungan dalam keluarga, rencanakan membuat kegiatan bersama-sama
keluarga
7. Cari pertolongan, cari bantuan pihak ketiga yang paham dalam menangani narkoba
atau tenaga profesional, puskesmas, rumah sakit, panti/tempat rehabilitasi.
8. Pendekatan kepada orang tua teman anak pemakai narkoba, ungkapkan dengan hati-
hati dan ajak mereka bekerja sama menghadapi masalah.

F. Pengertian Manajemen Kasus


Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian pelayanan
yang ditujukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai masalah ganda dan
kompleks dapat memperoleh semua pelayanan yang dibutuhkannya secara tepat. Kasus
di sini adalah orang dalam situasi meminta atau mencari pertolongan. Dalam
manajemen kasus ini, pekerja sosial melaksanakan peranan sebagai manajer kasus (case
manager).
Manajemen kasus (case management) adalah merupakan salah satu
keterampilan Pekerja sosial yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan atau cara-
cara masyarakat, mensuvervisi dan petunjuk-petunjuk menggunakan sumber-sumber
internal dan eksternal untuk mencapai maksud atau tujuan dari suatu proses
pertolongan.

G. Beberapa kaidah dalam manajemen kasus:


1. Tumbuhkan rasa perhatian terhadap klien
2. Ciptakan kepecayaan antar team
3. Tanggung jawab terhadap persoalan yang dihadapi klien
4. Terbuka
5. Focus pada tujuan pemecahan masalah.

H. Fungsi Manajemen Kasus


Terdapat beberapa fungsi dasar manajemen kasus :
1. Identifikasi klien dan orientasi (Client Identification and Orientation).
2. Asesmen klien atau pengumpulan informasi dan perumusan suatu asesmen
(Client Assessment).
3. Rencana Intervensi/Pelayanan. Pekerja sosial sebagai manajer kasus
4. Koordinasi hubungan dan pelayanan.
5. Tindak lanjut dan Monitoring pelaksanaan pelayanan.
6. Mendukung klien.

I. Langkah Kegiatan Manajemen Kasus Pada Klien dengan Penyalahgunaan NAPZA


a. Orientasi dan identifikasi klien.
Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian
pelayanan yang ditujukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai masalah
ganda dan kompleks dapat memperoleh semua pelayanan yang dibutuhkannya
secara tepat. Kasus di sini adalah orang dalam situasi meminta atau mencari
pertolongan. Dalam masalah penyalahgunaan NAPZA, orang yang mencari
pertolongan dapat pada para penyalahguna NAPZA langsung, keluarga atau
orang lain. Dalam manajemen kasus ini, pekerja sosial melaksanakan peranan
sebagai manajer kasus (case manager). Identifikasi dan menyeleksi kepada
individu untuk mendapatkan hasil pelayanan , yang dapat berdampak positif
pada kualitas hidup melalui managemen kasus
b. Assessment informasi dan memahami situasi klien
Fungsi ini merujuk pada pengumpulan informasi dan memformulasikan
suatu asesment kebutuhan klien, situasi kehidupan dan sumber-sumber yang ada
serta penggalian potensi klien.
c. Merencanakan program pelayanan
Pekerja social mengidentifikasi berbagai pelayanan yang dapat diakses
untuk memenuhi kebutuhan klien. Klien dan keluarganya serta orang lain yang
berpengaruh secara bersama-sama merumuskan tujuan dan merancangnya
dalam suatu rencana intervensi yang terintegrasi.
d. Menghubungkan dan Mengkoordinaksikan pelayanan
Seperti peranannya sebagai broker, manaer kasus harus menghubungkan
klien dengan sumber-sumber yang tepat. Peranan manager kasus dapat berbeda
–beda walaupun pekerja social yang utamanya sebagai partisipan aktif dalam
menyampaikan pelayanan kepada individu atau keluarga. Manager kasus
menekankan pada koordinasi dengan sumber sumber yang digunakan klien
dengan menjadi saluran dan berkomunikasi dengan sumber-sumber pelayanan.
e. Memberikan pelayanan tindak lanjut dan monitoring
Manager kasus secara regular menindaklanjuti hubungan dengan klien
dan penyedia pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan yang dibutuhkan
dapat diterima dan dimanfaatkan oleh klien.
f. Memberikan support pada klien
Selama pelayasnan berlangsung yang disediakan oleh berbagai sumber,
manager kasus membantu klien dan keluarganya yang meliputi pemecahan
konflik pribadi, konseling, menyediakan informasi, memberi dukungan
emosional dan melakukan pembelaan yang tepat untuk menjamin bahwa
mereka menerima pelayanan yang tepat.

J. Penanggulangan penyalahgunaan NAPZA


1. Suppy Reduction
a. Pemberantasan terhadap NAPZA di pasaran gelap
b. Pengawasan yang efektif terhadap NAPZA yang bermanfaat dalam dunia
pengobatan dan manfaat lain
2. Demand Reduction
1) Prevensi ( Pencegahan ) dilakukan dengan cara :
a. Penyuluhan, yaitu memberikan informasi berdasarkan fakta, tidak
menakut-nakuti, melalui berbagai jenis NAPZA, akibat
penyalahgunaan, perudang-undangan yang terkait, kemana harus
meminta pertolongan professional
b. Pendidikan Afektif, yang bertujuan untuk meningkatkan harga diri,
citra diri, percaya diri, mengenal keterbatasan dan kelebihan dirinya,
cara mengatasi stress, mampu untuk mengemukakan perasaan dan
isi pikirannya secara sehat.
c. Menyediakan berbagai kegiatan dan fasilitas untuk pengambangan
diri, aktualisasi diri, kesenian, dan lain-lain.
d. Memberikan ketrampilan sosial agar anak mampu mengambil
keputusan yang bijaksana, dapat menolak suatu tawaran dari teman,
terlatih untuk tidak mau diajak pergi atau menerima sesuatu dari
orang yang tidak dikenal
e. deteksi dini atau intervensi dini, yaitu memberi pengetahuan dan
ketrampilan kepada orang tua, guru, pembina anak muda umumnya
agar dapat mendeteksi sendiri mungkin anak atau remaja mulai
menggunakan NAPZA
2) Tetapi, ditunjukkan dalam keadaan kelebihan dosis, intoksinasi akut,
sindroma putus zat, komplikasi medkia lainbaik fisik maupun
psikiatrik ( psikisd, depresi, gangguan cemas, dan gangguan panik ).
Untuk fasilitas detoksifikasi dapat diperoleh di rumah sakit
3) Rehabilitasi yang meliputi rehabilitasi fisik, metal, spiritual,
edukasional, vokasional. Program kegiatan rehabilitasi itu meliputi :
a. memperbaiki gizi dengan makanan bermutu
b. memulihkan kesehatan dengan olahraga
c. menanamkan nilai-nilai luhur dengan pendalaman iman menurut
keyakinan imannya masing-masing.
d. meningkatkan konsep diri melalui psikoterapi kognitif- behavioral,
membangkitkan kembali kepercayaan diri melalui psikoterasi
supportif, meingkatkan kemampuan komunikasi interpersonal
melalui konseling, dinamika kelompok, terapi kelompok, dan terapi
keluarga.
e. bekerjamembantu memasak, mempersiapkan makanan, mengepel,
mecuci pakaian, menyapu, dan memproduksi sesuatu untuk dijual.
f. rekreasi

Anda mungkin juga menyukai