Pertemuan MK HIV
Pertemuan MK HIV
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian
pelayanan yang ditunjukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai
masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh semua pelayanan yang
dibutuhkannya secara tepat.Kasus disini adalah orang dalam situasi
meminta atau mencari pertolongan dalam masalah penyalahgunaan
NAPZA.
NAPZA merupakan kepanjangan dari narkotika dan obat berbahaya
sering disebut juga (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya).Istilah
NAPZA umumnya digunakan oleh pihak kedokteran yang menitikberatkan
pada upaya penanggulangan dari segi kesehatan fisik, psikis, dan social
(Martaatmadja, 2007).
2. Faktor Lingkungan
a. Keluarga bermasalah atau broken home.
b. Ayah, ibu atau keduanya atau saudara menjadi pengguna atau penyalahguna
atau bahkan pengedar gelap nrkoba.
c. Lingkungan pergaulan atau komunitas yang salah satu atau beberapa atau
bahkan semua anggotanya menjadi penyalahguna atau pengedar gelap narkoba.
d. Sering berkunjung ke tempat hiburan (café, diskotik, karoeke, dll.).
e. Mempunyai banyak waktu luang, putus sekolah atau menganggur.
f. Lingkungan keluarga yang kurang / tidak harmonis.
g. Lingkungan keluarga di mana tidak ada kasih sayang, komunikasi, keterbukaan,
perhatian, dan saling menghargai di antara anggotanya.
h. Orang tua yang otoriter,.
i. Orang tua/keluarga yang permisif, tidak acuh, serba boleh, kurang/tanpa
pengawasan.
j. Orang tua/keluarga yang super sibuk mencari uang/di luar rumah.
k. Lingkungan sosial yang penuh persaingan dan ketidakpastian.
l. Kehidupan perkotaan yang hiruk pikuk, orang tidak dikenal secara pribadi, tidak
ada hubungan primer, ketidakacuan, hilangnya pengawasan sosial dari
masyarakat,kemacetan lalu lintas, kekumuhan, pelayanan public yang buruk,
dan tingginya tingkat kriminalitas.
m. Kemiskinan, pengangguran, putus sekolah, dan keterlantaran.
a. Hasil observasi dan evaluasi perkembangan tingkah laku klien selama masa
perawatan
b. Informasi dari keluarga atau orang yang dekat dengan klien
c. Hasil masukan atau pendapat dari klien tentang hal-hal yang menjadi masalah
bagi dirinya
2. Perencanaan (Planning)
Yaitu tahap untuk menyusun dan mengembangkan layanan yang menyeluruh
untuk klien sesuai dengan hasil asesmen.
Hasil-hasil identifikasi masalah yang didapatkan dari tahap asesmen (sesuai
keinginan klien, masalah kebutuhannya, serta sumber daya yang tersedia),
kemudian disusun menjadi suatu formulasi masalah, dan selanjutnya dapat
ditetapkan prioritas masalah yg digunakan untuk menyusun perencanaan.
Penetapan tujuan harus individual dan harus realistis berdasarkan hasil yang
didapat dari asesmen, serta tujuan yang tercapai.
Contoh; klien yang memiliki masalah disabilitas psikososial atau sulit
berkomunikasi dengan orang sekitarnya atau tidak ada keterampilan untuk
melakukan pekerjaan, maka perlu direncanakan intervensi dengan menghubungkan
klien pada program day care. Selanjutnya harus ditentukan tujuan jangka pendek
dan jangka panjang yang akan dicapai oleh klien.
Berdasarkan contoh di atas maka dapat ditetapkan tujuan jangka pendek dan
panjang sbb:
a. Tujuan jangka pendek yang ditetapkan pada klien ini, adalah : meningkatkan
kemampuan berkomunikasi dan mandiri
b. Tujuan jangka panjang : mengurangi stresor yang dapat menyebabkan depresi
dan kekambuhan penyakit, sehingga dapat mengurangi terjadinya penurunan
kondisi fisik dan psikis, serta memperbaiki kualitas hidup.
Dalam upaya penetapan tujuan ini tentunya harus berkonsultasi terlebih dahulu
dengan tim multidisiplin berkaitan dengan penyusunan;
1) Dalam upaya penetapan tujuan ini tentunya harus berkonsultasi terlebih dahulu
dengan tim multidisiplin berkaitan dengan penyusunan;
a. jenis pelayanan yang akan diberikan
b. sumber-sumber pelayanan yang mudah didapat klien, dan
c. penentuan anggota staf tim yang bertanggung jawab terhadap pelayanan
yang diberikan.
2) Tahap selanjutnya adalah untuk menentukan keberhasilan program manajamen
kasus yang dilakukan terhadap klien, maka perlu disusun kriteria evaluasi
Contoh ; klien yang sulit berkomunikasi. Adapun kriteria evaluasinya yaitu;
mampu memulai, memelihara, dan mengakhiri pembicaraan, mampu
menemukan topik pembicaraan, serta mampu melakukan kontak mata yang
adekuat (penetapan kriteria evaluasi pun harus dikonsultasikan dg tim
multidisiplin).
3. Pelaksanaan (Implementation)
Menjamin terpenuhinya kebutuhan klien sesuai perencanaan yang telah
dibuat. Mulai dari perencanaan hingga melakukan pelaksanaan, dilihat sejauh
mana manajamen kasus memberikan pelayanan kepada klien untuk memenuhi
kebutuhannya.
Contoh ; konseling, bimbingan mental dan ketrampilan, dsb. Apakah dukungan ini
dapat disediakan sendiri atau harus bekerja sama dengan agensi lainnya? Bila
terjadi keadan krisis yang tidak terduga, maka harus dijamin tersedianya jasa
pelayanan yang sesuai untuk mengatasinya
a. Pengawasan (Monitoring)
Mengevaluasi dan memantau jasa pelayanan yang telah diberikan kepada
klien. Faktor-faktor yang dievaluasi meliputi; kuantitas dan kualitas
pelayanan, termasuk efektivitas penggunaan biaya dan kesesuaian pelaksanaan
pelayanan dengan tujuan yang ditetapkan. Selain itu, harus diketahui ada
tidaknya kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi atau adanya kesenjangan
antara kebutuhan dengan sumber daya dan pelayanan yang ada.
b. Pendampingan
Mendampingi dan memberikan bimbingan lanjutan kepada klien.Tahap
pendampingan terhadap klien berlangsung terus-menerus selama program
manajamen kasus, bertujuan agar dapat diketahui apakah pelayanan yang
diberikan sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Contoh: klien yang
telah direncanakan mendapat pelayanan day care, ternyata tidak dilakukan
oleh agen pelayanan, sehingga manajer kasus dapat mempertanyakan hal
tersebut atas nama klien
c. Pengakhiran (Termination)
Mengambil tindakan untuk menyelesaikan atau meneruskan suatu program
manajemen kasus pada seorang klien, dimana klien dipersiapkan utk
mengakhiri program, disiapkan melalui masa transisi, dan kemudian
dilepaskan untuk mengikuti program tanpa pendampingan, setelah itu baru
klien benar-benar dapat keluar dari program. Pada masa transisi, manajer
kasus mengajak klien untuk berperan aktif merencanakan kegiatan dan
pemenuhan kebutuhannya secara mandiri.
2. Rehabilitation Model
Model ini lebih banyak membantu klien untuk mencapai sukses pada
lingkungan yang dipilihnya, dibanding memperhatikan program komprehensif
untuk perbaikan, dimana kepada klien dilakukan penilaian fungsional sebagai dasar
untuk melakukan rencana rehabilitasi.Manajer kasus dalam model ini lebih
memfokuskan pada perkembangan keterampilan hingga klien mampu bekerja pada
suatu jaringan.
3. Personal Strengths Model atau Development Acquaisition Model
Model ini mempunyai 2 dasar, yaitu :
a. Untuk menjadi orang yang sukses, maka seseorang harus bisa menggunakan,
mengembangkan dan menjalankan potensi diri, serta mempunyai sumber utk
menjalankannya.
b. Perilaku individu tergantung pada sumber-sumber individu yang tersedia.
Manajer kasus pada model ini bertindak sebagai penasehat atau mentor yang
akan membantu klien dalam memecahkan masalah dan mengembangkan
sumber daya yang dimilikinya.
4. Full Support Model
Model ini mempunyai fungsi tambahan, yaitu untuk menyediakan secara
langsung sebagian atau seluruh jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh klien. Model
ini sangat khas, dimana tergabung tim multidisiplin yang terdiri dari spesialis
berbagai jasa pelayanan, misalnya bagian perumahan, perawatan dan rehabilitasi
bertugas memberikan klien semua kebutuhannya, sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri di dalam komunitas. Model ini menjadi perhatian utama, karena
merupakan pendekatan yang paling lengkap dan mungkin paling berpengaruh pada
program manajemen kasus.
MAKALAH MANAJEMEN KASUS PENYALAHGUNAAN NAPZA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Napza
Napza merupakan akronim dari narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya
yang merupakan jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi gangguan kesehatan dan
kejiwaan. Napza secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan
kedalam tubuh baik oral maupun di suntik dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati,
perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan keadaan social
yang di tandai dengan indikasi negative, waktu pemakain yang panjang dan pemakaian
yang berlabihan (lumbantobing,2007).
2. Assesment
Assesment Keperawatan adalah suatu prosess yang dilakukan tenaga keperawatan
kepada pasien secara terus menerus untuk mengumpulkan informasi atau data dalam
menetukan masalah keperawatan yang dialami oleh pasien.
Langkah-langkah asessmen klinis:
a. Assesment awal
Assesment awal yaitu assesment yang dilakukan pada saat klien berada
ada tahap awal rehabilitasi, umumnya dilakukan pada dua sampai empat
minggu pertama. Assesmen awal umumnya dapat diselesaikan dalam dua
sampai tiga minggu pertemuan. Pada beberapa pasien dengan kondisi fisik baik
dan sikap yang kooperatif, assessment bahkan dapat diselesaikan dalam sekali
pertemuan.
b. Rencana Terapi
Pada sebagian besar klien, terapi yang dibutuhkan umumnya berkait
dengan terapi rehabilitas masalah penggunaan narkoba. Namun mereka juga
membutuhkan terapi-terapi terkait lainnya, seperti misalnya konseling keluarga,
pelatihan vokasional, pelatihan menjadi orang tua yang efektif, dan lain-lain.
Sebagai contoh, salah satu modalitas terapi bagi pecandu dengan
ketergantungan opioida adalah terapi rumatan metadon. Program Terapi
Rumatan Metadon ( PTRM ) di Indonesia dimulai sejak 2003 di Jakarta dan
Bali. Melalui program ini diharapkan dapat mengurangi resiko terkait penyakit
infeksi ( HIV / AIDS, Hepatitis ) memperbaiki fisik dan psikologis, mengurangi
prilaku kriminal, memperbaiki fungsi sosial pasien. ( Utami, 2003 ).
Program terapi Metadon juga merupakan salah satu terapi subtitusi yang
sering menjadi pilihan untuk menangani ketergantungan heroin. Program ini
diperkirakan dapat meningkatkan kualitas hidup kliennya.
c. Assesment Lanjutan
Assesment bagi klien tidak hanya dilakukan pada saat masuk program
terapi rehabilitasi, namun perlu diulang pada kurun waktu selama dia berada
dalam program dan ketika yang bersangkutan selesai mengikuti program. Hal
ini bertujuan untuk melihat kemajuan yang terjadi pada diri klien, Mengkaji
isu-isu terkini yang menjadi masalah bagi klien dan informasi baru yang
diperoleh selama klien menjalani roses terapi, melakukan kajian atas rencana
terapi dan melakukan penyesuaian rencana terapi.
Penegakkan diagnosis merupakan suatu proses yang menjadi dasar
dalam menentuan rencana terapi selanjutnya. beberapa prinssip dalam
menegakkan diagnosis bagi pengguna narkotika, antara lain : Diagnosis tidak
selalu dapat diperoleh pada assesment awal diperlukan informasi tambahan dari
keluarga atau orang yang mengantar yakinkan klien dalam kondisi sadar penuh,
tidak dibawah pengaruh narkotika, sehingga tidak mengacaukan informasi yang
dperoleh.
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti pemulihan kapasitas fisik dan mental kepada kondisi atau
keadaan sebelumnya. Bagi penyalahguna dan / atau pecandu narkoba, rehabilitasi
merupakan sebuah proses yang harus dijalani dalam rangka pemulihan sepenuhnya (full
recovery) untuk hidup normal, mandiri, dan produktif di masyarakat.
Pemeriksaan
Penilaian
Persiapan
DETOKSIFIKASI
Penghentian Obat
Metadon
Klopromazin
Pengembalian Pola Tidur
REHABILITASI
1. Psikoterapi
2. Terapi Kerja
3. Perancangan Perawatan Sesudahnya
PERAWATAN SESUDAHNYA
Bimbingan
Vokasional dan
Psikoterapi Kerja Sosial
Penempatan
Hostel Badan Rohaniawan Perkumpulan Badan
Sosial Pelayana
Masyarakat
Salah satu penanganan dalam bagan tersebut adalah terapi kerja, yakni dapat
berupa sekedar memberi kesibukan kepada klien, ataupun berupa latihan kerja
tertentu agar ia terampil dalam hal itu dan berguna baginya untuk mencari nafkah
kelak. ( Maramis, Willy F dan Maramis, Albert A, 2009 ).
Salah satu penyebab terjadinya penyalahgunaan NAPZA adalah karena tidak
adanya pekerjaan. Oleh karena itu diharapkan dari terapi kerja ini dapat membantu
mengembalikan kepercayaan diri pada klien, serta dapat hidup bermasyarakat
kembali seperti sebelumnya, dapat mencari nafkah yang halal sehingga mencegah
klien post rehabilitasi tersebut untuk kembali relaps.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian NAPZA
Narkoba atau NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi
kejiwaan/psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA
secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan
kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.
Ketergantungan adalah suatu keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi),
apabila pemakaiannya dikurangi atau deberhentikan akan timbul gejala putus zat
(withdrawl symtom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang
dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara
normal.
B. Jenis-jenis NAPZA
1. Narkotika
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
terdiri dari 3 golongan :
1) Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.
2) Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.
3) Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.
2. Psikotropika
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental
dan perilaku. Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
1) Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
2) Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Amphetamine.
3) Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.
4) Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam,
Nitrazepam ( BK, DUM ).
3. Zat Adiktif Lainnya
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
1) Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari –
hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika
atau Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman beralkohol : a. Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir
). b. Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % (Berbagai minuman anggur). c.
Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % (Whisky, Vodca, Manson House, Johny
Walker).
2) Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa
senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga,
kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem,
Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
3) Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat.
4) Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan
alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan,
karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA
lain yang berbahaya.
Bahaya yang timbul dari penyalahgunaan narkoba ini secara umum sebagai berikut :
a. Aspek fisik
1. Gagal ginjal
2. Perlemakan hati, pengkerutan hati, kanker hati
3. Radang paru-paru, radang selaput paru, TBC paru
4. Rentan terhadap berbagai penyakit hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV/AIDS.
5. Cacat janin
6. Impotensi
7. Gangguan menstruasi
8. Pucat akibat kurang darah (anemia)
9. Penyakit lupa ingatan/pikun
10. Kerusakan otak
11. Pendarahan lambung
12. Radang pankreas
13. Radang syaraf
14. Mudah memar
15. Gangguan fungsi jantung
16. Menyebabkan kematian
17. Aspek psikologis
18. Emosi tidak terkendali
19. Curiga berlebihan sampai pada tingkat Waham (tidak sejalan antara pikiran dan
kenyataan)
20. Selalu berbohong
21. Tidak merasa aman
22. Tidak mampu mengambil keputusan yang wajar
23. Tidak memiliki tanggung jawab
24. Kecemasan yang berlebihan dan depresi\Ketakutan yang luar biasa
25. Hilang ingatan (gila)
b. Aspek sosial
1. Hubungan dengan keluarga, guru, dan teman serta lingkungannya terganggu
2. Mengganggu ketertiban umum
3. Selalu menghindari kontak dengan orang lain
4. Merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan positif
5. Tidak peduli dengan norma dan nilai yang ada
6. Melakukan hubungan seks secara bebas
7. Tidak peduli dengan norma dan nilai yang ada
8. Melakukan tindakan kekerasan, baik fisik, psikis maupun seksual
Adapun faktor lain yang beresiko tinggi sehingga remaja dapat menggunakan narkoba,
diantaranya :
a. Keluarga yang kacau balau, terutama adanya orang tua yang menjadi
penyalahguna narkoba atau menderita sakit mental.
b. Orang tua dan anak kurang saling memberi kasih sayang dan pengasuhan
c. Anak/remaja yang sangat pemalu dan anak yang bertingkah laku agresif
d. Gagal dalam mengikuti pelajaran di sekolah dan miskin ketrampilan sosial
e. Bergabung dengan kelompok sebaya yang berperilaku menyimpang
f. Tidak bisa berkomunikasi dengan orang tua dan tidak berada dalam pengawasan
orang tua
g. Suka mencari sensasi dan dikucilkan dan sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungannya
h. Tidak mau mengikuti aturan / norma / tata tertib dan rendah penghayatan
spiritualnya.