1
tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa tenaga kesehatanlah yang bergerak,
dalam hal ini mengunjungi klien, bukan klien yang datang ke tenaga
kesehatan. Hampir semua pelayanan kesehatan dapat diberikan melalui
keperawatan di rumah, kecuali dalam keadaan gawat darurat. Diasumsikan
bahwa klien dan keluarga yang tidak dalam kondisi gawat darurat, untuk
tetap tinggal dimasyarakatnya dan melakukan perawatan sendiri setelah
ditinggal oleh perawat.
B. Tujuan Dasar
Meningkatkan “support system” yang adekuat dan efektif, serta
mendorong digunakannya pelayanan kesehatan
1. Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota
keluarga dengan masalah kesehatan dan kecacatan.
2. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari
seluruh anggota keluarga dan keluarga, serta memberikan pendidikan
kesehatan pada keluarga tentang peningkatan kesehatan dan
pencegahan.
3. Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatan antar anggota keluarga.
4. Meningkatkan kesehatan lingkungan
Tujuan tersebut digunakan untuk membantu keluarga menyelesaikan
masalah-masalahnya yang oleh Simmons (1980) dikategorikan menjadi :
1. Sikap hidup dan sumber-sumber pelayanan kesehatan.
2. Penyimpangan status kesehatan.
3. Pola dan pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan.
4. Dinamika dan struktur keluarga.
C. Sejarah Perkembangan Home Care
Perawatan di rumah merupakan aspek keperawatan komunitas yang
berkembang paling pesat. Antaratahun 1988-1992, jumlah perawat yang
melakukan perawatan di rumah meningkat menjadi 50%. Pada awalnya,
keperawatan komunitas dimulai dengan pelayanan yang diberikan bagi orang-
orang miskin di rumah mereka.
2
William Rathbone memulai program perawat yang berkunjung ke rumah
(visiting nurse) pada tahun1859, setelah istrinya meninggal dan dirawat oleh
seorang perawat di rumahnya. Selanjutnya di akhirtahun 1800-an, Amerika
Serikat mendirikan perkumpulan perawat yang datang ke rumah karena
tingginya imigrasi di Amerika yang menyebabkan terjadinya penyakit-
penyakit menular sampaidengan awal abad ke-19, perawatan bagi orang sakit
dan orang cacat di rumah-rumah mereka menjadibentuk tradisional dari
pelayanan kesehatan bagi kebanyakan orang (Spiegel, 1987).
Di tahun 1940-an, rumah sakit mulai menunjukkan keberhasilannya pada
perawatan di rumah karena meningkatnya jumlah orang yang sakit kronis.
Perkumpulan-perkumpulan visiting nurse semakin menjamur di berbagai kota
besar dan kecil, sampai akhirnya di awal tahun 1980-an digunakan sistem
Diagnostic – Related Groups (DRGs) untuk menurunkan lama rawat inap dari
seorang pasien. Pelayanan perawatan di rumah selanjutnya dipandang bukan
hanya sebagai cara yang terpilih untuk memberikan perawatan pada klien,
tetapi juga merupakan cara yang paling murah.
Dalam kegiatan kongres ICN 13 July 2009 di Afrika Selatan dibahas
Sharing experience tentang Home Based Carre dan Primary Health care
dimasing masing negara. Permasalahan dinegara berkembang hampir sama
yaitu communicable disease dan kurangnya sumber daya baik tenaga perawat
maupun fasilitas, termasuk teknologi serta pentingnya kompetensi perawat
dalam melaksanakan Home Based care dengan aspek legal yang kuat dalam
praktek.
1. Di Luar Negeri
Di Amerika, Home Care (HC) yang terorganisasikan dimulai
sejak sekitar tahun 1880- an, dimanasaat itu banyak sekali penderita
penyakit infeksi dengan angka kematian yang tinggi. Meskipun pada
saat itu telah banyak didirikan rumah sakit modern, namun
pemanfaatannya masih sangat rendah, hal ini dikarenakan
masyarakat lebih menyukai perawatan dirumah. Kondisi ini
berkembang secara professional, sehingga pada tahun 1900 terdapat
3
12.000 perawat terlatih diseluruh USA (Visiting Nurses / VN ;
memberikan asuhan keperawatan dirumah pada keluarga miskin,
Public Health Nurses, melakukan upaya promosi dan prevensi untuk
melindungi kesehatan masyarakat, serta Perawat Praktik Mandiri
yang melakukan asuhan keperawatan pasien dirumahsesuai
kebutuhannya). (Lerman D. & Eric B.L, 1993).
Sejak tahun 1990-an institusi yang memberikan layanan Home
Care terus meningkat sekitar 10% pertahun dari semula layanan
hanya diberikan oleh organisasi perawat pengunjung rumah (VNA
=Visiting Nurse Association) dan pemerintah, kemudian berkembang
layanan yang berorientasiprofit (Proprietary Agencies) dan yang
berbasis RS (Hospital Based Agencies) Kondisi ini terjadiseiring
dengan perubahan system pembayaran jasa layanan Home Care
(dapat dibayar melalui pihak ke tiga / asuransi) dan perkembangan
spesialisasi di berbagai layanan kesehatan termasuk berkembangnya
Home Health Nursing yang merupakan spesialisasi dari Community
Health Nursing (Allender & Spradley, 2001)
Di UK, Home Care berkembang secara professional selama
pertengahan abad 19, dengan mulai berkembangnya District Nursing,
yang pada awalnya dimulai oleh para Biarawati yang merawat orang
miskin yang sakit dirumah. Kemudian merek mulai melatih wanita
dari kalangan menengah ke bawah untuk merawat orang miskin yang
sakit, dibawah pengawasan Biarawati tersebut (Walliamson, 1996
dalam Lawwton, Cantrell & Harris, 2000). Kondisi ini terus
berkembang sehingga pada tahun 1992 ditetapkan peran District
Nurse (DN) adalah :
a. Merawat orang sakit dirumah, sampai klien mampu
mandiri.
b. Merawat orang sakaratul maut dirumah agar meninggal
dengan nyaman dan damai.
4
c. Mengajarkan ketrampilan keperawatan dasar kepada klien
dan keluarga, agar dapat digunakanpada saat kunjungan
perawat telah berlalu.
Selain District Nurse (DN), di UK juga muncul perawat Health
Visitor (HV) yang berperansebagai District Nurse (DN) ditambah
dengan peran lain ialah :
a. Melakukan penyuluhan dan konseling pada klien, keluarga
maupun masyarakat luas dalamupaya pencegahan penyakit
dan promosi kesehatan.
b. Memberikan saran dan pandangan bagaimana
mengelola kesehatan dan kesejahteraanmasyarakat
sesuai dengan kondisi setempat.
2. Di Dalam Negeri
Di Indonesia, layanan Home Care (HC) sebenarnya bukan
merupakan hal yang baru, karena merawat pasien di rumah baik yang
dilakukan oleh anggota keluarga yang dilatih dan atau oleh tenaga
keperawatan melalui kunjungan rumah secara perorangan, adalah
merupakan hal biasasejak dahulu kala. Sebagai contoh dapat
dikemukakan dalam perawatan maternitas, dimana RS Budi
Kemulyaan di Jakarta yang merupakan RS pendidikan Bidan tertua
di Indonesia, sejak berdirinya sampai sekitar tahun 1975 telah
melakukan program Home Care (HC) yang disebut dengan “Partus
Luar”. Dalam layanan “Partus Luar”, bidan dan siswa bidan RS Budi
Kemulyaan melakukan pertolongan persalinan normal dirumah
pasien, kemudian diikuti dengan perawatan nifas dan neonatal oleh
siswa bidan senior (kandidat) sampai tali pusat bayi puput (lepas).
Baik bidan maupun siswa bidan yang melaksanakan tugas “Partus
Luar” dan tindak lanjutnya, harus membuat laporan tertulis kepada
RS tentang kondisi ibu dan bayi serta tindakan yang telah dilakukan.
Kondisi ini terhenti seiring dengan perubahan kebijakan Depkes
yang memisahkan organisasi pendidikan dengan pelayanan
5
BAB II
6
2. Aspek etik dalam home care
a. Kode etik menurut ANA (1985) menyebutkan bahwa perawat
menjaga hak klien terhadap privasi dengan bijaksana
melindungi informasi yang bersifat rahasia.
b. Kode etik keperawatan indonesia ( PPNI, 2000) yaitu perawat
wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan kepadanyakecuali jika
diperlukan oleh yang berwenang sesuai ketentuan hokum yang
berlaku (Muhamad Mu’in, 2015).
Beberapa perawat akan menghadapi dilema etis bila mereka harus
memilih antara menaati peraturan atau memenuhi kebutuhan untuk klien
lansia, miskin dan klien yang menderita penyakit kronik. Perawat harus
mengetahui kebijakan tentang perawatan di rumah untuk melengkapi
dokumentasi klinis yang akan memberikan penggantian biaya yang
optimal untuk klien. Didalam praktik juga harus memperhatikan dimensi
politi, etika dan isu-isu seperti akses ke layanan atau alokasi sumber daya,
menajement kasus menjadi semakin pragmatis, serta berbagai tanggapan
dari masyarakat terhadap praktik mandiri (Kristin Bjornsdottir, 2009).
Pasal Krusial Dalam Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik
Keperawatan :
1. Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan
evaluasi.
2. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas permintaan
tertulis dokter
3. Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban :
a. Menghormati hak pasien.
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani.
c. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
d. Memberikan informasi
7
e. Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan
f. Melakukan catatan perawatan dengan baik
4. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang , perawat
berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan
yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
5. Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus
mencantumkan SIPP di ruang praktiknya.
6. Perawat yang menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan
memasang papan praktik (sedang dalam proses amandemen)
7. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam
bentuk kunjungan rumah.
8. Persyaratan praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi :
a. Tempat praktik memenuhi syarat.
b. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk
formulir /buku kunjungan, catatan tindakan dan formulir
rujukan (Fatchulloh, 2015).
B. Peran Perawat Dalam Home Care
1. Manajer kasus: mengelola dan mengkolaborasikan dengan anggota
keluarga dan penyedia pelayanan kesehatan atau pelayanan sosial
lainnya untuk meningkatkan pencapaian pelayanan, dengan fungsi :
a. Mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga.
b. Menyusun rencana pelayanan.
c. Mengkoordinir aktifitas tim kesehatan.
d. Memantau kualitas pelayanan.
Contoh : Perawat mengoordinasi aktivitas anggota tim kesehatan
lain misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik ketika mengatur
kelompok yang memberikan keperawataan pada klien.
2. Pelaksana atau pemberi asuhan : memberi pelayanan langsung dan
mengevaluasi atau melakukan supervisi pelayanan yang diberikan
oleh anggota keluarga atau pelaku rawat (care giver), dengan
fungsi :
8
a. Melakukan pengkajian asuhan secara komprehensif
b. Menetapkan masalah atau diagnosa keperawatan
c. Menyusun rencana keperawatan
d. Melakukan tindakan perawatan
e. Melakukan observasi terhadap kondisi pasien.
f. Membantu pasien dalam mengembangkan perilaku koping yang
efektif.
g. Melibatkan keluarga dalam pelayanan
h. Membimbing semua anggota keluarga dalam pemeliharaan
kesehatan.
i. Melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan.
j. Mendokumentasikan asuhan keperawatan
Contoh : Perawat membantu klien mendapatkan kembali
kesehatannya melalui proses penyembuhan. Dan juga perawat
berperan dalam pemberi asuhan keperawatan misalnya dalam
merawat pasien dengan penyakit DM.
3. Pendidik : mengajarkan keluarga tentang sehat atau sakit dan
bertindak sebagai penyedia informasi kesehatan, dengan fungsi :
a. Mengidentifikasi pasien dan keluarga
b. Memilih metode dan menyiapkan materi pembelajaran
c. Menyusun rencanan kegiatan
d. Melaksanakan penkes
e. Mengajarkan anggota keluarga
f. Mendorong keluarga melakukan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan
g. Mendokumentasikan kegiatan penkes
Contoh : Perawat memberi informasi melalui penkes kepada pasien
atau keluarga tentang sakit atau gangguan yang dideritanya selama
mengalami penyakit.
9
4. Kolaborator :mengkoordinir pelayanan yang diterima oleh keluarga
dan mengkolaborasikannya dengan keluarga dalam merencankan
pelayanan, dengan fungsi:
a. Melakukan kerjasama dengan tim lain
b. Melakukan kerjasama dengan sumber atau fasilitas pelayanan yang
ada
Contoh : Perawat melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain
misalnya ahli gizi dan ahli penyakit dalam untuk merawat pasien
yang punya riwayat penyakit dalam.
5. Pembela (advokat) : melakukan pembelaan terhadap pasien melalui
dukungan peraturan, dengan fungsi:
a. Mendemonstrasikan teknik komunikasi efektif
b. Menghormati hak pasien
c. Meminta persetujuan sebelum melakukan tindakan
d. Melaksanakan fungsi pendamping
e. Memberi informasi kepada pasien dan keluarga untuk mengatasi
masalah kesehatan
f. Memfasilitasi pasien memanfaatkan sumber-sumber
Contoh : perawat mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang mungkin tidak
diinginkan misalnya menciptakan lingkungan yang aman bagi
penderita DM.
6. Konselor : membantu pasien dan keluarga dalam menyelesaikan
masalah dan mengembangkan koping yang konstruktif, dengan
fungsi:
a. Membantu penyelesaian masalah
b. Membantu mempertimbangkan berbagai solusi.
c. Menunjang komunikasi efektif
d. Mengkomunikasikan bahwa keluarga bertanggung jawab mimilih
alternatif
10
Contoh : Perawat dapat menjadi konselor kepada pasiennya.
Membantu pasien untuk bisa mengerti kebutuhannya. Misalnya
untuk pasien asma, perawat sebagai konselor bisa membimbing
pasien untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhannya sendiri.
7. Penemu kasus dan melakukan rujukan : melibatkan diri dalam
menemukan kasus di keluarga dan melakukan rujukan dengan
cepat, dengan fungsi :
a. Mengembangkan pengetahuan terhadap kondisi atau masalah
b. Menggunakan proses diagnostik untuk mengidentifikasi
masalah
c. Menetapkan kebutuhan rujukan
d. Melakukan rujukan terhadap kasus
e. Menyediakan pelayanan tingkat lanjut
Contoh : perawat menemukan beberapa masalah / kasus yang
terjadi pada pasiennya dan langsung melakukan rujukan pada tim
kesehatan lain yang memiliki hubungan dengan kasus yang
ditemukan.
8. Penata lingkungan rumah : melakukan modifikasi lingkungan
bersama pasien dan keluarga dan tim kesehatan lain untuk
menunjang lingkungan sehat, dengan fungsi :
a. Memodifikasi lingkungan rumah yang meningkatkan
kesehatan
b. Memodifikasi lingkungan yang memungkinkan pasien mandiri
Contoh : perawat menciptakan lingkungan yang nyaman bagi
pasien. Misalnya lingkungan yang tanpa penghalang / aman bagi
poenderita DM, menciptakan lingkungan bersih dari debu bagi
penderita alergi pernapasan.
9. Peneliti : mengidentifikasi masalah praktik dan mencari jawaban
melalui pendekatan ilmiah, dengan fungsi :
a. Mengidentifikasi masalah yang dapat diteliti
b. Merancang dan melakukan penelitian
11
c. Menyebarluaskan hasil penelitian
d. Mengaplikasikan temuan hasil riset ke dalam praktik
Contoh : perawat menemukan kasus dan meneliti kasus tersebut
melalui beberapa tahapan apa yang menyebabkannya terjadi dan
bagaimana cara menanganinya.
12
22. Fasilitasi kegiatan sosial pasien
23. Fasilitasi perbaikan sarana klien.
Kompetensi Dasar
1. Memahami dasar-dasar anatomi, fisiologi, patologi tubuh secara
umum.
2. Melaksanakan pemberian obat kepada klien/pasien
3. Memahami jenis pemeriksaan laboratorium dasar yang diperlukan
oleh klien/pasien
4. Menunjukan kemampuan melakukan komunikasi terapeutik
5. Menunjukan kemampuan mengasuh bayi, balita, anak, dan lansia
sesuai tingkat perkembangan
6. Menerapkan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup
(K3LH)
7. Memahami kontinum sehat- sakit
8. Memahami dasar-dasar penyakit sederhana yang umum di
masyarakat
9. Memahami peningkatan kesehatan dan pelayanan kesehatan utama
10. Memahami pemberian obat
11. Memahami kemampuan interpersonal dan massa
12. Prinsip-prinsip perkembangan manusia
13. Memahami tahap-tahap perkemangan manusia
14. Memahami sikap pelayanan perawat sesuai dengan tahapan
perkembangan
15. Memahami tentang stress
16. Memahami kebutuhan dasar manusia
17. Memahami tentang kesehatan reproduksi
18. Memahami perilaku empatik
19. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
20. Melakukan mobilisasi pasif terhadap klien/pasien
21. Melakukan pemberian nutrisi
13
22. Melaksanakan tugas sesuai dengan etika keperawatan, dan kaidah
hukum
14
BAB III
KONSEP PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
.
B. Latar Belakang Primary Health Care (PHC)
World Health Essembly pada tahun 1977 telah menghasilkan kesepakatan
global untuk mencapai “kesehatan bagi semua atau Health for All”, yaitu
tercapainya suatu derajat kesehatan yang optimal, yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif, baik secara social maupun ekonomi.
Selanjutnya, pada tahun 1978, Konferensi Alma Ata menetapkan Primary
Health Care sebagai pendekatan atau strategi global untuk mencapai kesehatan
bagi semua (KBS) atau health for all by the year 2000 (HFA 2000). Dalam
konferensi tersebut, Indonesia juga ikut menandatangani dan telah mengambil
kesepakatan global pula dengan menyatakan bahwa untuk mencapai kesehatan
bagi semua tahun 2000 kuncinya adalah primary health care (PHC).
15
PHC adalah pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan pada metode dan
teknologi praktis, ilmiah, dan social yang dapat diterima secara umum, baik oleh
individu maupun keluarga di dalam masyarakat, melalui partisipasi sepenuhnya,
serta dengan biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan negara untuk
memelihara setiap tingkat perkembangan masyarakat dalam semangat untuk dapat
hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasib sendiri (self determination).
Selain itu, PHC juga:
1. Menggambarkan keadaan social ekonomi, budaya, dan politik masyarakat dan
berdasarkan penerapan hasil penelitian kesehatan-sosial-biomedis dan pelayanan
kesehatan masyarakat.
2. Ditujukan untuk mengatasi masalah utama kesehatan masyarakat dengan upaya
preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif
3. Minimal mencakup penyuluhan tentang masalah kesehatan utama dan cara
pencegahan dan pengendaliannya, penyediaan makanan dan peningkatan gizi,
penyediaan sanitasi dasar dan air bersih, pembinaan kesehatan ibu dan anak
termasuk keluarga berencana, imunisasi terhadap penyakit menular utama dan
pencegahan penyakit endemik, pengobatan penyakit umum dan cedera, serta
penyediaan obat essensial
4. Melibatkan dan meningkatkan kerjasama lintas sektor dan aspek-aspek
pembangunan nasional dan masyarakat, di samping sector kesehatan terutama
pertanian, peternakan, industri makanan, pendidikan, penerangan, agama,
perumahan, pekerjaan umum, perhubungan, dan sebagainya
5. Membutuhkan sekaligus meningkatkan kepercayaan diri masyarakat serta
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian PHC serta
penggunaan sumber daya yang ada
6. Ditunjang oleh sistem rujukan upaya kesehatan secara terpadu fungsional dan
timbal-balik guna memberikan pelayanan secara menyeluruh, dengan
memprioritaskan golongan masyarakat yang paling membutuhkan
7. Didukung oleh tenaga kesehatan professional dan masyarakat, termasuk tenaga
kesehatan tradisional yang terlatih dibidang teknis dan social untuk bekerja
16
sebagai tim kesehatan yang mampu bekerja bersama masyarakat dan membangun
peran serta masyarakat
Hal-hal yang mendorong pengembangan konsep Primary Health Care antara
lain:
17
BAB IV
18
7) Siapkan informasi dan alat bantu/media untuk pendidikan
kesehatan
b. Pelaksanaan
1) Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
2) Observasi lingkungan berkaitan dengan keamanan perawat
3) Minta keluarga menandatangani form persetujuan pelayanan
keperawatan kesehatan di rumah (untuk kunjungan pertama
kali)
4) Lengkapi pengkajian data dasar pasien, review program
pengobatan mencakup efek terapi dan efek samping obat yang
diberikan, anjurkan pasien atau keluarga menginformasikan
masalah-masalah yang dihadapi
5) Diskusikan rencana pelayanan yang telah dibuat untuk pasien
dan identifikasi kemajuan atau hal lain yang perlu ditingkatkan
6) Lakukan perawatan langsung dan pendidikan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan
7) Diskusikan kebutuhan rujukan, kolaborasi dan konsultasi yang
diperlukan
8) Diskusikan rencana kunjungan selanjutnya dan aktifitas yang
akan dilakukan
9) Dokumentasikan kegiatan/informasi yang diperoleh
c. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dilakukan oleh tim kesehatan terkait dengan
melihat perubahan status medis, perubahan kemampuan fungsional
pasien, kebutuhan pendidikan pasien dan keluarga. Evaluasi
berdasarkan:
1) Keakuratan dan kelengkapan pengkajian data awal
2) Menilai kesesuaian perencanaan dan ketepatan dalam
melakukan tindakan/pelayanan
3) Menilai efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tindakaan
yang dilakukan oleh pelaksana
19
d. Proses penghentian Pelayanan Keperawatan Kesehatan di Rumah
Kriteria kegiatan penghentian Pelayanan Keperawatan Kesehatan
di Rumah:
1) Hasil pelayanan telah tercapai sesuai tujuan
2) Kondisi pasien stabil
3) Program rehabilitas tercapai secara maksimal
4) Keluarga sudah mampu melakukan perawatan pasien di
rumah
5) Pasien dirawat kembali di Rumah Sakit
6) Pasien pindah ke sarana kesehatan lain
7) Pasien menolak pelayanan lebih lanjut
8) Pasien pindah tempat ke lokasi lain
9) Pasien meninggal dunia
20
B. Asuhan Keperawatan Home Care
Menurut Azwar (1996), pelayanan asuhan keperawatan
professional membutuhkan strategi dan standar kompetensi tertentu, untuk
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. American
Nurses Assosiation (ANA) 1986 telah mengembangkan standar praktek
perawatan rawat rumah yang mewajibkan perawat untuk selalu mengkaji
mutu asuhan dan mengembangkan upaya untuk meningkatkan mutu
asuhan keperawatan. Standar ini dikembangkan menggunakan pendekatan
proses keperawatan melalui tahap-tahap pengkajian, penentuan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, berdasarkan standar
keperawatan komunitas.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan terdiri dari pengkajian fisik “head
to toe”, mengkaji sistem tubuh pasien, mengkaji kebutuhan
psikososial, kemampuan fungsi motorik dan sensorik, mengkaji
pengobatan, nutrisi, keamanan dan kenyamanan lingkungan
pasien serta mengkaji kebutuhan perawatan kolaborasi dengan
tim medis atau non medis lainnya.
Pengkajian difokuskan pada:
a. Pengkajian riwayat kesehatan:
1) Respon dan persepsi pasien terhadap status kesehatan
2) Riwayat penyakit masa lalu
3) Faktor resiko
4) Kemampuan mengatasi masalah
5) Riwayat penyakit keluarga
b. Pengkajian lingkungan sosial dan budaya
1) Status sosial ekonomi
2) Kondisi tempat tinggal dan lingkungan
3) Ketersediaan sumber-sumber yang dibutuhkan pasien
4) Tersedianya dukungan keluarga
5) Faktor budaya yang mempengaruhi kesehatan
21
c. Pengkajian spiritual mencakup nilai dan keyakinan yang
dianut yang mempengaruhi kesehatan
d. Pemeriksaan fisik an status kesehatan saat ini
e. Pengkajian kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari
f. Pengkajian kemampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data yang
terkumpul untuk merefleksi respon pasien. Diagnose
keperawatan yang dirumuskan berkaitan dengan masalah
actual, dan resiko, atau potensial.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan proses penyusunan strategi atau
intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah,
mengurangi memelihara, atau mengatasi masalah kesehatan
pasien yang telah diidentifikasi dan telah divalidasi selama fase
perumusan diagnosa. Dalam merumuskan perencanaan ini
menekankan pada partisipasi pasien, keluarga, dan koordinasi
dengan anggota tim kesehatan lain. Perencanaan mencakup
penentuan prioritas masalah, penentuan tujuan serta
penyusunan rencana tindakan secara komprehensif.
22
4. Implementasi Keperawatan
Intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan prosedur
keperawatan hasil pengkajian dan discharge planning yang
ada, menetapkan masalah dan kebutuhan pelayanan
keperawaatan serta melaksanakan prosedur tindakan
keperawatan sesuai kebutuhan pasien seperti memasang
kateter, merawat luka, perawtana kolostomi, penggantian
peritoneal dialysis, dll.
Dalam melakukan keperawatan, dilakukan kerjasama dengan
pasien keluarga, pelaku rawat dan tenaga lain (kesehatan
maupun non kesehatan). Tindakan yang dilakukan mengacu
pada SOP (Standart Operating Procedure) yang berlaku. Jenis
tindakan yang dapat dilakukan yaitu tindakan yang bersifat
mandiri maupun tindakan kolaborasi.
5. Evaluasi Keperawatan
23
BAB V
6) Definisi
Neurologi adalah sebuah spesialisasi di bidang kedokteran yang
memiliki fokus pada otak dan sistem saraf. Dokter yang memiliki
spesialisasi pada diagnosis dan pengobatan dari gangguan otak dan sistem
saraf dikenal sebagai neurologis. Gangguan neurologi sangat beragam
bentuknya, banyak dari pasien yang menderita gangguan memori dan tidak
mampu menjalani aktivitas sehari-hari secara normal. Penyakit-penyakit
neurologi kebanyakan memiliki efek melemahkan kehidupan pasien,
sehingga memberikan pengobatan neurologis sangat penting bagi
kehidupan pasien.
7) Cara Mendiagnosa
Ketika orang mengalami tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan
gangguan neurologis, dokter akan mengajukan pertanyaan spesifik
mengenai gejala dan faktor relevan lainnya (riwayat medis). Dokter
biasanya juga akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengevaluasi
seluruh sistem tubuh, tetapi ia akan fokus pada sistem saraf (disebut
pemeriksaan neurologis).
24
2. Test PET – PET scan dapat digunakan untuk mengumpulkan
informasi baik genetik maupun molekular mengenai otak dan
aktivitasnya. Alat ini banyak digunakan untuk mendeteksi area
bermasalah pada otak dan juga jaringan-jaringan otak yang masih
bisa diselamatkan. Hal ini menunjukkan bahwa PET scan tidak
hanya digunakan untuk mendeteksi masalah yang ada, tetapi juga
untuk memperlambat progresi penyakit.
3. Elektroensefalogram (EEG) - EEG digunakan terutama untuk
meneliti epilepsy dan penyakit Alzheimer, juga mengidentifikasi
individu yang harus dirujuk untuk melayani pemeriksaan lebih lanjut
jika penyakit otak adalah penyebab dari epilepsinya. EEG biasa
digunakan dalam menentukan diagnosis penyakit epilepsi dengan
mengidentifikasi setiap keabnormalan pada otak seperti lesi yang
memicu serangan epilepsi. Dokter dapat menentukan diagnosis
dengan mengamati pola kejang pada EEG. Meskipun EEG
digunakan untuk meneliti penyakit epilepsy dan Alzheimer, EEG
tidak dapat mendiagnosis penyakit mental Schizofrenia, alasannya
EEG dari orang yang terganggu mentalnya biasanya normal. Tes
EEG juga tidak mungkin dapat membedakan EEG dari orang genius
dengan orang yang tidak pintar karena EEG tes yang relative
sederhana tentang distribusi dan kuantitas aktivitas listrik dari otak.
4. Studi konduktivitas saraf atau elektromiogram (EMG) - teknik
yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi saraf dan otot dengan
cara merekam aktivitas listrik yang dihasilkan oleh otot skeletal. Ini
merupakan tes penting yang digunakan untuk mendiagnosis kelainan
otot dan saraf. Ini sering digunakan untuk mengevaluasi kelainan
sistem saraf periferal.
5. Elektroneurogram (ENG) – alat ini merupakan sebuah tes
diagnostik yang digunakan untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari
sel-sel saraf di otak, terutama pada area sentral dan perifer.
6. Analisis pergerakan mata
25
7. Tes neurofisiologis – tes ini meliputi beberapa tes tertulis yang
menilai perhatian, bahasa, memori, pemikiran, dan pembelajaran dari
pasien
8. Lumbal pungsi – dikenal juga sebagai analisis cairan serebrospinal,
tes ini dilakukan dengan mengambil sedikit cairan dari kanal spinal
untuk dianalisis
9. Biopsi dari otot kulit dan saraf
10. Tes darah
26
BAB VI
27
dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan kemandirian pasien dan
keluarga (Rice,2001).
28
ingin dipecahkan, dan stuktur kognitif yang terbentuk dari pengalaman
hidup. Menurut konsep ini belajar dapat diartikan sebagai suatu proses
internal yang berkesinambungan sebagai bentuk evolusi yang
mengarahkan perilaku seseorang. Dari konsep ini perawat dalam
melakukan edukasi hendaknya harus memperhatikan pengalaman yang
dimiliki pasien dan keluarganya dengan demikian perubahan yang
dilakukan harus diupayakan tetap memperhatikan pengalaman yang
ada pasien.
c. Humanistic learning theories
Metode pembelajaran humanistik memberikan cara mendidik
komprehensif dengan memandang pasien dan keluarga sebagai
makhluk yang holistik dari sudut pandang tempat, waktu, bagaimana
dan apa yang menjadi kebutuhan belajar pasien. Elemen dari
humanistik learning theories yang memabantu dalam meningkatkan
kemampuan belajar pasien di rumah adalah :
1) Cinta atau kasih sayang : pasien akan termotivasi belajar bila
proses belajar yang dilakukan sebagai wujud rasa kasih sayang
perawat kepada pasien dan keluarganya. Contoh : kita melatih
Range of Motion (ROM) pasien stroke dengan keras dan disiplin
agar pasien tidak mengalami kontraktur dan bisa cepat berjalan.
2) Kreativitas : Pasien dan keluarga akan termotivasi untuk belajar
apabila kreativitas posistif yang dilakukan dihargai oleh
perawat. Contoh : Kita memberikan dukungan pada keluarga
yang sudah berinisiatif menggunakan botol berisi air hangat
untuk mengurangi keluhan nyeri pada lutut yang menderita
rhematik.
3) Perkembangan : Setiap kemajuan yang ditemukan merupakan
hadiah yang patut disyukuri oleh perawat, keluarga dan pasien.
4) Konsep diri : setiap proses belajar yang dilakukan akan optimal,
jika proses belajar tetap memberikan penghargaan terhadap
29
setiap kelebihan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang
dimiliki oleh pasien dan keluarga.
5) Otonomi : Proses edukasi akan berdampak positif jika pasien
diberikan kepercayaan dan diberikan kebebasan dalam memilih
dan melakukan aktifitas belajar yang diinginkan.
6) Mengatur diri sendiri : Untuk mewujudkan tujuan proses belajar
maka sebaiknya pasien dan keluarga diberikan kesempatan
untuk mengatur sendiri kegiatan belajar yang dipilih.
d. Social-cognitive learning theories
Menurut teori ini proses belajar sangat dipengaruhi oleh bagaimana
cara pasien atau keluarga mendapatkan pengetahuan, nilai-nilai,
standar moral, dan standar perilaku yang ada dilingkungannya.
Menurut model ini kesiapan pasien untuk mulai belajar tentang
kesehatan sangat dipengaruhioleh faktor internal dan faktor
eksternal. Upaya perubahan perilaku akan semakin kuat jika
perubahan didorong oleh faktor internal. Untuk itu tenaga kesehatan
harus memahami faktor internal yang memungkinkan pasien untuk
belajar (Locus of Control). Model ini mungkin tidak banyak bisa
diberlakukan pada pasien lanjut usia dan orang dengan depresi,
karena dengan kasus tersebut justru dukungan dari luar akan lebih
berarti.
30
quadraplegic bila dibandingka dengan meraka yang baru terdeteksi
diabetes mellitus. Pasien dengan ketergantungan penuh maka proses
pembelajaran dapat lebih optimal bila ditujukan kepada keluarga atau
care giver bila dibandingkan dengan pasien.
b. Socioenvironmental resourcess: Kondisi sosial dan lingkungan sangat
berpengaruh dalam proses pembelajaran. Pasien yang tinggal pada
keluarga yang memiliki fasilitas lengkap akan lebih mudah melakukan
edukasi terkait pemenuhan kebutuhan dibandingkan pada pasien yang
secara social dan lingkungan terbatas.
c. Interpersonal perception : mengacu pada perbedaan persepsi pasien
terkait konsep sehat dan sakit. Hal ini sangat dipengaruhi oleh latar
belakang budaya individu tersebut.
d. Cultural consideration : Perawat dalam melakukan edukasi hendaknya
memperhatikan faktor etnik, budaya dan kepercayaan yang terkait
dalam penanganan pasien. Jika perawat bisa memahami dan
menggabungkan antara konsep modern dan tradicional yang berbasis
budaya pasien, maka transformasi akan lebih optimal.
D. Prinsip pendidikan
Secara umum yang menjadi subyek dalam pembelajaran pada
pasien yang dirawat dirumah adalah orang dewasa baik sebagai pasien
maupun care giver. Untuk itu pemahaman tentang pembelajaran orang
dewasa sangat penting dikuasai. Orang dewasa memiliki karakteristik
tersendiri yang senantiasa harus diperhatikan ketika melakukan
pembelajaran. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah pengalaman
hidup, kondisi sosial ekonomi, tanggung jawab keluarga, tujuan khusus
dan keinginan untuk belajar. Selain itu gaya belajar, manfaat belajar untuk
memecahkan masalahnya dan keterbatasan kondisi fisik, mental dan
kognitif harus diperhatikan.
31
Orang dewasa akan belajar lebih baik jika apa yang dipelajari
menarik dan berguna untuk dirinya. Proses belajar pada orang dewasa
akan lebih cepat jika mulai dari apa yang dibutuhkannya. Proses belajar
pada orang dewasa akan berjalan lebih cepat apabila dalam proses
menggunakan contoh-contoh actual dan relevan dengan kondisi actual
yang dialami oleh pasien. Mengabaikan dan menolak pengalaman yang
dimiliki akan mengurangi keberhasilan proses belajar. Untuk itu dalam
memenuhi kebutuhan belajar maka perawat hendaknya menerapkan
prinsip antara lain:
a. Buat proses pembelajaran secara bertahap dan realistis sesuai dengan
kemampuan, minat dan sumber daya yang ada.
b. Ikutsertakan keluarga untuk berpartisipasi dalam melakukan evaluasi
hasil belajar sesuai dengan tingkat pencapaian yang didapatkan
c. Berusaha memahami perilaku manusia yang kompleks untuk
mengetahui cara yang efektif melakukan pembelajaran.
32
kemampuan lansia dalam mengintepretasikan informasi, menganalisa
permasalahan dan penurunan daya ingat sehingga akan mempengaruhi
kecepatan proses belajar pasien. :
Cara yang dianjurkan untuk edukasi pada lanjut usia
a) Penyampaian informasi harus pelan
b) Jangan buru-buru mengarapkan respon pasien
c) Waktu yang disiapkan lebih banyak
d) Setiap sesi berikan informasi yang tidak terlalu banyak
e) Ulang informasi secara teratur
f) Gunakan analog
g) Berikan penguatan dengan menunjukkan video hasil rekaman
h) Gunakan kertas biru atau hijau
i) Gunakan kertas yang tidak mengkilap
j) Pastikan kaca mata lansia bersih
k) Huruf yang ukuran lebih besar dan jelas
l) Gunakan kalimat pendek dan sederhana
m) Pastikan muka kita dilihat jelas oleh lansia
n) Kurangi bising disekitar
o) Gunakan alat bantu dengar
p) Berikan waktu pada pasien untuk mengulang
q) Gunakan kombinasi teknik verbal, tulisan dan gambar
33
seperti ini pasien biasanya sudah tidak kooperatif. Jika pasien sulit
untuk di edukasi maka sebaiknya perawat melakukan kontrak
pembelajaran.
34
h) Seting wajah yang lembut untuk mengurangi stress dan
meningkatkan konsentrasi pasien
i) Berikan informasi secara verbal dan tertulis (jelaskan dan beri
leaflet)
5) Pasien anak-anak
Pada pasien anak-anak terutama pada infant dan toddler serta
preschool harus memperhatikan hal-hal berikut: Disarankan
menggunakan alat-alat seperti boneka, wayang, binatang, dan alat-alat
kesehatan yang digunakan pada kelompok anak-anak.
7) Care giver
Care giver adalah orang yang secara langsung dan terus menerus
melakukan kontak dengan pasien. Yang menjadi care giver bisa social
worker, perawat, keluarga dan tenaga terlatih lainnya. Edukasi yang
harus diberikan kepada care giver adalah :
a) Peran, fungsi, hak dan kewenangan care giver
b) Cara mengetahui sumber dukungan bagi bagi pasien
c) Teknik komunikasi
d) Penguatan bahwa mereka merupakan bagian yang penting
dalam pelayanan
e) Latihan ketrampilan
f) Sistem kerja, pergantian dan pengalihan pelayanan
35
BAB VII
36
3. Terapi komplementer alternatif berbasis body manipulasi ( massage,
shiatsu, refleksi, akupresur, bekam, dan akupunture )
4. Terapi komplementer alternatif berbasis mind and body ( meditasi,
terapi tertawa, yoga dan story telling )
5. Sistem terapi seperti ayur wedha atau obat tradisional cina.
b. Trancultural Nursing
37
dapat menyebabkan disorientasi. Aplikasi transkultural nursing dalam
pelayanan home care nursing pada pasien harus memperhatikan aspek
budaya yang diyakini pasien, seperti :
38
psikologis, meningkatkan pengembangan lingkungan untuk
pengembangan pribadi, serta mengajarkan atau member pendidikan
pada orang lain.
Inti dari teori ini adalah menggambarkan manusia sebagai
penerima perawatan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasan – keterbatasan
dalam mencapai taraf kesehatanya. Perawatan yang diberikan
didasarkan kepada tingkat ketergantungan, yaitu ketergantungan total
atau parsial. Difisit perawatan diri menjelaskan hubungan antara
kemampuan seseorang dalam bertindak atau beraktifitas dengan
tuntunan kebutuhan tentang perawatan diri. Sehingga bila tuntutan lebih
besar dari kemampuan, maka ia akan mengalami penurunan atau defisit
perawatan diri.
39
Jika menjadi sakit adalah satu-satunya cara pola pasien individu
dapat memanifestasikan dirinya, maka itu adalah kesehatan bagi
pasien individu tersebut.
Kesehatan adalah perluasan kesadaran
40
Pandangan teori Jean Watson ini memahami bahwa manusia
memiliki 4 cabang kebutuhan manusi yang saling berhubungan :
Kebutuhan dasar biofisikial (kebutuhan untuk hidup : keb. Makanan
dan cairan, keb eliminasi dan keb ventilasi).
Kebutuhan psikofisikal ( kebutuhan fungsional : keb aktivitas dan
istirahat , keb seksual.
Kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi : keb untuk
berprestasi, keb organisasi)
Kebutuhan intra dan interpersonal (kebutuhan untuk pengembangan :
keb aktualisasi diri)
41
1999). Pelayanan perawatan kesehatan rumah juga dapat diartikan
sebagai “Medicare”
1) Pelayanan paruh waktu atau secara terus menerus, dengan
perawatan yang diberikan dibawah pengawasan seorang perawat
professional yang sudah terregistrasi/terdaftar.
2) Terapi fisik, terapi okupasional, dan terapi wicara
3) Pelayanan kesehatan sosial berada dibawah pengawasan dokter
4) Pelayanan paruh waktu atau secara terus menerus yang
dilakukan oleh pembantu perawat kesehatan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
5) Kebutuhan medis selain obat-obatan, benda biologis seperti
serum dan vaksin yang penggunaannya dalam aplikasi
medis/kedokteran
6) Pelayanan medis diberikan oleh seseorang yang sudah mendapat
izin praktek perawatan kesehatan rumah melalui agency atau
suatu program dari rumah sakit
42
2) Pelayanan Kesehatan Umum
Pelayanan kesehatan ini berfokus pada pemeliharaan kesehatan
dan pencegahan penyakit, termasuk penyuluhan kesehatan
kepada ibu nifas paska melahirkan, perawatan luka klien
dengan DM, konsultasi gizi pada klien dengan penyakit dan
masalah kesehatan tertentu, masalah kesehatan lansia, dll.
3) Pelayanan Kesehatan Khusus
Pelayanan kesehatan khusus pada kondisi klien yang
memerlukan tehnologi tinggi, misalnya: pediatric care,
chemoterapi, hospice care, psychiatric mental health care.
Melalui persiapan tehnologi medis dan keperawatan
memungkinkan situasi rumah sakit dapat dilakukan di rumah.
Disamping itu pelayanan ini akan memberikan efisiensi biaya
pengobatan dan perawatan di rumah sakit.
b. Pemberi Perawatan Kesehatan Rumah
1) Perawat
Pelayanan kesehatan rumah dilakukan terhadap klien
sesuai dengan kebutuhannya oleh perawat professional yang
sudah dan masih terdaftar memiliki izin praktek dengan
kemampuan keterampilan asuhan keperawatan klien di rumah.
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1239/Menkes/SK/XI/2001
tentang registrasi dan praktik perawat bahwa: Praktik
keperawatan merupakan tindakan asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat secara mandiri dan professional melalui
kerjasama bersifat kolaboratif dengan klien dan tenaga
kesehatan lainnya sesuai ruang lingkup wewenang dan
tanggung jawab. Lingkup kewenangan perawat dalam
praktik keperawatan professional terhadap klien individu,
keluarga, kelompok khusus dan masyarakat dalam rentang
sehat-sakit sepanjang daur kehidupan.
43
Asuhan keperawatan diberikan dengan menggunakan
proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan tindakan
keperawatan, dan evaluasi keperawatan yang dapat
diterapka pada asuhan keperawatan gerontik pada klien usia
60 tahun keatas yang mengalami proses penuaan dan masalahnya
baik ditatanan pelayanan kesehatan maupun di wilayah binaan
di masyarakat (asuhan keperawatan komunitas pada
kelompok khusus). Dalam perawatan kesehatan di rumah,
perawat akan melakukan kunjungan rumah (home visite) dan
melakukan catatan perubahan dan evaluasi terhadap
perkembangan kesehatan klien. Peran perawat dalam
perawatan kesehatan rumah berupa koordinasi dan pemberi
asuhan keperawatan
a) koordinator,
b) pemberi pelayanan kesehatan dimana perawat memberikan
perawatan langsung kepada klien dan keluarganya,
c) (3) pendidik, perawat mengadakan penyuluhan kesehatan
dan mengajarkan caraperawatan secara mandiri
d) pengelola, perawat mengelola pelayanan
kesehatan/keperawatan klien
e) sebagai konselor, dengan memberikan konseling/bimbingan
kepada klien dan keluarga berkaitan dengan masalah kesehatan
klien
f) advocate (pembela klien) yang melindunginya dalam pelayanan
keperawatan, dan
g) sebagai peneliti untuk mengembangkan pelayanan
keperawatan.
44
kewenangan perawat, berupa pengobatan dan tindak lanjut
perawatan klien ataupun melakukan rujukan kepada profesi lain.
2) Dokter
Program perawatan rumah umumnya berada dibawah
pengawasan seorang dokter untuk memastikan masalah kesehatan
klien. Dokter berperan dalam memberikan informasi tentang
diagnosa medis klien, test-diagnostik, rencana pengobatan dan
perawatan rumah, penentuan keterbatasan kemampuan, upaya
perawatan, pencegahan, lama perawatan, terapi fisik, dll. Bila
diperlukan dilakukan kolaborasi dengan perawat, dimana perawat
yang melakukan kunjungan rumah harus mendapat izin dan
keterangan dari dokter yang bersangkutan sebagai
penanggungjawab terapi program. Program perawatan di rumah
harus dilakukan follow up oleh dokter tersebut minimal setelah 60
hari kerja, sehingga dapat disepakati apakah program dilanjutkan /
tidak.
3) Speech Therapist
Merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan bagi klien
dengan gangguan atau kesulitan dalam berbicara dan
berkomunikasi, dengan tujuan untuk membantu klien agar dapat
mengoptimalkan fungsi-fungsi otot bicara agar memiliki
kemampuan dalam berkomunkasi melalui latihan berbicara.
4) Fisioterapist
Program yang dilakukan adalah tindakan berfokus pada
pemeliharaan, pencegahan, dan pemulihan kondisi klien di rumah.
Aktivitas perawatan kesehatan rumah yang dilakukan adalah
melakukan latihan penguatan otot ekstremitas, pemulihan mobilitas
fisik, latihan berjalan, aktif-pasif, atau tindakan terapi postural
drainase klien COPD. Latihan lain berhubungan dengan
penggunaan alat kesehatan tertentu, seperti; pemijatan, stimulasi
45
listrik saraf, terapi panas, air, dan penggunaan sinar ultraviolet.
Dalam hal ini ahli fisioterapist juga mempunyai kewajiban untuk
mengajarkan klien atau keluarganya tentang langkah-langkah
dalam latihan program yang diberikan.
5) Pekerja Sosial Medis
Pekerja sosial medis yang sudah mendapatkan
training/pelatihan dapat diperbantukan dalam perawatan klien dan
keluarganya untuk jangka waktu yang panjang, khususnya pada
klien dengan penyakit kronis (long term care). Pekerja sosial
sangat berguna pada masa transisi dari peran perawatan medis atau
perawat kepada klien/keluarga.
46
BAB VIII
47
C. Masalah-Masalah yang berhubungan dengan Pasien Safety di Rumah
Menurut Rice R (2001) jenis kasus yang dapat dilayani pada perawatan
kesehatan di rumah meliputi kasus-kasus yang umum pasca perawatan di
rumah sakit dan kasus-kasus khusus yang di jumpai di komunitas.
1) Kasus umum yang merupakan pasca perawatan di rumah sakit
adalah:
a. Klien dengan penyakit obstruktif paru kronis,
b. Klien dengan penyakit gagal jantung,
c. Klien dengan gangguan oksigenasi,
d. Klien dengan perlukaan kronis,
e. Klien dengan diabetes,
f. Klien dengan gangguan fungsi perkemihan,
g. Klien dengan kondisi pemulihan kesehatan atau rehabilitasi,
h. Klien dengan terapi cairan infus di rumah,
i. Klien dengan gangguan fungsi persyarafan,
j. Klien dengan HIV/AIDS.
2) Sedangkan kasus dengan kondisi khusus, meliputi :
a. Klien dengan post partum,
b. Klien dengan gangguan kesehatan mental,
c. Klien dengan kondisi usia lanjut,
d. Klien dengan kondisi terminal.
48
Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang
fokusnya pada promosi dan prevensi. Pelayanannya
mencakup mempersiapkan seorang ibu bagaimana merawat
bayinya setelah melahirkan, pemeriksaan berkala tumbuh
kembang anak, mengajarkan lansia beradaptasi terhadap
proses menua, serta tentag diet mereka.
c. Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan
pada penyakit-penyakit terminal misalnya kanker, penyakit-
penyakit kronis seperti diabetes, stroke, hipertensi, masalah-
masalah kejiwaan dan asuhan paa anak.
Home Care (HC) Berbasis Rumah Sakit (Hospital Home Care)
Merupakan perawatan lanjutan pada klien yang telah dirawat dirumah
sakit, karena masih memerlukan bantuan layanan keperawatan, maka
dilanjutkan dirumah. Alasan munculnya jenis program ini selain apa yang
telah dikemukakan dalam alasan Home Care (HC) diatas, adalah :
- Ambulasi dini dengan resiko memendeknya hari rawat,
sehingga kesempatan untuk melakukan pendidikan
kesehatan sangat kurang (misalnya ibu post partum normal
hanya dirawat 1-3 hari, sehingga untuk mengajarkan
bagaimana cara menyusui yang baik, cara merawat tali
pusat bayi, memandikan bayi, merawat luka perineum ibu,
senam post partum, dll) belum dilaksanakan secara
optimum sehingga kemandirian ibu masih kurang.
- Menghindari resiko infeksi nosokomial yang dapat terjadi
pada klien yang dirawat dirumah sakit.
- Makin banyaknya penyakit kronis, yang bila dirawat di RS
tentu memerlukan biaya yang besar
- Perlunya kesinambungan perawatan klien dari rumah sakit
ke rumah, sehingga akan meningkatkan kepuasan klien
maupun perawat. Hasil penelitian dari “Suharyati” staf
dosen keperawatan komunitas PSIK Univ. Padjajaran
Bandung di RSHS Bandung menunjukkan bahwa konsumen
RSHS cenderung menerima program HHC (Hospital Home
Care) dengan alasan ; lebih nyaman, tidak merepotkan,
49
menghemat waktu & biaya serta lebih mempercepat tali
kekeluargaan (Suharyati, 1998)
50
BAB IX
51
dan klasifikasi ulkus diabetes yang menyeluruh dan sistematik
dapat membantu memberikan arahan perawatan yang adekuat.
.(Hariani & David, 2015).
b. Luka Kanker
Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan
dengan kanker stadium lanjut. Hoplamazian 2006 dalam Wijaya
2016, menyebutkan definisi luka kanker sebagai kerusakan
integritas kulit yang disebabkan infiltrasi sel kanker. Infiltrasi sel
kanker juga akan merusak pembuluh darah dan membunuh lymph
yang terdapat di kulit (Dudut Tanjung, 2007). Luka kanker
merupakan infiltrasi sel tumor yang merusak lapisan epidermis dan
dermis yang disebabkan oleh deposisi dan atau proliferasi sel ganas
dengan bentuk menonjol atau tidak beraturan, biasanya seringkali
muncul berupa benjolan yang keras, bentuknya menyerupai jamur,
mudah terinfeksi, mudah berdarah, nyeri, mengeluarkan cairan
yang berbau tidak sedap dan sulit sembuh (Gitaraja, 2004 dalam
Wijaya, 2016). Luka kanker dikatakan sebagai luka kronis dilihat
dari karakteristiknya yaitu sulit sembuh, sangat menyakitkan, tidak
sedap dipandang, bau/malodor, dan sangat banyak memproduksi
eksudat (Dennis et all. 2010; dalam Astriana, 2013).
52
eksudat yang banyak hingga sangat banyak. Perlu dipahami bahwa
jaringan nekrosis mana pun (hitam atau kuning) belum tentu
mengalami infeksi sehingga penting bagi klinisi luka untuk
melakukan pengkajian yang tepat. Pada beberapa kasus, kita akan
menemukan bentuk slough yang keras yang disebabkan oleh
balutan yang tidak lembab. (Puspita, 2013).
c. Merah (red). Warna dasar luka merah artinya jaringan granulasi
dengan vaskulerisasi yang baik dan memiliki kecendrungan mudah
berdarah. Warna dasar merah menjadi tujuan klinisi dalam
perawatan luka hingga hingga luka dapat menutup. Hati yang tidak
cerah atau berwarna pucat karena kemungkinan ada lapisan biofilm
yang menutupi jaringan granulasi.
d. Pink. Warna dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah
menutup, namun biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap
dilundungi selama proses maturasi terjadi. Memberikan
kelembapan pada jaringan epitel dapat membantu agar tidak timbul
luka baru. (Puspita,2013)
53
TIME. T tissue management (manajemen jaringan), I infection or
inflammation control (pengendalian infeksi), M moisture balance
(keseimbangan kelembaban), dan E edge of wound (pinggiran luka
untuk mendukung proses epitelisasi).
1) Tissue Management (manajemen jaringan) Menurut David et.all
2012 dan Arisanty 2013. TIME yang pertama adalah Tissue
Management, yaitu manajemen jaringan pada dasar luka. Tindakan
utama manajemen jaringan adalah melakukan debdridemang
(debridement) yang dimulai dari mengkaji dasar luka sehingga
dapat dipilih jenis jenis debridemang yang akan dilakukan.
Debridemang adalah kegiatan mengangkat atau menghilangkan
jaringan mati (devaskulerisasi), jaringan terinfeksi, dan benda asing
dari dasar luka sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan
vaskularisasi baik. Untuk mendapatkan dasar luka yang baik (tidak
ada jaringan yang mati dan benda asing), diperlukan tindakan
debridemang secara berkelanjutan. Kaji luka, lingkungan, dan
faktor sistemik pasien sebelum melakukan debridemang, tentukan
pencapaian hasil, dan pilih jenis debridemang yang cocok untuk
pasien tersebut. Penganggkatan jaringan mati (manajemen T)
memerlukan waktu tambahan dalam penyembuhan luka. Waktu
efektif dalam pengangkatan jaringan mati yaitu sekitar dua minggu
(14 hari) dan tentunya tanpa faktor penyulit yang berarti, misalnya
GDS terkontrol, penyumbatan atau gangguan pembuluh darah
teratasi , mobilisasi baik,dll. Jika kondisi sistemik pasien tidak
mendukung, persiapan dasar luka akan memanjang hingga 4-6
minggu. (Arisanty , 2013)
2) Infection-Inflamation Control (Manajemen Infeksi dan
Inflamsi) TIME yang kedua adalah nfektion-inflammation
control,yaitu kegiatan mengatasi perkembangan jumlah kuman
pada luka. Semua luka adalah luka yang terkontaminasi,
namuntidak selalu ada infeksi (Smith, 2014). Infeksi adalah
pertumbuhan organisme dalam luka yang ditandai dengan reaksi
jaringan lokal dan sistemik. Sebelum terjadi infeksi, ada proses
perkembangbiakan kuman mulai dari kontaminasi, kolonisasi,
kolonisasi kritis, kemudian infeksi (Schultz et al.,2003 dalam
Arisanty 2013). Luka dikatan infeksi jika ada tanda
inflamasi/infeksi, eksudat purulen, bertambah, dan berbau, luka
meluas/ break down, dan pemeriksaan penunjang diagnostik
menunjukan leukosit dan makrofag meningkat, kultur eksudat
menunjukan bakteri >106/g jaringan.
54
c. Moisture Balance Managemen (Manajemen pengaturan
kelembapan luka) Winter (2013) menemukan evolusi kelembapan
pada penyembuhan luka (moist wond healing). Falanga (2003)
mengemukakan bahwa cairan yang berlebihan pada luka kronis
dapat menyebabkan gangguan kegiatan sel mediator seperti growth
factor pada jaringan. Banyaknya cairan luka (eksudat) pada luka
kronis dapat menimbulkan maserasi dan perlukaan baru pada
daerah sekitar luka sehingga konsep kelembapan yang
dikembangkan adalah keseimbangan kelembapan pada luka.
Tujuan manajemennya adalah melindungi kulit sekitar luka,
menyerap eksudat, mempertahankan kelembapan, dan mendukung
penyembuhan luka dengan menentukan jenis dan fungsi balutan
yang akan digunakan. Luka kering atau luka tanpa eksudat hingga
luka eksudat minimal harus dibuat lembab dengan memberikan
balutan yang berfungsi memberikan hidrasi dan kelembapan pada
luka, seperti hydrogel, hydrocolloid, interactive wet dressing, dan
salep herbal TTO. Luka dengan eksudat minimal hingga sedang
masih memerlukan balutan yang memberikan hidrasi. Untuk
kelembapan yang seimbang , kombinasikan dengan balutan yang
dapat menyerap cairan minimal hingga sedang, seperti cacium
alginate. Untuk luka dengan eksudat sedang hingga banyak, tidak
dianjurkan lagi menggunakan balutan yang memberikan hidrasi
karena akan mengakibatkan luka terlalu lembap. Penggunaan
balutan yang berbahan dasar minyak masih memungkinkan dengan
tujuan tertentu dan balutan ini digunakan secukupnya saja. Sebagai
balutan yang dapat mempertahankan kelembapan, diperlukan
balutan yang menyerap cairan lebih banyak lagi seperti
foam,hydrofiber, dll. Tujuan perawatan luka dengan eksudat
banyak hingga sangat banyak adalah menampung cairan yang
keluar sehingga tidak membuat luka baru di kulit yang sehat.
Eksudat cairan yang sangat korosif terhadap kulit yang sehat dapat
ditampung dengan menggunakan balutan yang dapat menyerap
banyak eksudat, atau bahkan menggunakan kantong stoma dan
parcel dressing.
d. Epitelization Advancement Management ( Manajemen Tepi
Luka) Proses penutupan luka yang dimulai dari tepi luka disebut
proses epitelisasi. Proses penutupan luka terjadi pada fase
poliferasi. Epitel (tepi luka) sangat penting diperhatikan sehingga
proses epitelisasi dapat berlangsung secara efektif. Tepi luka yang
siap melakukan proses penutupan (epitelisasi) adalah tepi luka
55
yang halus, bersih, tipis, menyatu dengan dasar luk, dan lunak.
Tepi luka yang kasar disebabkan oleh pencucian yang kurang
bersih atau lemak yang dihasilkan oleh tubuh menumpuk dan
mengeras di tepi luka. Tepi luka yang tebal disebabkan oleh proses
epitelisasi yang tidak mau maju (tetap ditempat) sehingga epitel
menumpuk di tepi luka dan menebal. Dasar luka yang belum
menyatu dengan tepi luka disebabkan oleh adanya kedalaman,
undermining, atau jaringan mati. Jika di tepi luka masih ada
jaringan mati (nekrosis) jaringan tersebut harus diangkat. Jika ada
kedalaman dan undermining, proses granulasi harus dirangsang
dengan dengan menciptakan kondisi yang sangat lembap
(hipermoist) yang seimbang. Jika tinggi luka dengan tepi luka sama
(menyatu), proses epitelisasi dapat terjadi dengan baik dan rata.
Jika dasar luka belum menyatu dengan tepi luka, namun proses
epitelisasi telah terjadi, hal ini dapat menyebabkan luka sembuh
dengan permukaan yang tidak rata. Tepi luka juga harus lunak, jika
tidak , epitel akan mengalami kesulitan menyebrang karena tepi
luka yang keras (frozen). Cara epektif untuk melunakannnya
adalah menggunakan minyak dan melakukan masase (pijat) dengan
lembut.
56
yang menggambarkan status luka tekan pasien (Daniela Fernanda.
Et.al., 2015). Adapun format pengisian penilaian luka “Bates –Jensen”
adalah sebagai berikut (Mustiah dan Daniela et,all, 2015).
C. Perawatan pada pasien penyakit pernafasan kronis
1. Definisi penyakit kronis
Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang
berkembang atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama,
yakni lebih dari enam bulan. Orang yang menderita penyakit kronis
cenderung memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan cenderung
mengembangkan perasaan hopelessness dan helplessness karena
berbagai macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari
penyakit kronis (Sarafino, 2006). Rasa sakit yang diderita akan
mengganggu aktivitasnya sehari-hari, tujuan dalam hidup, dan kualitas
tidurnya (Affleck et al. dalam Sarafino, 2006).
2. Kategori Penyakit Kronis
Menurut Christensen et al. (2006) ada beberapa kategori penyakit
kronis, yaitu seperti di bawah ini.
a. Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan
beradaptasi dan mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup dan
biasanya tidak mengalami kehidupan yang mengancam. Penyakit
yang termasuk dalam kategori ini adalah diabetes, asma, arthritis,
dan epilepsi.
b. Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas kehidupan individu
terancam dan individu yang menderita penyakit ini hanya bisa
merasakan gejala-gejala penyakit dan ancaman kematian. Penyakit
dalam kategori ini adalah kanker dan penyakit kardiovaskuler.
c. At risk illnesses. Kategori penyakit ini sangat berbeda dari dua
kategori sebelumnya. Pada kategori ini tidak ditekankan pada
penyakitnya, tetapi pada risiko penyakitnya. Penyakit yang
termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi dan penyakit yang
berhubungan dengan hereditas.
57
kebutuhannya untuk memepertahankan hidupnya, kesehatannya, dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya. Kemampuan
untuk melakukan perawatan diri meliputi kemampuan fungsional
klien, baik di lingkungan rumah mereka maupun dalam pelayanan
kesehatan, meliputi aktivitas makan, mandi, berpakaian, perawatan
diri, dan berdandan (Potter & Perry, 2006).
a. Tujuan Perawatan Diri
Tujuan Perawatan Diri Tujuan perawatan diri adalah untuk
mempertahankan perawatan diri, baik secara sendiri maupun
dengan menggunakan bantuan, dapat melatih hidup sehat atau
bersih dengan cara memperbaiki gambaran atau persepsi terhadap
kesehatan dan kebersihan, serta menciptakan penampilan yang
sesuai dengan kebutuhan kesehatan. Pasien penyakit kronis perlu
merasa nyaman dan melakukan relaksasi untuk menghilangkan
kelelahan serta mencegah infeksi, mencegah gangguan sirkulasi
darah, dan mempertahankan integritas jaringan (Hidayat, 2006).
1) Memberikan terapi oksigen
Belum ada pengobatan yang tepat untuk menyembuhkan
penyakit PPOK. Namun, kamu bisa mengurangi dampak dan
komplikasinya dengan melakukan perawatan terapi oksigen.
Adanya tambahan pasokan oksigen ke saluran napas membantu
meringankan kesulitan bernapas yang kamu alami. Terapi ini
juga memungkinkan kamu untuk mendapatkan istirahat malam
yang lebih baik. Manfaat lain dari terapi oksigen, seperti:
a. Meningkatkan energi dan kemampuan untuk berolahraga.
b. Membantu agar lebih fokus dan meningkatkan suasana hati.
c. Meminimalkan terjadinya komplikasi gagal jantung, ketika
jantung tidak bisa memompa cukup banyak darah ke tubuh.
4. Manajemen Nutrisi
Manajemen nutrisi adalah intervensi pengaturan diet yang adekuat
untuk mengurangi gejala penyakit, meningkatkan kenyamanan,
mencegah atau sebagai terapi malnutrisi. Manajemen nutrisi
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kealitas hidup
dengan cara mengurangi gajala penyakit sehingga dapat
memaksimalkan kesehatan individu (Aziz, 2008).
5. Manajemen Stres
Secara umum, manajemen stres mencakup kebiasaan promosi
kesehatan yang dapat mengurangi dampak stres pada kesehatan fisik
dan mental. Teknik ini sering menjadi pendekatan yang masuk akal
yang memberi dasarkan untuk hidup dalam situasi stres rendah. Teknik
58
yang umum dilakukan untuk manajemen stress, antara lain olah raga
teratur, humor, diet dan nutrisi yang baik, istirahat yang cukup, dan
teknik relaksasi (Potter & Perry, 2006).
59
BAB X
Penurunan kesadaran
Membutuhkan perawatan khusus yang tergantung kepada
bantuan orang lain atau memerlukan peralatan khusus
Ancaman terhadap dirinya atau orang lain, oleh dirinya
sendiri atau orang lain
60
Sebagai anggota keluarga perlu memberikan ketenangan kepada
ODHA dan anggota keluarga lainnya untuk menjaga agar tidak terjadi
kepanikan dan kekhawatiranyang berlebihan. Beberapa cara bisa
dilakukan antara lain:
Sampaikan bahwa ODHA ada dapat obat ARV yang disediakan oleh
pemerintah secara Cuma-Cuma dilayanan kesehatan yang telah
menyediakan layanan perawatan, pengobatan dan dukungan.
Sampaikan informasi yang benar berkaitan dengan HIV agar ODHA dan
keluarga tidak panic dan dapat menerima kondisinya dengan lebih baik
Tunjukkan dukungan moral dan spiritual kepada ODHA dan anggota
keluarga lainnya.
61
aka nada efek sampingnya, namun pada setiap orang tingkatan dan gejala efek
samping dapat berbeda-beda.
62
Bantu ODHA dapat tidur dengan baik dengan menciptakan
lingkungan yang tenang sehingga ODHA bisa tidur nyenyak.
1. Luka baring
Luka baring atau lecet di kulit lainnya dapat menjadi maslaah yang
parah bagi ODHA. Disamping sering mengubah posisi tubuhnya ditempat
tidur, untuk membantu tetap sehat, tempatkan bahan yang lembut dibawah
ODHA. Juga, jaga sprei agar tetap kering dan tidak kusut, dan pijat
punggung dan bagian lainnya (seperti pinggul, siku, dan pergelangan kaki)
yang menekan pada tempat tidur.
2. Olahraga
Bahkan di tempat tidur, ODHA dapat melakukan olahraga tangan,
lengan dan kaki yang sederhana. Biasanya disebut sebagai olahraga
63
‘‘latihan peregrakan’’. Olahraga ini membantu mencegah persendian
menjadi kaku, sakit sendi dan memperlancar peredaran darah.
3. Pernafasan
Jika ODHA mempunyai masalah pernafasan, mendudukan ODHA
data membantu. Angkatlah kepala tempat tidur seperti di rumah sakit atau
pakai bantal tambahan atau penahan punggung lembut lain.
4. Kenyamanan
Menggosok punggung dnegan baik akan membantu ODHA merasa
santai dan membantu peredaran darah tetap lancar. Taruhlah buku, remote
control untuk TV atau radio, air, serbet, dan bel untuk memanggil bantuan
di tempat yang mudah dijangkau. Jika ODHA tidak dapat bangun,
taruhlah pispot di tempat yang mudah dijangkau.
B. Memberikan Dukungan Emosional Bagi ODHA
Ikut sertakan ODHA sebagai anggota aktif dalam tim perawatan. Jangan
lakukan segalanya untuk dia atau mennetukan semua keputusannya.
Menjadi pendengar yang baik
Ajaklah ODHA membantu pekerjaan di rumah jika bisa.
Libatkan ODHA dalam urusan rumah tangga. Ajaklah ODHA dalam
pembicaraan sehari-hari mengenai buku, program televise, music, apa
yang terjadi di dunia, dan sebagainya.
Bicaralah tentang segala hal. Kadang-kadang perlu berbicara tentang
AIDS atau berbicara mengenai perasaannya sendiri sebagai suatu cara
untuk mengatakan apa yang dipikirkannya. AIDS dapat membuat orang
marah, putus asa, depresi, takut dan kesepian seperti penyakit serius
lainnya.
64
C. Melindungi ODHA Terhadap Infeksi
ODHA dapat menjadi sangat sakit akibat kuman dan infeksi biasa.
Memeluk, berpegangan-tangan, memijat dan berbagai cara bersentuhan
lain, aman untuk kita dan dibutuhkan Odha. Tetapi kita harus berhati-hati
agar tidak menularkan kuman yang dapat menyakiti orang yang kita rawat.
1. Cuci Tangan
Mencuci tangan adalah satu-satunya cara terbaik untuk membunuh
kuman. Cuci tangan setelah memakai kamar kecil dan sebelum
menyediakan makanan. Cuci lagi tangan sebelum dan setelah
menyuapinya, memandikannya, membantunya memakai kamar kecil, atau
melakukan perawatan lain. Cuci tangan jika bersin atau batuk; menyentuh
hidung, mulut, atau alat kelamin; menangani sampah atau kotoran hewan;
atau membersihkan rumah. Jika kita menyentuh darah, air mani, air seni,
cairan vagina, atau kotoran siapa saja, segera cuci tangan
2. Menutup Luka
Jika kita tersayat atau luka, khususnya di tangan, kita harus lebih
berhati-hati agar tidak menulari Odha atau kita sendiri. Jika kita
mengalami luka di dekat mulut, lepuh demam, atau infeksi kulit lain,
jangan menyentuh Odha atau benda-benda miliknya. Jika tangan kita
mengalami ruam atau luka, pakailah sarung tangan sekali pakai.
3. Jauhkan Orang yang Sakit
Jika kita atau orang lain sakit, menjauhlah dari Odha hingga kita
sehat. Odha sering tidak dapat melawan selesma, flu atau penyakit umum
lain. Jika kita sakit dan tidak ada orang lain yang dapat melakukan apa
yang perlu dilakukan untuk Odha, pakailah masker medis yang pas
menutupi mulut dan hidung, serta cuci tangan sebelum mendekati Odha.
4. Perlengkapan Pribadi
65
Odha sebaiknya tidak memakai perlengkapan pribadi bergantian;
ini termasuk pisau cukur, sikat gigi, jepitan, gunting kuku atau kutikel,
anting atau perhiasan “tajam” lainnya, atau perlengkapan pribadi lain yang
dapat terkena darah.
D. Manifestasi Klinis Penyakit Jantung
66
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas
dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60%
pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi.
2. Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika
terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus
menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter.
3. Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama
pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.
Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan
sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis.
4. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2)
dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah
perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan
kualitas hidup.
5. Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal
jantung berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan
prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6
bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil
sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan
sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-
hati.
6. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal
jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang
sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah.
b. Tata Laksana Farmakologi
67
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan
perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam
tata laksana penyakit jantung.
1. Analgetik untuk penghilang rasa nyeri
2. Beta bloker (seperti bisoprolol, atenolol, metopropol, propanolol)
adalah golongan obat yang digunakan untuk menangani beragam
kondisi pada jantung.
3. ACE inhibitor (seperti captopril dan ramipril) berfungsi
menghambat tubuh menghasilkan angiotensin sehingga
menurunkan tekanan darah.
4. Angiotensin II receptor blocker (seperti losartan) bekerja dengan
menghambat efek angiotensin sehingga menurunkan tekanan
darah.
5. Antikoagulan (seperti heparin dan wafarin) berfungsi mencegah
gumpalan darah dengan menghambat kerja faktor pembekuan
darah.
6. Antiplatelet (seperti aspirin dan clopidrogel) sama halnya dengan
anikoagulan, berfungsi untuk mencegah terbentuknya gumpalan
darah dengan cara berbeda.
7. Penurun kolestrerol (seperti atorvastatin) berfungsi meningkatkan
kadar kolesterol baik HDL dan menurunkan kadar kolestrol jahat
LDL.
8. Terapi simptomatik lainnya
68