Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan


yang menarik untuk di bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi
pada setiap orang. Secara teori hukum internasional mengacu pada peraturan-
peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan Negara-negara dan kesatuan lain
yang pada suatu saat akan diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti
misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan yang
lainnya. Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan
lahir karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian
dunia. Suatu sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah”
dan negara lain sebagai “tidak bersalah” dan partisiapasi utama dari sistem hukum
internasional yaitu negara-negara yang semuanya diperlakukan sebagai pemilik
kedaulatan yang sama.1 Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara
tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa
di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa.
Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam,
kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum
internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya. Seiring
perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak pergaulan
internasional makin meningkat menjelang abad 19 hukum internasional telah menjadi
suatu sistem universil dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak
ada tandingannya. Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang
cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini
ditujukan untuk menciptakan
1

Rebecca M.M Wallace. Hukum Internasional Pengantar untuk Mahasiswa (Semarang:IKIP


Semarang Press.1986) hlm.4

1
hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan
keamanan internasional. Hal itulah yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana
peranan yang seharusnya dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan
keadilan demi tercapainya perdamaian dunia.

2. Rumusan Masalah Adapun inti dari permasalahan yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah: a. Apa itu hukum internasional? b. Bagaimana perkembangan hukum
internasional saat ini? c. Bagaimana peran hukum internasional terhadap perdamaian
dunia?

3. Metode Penulisan Metode yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode
penulisan referensi dan pembahasan. Yang mana penulis menggunakan banyak literature
dalam penulisan makalah ini, seperti buku-buku, internet, dan sumber-sumber lain.
Dalam penulisan makalah ini penulis juga melakukan pembahasan mengenai apa-apa saja
yang perlu di ambil dan di jadikan referensi. Dalam pembahasan penulis menyaring
semua informasi yang ada dan merangkumnya menjadi sebuah makalah yang utuh dan
lengkap. Metode penulisan yang penulis gunakan ini memiliki kelebihan dari metode-
metode yang lain karena selain sederhana, metode ini juga paling mudah untuk di
mengerti dan diolah karena sumbernya berasal dari buku-buku. 4. Tujuan dan Manfaat
4.1 Tujuan Tujuan disusunya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah “Sistem Hukum Indonesia” yang diberikan kepada Penulis serta agar mahasiswa
sebagai generasi penerus bangsa dapat melihat bagaimana kenyataan dari penegakan
hukum internasional pada saat ini.

2
4.2 Manfaat Sedangkan manfaat dari makalah ini diharapkan : 1. Memberikan suatu
gambaran mengenai konsep dasar hukum internasional dan peran-peran yang terdapat
didalamnya, 2. Memberi gambaran bagaimana hukum internasional sekarang ini, 3.
Menaruh minat dan mendorong pembaca terutama mahasiswa untuk meningkatkan pemahaman
dan wawasan terhadap hukum internasional.

3
BAB II PEMBAHASAN

1. Hakikat Hukum Internasional Pada umumnya hukum internasional diartikan sebagai


himpunan peraturan-peraturan dan ketetntuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur
hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan
masyarakat internasional. Definisi hukum internasional yang diberikan oleh para
pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu seperti oppenheim dan brierly, terbatas
pada negara sebagi satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek hukum
lainnya. Namun dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh
kedua abad 20 dan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini
kemudian meluas organisasi sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan
dan perilaku

internasional,

kelompok-kelompok

supranasional,

gerakan-pembebasan

pembebasan nasional. Bahkan, dalam hal tertentu, hukum internasional juga


diberlakukan terhadap individu-individu dalam hubungannya dengan negara-negara.
Sedangkan menurut pendapat Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H. Hukum

Internasional adalah keseluruhan kaidah – kaidah dan asas – asas hukum dan mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas – batas negara yaitu hubungan
internasional yang tidak bersifat perdata. Selain itu hukum Internasional dapat
didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa
dirinya terikat untuk menaati dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam
hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan meliputi juga: a. Kaidah-kaidah hukum
yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi
internasional, hubungan-hubungan antara mereka satu sama lain, dan hubungan mereka
dengan negara-negara dan individu-individu,
4
b. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan
badanbadan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara
tersebut penting bagi masyarakat internasional. 2 Berdasarkan beberapa pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa hukum internasional adalah bagian hukum yang
mengatur aktivitas entitas berskala internasional atau merupakan keseluruhan kaedah
dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara
negara dengan Negara serta negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek
hukum bukan negara satu sama lain.3 2. Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada
zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius
Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi
masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang
diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi. Dalam
perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal
juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga
dikenal sebagai Law of Nations (Inggris). Sesungguhnya, hukum internasional modern
mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian
Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak
saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan
atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi
semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan
kaidahkaidah hukum internasional.

J.G Starke. Pengantar Hukum Internasional. (Jakarta:Sinar Grafika.2006), hlm.3


http://www.belbuk.com/hukum-internasional-pengertian-peranan-dan-fungsi-dalam-era-
dinamika-global-p-9229.html

5
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya
tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan
Naturalis dan golongan Positivis. Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum
dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari
prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat
ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis
mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan.
Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de
Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis. Sementara itu, menurut golongan
Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang
dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum
internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam
perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang
dinyatakan oleh JeanJacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est
l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak
bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van
Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel Pada abad 19, hukum
internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktor-faktor penunjang,
antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk
selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama
lain, (2). Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang
perang, netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-
perundingan multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru. Di
abad 20, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena
dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya negara-negara baru yang
lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara, (2).
Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya
ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang,
(3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat
bilateral, regional maupun bersifat global, (4). Bermunculannya

6
organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan
berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang. Hukum
internasional telah merupakan satu perluasan yang tidak ada tandingannya. 3.
Sumber-sumber Hukum Internasional Pada dasarnya, sumber hukum terbagi menjadi dua,
yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber
hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang
menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri. Sumber hukum dalam arti formal
adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri.
Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau
wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu. Sumber
hukum internasional dapat diartikan sebagai: a. Dasar kekuatan mengikatnya hukum
internasional; b. Metode penciptaan hukum internasional; c. Tempat diketemukannya
ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan
konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14) Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah
Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam
mengadili perkara, adalah: a. Perjanjian internasional (international conventions),
baik yang bersifat umum, maupun khusus; b. Kebiasaan internasional (international
custom); c. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh
negara-negara beradab;

7
d. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah
diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.
(Phartiana, 2003; 197)

4. Peranan Hukum Internasional terhadap ketertiban Dunia Pada dasarnya peran hukum
internasional lebih banyak tertuju pada cara-cara untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang terjadi dalam ruang lingkup internasional. Hubunganhubungan
internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik.
Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat
bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara
dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll.
Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan, yang
tidak kecil dalam penyelesaiannya. Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah
menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad
ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara
yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional. Dewasa
ini ada beberapa peran yang hukum internasional dapat mainkan dalam menyelesaikan
sengketa: 1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan
antar negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan
tidak mengharapkan adanya persengketaan; 2. Hukum internasional memberikan aturan-
aturan pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3. Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak
tentang caracara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan
sengketanya; dan 4. Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara
penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar
negara dengan subyek hukum internasional lainnya. Hukum internasional tidak
menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
8
Perang telah digunakan negara-negara untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman mereka
mengenai aturan-aturan hukum internasional. Perang bahkan telah telah pula
dijadikan sebagai salah satu wujud dari tindakan negara yang berdaulat. Bahkan para
sarjana masih menyadari adanya praktek negara yang masih menggunakan kekerasan atau
perang untuk menyelesaikan sengketa dewasa ini. Sebaliknya, cara damai belum
dipandang sebagai aturan yang dipatuhi dalam kehidupan atau hubungan antar negara.
Pada umumnya metode penyelesaian sengketa internasional digolongkan dalam dua
kategori yaitu : 4. 1. a. Cara-cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara
Damai atau Bersahabat. Negoisasi Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang
paling dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat manusia. Penyelesaian melalui
negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap
hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik.
Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur
penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada kesepakatan
atau konsensus para pihak Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran-saluran
diplomatik pada konperensikonperensi internasional atau dalam suatu lembaga atau
organisasi internasional. b. Pencarian Fakta (fact finding) Metode penyelesaian
sengketa ini digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan cara
mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-
bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan permasalahan. Tujuan dari
pencari fakta (Fact Finding) yang paling utama adalah memberikan laporan kepada
para pihak mengenai fakta yang ada. Sedangkan tujuan lain dari penyelesaian
sengketa internasional dengan cara pencari fakta yaitu : 1) Membetuk suatu dasar
bagi penyelesaian semgketa antar dua negara 2) Mengawasi pelaksanaan suatu
perjanijian internasional. 3) Memberikan informasi guna membuat putusan ditingkat
internasional
9
Dasar hukum yang dipakai dalam fact finding adalah pasal 9 sampaim dengan 36 haque
convention on the pacific settlement of disputes tahun 1899 dan 1907.. c. Good
Offices (Jasa-jasa Baik) Jasa-jasa baik adalah suatu cara penyelesaian sengketa
melalui pihak bantuan pihak yang ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak
menyelesaikan sengketanya dengan negoisasi. Fungsi dari jasa-jasa baik yang paling
utama adalah memperemukan para pihak agar mereka mau bertemu, duduk bersama dan
bernegoisasi atau dikenal dengan nama fasilisator. Keikut sertaan pihak ketiga
dalam penyelesaian sengketa dapat dua macam yaitu atas permintaan para pihak atau
inisiatif pihak ketiga sendiri yang menawarkan jasa-jasa baiknya guna
menyelesaiakan sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat mutlak yang harus ada adalah
kesepakatan para pihak. d. Mediasi Yang menjadi pihak ketiga ini organisasi
internasional, negara ataupun individu. Pihak ketiga ini dalam sengketa ini
dinamakan mediator. Biasanya ia dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral
berupa mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa Fungsi
utamanya adalah mencari solusi (penyelesaian) mengidentifikasi, hal-hal yang dapat
disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa,
informal, dan bersifat aktif. Dalam proses negoisasi sesuai dengan pasal 3 dan 4
haque convention on the pacific settlement of disputes (1907) yang menyatakan bahwa
usulan-usulan yang diberikan mediator janganlah dianggap sebagai suatu tindakan
yang bersahabat terhadap suatu pihak (yang merasa merugikan). e. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal
dibandingkan mediasi. Biasanya konsiliasi ini berbentuk badan konsiliasi yang
dibentuk oleh para pihak melalui perjanjian. Komisi ini berfungsi untuk menetapkan
persyaratan-persyaratan penyelesaian

10
yang diterima oleh para pihak, sehingga lebih formal atau luas karena ada aturan
dan ada lembaga atau lembaganya. . Para pihak mendengarkan keterangan lisan para
pihak dan dapat diwakkili oleh kuasanya. Hasil fakta-fakta yang diperoleh
konsilator (sebutan dari konsiliasi) menyerahkan laporannya kepada para pihak
dengan kesimpulan dan usulan-usulannya, dan putusannya tidak mengikat karena
diterima atau tidaknya usulan tersebut tergantung sepenuhnya kepada para pihak. f.
Arbitrasi Biasanya arbitase menunjukkan pada prosedur yang persis sama sebagaimana
dalam hukum nasional yaitu menyerahkana sengketa kepada orang-orang tertentu yang
dinamakan arbitrator, yang dipilih bebas oleh para pihak. Arbitasi adalah suatu
institusi yang sudah cukup tua tetapi sejarah baru mencatatat pada tahun 1797, pada
kasus jay treaty antara inggris dan amerika. Yang mengatur joint mixed commission.
Yang menyesaikan sengketa beberapa peerselisihan tertentu yang tidak dapat
diselesaikan selama perundingan di traktat tersebut.suatu langkah penting telah
diambil dalam pada tahun 1899 ketika konferensi the haque tidak hanya
mengkodifikasi hukum arbitatrase tetapi menjadikan landasan bagi pembentukan
permanent court arbitration. Lembaga PCA tidak bersifat “tetap” pun bukan sebuah
pengadilan. Permanent court of arbitration sendiri tidak memiliki yurisdiksi yang
spesifik. Sehingga hanya 20 kasus yang ditangani abtara lain muscat dhowe case 1905
antara inggris dan perancis danNorth Atlantic Coast fisheries case 1910 antar
inggris dan amerika serikat. Meskipun ada kekurangan yang nyata menurut Hakim Manly
O. Hudson, permanent court arbitration merupakan suatu metode dan suatu prosedur.
Arbitrasi pada haikaknnya adalah suatu prosedur konsensus, artinya negaranegara
tidak dapat dipaksa untuk dibawa dimuka arbitrase kecuali mereka setuju untuk
melakukan hal tersebut. Pada tahun 1966 bank dunia mendirikan badan ICSID
(international Centre for the Settlement of Investment Disputes). Terbentuknya
Konvensi adalah sebagai akibat dari situasi perekonomian dunia pada waktu1950-1960-
an yaitu Khususnya dikala beberapa negara

11
berkembang menasionalisasi atau mengekspropriasi perusahaan-perusahaan asing yang
berada di dalam wilayahnya. Di antara kasus-kasus nasionalisasi yang langsung
mempengaruhi dan menggerakkan Bank Dunia membentuk Konvensi ini adalah kasus
nasionalisasi perusahaan-perusahaan Perancis di Tunisia. Kasus ini bermula dengan
tindakan DPR Tunisia (the Tunisian National Assembly) yang mengeluarkan UU
Nasionalisasi tanahtanah milik orang asing (khususnya Perancis) pada tanggal 10 Mei
1964. Negara-negara yang bisa menjadi anggota konvensi ICSID adalah setiap anggota
Bank Dunia. Namun negara-negara bukan anggota Bank Dunia dapat menjadi anggota
konvensi asal negara tersebut adalah anggota pada Statuta Mahkamah Internasional.
Sampai 1993, 105 negara telah menjadi anggota pada konvensi ini. ICSID dikelola
oleh suatu administrative Council (Dewan Administratif). Setiap negara peserta
konvensi memiliki seorang wakil dan memiliki satu suara. Dewan ini memiliki ketua
ex officio, yaitu Presiden Bank Dunia. Badan utama struktur organisasi ICSID adalah
Secretary General (Sekjen). Ia berfungsi sebagai registrar (pendaftar atau
panitera). ICSID menyimpan daftar nama untuk dicantumkan ke dalam suatu panel
arbitrase atau konsiliasi. Setiap negara peserta konvensi dapat menunjuk 4 orang
arbitrator atau konsiliator ke dalam masing-masing daftar panel tersebut. Mereka
dapat warganegaranya atau orang asing. Ketua Dewan Admintratif dapat menunjuk 10
orang pada masing-masing panel. Contoh lain dalam sengketa di ICSID ini adalah
sengketa antara KPC dan pemerintah Kaltim, Pemprov Kaltim telah mencabut gugatan
sengketa divestasi melalui ICSID pada 2008 saat era Gubernur Kaltim Yurnalis
Ngayoh. Dampak pencabutan itu, Pemprov Kaltim bakal menerima kompensasi senilai Rp
285 miliar, tetapi hingga kini belum dibayar KPC. g. Penyelesaian Yudisial.
Penyelesaiaan yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan melalui suatu
yang penagdilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan
memberlakukan kaidahkaidah hukum. Salah satunya “organ umum” untuk penyelesaian
yudisial yang saat ini tersedia dalam masyarakat inetrnasional adalah International
Court of justice di the Haque yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas
Permanent Court of International Justice. Pengukuhan lembaga ini dilaksanakan pada
tanggal 18 april 1946 oleh dewan majelis PBB.
12
Intenational Court of justice dibentuk berdasarkan Bab IV (pasal 92-96) Charter PBB
yang dirumuskan di san fransisico pada tahun 1945. Mahkamah Internasional terdiri
dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun.
Anggotanya direkrut dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum
internasional. Lima berasal dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti
Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan Prancis. Fungsi Mahkamah Internasional
Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah
Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu : 1) Negara anggota PBB, otomatis dapat
mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional. 2) Negara bukan anggota PBB yang
menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan yang bukan wilayah kerja
Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah internasional dengan
syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB 3) Negara bukan wilayah kerja (statute)
Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan
Mahjkamah internasional dan Piagam PBB. ICJ merupakan salah satu dari 6 organ utama
PBB. Namun badan ini memiliki kedudukan khusus dibandingkan 5 organ utama lainnya.
ICJ atau Mahkamah tidak memiliki hubungan hierarkhis dengan badan-badan utama PBB
lainnya. Ia benar-benar lembaga hukum dalam sebagai suatu pengadilan. Ia bukan pula
pengadilan konstitutsi (Constitutional Court) yang memiliki kewenangan untuk
meninjau (mereview) putusan-putusan politis yang dibuat oleh Dewan Keamanan. Ia
menggunakan nama resmi ICJ dan tidak menggunakan simbol atau nama PBB dalam
putusannya. kedudukan ICJ ini memang unik. Kedudukan seperti ini memang perlu
dipertahankan. Sebagai salah satu organ utama PBB, ia harus benar-benar menunjukkan
kemandiriannya sebagai suatu organ atau badan pengadilan. Jurisdiksi Mahkamah
Internasional mencakup dua hal: 1 Jurisdiksi atas pokok sengketa yang diserahkannya
(contentious jurisdiction); dan 2 non-contentious jurisdiction atau jurisdiksi
untuk memberikan nasihat hukum (advisory jurisdiction). Tindakann perlindungan
sementara ini termasuk juga ke dalam jurisdiksi Mahkamah, yakni berada dalam ruang
lingkup jurisdiksi yang disebut incidental jurisdiction. Berdasarkan jurisdiksi
ini, Mahkamah memiliki wewenang untuk
13
menyatakan diberlakukannya suatu tindakan-tindakan perlindungan sementara,
membolehkan suatu intervensi dan manafsirkan atau merubah suatu putusan. Sesuai
dengan namanya, tindakan perlindungan sementara ini berkaitan dengan perlindungan
hak-hak para pihak sementara persidangan atas pokok sengketanya sendiri sedang
berlangsung Dasar hukum yang mendasari jurisdiksi seperti ini terdapat dalam Pasal
41 Statuta ICJ. Dasar pembenaran pemberian perlindungan ini berasal dari prinsip
hukum yang sudah mendasar yakni bahwa putusan suatu pengadilan haruslah efektif.
Karenanya, sangatlah penting bagi pengadilan untuk mencegah salah satu atau kedua
belah pihak untuk mengganggu situasi atau mencoba untuk membuat pihak lainnya fait
accompli. 4.2. a. Cara-cara Penyelesaian Paksa atau Kekerasan Perang dan Tindakan
bersenjata Non perang Keseluruhan tujuan perang adalah untuk menaklukan negara
lawan dan mebebankan syarat-syarat penyelesaiaan diamana negara yang ditaklukan itu
tidak memiliki alternative lain selain mematuhinya. b. Retorsi (retorsion) Retorsi
adalah istilah teknik pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakantindakan
yang tidak pantas aatau tidak patut dari negara lain, balas dendam tersebut
dilakuakna dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat didalam
konferensi negara yang kehormatannya dihina: misalnya merenggangnya hubungan
diplomati anta 2 negara, pencabutan previllage diplomatic dan lain-lain. c.
Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals) Pembalasan adalah tindakan yang dipakai
oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara
lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang besifat pembalasan. Saat ini praktek
pembalasan hanya dibenarkan, apabila negara yang dituju oleh pembalasan ini
bersalah melakukan tindakan yang sifatnya merupakan pelanggaran internasional.
Contoh nyata tindkan pembalsan, misalnya pengusiran orang-orang hungaria dari
14
Yugoslavia pada tahun 1935, yang merupakan balas dendam dari pembunuhan raja
Alexander dari yugoslavia. d. Blokade Secara Damai (pacific Blokade) Blokade secara
damai adalah suatu tindakan yang dilakukan secara damai. Kadangkadang dilakukan
sebagi suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara
yang pelabuhannya diblokade untuk mentaati permintaan ganti rugi kerugian yang
diderita oleh negara untuk meblokade. Ada beberapa manfaat nyata dalam pengunaan
blokade damai. Tindakan ini merupakan cara yang jauh dari kekerasan dibanding
dengan perang dan blokade yang sifatnya fleksibel. Berikut ini adalah beberapa
contoh mengenai perana hukum internasional (berdasarkan sumber-sumbernya) dalam
menjaga perdamaian dunia. 1. Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai
pada tahun 1959 2. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian pada
tahun 1968 3. Perjanjian damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan
Serbia, Muslim Bosnia, dan Krosia mematuhinya. Untuk mengatasi prjanjiantersebut,
NATO menempatkan pasukannya guna menegakkan hukum intgernasional yang telah
disepakati.

15
BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan Hukum Internasional, sebagaimana kita ketahui merupakan keseluruhan


kaidah yang sangat diperlukan untuk mengatur sebagian besar hubungan-hubungan antar
Negara-negara. Tanpa adanya kaidah ini tidak mungkin Negara-negara didunia dapat
hidup berdampingan seperti adanya saat sekarang ini. Memang benar bahwa pada
kalangan tertentu ada kecendrungan untuk mengecilkan makna hukum internasional,
bahakan hingga taraf mempersoalkan keberadaan dan nilai hukum internasional.
Terdapat dua alasan yang mendasari pandangan ini: a. Pada umumnya dianut pandangan
bahwa kaidah-kaidah hukum internasional hanya ditujuan unutuk memelihara
perdamaian, b. Diabaikannya sejumlah besar kaidah yang berbeda dengan kaiadah-
kaidah yang berkenaan dengan “politik tingkat tinggi”, yaitu masalah masalah
perdamaian atau perang hanya sedikit yang mendapat publisitas,4 Pelanggaran-
pelanggaran yang mengakibatkan perang atau konflik-konflik agresi dan
ketidakberdayaan hukum internasional untuk menanggulangi persoalan-persoalan
seperti pelucutan senjata , terorisme internasional dan perdagangan senjata-senjata
konvensional cenderung mendapat perhatian yang tidak memuaskan dan dari inilah umum
mengambil kesimpulan yang keliru mengenai tidak berfungsinya sama sekali hukum
internasional. Bagaimanapun juga eksistensi dari hukum internasional itu sendiri
tidak bisa dilupakan begitu saja. Dari uraian sebelumnya dapat diatarik kesimpulan
bahwa peranan hukum internasional terutama dalam penyelesaian sengketa
internasional dan terciptanya perdamaian dunia ada 4 macam yaitu antara lain :

J.G Starke. Pengantar Hukum Internasional. (Jakarta:Sinar Grafika.2006), hlm.17

16
1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara
terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak
mengharapkan adanya persengketaan; 2. Hukum internasional memberikan aturan-aturan
pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya; 3.
Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang
cara-cara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan
sengketanya; dan 4. Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara
penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar
negara dengan subyek hukum internasional lainnya. Hukum internasional tidak
menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan. Hadirnya lembaga-lembaga
atau mekanisme penyelesaian sengketa yang diciptakan oleh masyarakat internasional
pada umumnya ditujukan untuk suatu maksud utama, yakni memberi cara mengenai
bagaimana seharusnya sengketa internasional diselesaikan secara damai. Peran hukum
internasional dalam penyelesaian sengketa ini cukup penting. Hukum internasional
tidak semata-mata mewajibkan penyelesaian secara damai, hukum internasional
ternyata pula memberi kebebasan seluas-luasnya kepada negara-negara untuk
menerapkan atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian sengketa yang ada baik yang
terdapat dalam Piagam PBB, perjanjian atau konvensi internasional yang negara-
negara yang bersengketa telah mengikatkan dirinya. Semua ini menunjukkan dan
memperkuat tujuan akhir dari hukum internasional mengenai penyelesaian sengketa ini
yaitu penyelesaian secara damai dan tidak menghendaki penyelesaian secara kekerasan
(militer). Hukum Internasional yang bertugas mengatur segala macam interaksi
tersebut telah dituntut untuk berperan lebih aktif demi terlaksananya hubungan dan
kerjasama antarbangsa yang harmonis serta terpeliharanya keterlibatan, perdamaian
dan keamanan dunia. 2. Saran Keberadaan hukum internasional sangat dirasakan demi
tercapainaya ketertiban dunia. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini
ketegasan dari hukum internasional sudah
17
mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada beberapa
negara tertentu. Sebagai generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas
pemerintahan pada masa akan datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak
khususnya mahasiswa untuk kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam
maupun diluar negeri ini, apalagi menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional
yang semakin hari semakin melemah

pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Starke,J.G. 2006. Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepeuluh. Jakarta: Sinar


Grafika Wallace, Rebecca. 1986. Hukum Internasional Pengantar Untuk Mahasiswa.
Semarang : IKIP Semarang Press Gutama, Sudargo. 1981. Hukum Perdata Internasional
Indonesia jilid 1. Bandung: Penerbit Alumni Suryokusumo, Sumaryo. 1993. Studi Kasus
Hukum Organisasi Internasional. Badung : Penerbit Alumni Hamid, Sulaiman. 2002.
Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional. RajaGravindo Barros, James. 1990. PBB Dulu
Kini dan Esok. Jakarta: Bumi Aksara
http://khafidsociality.blogspot.com/2011/04/peranan-hukum-internasional-dalam.html
http://www.belbuk.com/hukum-internasional-pengertian-peranan-dan-fungsi-dalam-
eradinamika-global-p-9229.html Jakarta: PT.

19

Anda mungkin juga menyukai