Anda di halaman 1dari 6

Perbandingan Shock Wave Lithotripsy (SWL) dan Retrograde

Intrarenal Surgery (RIRS) untuk Tatalaksana penyakit batu pada


pasien Horseshoes Kidney (HSK).
Mehmet Ilker Gokce, Zafer Tokatli, Evren Suer, Parviz Hajiyev, Aykut Akinci, Baris Esen

ABSTRAK
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat keberhasilan dan komplikasi
SWL dan RIRS dalam pengobatan penyakit batu HSK.
Metode dan Material: Pada penelitian retrospektif ini data dari 67 pasien yang diobati
dengan SWL (n = 44) atau dengan RIRS (n = 23) untuk penyakit batu HSK antara Mei 2003
hingga Agustus 2014 telah diteliti. Usia, jenis kelamin, ukuran batu dan multiplisitas, status
bebas batu, episode kolik ginjal dan tingkat komplikasi kelompok SWL dan RIRS telah
dibandingkan.
Hasil: Usia rata-rata populasi adalah 42,5 ± 8,2 (kisaran: 16-78) tahun dan ukuran rata-rata
batu adalah 16,9 ± 4,1 mm. Kelompok SWL dan RIRS serupa berkaitan dengan karakteristik
demografis dan karakteristik yang terkait dengan batu. SFR dari kelompok SWL dan RIRS
masing-masing adalah 47,7% (21/44 pasien) dan 73,9% (17/23 pasien) (p = 0,039).
Episode kolik ginjal teramati pada 3 dan 16 pasien dalam kelompok RIRS dan SWL masing-
masing (p = 0,024). Tidak ada komplikasi yang signifikan secara statistik yang teramati
diantara kelompok SWL (8/44 pasien) dan RIRS (4/23) (p = 0,936).
Kesimpulan: Pada pasien HSK dengan penyakit batu, baik SWL dan RISR merupakan
modalitas pengobatan yang efektif dan aman. Namun RIRS tampaknya mempertahankan
SFR yang lebih tinggi dengan tingkat komplikasi yang sebanding.

PENDAHULUAN

Anomali ginjal berhubungan dengan peningkatan angka penyakit batu dan Ginjal
Tapal Kuda (Horses shoe kidney) yang mana merupakan anomali penggabungan ginjal yang
paling umum. Dilaporkan pada sekitar 1 dari 400 sampai 1 dari 666 kelahiran. Anomali ini
menyebabkan displacement anterior pelvis renalis dan insersi ureter yang tinggi.
Abnormalitas anatomis ini menyebabkan gangguan drainase dari sistem pengumpulan dan
urin stasis dan pembentukan batu secara bersamaan.

Perkutaneus Nefrolitotomi (PCNL), shock wave lithotripsy (SWL) dan retrograde


intrarenal surgery (RIRS) adalah modal pengobatan pilihan untuk batu ginjal tapal kuda
(HSK). PCNL mempertahankan tingkat keberhasilan yang tinggi tetapi dikaitkan dengan
tingkat komplikasi yang lebih tinggi karena itu dua alternatif yang terakhir biasanya
diterapkan. RIRS sedang dalam peningkatan digunakan dalam pengobatan penyakit batu
terutama pada pasien HSK dengan holotium laser lithotriptors.

Tingkat keberhasilan pada pasien HSK setelah SWL sangat bervariasi dan dalam
literatur dilaporkan stone free rates (SFR) 31-100% . SFR dari RIRS dalam tatalaksana pasien
HSK dilaporkan 70% dan 88,2% dalam dua studi yang baru-baru ini diterbitkan.
Bagaimanapun, literature yang ada saat ini kurang memiliki studi yang membandingkan
tingkat keberhasilan dan tingkat komplikasi SWL dan RIRS dalam pengobatan penyakit batu
HSK dan dalam penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dua modalitas pengobatan
ini dalam hal SFR dan tingkat komplikasi.
PASIEN DAN METODE

Data dari 67 pasien yang diobati dengan SWL atau RIRS untuk penyakit batu HSK
antara Mei 2003 dan Agustus 2014 diamati secara retrospektif. Penyakit batu didiagnosis
dengan menggunakan ultrasonografi ginjal (USG), radiografi abdomen polos dan urografi
intravena (IVU) atau computarized tomography (NCT) enchanced. Terapi antibiotik yang
tepat ditentukan sebelum SWL atau operasi jika didiagnosis infeksi saluran kemih.
Karakteristik terkait demografi dan batu yang dikumpulkan adalah: usia, jenis kelamin,
ukuran batu, lokalisasi dan multiplisitas dan durasi rawat inap untuk kelompok RIRS.

SWL dilakukan dengan perangkat ELMED Complit SWL (Elektronik ve Medikal Sanayi
ve MotorC A.S, Ankara, Turki). Semua pasien dirawat secara rawat jalan tanpa anestesi
tetapi diberi sedasi dengan midozolam 0,1 mg / kg intravena ketika pasien tidak dapat
mentoleransi prosedur. Semua sesi pengobatan dibatasi hingga 3000 shock dengan
frekuensi 60-120 shock / menit dan intensitas gelombang shock dimulai pada 14 kV dan
secara bertahap meningkat menjadi 21 kV. Tidak ada pasien yang dipasang stent terlebih
dahulu sebelum prosedur.

Prosedur RIRS dilakukan dengan pasien dibawah anestesi total/umum. Pasien


diposisikan dalam posisi litotomi dan dalam posisi Trendelenburg sedikit untuk
memungkinkan fragmen batu jatuh ke dalam kaliks yang lebih tinggi. Sebuah cystoscopy 22F
diperkenalkan untuk memvisualisasikan orifice uretereral. Dilatasi balon ureter dilakukan
jika diperlukan dan kawat hidrofilik guidewire juga diperkenalkan. Selanjutnya selubung
akses ureter, dengan berbagai ukuran (9,5 / 11,5 F atau 12 / 14F Fleksor (Cook Surgical,
Indianapolis, IN)) ditempatkan dan kemudian ahli bedah melalui endoskop masuk ke dalam
sistem pengumpul ginjal. Irigasi arus otomatis pada tekanan 100cm H2O yang terkait
dengan pompa manual digunakan untuk meningkatkan visualisasi. Energi laser adalah 0,8-
1,2 J dan frekuensi 8-12 Hz. Semua batu lower pole diposisikan kembali ke kaliks atas.
Prosedur ini berakhir ketika tidak ada fragmen yang terlihat ≥3mm dalam resolusi langsung
atau di bawah fluoroskopi. Double J stent dipasang secara rutin setelah prosedur. Kateter
Foley dimasukkan dan dikeluarkan setelah 12-24 jam untuk memastikan drainase yang
maksimal.

Tingkat komplikasi selama periode perioperatif untuk SWL dan RIR telah dicatat.
Semua pasien dievaluasi dengan radiografi polos dan USG ginjal atau NCT pada 1-6 minggu
setelah SWL dan 2-6 minggu setelah RIRS untuk mengevaluasi SFR. Stone free rate
ditentukan karena tidak ada fragmen residu berukuran ≥3mm. Episode kolik ginjal pada
periode pasca operasi dicatat dan dua modalitas pengobatan dibandingkan untuk tingkat
keberhasilan dan komplikasi. Hematuria makroskopik diterima sebagai komplikasi daripada
hematuria mikroskopis.

Analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS ver. 20.0. Chi square test digunakan
untuk membandingkan variabel kategori dan Uji t-test diterapkan untuk variabel kontinu
dari kelompok perlakuan. Untuk signifikansi statistik yang diterima adalah nilai p 0,05.
HASIL

Sebanyak 52 batu pada 44 pasien dan 32 batu pada 23 pasien masing-masing telah
diobati menggunakan SWL dan RIRS. Usia rata-rata populasi adalah 42,5 ± 8,2 (kisaran: 16-
78) tahun dan ukuran rata-rata batu adalah 16,9 ± 4,1mm (kisaran: 6-25mm). Kelompok
SWL dan RIRS serupa berkenaan dengan karakteristik demografi dan karakteristik terkait
batu yang hasilnya dirangkum dalam Tabel-1. Rata-rata lama rawat inap adalah 1,8 hari (1-3
hari) pada kelompok RIRS. Nilai Tengah pada kelompok SWL adalah 3 (rentang: 1-6).

SFR kelompok SWL dan RIRS masing-masing adalah 47,7% (21/44 pasien) dan 73,9%
(17/23 pasien) (p = 0,039). Pada kelompok SWL, 10 pasien (22,7%) mencapai status stone
free setelah satu sesi SWL. Episode kolik ginjal diamati pada 3 dan 16 pasien dalam
kelompok RIRS dan SWL masing-masing (p = 0,024). Hasilnya diringkas dalam Tabel-2.
Double J stent diperlukan pada 13 pasien (29,5%). SFR pasien dalam kelompok SWL dengan
atau tanpa penempatan Double J stent ditemukan serupa (6/13 pasien vs 15/31 pasien, p =
0,892). Demikian pula double J stent yang ditempatkan tidak berpengaruh pada prevalensi
episode kolik ginjal (5/13 pasien vs 11/31 pasien, p = 0,851).

Ketika tingkat komplikasi dari kedua kelompok dibandingkan, tidak ada komplikasi
yang signifikan secara statistik yang diamati antara kelompok SWL (8/44 pasien) dan
kelompok RIRS (4/23) (p v = 0,936). Hematuria adalah komplikasi yang paling umum
terjadi dan teramati pada 6 dan 3 pasien dalam kelompok SWL dan RIRS. Demam teramati
pada 1 pasien di setiap kelompok dan hematoma perirenal pada 1 pasien dalam kelompok
SWL. Hasil dari tingkat komplikasi dirangkum dalam Tabel-2.

DISKUSI
HSK adalah anomali penggabungan ginjal yang paling umum dan posisi ginjal yang
abnormal serta perjalanan ureter atas yang jarang terjadi, tidak hanya sebagai penyebab
dari terbentuknya batu tetapi juga menjadikan tatalaksana batu menjadi lebih menantang.
PCNL telah membuktikan efikasinya pada batu-batu besar yang terletak di HSK tetapi sifat
rumit dari metode ini dan kerentanan terhadap komplikasi (tingkat komplikasi 14,3-29,2%)
membuat SWL dan RIRS menjadi opsi yang lebih layak.

Efikasi dari SWL pada penyakit batu HSK telah dipelajari sejak 1989 dan tingkat
keberhasilan variabel telah dilaporkan. SFR hingga 10 0% dilaporkan dalam studi ukuran
sampel kecil. Perbedaan dalam tingkat keberhasilan tergantung pada definisi keberhasilan,
jumlah sesi SWL dan durasi interval tindak lanjut. Sheir et al. melaporkan 71,4% SFR dalam
seri mereka dari 49 pasien. Namun, mereka tidak menyebutkan data jumlah sesi perawatan.
Dalam seri lain dari 50 pasien, 29 pasien tersedia untuk tindak lanjut dan 75,9% SFR
dilaporkan. Poin penting dalam penelitian ini adalah eksklusi pasien dengan hidronefrosis,
keterlambatan drainase dalam scan radionuklid yang mempertimbangkan bias seleksi yang
menghasilkan tingkat keberhasilan tinggi dengan jumlah sesi yang relatif rendah (rata-rata
1,1 sesi). Dalam kohort kami, SFR dicapai pada 47,7% pasien setelah median 3 sesi SWL.

Ray et al. melaporkan serangkaian 61 batu pada 41 pasien untuk mengidentifikasi


faktor penentu keberhasilan SWL pada pasien HSK. Mereka berdebat tentang manfaat
tambahan lebih dari 2 sesi SWL karena ketidaksesuaian tingkat fragmentasi batu yang tinggi
(63,6%) dan tingkat pembersihan batu yang relatif rendah (39,1%). Namun dalam penelitian
ini ukuran hasil utama adalah tingkat keberhasilan sesi tunggal dan setiap pasien dengan
lebih dari satu sesi SWL diterima sebagai kegagalan pengobatan. Dalam penelitian kami,
tingkat keberhasilan tidak ditentukan berdasarkan sesi SWL tunggal tetapi hanya 12 pasien
(21,4%) yang mencapai status stone free setelah satu sesi SWL.

Terdapat jumlah studi yang relatif rendah dalam literatur saat ini mengenai tingkat
keberhasilan RIRS pada pasien HSK dibandingkan dengan penelitian tentang SWL dan PCNL.
Dalam ginjal dengan letak normal, RIRS semakin banyak digunakan di seluruh Dunia dengan
tingkat keberhasilan yang secara potensial lebih tinggi dibandingkan dengan SWL dan
tingkat komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan PCNL. Oleh karena itu tidak
hanya melaporkan keberhasilan dan tingkat komplikasi RIRS pada pasien HSK tetapi juga
perbandingan modalitas pengobatan adalah penting dalam populasi pasien tertentu ini.
Namun dalam pengetahuan kami, tidak ada penelitian yang diterbitkan yang
membandingkan RIRS dan SWL.

Seri pertama RIRS pada pasien HSK diterbitkan pada 2005 dan pembersihan batu
dicapai pada 3 dari 4 pasien. Setelah itu, dua seri yang lebih besar diterbitkan. Pada studi
pertama, Molimard et al. melaporkan pengalaman mereka pada 17 pasien dan SFR dicapai
pada 15 pasien (88,2%) dengan ukuran batu rata-rata 16mm. Tingkat keberhasilan
sebanding dengan PCNL dan lebih baik daripada studi SWL tanpa komplikasi utama. Namun,
hasilnya didapat oleh ahli bedah yang sangat berpengalaman. Dalam penelitian yang sama 7
(41,2%) pasien membutuhkan lebih dari satu sesi RIRS. Dalam studi kedua, 25 batu ginjal
dari 20 pasien dirawat dengan RIRS dan SFR 70% dilaporkan. Para penulis menyebutkan
tingkat keberhasilan mereka sebanding dengan PCNL dan lebih baik daripada SWL dengan
keunggulan tingkat komplikasi rendah.

Penelitian kami melibatkan jumlah tertinggi dari pasien HSK (32 batu dalam 23
pasien) yang menjalani RIRS. Dalam penelitian kami, SFR 73,9% dicapai dengan tingkat
komplikasi yang dapat diterima (4 dari 23 pasien) yang sebanding dengan seri yang
sebelumnya diterbitkan. Ketika hasil SWL dan RIRS dibandingkan, tingkat keberhasilan yang
secara signifikan lebih tinggi dicapai dengan RIRS. Selain itu episode kolik ginjal diamati lebih
sering pada kelompok SWL. Salah satu keuntungan utama RIRS dibandingkan dengan SWL
adalah reposisi batu-batu lower pole ke kalus atas dapat memfasilitasi radiasi batu setelah
fragmentasi. Kerugian utama RIRS adalah perlunya anestesi umum. Namun tidak ada
komplikasi utama yang terkait dengan anestesi yang teramati dalam penelitian ini. Juga,
tidak ada perbedaan signifikan yang teramati sehubungan dengan tingkat komplikasi,
hematuria menjadi komplikasi paling umum pada kedua kelompok.

Keterbatasan utama dari penelitian ini adalah sifat dari retrospektif dan kurangnya
randomisasi. Juga, prosedur dilakukan oleh 4 ahli bedah yang berbeda dengan tingkat
pengalaman yang bervariasi. Dan juga, tidak ada durasi tindak lanjut atau metode
pencitraan pada periode pra operasi dan pasca operasi yang distandarisasi.

KESIMPULAN

Pada pasien HSK dengan penyakit batu, SWL dan RIRS adalah modalitas pengobatan
yang efektif dan aman. Namun, RIRS tampaknya mempertahankan SFR yang lebih tinggi
dengan tingkat komplikasi yang sebanding. Untuk menentukan metode terbaik untuk
pengobatan penyakit batu pada pasien HSK, diperlukan Randomized Trials yang
membandingkan SWL, RIRS dan PCNL.
REFERENSI
1. Pitts WR Jr, Muecke EC. Horseshoe kidneys: a 40-yearexperience. J Urol. 1975;113:743-6.
2. Bauer S. Anomalies of the upper urinary tract. In: Walsh PC,Retic AB, Vaughan ED, et al. ed.
Campbell’s Urology, 8th ed.Philadelphia: Elsevier Saunders. 2002.
3. Weizer AZ, Silverstein AD, Auge BK, Delvecchio FC, Raj G,Albala DM, et al. Determining the
incidence of horseshoe kidney from radiographic data at a single institution. J Urol.
2003;170:1722-6.
4. Molimard B, Al-Qahtani S, Lakmichi A, Sejiny M, Gil-Diez de Medina S, Carpentier X, et al.
Flexible ureterorenoscopy with holmium laser in horseshoe kidneys. Urology. 2010;76:1334-7.5. Atis
G, Resorlu B, Gurbuz C, Arikan O, Ozyuvali E, Unsal A, etal. Retrograde intrarenal surgery in
patients with horseshoe
kidneys. Urolithiasis. 2013;41:79-83.
6. Demirkesen O, Yaycioglu O, Onal B, Kalkan M, Tansu N, YalcinV, et al. Extracorporeal
shockwave lithotripsy for stones inabnormal urinary tracts: analysis of results and comparisonwith
normal urinary tracts. J Endourol. 2001;15:681-5.
7. Kirkali Z, Esen AA, Mungan MU. Effectiveness of extracorporealshockwave lithotripsy in the
management of stone-bearing horseshoe kidneys. J Endourol. 1996;10:13-5.
8. Vandeursen H, Baert L. Electromagnetic extracorporeal shock wave lithotripsy for calculi in
horseshoe kidneys. J
Urol. 1992;148:1120-2.
9. Sheir KZ, Madbouly K, Elsobky E, Abdelkhalek M. Extracorporeal shock wave lithotripsy in
anomalous kidneys:11-year experience with two second-generation lithotripters.Urology. 2003;62
10. Chen WC, Lee YH, Huang JK, Chen MT, Chang LS. Experience using extracorporeal shock-
wave lithotripsy to treat urinary calculi in problem kidneys. Urol Int. 1993;51:32-8.
11. Viola D, Anagnostou T, Thompson TJ, Smith G, Moussa SA, Tolley DA. Sixteen years of
experience with stone
management in horseshoe kidneys. Urol Int. 2007;78:214-8.
12. Raj GV, Auge BK, Weizer AZ, Denstedt JD, Watterson JD, Beiko DT, et al. Percutaneous
management of calculi within
horseshoe kidneys. J Urol. 2003;170:48-51.
13. Miller NL, Matlaga BR, Handa SE, Munch LC, Lingeman JE. The presence of horseshoe kidney
does not affect the
outcome of percutaneous nephrolithotomy. J Endourol. 2008;22:1219-25.
14. Symons SJ, Ramachandran A, Kurien A, Baiysha R, Desai MR. Urolithiasis in the horseshoe
kidney: a single-centre
experience. BJU Int. 2008;102:1676-80.
15. Smith JE, Van Arsdalen KN, Hanno PM, Pollack HM.Extracorporeal shock wave lithotripsy
treatment of calculi in horseshoe kidneys. J Urol. 1989;142:683-6.
16. Lampel A, Hohenfellner M, Schultz-Lampel D, Lazica M, Bohnen K, Thurof JW. Urolithiasis in
horseshoe kidneys:
therapeutic management. Urology. 1996;47:182-6.
17. Ray AA, Ghiculete D, D’A Honey RJ, Pace KT. Shockwave lithotripsy in patients with horseshoe
kidney: determinants
of success. J Endourol. 2011;25:487-93.
18. Weizer AZ, Springhart WP, Ekeruo WO, Matlaga BR, Tan YH, Assimos DG, et al. Ureteroscopic
management of renal
calculi in anomalous kidneys. Urology. 2005;65:265-9.
_______________________
Correspondence address:
Mehmet Ilker Gokce, MD
Department of Urology
Ankara University School of Medicine
Ankara, 06100, Turkey
E-mail: migokce@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai