BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang penyakit neonatal seizure baik itu
definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestsi klinis, penegakkan
diagnosis, penatalaksanaannya, komplikasi, maupun prognosisnya.
2. Diharapkan dapat memberi tambahan literatur dalam menangani penyakit
pada neonatus khususnya dengan diagnosis neonatal seizure.
3
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama : By. D
Umur : 4 hari
Alamat : Nongkojajar
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan : 10 Agustus 2019
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Bayi lahir secara Sectio Cesaria a/i
BSC 2 tahun dan pre eklamsia pada tanggal 7 Agustus 2019, pukul 10.10
WIB. Pada saat lahir bayi langsung menangis dengan sisa ketuban jernih .
Ibu memiliki riwayat G2 P1001, UK 39-40 minggu. Saat usia 2 hari pukul
19.15 WIB By.D mengalami kejang seluruh tubuh secara terus menerus
hingga kurang lebih 5-10 menit dan berhenti setelah diberikan injeksi
sibital 20 mg/kgBB (60 mg).
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat alergi obat : Disangkal
- Riwayat alergi makanan : Disangkal
- Riwayat MRS : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat hipertensi : Disangkal
- Riwayat diabetes melitus : Disangkal
- Riwayat sakit serupa : Disangkal
5. Riwayat Kebiasaan :-
6. Riwayat Minum :-
7. Riwayat pengobatan : Disangkal oleh keluarga
8. Riwayat Imunisasi : Pasien telah mendapatkan
imunisasi
Hepatitis B
9. Riwayat kehamilan : Saat hamil ibu pasien rutin
antenatal care (ANC) di bidan setempat dan ibu pasien pernah memiliki
tensi yang tinggi saat hamil.
10. Riwayat persalinan : Ibu pasien melahirkan saat
usia ibu 33 tahun dan usia kehamilan 39-40 minggu di rumah sakit. Lahir
secara Sectio Cesaria dan langsung menangis dengan BB lahir 2900 gram.
2.3 Pemeriksaan Fisik
4
- Keadaan Umum
Apgar Score : 6-7
Kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan cukup. Pasien
tampak cukup.
- Tanda Vital
Nadi : 157x / menit, reguler
Frekuensi nafas : 42x /menit
Suhu : 37,0oC
SpO2 : 85 %
GDA : 77 mg/dL
BB : 2900 gram
TB : 46 cm
LK : 31,5 cm
LD : 33 cm
Status gizi : Gizi cukup
- Kulit
Turgor kulit kembali cepat, ikterik (+), sianosis (-),petechie (-), kulit
kering (-), urtikaria (-), eritema (-).
- Kepala
Bentuk normocephal, luka (-), rambut berwarna hitam tidak mudah
dicabut, keriput (-), atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-),
nodula (-), kelainan mimic wajah/ bells palsy (-).
- Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+).
- Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
- Mulut
Bibir pucat (-), mukosa bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah
(-).
- Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-),
pembesaran kelenjar getah bening (KGB)(-)
- Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), pembesaran KGB (-)
- Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran KGB ± 1 cm, lesi pada kulit (-), kontraksi musculus
sternocleidomastoideus
- Thoraks
Retraksi (-)
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Synistra
5
11 Agustus 2019
Jenis Tes Hasil Tes Nilai Normal
Darah lengkap
HB 17,2 11,5-13,0 g/dL
HITUNG LEUKOSIT 14.800 5.500-15.500/CMM
LED/BBS # L:0-15/jam; P:0-20/jam
HITUNG JENIS -/-/-/60/35/5 0-3/0-1/5-11/23-45/35-65/3-6
ERITROSIT 4.950.000 L:4.5-6.5jt/CMM, P:3.0-
6.0jt/CMM
TROMBOSIT 388.000 250.000-550.000/cmm
HEMATOKRIT 51,1 34-39%
MCV/MCH/MCHC 103,2/34,7/33,7 80-97fL/ 27-31pg/ 32-36%
PPT 18,3 9,7 – 13,1 DETIK
INR 1,56
APTT 35,3 23,9 – 38,9 DETIK
ELEKTROLIT
NATRIUM 139,30 136 – 145 mmol/L
KALIUM 4,92 3,5 – 5,1 mmol/L
CLORIDA 105,02 98 – 106 mmol/L
CALCIUM (Ca) TOTAL 8,33 8,8 – 10,5 mg/dL
2.5 Resume
Bayi baru lahir secara Sectio Cesaria a/i BSC 2 tahun dan pre eklamsia pada
tanggal 7 Agustus 2019, pukul 10.10 WIB. Pada saat lahir bayi langsung
menangis dengan sisa ketuban jernih . Ibu memiliki riwayat G2 P1001, UK 39-40
minggu. Saat usia 2 hari pukul 19.10 WIB By.D mengalami kejang seluruh tubuh
secara terus menerus hingga kurang lebih 5-10 menit dan berhenti setelah
diberikan injeksi sibital 20 mg/kgBB (60 mg).
2.8 Penatalaksanaan
Medikamentosa
1. Rawat Inkubator
2. IVFD D10% 6tpm
3. O2 nasal 7 lpm
4. Injeksi Phenobarbital 60 mg (20 mg/kgBB)
5. Injeksi Ampicillin 2 x 200 mg
6. Inj Gentamicin 2 x 15 mg
7. Inj Aminophylin 3x 5mg
8. Puasa
Nonmedikamentosa
KIE:
1. Menjelaskan diagnosis anak pada keluarga
2. Menjelaskan gejala neonatal seizure
3. Menjelaskan faktor resiko dan tanda neonatal seizure yang memburuk
serta tindakan yang diambil
4. Terapi rumatan dan kemungkinan efek samping obat
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang didefinikan secara klinis sebagai perubahan paroksismal dari
fungsi neurologis seperti fungsi kebiasaan, motorik atau otonom. Neonatal adalah
bayi dengan kelahiran berumur kurang dari 28 hari.2,3
2.2 Epidemiologi
Karena sampai sekarang sangat sulit untuk mempelajari dan mengenal
secxara pasti bangkitan kejang pada neonatus, insidensi dan prevalensi yang pasti
sampai sekarang belum diketahui. Sulitnya mempelajari hal tersebut dikarenakan
banyak kejadian kejang pada neonatus yang tidak disertai manifestasi klinis yang
jelas. Meskipun demikian, menurut buku neonatologi IDAI, perkiraan angka
kejadian di Amerika Serikat berkisar antara 0.8-1.2 setiap 1000 neonatus setiap
tahun, sedang pada literatur lain menyebutkan 1-5% bayi pada bulan pertama
mengalami kejang. Insidensi meningkat kelahiran bayi kurang bulan sebesar 57.5-
132 dibanding bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran hidup. Pada
kepustakaan lain menyebutkan insidensi 20% pada bayi kurang bulan dan 1.4%
pada bayi cukup bulan. Sekitar 70-80% neonatus secara klinis tidak tampak
kejang, namun pada elektrografik tampak gambaran masih kejang.3
Menurut data data dari Queensland Maternity and Neonatal clinical
guideline, kejang sangat sering terjadi dengan perkiraan 70% dari bayi kurang
bulan dengan pendarahan intraventriikular atau leukomalasia periventricular.
Kejang biasanya dikenali lebih sering dengan penggunaan monitor EEG
berkelanjutan.4
2.3 Etiologi
9
Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, menurut buku IDAI dan
Avery’s neonatology, ada beberapa penyebab utama kejang neonatus, yaitu :
PENYEBAB KETERANGAN
Ensefalopati Penyebab paling sering pada bayi cukup bulan (40-60%) dan
iskemik hipoksik merupakan penyebab utama dari perkembangan bayi yang
buruk
Biasanya timbul dalam 24 jam
Sulit dikontrol dengan medikamentosa
Pendarahan Pendarahan intraventrikular
intrakranial Pendarahan intracerebral
Pendarahan subdural
Pendarahan subarachnoid
Infeksi SSP Meningitis bakteri
Meningitis virus
Encephalitis
Intrauterine (TORCH) infections
Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus
grup B, escherichia coli, listeria, staphyloccocus
Stroke perinatal Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat
menyebabkan stroke
Insidensi 1 per 4000
Metabolik Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hipomagnesaemia
Hipo/hipernatremia
Ketergantungan pyridoxine
Kelainan Merupakan penyebab yang jarang ditemukan,
metabolik bawaan namun tetap membutuhkan perhatian khusus untuk
menemukan penyebab yang dapat di tangani
Putus obat ibu
Kelainan otak Anomali kromosom
kongenital Anomali otak kongenital
Kelainan neuro-degeneratif
Kejang neonatus Biasanya timbul sebagai kejang tonik atau klonik
familial jinak pada hari ke 2 atau ke 3
Kejang hari Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik
kelima Biasanya hilang pada hari ke 15, penyebab tidak
diketahui
Dapat terjadi pada bayi cukup bulan maupun bayi kurang bulan, terutama
yang terlahir dengan asfiksia. Bentuk kejang subtel atau multifokal klonik serta
fokal klonik. Kasus iskemik hipoksik disertai kejang, 20% akan mengalami infark
serebral. Manifestasi klinis ensefalopati hipoksik-iskemik dapat dibagi dalam 3
stadium : ringan, sedang, berat yang dimana kejang dapat timbul pada tingkat
sedang dan berat.
B. Perdarahan intrakranial
Penyebab kejang utama dan tersering pada bayi preterm. Perdarahan intra
kranial seringkali sulit disebut sebagai penyebab tunggal kejang. Biasanya
berhubungan dengan penyebab lain, yaitu :
1. Perdarahan sub arakhnoid
Perdarahan yang sering dijumpai pada neonatus, terutama sebagai
akibat dari proses partus yang lama. Awalnya bayi terlihat baik, namun
tiba-tiba timbul kejang pada hari pertama dan kedua. Pungsi lumbal
merupakan indikasi absolut untuk dilakukan untuk mengetahui adanya
darah di dalam cairan serebrospinal. Biasanya bayi ditemukan tampak
sakit berat pada 1-2 hari pertama dan timbul tanda-tanda peninggian
tekanan intrakranial seperti ubun-ubun besar yang menonjol dan
tegang, muntah memancar, menangis keras dan kejang-kejang.
2. Perdarahan sub dural
Perdarahan ini biasanya terjadi akibat robekan tentorium dekat falks
serebri. Biasanya bila ada molase berlebihan di letak verteks, letak
wajah dan partus lama. Manifestasi klinik biasanya sama dengan
ensefalopati hipoksik-iskemik ringan sedang. Dapat timbul pernapasan
yang tidak teratur apabila terjadi penekanan pada batang otak disertai
penurunan kesadaran, tangisan yang melengking dan ubun-ubun besar
tegang dan menonjol. Mortalitas tinggi, dan pada bayi yang hidup
hidup biasanya terdapat gejala sisa neurologis.
3. Perdarahan periventrikular/intraventrikular
Manifestasi klinis pperdarahan intraventrikuler tergantung pada
seberapa beratnya penyakit dan saat dimulainya perdarahan. Pada bayi
yang mengalami trauma atau asfiksia biasanya timbul pada hari
pertama dan kedua. Pada bayi kurang bulan dapat timbul gejala seperti
11
2.4 Patogenesis
Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil
dari perpindahan natrium ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya
kalium. Kejang terjadi apabila timbul depolarisasi yang berlebihan, sehingga
terbentuk gelombang listrik yang berlebihan. Volpe (2001) menjelaskan 4
kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi berlebihan1 :
Kegagalan dari pompa natrium kalium dikarenakan terganggunya
produksi energi.
Terjadinya kelebihan relatif dari neurotransmiter eksitatorik
melawan inhibitorik
Adanya kekurangan relatif dari neurotransmiter inhibitorik
melawan eksitatorik
Perubahan dari membran neuron, menyebabkan inhibisi dari
pergerakan natrium.
Perubahan fisiologispada saat kejang berupa penurunan kadar glukosa otak
yang tajam dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat
disertai peningkatan laktat. Hal ini merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang
tidak dapat dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan oksigen dan aliran darah ke otak
sangat esensial untuk mencukup kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Laktat
terkumpul dan berakumulasi selama terjadi kejang, sehingga PH arteri menurun
dengan cepat. Hal inimenyebabkan tekanan darah sistemik meningkat dan aliran
darah ke otak naik.
12
Terjadinya kejang yang multifokal atau adanya perilaku yang tidak biasa
berhubungan pada kejang pada neonatus, merupakan efek dari mielinasi struktur
kortikal dan subkortikal yang masih sangat minim.
Perkembangan otak anak terjadi sangat cepat dari sejak baru lahir sampai 2
tahun yang disebut sebagai periode emas dan pembentukan sinaps dan kepadatan
dendrit pada sunsum tulang belakang terjadi sangat aktif pada sekitar kehamilan
sampai bulan pertama setelah kelahiran. Pada saat baru lahir, merupakan periode
tertinggi dari aktifitas eksitasi sinaps fisiologis dan sinaptogenesis yang terjadi
pada saat ini sepenuhnya bergantung pada aktifitas. Selain itu, menurut penelitian,
pada periode ini keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi pada sinaps cenderung
mengarah pada eksitasi untuk memberi jalan pada pembentukan sinaps yang
bergantung pada aktifitasnya5.
Beberapa mekanisme penting sehubungan dengan terjadinya kejang pada
neonatus adalah :
1. Peningkatan eksitabillitas pada neonatus
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada otak tikus yang diketahui
homolog dengan otak manusia, didapatkan bahwa jumlah neurotransmiter
seperti glutamate, α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid
(AMPA) dan N-methyl-D-aspartate (NMDA) meningkat tajam pada 2
minggu awal kelahiran untuk membantu pembentukan sinaps yang
bergantung pada aktifitasnya5. Selain itu, pada periode ini merupakan saat
sesnsitifitas terhadap magnesium di titik terendah. Magnesium merupakan
penghalang reseptor endogen alamiah. Sehingga berdampak pada
meningkatnya eksitabilitas otak bayi.
2. Penurunan efektifitas inhibisi neurotansmiter pada otak imatur
Fungsi inhibisi dari reseptor GABA agonis terbentuk dan berkembang
secara perlahan-lahan. Penelitian terhadap tikus menunjukkan, fungsi
pengikatan reseptor GABA, pembentukan enzym dan ekspresi dari
reseptor lebih rendah pada masa-masa awal kehidupan5. Sehingga dengan
hubungannya terhadap aktifitas sel syaraf pada neonatus yang lebih
mengakomodasi aktifitas eksitabilitas, hal ini mendukung terjadinya
kejang.
13
2.6 Diagnosis
Diagnosis kejang pada neonatus harus dimulai dengan pemeriksaan
menyeluruh terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik. Data-data penting seperti
riwayat penyalahgunaan narkotika dan pemakaian obat yang salah pada saat
kehamilan, infeksi intrauterus, dan kondisi metabolik harus dicatat dengan baik
dan didapat langsung dari ibu sedetail mungkin.
14
Harus dibedakan antara kejang dan gejala lain yang menyerupai kejang
seperti fenomena mioklonik fisiologik yang dikenal dengan nama mioklonik jinak
pada neonatus. Yang biasa terjadi pada keadaan tidur aktif (REM). Selain itu
fenomena lain yang penting adalah jitteriness.Jitteriness adalah gangguan dalam
pergerakan yang biasanya dihubungkan dengan hasil yang baik2. Jitteriness jinak
biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Adapun perbedaan
antara kejang dan jitteriness adalah :
Tanda Jitteriness Kejang
16
Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan fisis lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan
neurologis, dilakukan secara sistematik dan berurutan. Kadang pemeriksaan
neurologi saat kejang dalam batas normal, namun demikian bergantung penyakit
yang mendasarinya sehingga neonatus yang mengalami kejang perlu pemeriksaan
fisis legkap secara sistematis dan berurutan :
1. Identifikasi manifestasi kejang yang terjadi, bila mungkin
melihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi. Dengan
mengetahui bentuk kejang, kemungkinan penyebab dapat
ditemukan
2. Neonatus yang mengalami kejang biasanya tampak sakit.
Kesadaran yang tiba-tiba menurun berlanjut dengan hipoventilasi
dan berhentinya pernapasan, kejang tonik, posisi serebrasi, reaksi
pupil terhadap cahaya negatif dan terdapat kuadriparesis flaksid,
dicurigai terjadinya perdarahan intravetrikular.
3. Pantau perubahan tanda vital dengan melihat tanda seperti
sianosis dan kelainan pada jantung atau pernapasan sehingga
dapat dicurigai kemungkinian adanya iskemia otak.
4. Pemeriksaan kepala untuk mencari kemungkinan adanya
fraktur, depresi atau moulding yang berlebihan karena hal-hal
seperti trauma. Ubun-ubun besar yang tegang dan menonjol
menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial yang
disebabkan oleh perdarahan subaraknoid atau subdural serta
kemungkinan adanya meningitis
5. Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan kelainan
perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan manifestasi
patognomonik untuk hematoma subdural. Dapat ditemukan
17
2.7 Tatalaksana
Manajemen
Tatalaksana kejang pada neonatus bertujuan untuk meminimalisir
gangguan fisiologis dan metabolik serta mencegah berulangnya kejang. Ini
20
mg/kg/kali sampai k
mereda atau dosis to
mg/kg) telah tercapa
Rumatan :
- IV (perlahan-lahan –
mg/kg/menit), IM, O
- 2.5-5 mg/kg sekali s
dimulai 12-24 jam s
awal
Keterangan Pengobatan lini pert
Efektivitas kurang d
Mengurangi kejang
klinis namun efek kurang
kejang EEG
Penambahan obat ke
(contoh : fenitoin) sering
dibutuhkan
Mungkin menyebab
apneu/depresi respiratori
dosis tinggi (40 mg/kg) d
peningkatan konsentrasi
(diatas 60 mikrogram/mL
Jangkauan terapeutik :
- Ukur level s
setelah 48 jam dari p
intravena dosis awal
- 15-40 micro
(65-170 micromol/L
- Fenitoin
Fenitoin
Dosis dan administrasi Dosis awal :
- 15-20 mg/kg IV – k
infus maksimum 0.5
mg/kg/menit(jika m
- IV atau oral
- Setelah dosis awal :
perhari
25
- Midazolam
Midazolam
Dosis dan administrasi 0.15 mg/kg IV minimal s
menit
Infus :
60-400 mikrogram/k
Rekonstitusi dan dilu
Dilusi 1 mg/k
midazolam ke
cairan 50 mL
Nacl 0.9%, gl
atau 10%
1 ml/jam
26
mikrogra
Keterangan Efektif pada bayi yan
kejang setelah diberikan f
dan/atau fenitoin
Dapat menyebabkan
respiratorik dan hipotensi
disuntikkan dengan cepat
diberikan bersamaan den
golongan narkotika
Obat-obatan lain
Ada beberapa laporan penggunaan obat-obatan lain dalam
menangani kejang pada neonatus. 1 yang paling diterima secara
antusias adalah levetiracetam. Levetiracetam telah digunakan
walaupun masih sedikit catatan mengenai percobaan obat ini
terhadap neonatus. Obat ini tidak memiliki interaksi dengan obat
lain. Obat ini tersedia sebagai solusi oral, sehingga memudahkan
konversi ke terapi oral. Obat ini dimetabolisme di ginjal, bukan di
hati. Mekanisme yang diketahui saat ini tidk secara langsung
melalui inhibisi atau eksitasi neutransmisi7. Dilaporkan beberapa
asus yang mengindikasikan efektifitas dan efek samping serius.
Dosis yang biasa digunakan adalah diantara 10-50 mg/kg7 dan
dosis rumatan harian dengan jumlah yang sama.
Kriteria memulangkan bayi
Sebagian besar dokter anak akan memulangkan bayi dengan
memberikan fenobarbital dosis rumatan jika ada pemeriksaan
neurologis yang abnormal. Beberapa melakukan pemeriksaan EEG
lagi dalam 1 bulan, atau sesaat sebelum keluar dari perawatan, dan
menghentikan terapi antikonvulsan jika EEGnya normal. Jika
28
2.8 Prognosis
Menurut buku neonatus IDAI, kejang pada neonatus dapat mengakibatkan
kematian, atau jika hidup dapat menderita gejala sisa atau sekuele3
Etiologi Meninggal (%) Cacat (%) Normal (%)
HIE sedang dan berat 50 25 25
Bayi kurang bulan 58 23 18
Meningitis 20 40 40
Malformasi otak 60 40
Hipokalsemia 100
Hipoglikemia 50 50
Prognosis jangka panjang sesudah kejadian kejang pada bayi berat lahir
rendah seperti pada bayi berat lahir normal berhubungan langsung dengan
penyebabnya.
Kejang awitan dini biasanya dihubungkan dengan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi. Kejang berulang, semakin lama kejang berlangsung
semakin tinggi risiko kerusakan pada otak dan berdampak pada terjadinya
kelainan neurologik lanjut (misalnya cerebral palsy dan retardasi mental).
29
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kejang pada neonatus merupakan kelainan yang dapat berdampak buruk
pada masa depan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian bayi. Angka kejadian
pasti dari kejang pada neonatus belum diketahui secara pasti karena sulitnya
mempelajari bayi yang baru lahir
Manifestasi klinis dari kejang pada neonatus dapat bermacam-macamdapat
berupa kejang tonik, klonik, subtle dan mioklonik.Selain iru bisa juga tidak
terlihat manifestasi secara klinis, namun bila diperiksa dengan menggunakan
EEG, akan terlihat tanda abnormal pada hasil pemeriksaan .
Penegakkan Diagnosis kejang pada neonatus didapat dari pemeriksaan
secara menyeluruh dan detail melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
` Tatalaksana yang digunakan merupakan manajemen terpadu yang
dilakukan untuk meminimalisir kerusakan otak bayi melibatkan penggunaan obat-
obat anti konvulsi.
Ada beberapa obat-obatan antikonvulsi yang digunakan saat ini. Yang
paling sering adalah phenobarbital dan fenitoin
30
DAFTAR PUSTAKA