Manusia pada usia dewasa memiliki 32 gigi permanen yang terdiri atas masing-masing 16 gigi pada maksila dan mandibula. Setiap rahangnya memiliki 4 gigi insisivus, 2 gigi kaninus, 4 gigi premolar dan 6 gigi molar . Masing-masing dari gigi tersebut erupsi secara wajar dan sangat jarang menimbulkan masalah bagi kesehatan gigi dan mulut seseorang. Terkecuali pada gigi molar yang terakhir bererupsi yaitu umur 17-21 tahun yang disebut gigi molar ke tiga. Erupsinya gigi molar ke tiga sering menimbulkan masalah dalam kesehatan gigi dan mulut. Salah satu adalah terjadinya Impaksi. Frekuensi gangguan erupsi terbanyak pada gigi molar ketiga baik di rahang atas maupun di rahang bawah diikuti gigi kaninus rahang atas. Di Indonesia frekuensi yang paling sering terjadi impaksi adalah gigi molar ke tiga mandibula. Pertumbuhan gigi molar tersebut dimulai pada usia 17-21 tahun, 9- 24% kasus melaporkan bahwa pertumbuhan gigi tersebut mengalami impaksi tetapi ada juga yang melaporkan bahwa 13-15% gigi tersebut tidak mengalami pertumbuhan. Gigi dinyatakan impaksi apabila setelah mengalami pembentukan akar sempurna, gigi mengalami kegagalan erupsi ke bidang oklusal. Berdasar teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola makan pada manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi antara lain perubahan patologis gigi, kista, hiperplasi jaringan atau infeksi local. Keadaan Impaksi yang disebabkan gigi mandibula tersebut merupakan salah satu etiologi terjadinya infeksi orofacial, yaitu terjadinya perikoronitis (Dwipayanti, 2009). Perikoronitis merupakan infeksi non spesifik pada jaringan lunak disekitar mahkota gigi yang erupsinya tidak sempurna. Peradangan ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang berkembang biak akibat retasi makanan dibawah operculum molar dibawah, karena pada saat erupsi, gingival yang menutupi gigi yang menjadi media pertumbuhan bakteri yang baik. Prevlensi terjadinya perikoronitis bervariasi antara 8- 59%. Perikoronitis dapat ditemukan dalam kondisi akut dengan disertai tanda-tanda keterlibatan sistemik seperti demam dan malaise maupun dalam kondisi kronik yang berkembang selama beberapa minggu atau bulan. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan kondisi kebersihan mulutnya, stress dan adanya infeksi saluran nafas bagian atas. Pericoronitis dapat ditangani dengan melakukan irigasi pada daerah di bawah jaringan yang meradang, pemberian antibiotic dan eksisi ketika kondisi akut telah teratasi. Perawatan pericoronitis tergantung pada tingkat keparahan peradangan, komplikasi sistemik, dan kelayakan untuk mempertahankan gigi yang terlibat (Kadaryati, 2007). Kondisi akut merupakan kontraindikasi dilakukan operkulektomi Operkulektomi adalah prosedur bedah untuk menghilangkan operkulum, atau lipatan gusi yang menutupi gigi. Pasien dengan riwayat penyakit sistemik merupakan kontraindikasi untuk dilakukan prosedur bedah. Salah satu penyakit sistemik adalah diabetes mellitus. Diabetes mellitus adalah penyakit endokrin yang ditandai oleh naiknya kadar glukosa dalam darah. Peningkatan kadar glukosa ini terjadi karena: defisiensi insulin yang bersifat relatif ataupun absolut, atau akibat adanya peningkatan resistensi sel terhadap kerja insulin. Prevalensi diabetes pada kelompok usia 45-54 tahun untuk daerah perkotaan di Indonesia menduduki peringkat ke-2 yaitu 14,7%. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan penyandang diabetes di Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai21,3 juta jiwa(Cawson dan Odell, 2008; Wilkins, 2009). Defisiensi insulin yang terjadi menimbulkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Pada penderita diabetes mellitus ditemukan mikroangiopati akibat adanya penebalan yang terjadi pada membran basalis. Selain itu juga terjadi atherosklerosis karena peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida di dalam serum. Gangguan metabolism dan mikroangiopati tersebut menimbulkan berbagai kelainan yang dapat ditemukan dalam mulut (Guyton and Hall, 2016). Berdasarkan latar belakang diatas, penulis akan melaporkan kasus penatalaksanaan perikoronitis pada penderita diabetes mellitus di Puskesmas Pakis Kecamatan Pakis Kabupaten Malang. 1.2 Tujuan Umum Mempelajari penyebab, gejala, diagnosis dan penatalaksanaan pericoronitis pada penderita diabetes mellitus sehingga didapatkan pelayanan dan tata laksana yang tepat. 1.2.1 Tujuan Khusus 1. Menjelaskan konsep dasar tentang pericoronitis pada penderita diabetes mellitus. 2. Menjelaskan rencana perawatan dan penatalaksanaan pericoronitis pada penderita diabetes mellitus. 1.3 Sasaran Salah satu pasien pericoronitis disertai diabetes mellitus. 1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Pasien Dapat memberikan tambahan pengetahuan pasien tentang permasalahan rongga mulut terutama mengenai pericoronitis pada penderita diabetes mellitus 1.4.2 Bagi Mahasiswa Dapat menambah ilmu dan wawasan tentang pericoronitis pada penderita diabetes mellitus. 1.4.3 Bagi Puskesmas Dapat memberikan informasi dan masukan dalam pelayanan yang berhubungan dengan pericoronitis pada penderita diabetes mellitus.