Anda di halaman 1dari 16

I.

Konsep dan Arti Penting Manajemen Piutang

Piutang timbul karena adanya transaksi penjualan barang atau jasa secara kredit.
Pada kenyataannya, perusahaan pasti memiliki beberapa pelanggan yang tidak
sanggup membayar atau akan melunasi hutang mereka. Rekening pelangggan
seperti itu umumnya disebut piutang tidak tertagih. Piutang tak tertagih
merupakan suatu kerugian atau beban untuk perusahaan.
Piutang merupakan kebiasaan bagi perusahaan untuk memberikan kelonggaran
kepada para pelanggan pada waktu melakukan penjualan. Kelonggaran-
kelonggaran yang diberikan biasanya dalam bentuk memperbolehkan para
pelanggan tersebut membayar kemudian atas penjualan barang atau jasa yang
dilakukan.
Tujuan perusahaan menanamkan modal atau dananya pada piutang yaitu:

 Untuk meningkatkan penjualan.


 Untuk meningkatkan laba.
 Untuk menghadapi persaingan
Agar tujuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui piutang terwujud, maka
perusahaan harus benar-benar melakukan pengelolaan piutang yang baik sehingga
tidak muncul kerugian. Pengelolaan piutang dapat dilakukan oleh perusahaan
dengan melakukan Manajemen Piutang.
Tujuan dari manajemen piutang itu sendiri yaitu untuk mengelola dan
mengorganisir piutang perusahaan agar semua piutang dapat ditagih dan diterima
atau di konversi sebagai kas yang akan menghasilkan laba bagi perusahaan.
Dengan Manajemen Piutang, selain untuk memastikan bahwa piutang dapat
sepenuhnya tertagih juga dapat membantu perusahaan menghindari risiko-risiko
kecurangan yang terjadi, antara lain:
 Piutang tidak dibayarnya seluruh tagihan (piutang)
Risiko ini terjadi jika jumlah piutang tidak dapat direalisasikan sama sekali. Hal
ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya karena seleksi yang kurang
baik dalam memilih langganan sehingga perusahaan memberikan kredit kepada
langganan yang tidak potensial dalam membayar tagihan, juga dapat terjadi
adanya stabiitas ekonomi dan kondisi Negara yang tidak menentu sehingga
piutang tidak dapat dikembalikan.
 Piutang tidak dibayarnya sebagai piutang
Hal ini akan mengurangi pendapatan perusahaan, bahkan bisa menimbulkan
kerugian jika jumlah piutang yang diterima kurang dari harga pokok barang yang
dijual secara kredit.
 Keterlambatan pelunasan piutang
Hal ini akan menimbulkan adanya tambahan dana atau biaya penagihan.
Tambahan dana ini akan menimbulkan biaya yang lebih besar apabila harus
dibelanjai oleh pinjaman.
 Tertanamnya modal dan piutang
Risiko ini terjadi karena adanya tingkat perputaran piutang yang rendah sehingga
akan mengakibatkan modal kerja yang tertanam dalam piutang semakin besar dan
hal ini bias mengakibatkan adanya modal kerja yang tidak produktif.Selain itu
juga, Manajemen Piutang dilakukan untuk menghindari risiko kecurangan yang
terjadi pada piutang, seperti:
Kegagalan untuk menagih pelanggan
 Kesalahan dalam penagihan
 Kesalahan dalam memasukan data ketika memperbarui piutang usaha
 Pencurian kas
 Kehilangan data
 Kinerja yang buruk
Untuk menghindarkan risiko-risiko tersebut, perusahaan dapat melakukan
kegiatan Manajemen Piutang antara lain :
 Perencanaan jumlah dan pengumpulan piutang
 Piutang
 Penyaringan langganan
 Penentuan risiko kredit
 Penentuan potongan-potongan ( return )
 Penetapan ketentuan-ketentuan dalam menghadapi para penunggak
 Pelaksanaan administrasi yang berhubungan dengan penarikan kredit
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan
sumber laba perusahaan yang likuid. Perusahaan perlu melakukan Manajemen
Piutang untuk memastikan bahwa piutang perusahaan telah dikelola dengan baik.
Manajemen Piutang ini akan membantu perusahaan dalam pengelolaan piutang
dan memastikan bahwa semua piutang dapat ditagih dan menjadi kas yang akan
menambah laba perusahaan.

II. Penentuan Kebijakan Kredit, Syarat Kredit, dan Standart


Kredit
A. Penentuan Kebijakan Kredit

Setiap perubahan kebijaksanaan kredit yang dilakukan korporasi akan merupakan


keputusan yang menyangkut trade-off antara kenaikan profitabilitas di satu sisi
dan resiko di sisi lain.
Manajemen kredit menyangkut bidang keputusan sebagai berikut:
1. Analisis risiko kredit
2. Menetapkan standar untuk menerima atau menolak risiko kredit
3. Menspesifikasikan syarat kredit
4. Memutuskan bagaimana membiayai piutang usaha kredit yang ada
5. Menetapkan siapa yang menanggung risiko kredit
6. Menetapkan kebijakan dan praktik penagihan
7. Menghindari optimisasi yang kurang dari masing-masing departemen.
https://mujahidinimeis.wordpress.com/2011/01/18/manajemen-piutang/

B. Syarat Kredit
Persyaratan kredit atau kredit term adalah kondisi yang disyaratkan untuk
pembayaran kembali piutang dari para pelanggan. Kondisi tersebut meliputi
lamanya waktu pemberian kredit dan potongan tunai atau cash discount serta
persyaratan khusus lainnya seperti seasonal dating. Contoh : persyaratan kredit net
30 berarti langganan mempunyai tenggang waktu 30 hari untuk membayar
kembali utangnya kepada perusahaan tanpa discount. Contoh lainnya misalkan
persyaratan kredit 6/10 net 60 berarti langganan mempunyai tenggang waktu
pembayaran 60 hari kepada perusahaan dan apabila pembayarannya dilakukan
dalam waktu 10 hari atau kurang akan mendapatkan potongan tunai enam
persen.Besarnya potongan yang diberikan akan dapat mempengaruhi langganan
untuk membayar pada periode lamanya kredit yang ditentukan. Kalau potongan
yang diberikan menarik artinya apabila potongan yang didapatkan lebih besar dari
biaya opportunity costnya maka potongan tersebut akan dimanfaatkan oleh
pelanggan.
Persyaratan kredit ini juga dapat memengaruhi tingkat penjualan dengan
demikian perlu mempertimbangkan apakah sebaiknya memperpanjang periode
pemberian kredit atau tidak atau apakah perusahaan juga memberikan potongan
hal ini akan tergantung dari pada keuntungan yang akan didapatkannya apakah
meningkat atau tidak. Dalam menentukan besarnya investasi pada piutang perlu
diketahui :

1). Rata-rata pengumpulan piutang misalnya 60 hari hal ini sama dengan jangka
waktu kredit.

2). Tingkat perputaran piutang yaitu jumlah hari dalam satu tahun dibagi dengan
jangka waktu kredit.
3). Jumlah investasi pada piutang yaitu penjualan kredit dibagi dengan tingkat
perputaran piutang.
C. Standart Kredit

Standar kredit adalah salah satu criteria yang dipakai perusahaan untuk
menyeleksi para langganan yang akan diberi kredit dan berapa jumlah yang harus
diberikan. Jika suatu perusahaan melakukan penjualan dengan kredit hanya
kepada para pelanggan yang kuat, kerugian karena timbulnya piutang ragu-ragu
biasanya kecil. Sebaliknya ada kemungkinan tingkat penjualan yang hilang
tersebut dapat lebih besar daripada biaya yang dapat dihindarinya. Untuk
menentukan standar kredit yang optimum perusahaan perlu membandingkan
antara biaya marjinal pemberian kredit dan laba marjinal dari peningkatan
penjualan. Yang termasuk dalam biaya marjinal adalah biaya-biaya produksi dan
penjualan akan tetapi untuk sementara yang perlu diperhatikan adalah biaya-biaya
yang berkaitan dengan kualitas para pelanggan, atau biaya kualitas kredit.
Termasuk dalam biaya-biaya ini adalah :

(1) kerugian karena piutang ragu-ragu


(2) biaya pemeriksaan dan penagihan yang lebih tinggi.
(3) dan yang lebih besar yang tertahan dalam piutang dagang (yang
mengakibatkan biaya modal lebih tinggi, karena pelanggan yang kurang layak
menerima kredit, menunda pembayarannya).

III. Aplikasi Perubahan Standar Kredit

Dalam rangka usaha untuk meningkatkan atau untuk mencegah penurunan


penjualan, perusahaan menjual produknya secara kredit. Penjualan kredit tidak
segera menghasilkan kas, tetapi menimbulkan piutang. Dengan penjualan yang
makin meningkat, diharapkan laba juga akan meningkat. Akan tetapi, memiliki
piutang juga menimbulkan berbagai biaya bagi perusahaan. Karena itu, perusahaan
perlu melakukan analisis ekonomi tentang piutang.
Analisis ekonomi yang dimaksud adalah analisis yang bertujuan untuk menilai
apakah manfaat (keuntungan) memiliki piutang lebih besar ataukah lebih kecil dari
pengorbanan (biaya)-nya.
I.Tahap-tahap perhitungan
A.Perputaran Piutang = 360 hari/Jangka
Waktu Terikatnya Piutang
Misal:
Penjualan n/60 (penjualan dilakukan dengan kredit dalam jangka waktu 60 hari =
jangka waktu terikatnya piutang 60 hari)
Maka, Perputaran piutang = 360/60 = 6x
B.Rata-rata Piutang = Penjualan / Perputaran Piutang
Misal:Dalam setahun omzet penjualan $12 juta, perputaran piutang 6x.
Maka, Rata-rata piutang = 12 juta/6 = $2 juta

C.Dana untuk Membiayai Piutang = HPP x Rata-


rata Piutang

Misal:Apabila diketahui dalam penjualan mengandung PM 20%, maka HPP = 80%.


Dengan rata-rata piutang $2 juta, maka
Dana untuk membiayai piutang = 80% x 2 juta = $1,6 juta

D.Biaya Dana = Tk. Bunga Pinjaman x Dana


untuk Membiayai
Piutang
Misal:
Tk. Bunga pinjaman 10%, dana untuk membiayai piutang $1,6 juta, maka
Biaya Dana = 10% x 1,6 juta = $160.000

E.Kenaikan Keuntungan = PM x Perubahan Penjualan


Misal:
Penjualan semula $1 juta, setelah adanya piutang, penjualan naik menjadi $1,5
juta. PM = 20%, maka
Kenaikan Keuntungan = 20% x (1,5 – 1) juta = $100,000

IV. Konsep dan Pnetingnya Manajemen Keuangan

Tujuan utama setiap perusahaan adalah untuk mengoptimalkan laba perusahaan


karena akan berdampak pada kelangsungan usaha. Salah satu unsur yang paling
penting dalam pencapaian laba perusahaan adalah persediaan. Apa yang dimaksud
dengan persediaan dan apa saja yang termasuk persediaan? Persediaan merupakan
aset perusahaan yang dapat berupa persediaan bahan baku, persediaan barang-
barang dalam proses produksi, dan barang jadi yang siap dijual.

Penjualan akan menurun apabila barang/persediaan yang dibutuhkan tidak sesuai


dengan spesifikasi, mutu, dan jumlah yang diminta oleh pelanggan. Begitu pula
dengan pembelian, jika pembelian tidak dilakukan dengan baik akan
mengakibatkan meningkatnya biaya-biaya. Karena pembelian erat kaitannya
dengan persediaan. Contohnya seperti biaya pembelian, sewa gudang, biaya
administrasi pergudangan, gaji petugas gudang, biaya pemeliharaan persediaan, dan
biaya kerusakan/kehilangan.
Demikian pula dengan produksi harus melakukan pengendalian persediaan dengan
cara merencanakan jumlah barang yang akan diproduksi sesuai dengan forecast
penjualan. Jika jumlah barang yang diproduksi terlalu sedikit dibandingkan dengan
jumlah permintaan konsumen, maka perusahaan akan kehilangan peluang dalam
memenuhi omzet. Namun sebaliknya, jika jumlah permintaan dari konsumen jauh
lebih kecil dari jumlah barang yang diproduksi, maka perusahaan juga mengalami
kerugian karena adanya biaya tambahan dalam penyimpanan barang.

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan harus melakukan


manajemen persediaan untuk mencapai keseimbangan antara investasi persediaan,
produksi, dan pemenuhan kebutuhan konsumen.

Kemudian apa yang dimaksud dengan manajemen persediaan? Metode apa yang
dapat dilakukan?

Manajemen persediaan adalah pengelolaan fungsi penyimpanan dan penanganan


persediaan untuk mencapai tingkat pelayanan pelanggan yang lebih baik,
meningkatkan turnover persediaan dan keuntungan bagi perusahaan. Metode yang
dapat digunakan dalam pengelolaan manajemen persediaan adalah:

1.Metode EOQ (Economic Order Quantity)

2.Metode Material Requirement Planning (MRP)

3.Metode Just in Time (JIT)

4.Metode Analisis ABC

V. Metode Penentuan Persediaan Identifikasi Spesifik, LIFO,


FIFO, Rata-rata Tertimbang.
A. Identifikasi Spesifik
Dalam metode ini penilaian barang sesuai dengan nilai masing-masing jenis
barang yang ada. Jadi dalam metode ini setiap barang haruslah jelas darimana
asal-usulnya serta harga yang diperoleh ketika pembelian barang tersebut.

Contoh : misalnya kita telah mengetahui bahwa 851 unit persediaan barang yang
ada merupakan sisa dari : Persediaan awal = 12 unit, pembelian ke-1 = 20 unit,
pembelian ke-2 = 576 unit, Pembelian ke-3 = 243 unit.
Setelah jelas semuanya tinggal kita kalikan satu persatu.
12 X Rp 23.000,00 ⁼ Rp 276.000,00
20 X Rp 26.000,00 ⁼ Rp 520.000,00
576 X Rp 24.500,00 ⁼ Rp 14.112.000,00
243 X Rp 25.750,00 ⁼ Rp 6.257.250,00 +
Rp 21.165.250,00

Jadi apabila kita perhatikan, hasil dari setiap metode itu berbeda dengan metode
yang lain. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : jumlah
persediaan barang yang masih tersisa, harga tiap kali pembelian dll.

B. LIFO

Saat metode penilaian persediaan LIFO digunakan, sisa biaya persediaan pada
akhir periode berasal dari biaya perolehan paling awal.

Berdasarkan data seperti yang sama dengan contoh metode FIFO, biaya 150 unit
dalam persediaan akhir per 31 Januari 2018 dihitung sebagai berikut :

Mengurangkan biaya persediaan per 31 Januari 2018 sebesar Rp 3.050.000 dari


biaya barang tersedia untuk dijual sebesar Rp 5.880.000 akan menghasilkan harga
pokok penjualan (HPP) sebesar Rp 2.830.000

Perhatikan seperti ditunjukkan berikut ini :

Persediaan akhir per 31 Januari 2018 sebesar Rp 3.050.000 berasal dari biaya
perolehan paling awal.

HPP (harga pokok penjualan) sebesar Rp 2.830.000 berasal dari biaya persediaan
paling akhir.
C. FIFO

Sebagai ilustrasi mengenai metode penilaian persediaan FIFO dalam sistem


persediaan periodik, kita akan memberikan contoh ayat jurnal persediaan awal dan
pembelian barang pada bulan Januari 2018 berikut ini :

Perhitungan fisik pada tanggal 31 Januari 2018 terdapat sisa persediaan sebanyak
150 unit.

Dengan menggunakan metode FIFO, biaya sisa persediaan pada akhir periode
berasal dari biaya perolehan paling akhir.

Biaya 150 unit dalam persediaan akhir pada tanggal 31 Januari 2018 dihitung
sebagai berikut :

Mengurangkan biaya persediaan per 31 Januari 2018 sebesar Rp 3.250.000 dari


biaya barang tersedia untuk dijual sebesar Rp 5.880.000 akan menghasilkan harga
pokok penjualan sebesar Rp 2.630.000.

Sebagaimana ditunjukkan seperti berikut ini :

Persediaan akhir 31 Januari 2018 sebesar Rp 3.250.000 berasal dari biaya


perolehan paling kahir. HPP sebesar Rp 2.630.000 berasal dari biaya persediaan
awal dan biaya paling awal.
D. Rata-rata Tertimbang

Metode biaya rata-rata disebut juga dengan metode biaya rata-rata tertimbang
(weighted average method).

Ketika metode ini digunakan biaya dipadankan terhadap pendapatan sesuai


dengan rata-rata biaya unit yang terjual.

Biaya unit rata-rata tertimbang yang sama digunakan dalam menghitung biaya
persediaan pada akhir periode.

Untuk perusahaan yang memiliki barang penjualan yang terdiri dari berbagai
pembelian unit yang identik, penerapan metode biaya rata-rata hampir menyerupai
arus fisik barang.

Biaya unit rata-rata tertimbang dihitung dengan membagi jumlah biaya unit setiap
barang yang tersedia untuk dijual selama periode tertentu dengan jumlah unit
barang terkait.

Dengan menggunakan data biaya yang sama dengan contoh metode FIFO dan
LIFO, biaya rata-rata 280 unit adalah sebesar Rp 21.000, dan biaya 150 unit
dalam persediaan akhir, dihitung sebagai berikut :

Biaya unit rata-rata : Rp 5. 880.000 /280 unit = Rp 21.000


Persediaan 31 Januari 2018, 150 unit dengan biaya Rp 21.000 per unit = Rp
3.150.000

Mengurangi biaya persediaan per 31 Januari 2018 sebesar Rp 3.150.000 dari


biaya barang tersedia untuk dijual sebesar Rp 5.880.000 akan menghasilkan harga
pokok penjualan (HPP) sebesar Rp 2.730.000, seperti ditunjukkan berikut ini :
VI. Penentuan Jumlah Minimum Persediaan Dengan Analisis
EOQ, Reorder Point, Safety Stock
A. EOQ(Economic Order Quantity)
Berkembangnya dunia bisnis di Indonesia menyebabkan perusahaan harus
bersaing secara sehat sehingga eksistensinya tetap bertahan dalam bisnis itu
sendiri. Persaingan bisnis ini turut pula dirasakan oleh perusahaan-perusahaan
yang bergerak dalam bidang dagang maupun manufaktur. Agar kondisi perusahan
tetap dapat bertahan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, perusahaan dituntut
untuk selalu tanggap akan kebutuhan konsumennya yaitu;
1. penyediaan barang yang lengkap,
2. berkualitas,
2. pelayanan yang memuaskan,
4. keamanan,
5. serta harga barang yang kompetitif.
Salah satu usaha yang paling penting yang harus dilakukan oleh perusahaan yang
bergerak di bidang penjualan barang dagang maupun manufaktur adalah
memperhatikan persediaan barang, dan pembelian barang yang untuk di jual
(persediaan ini meliputi barang jadi maupun barang setengah jadi) oleh karenanya
pihak perusahaan harus mampuh menganalisis dan membuat kebijakan strategis
dalam memanejerialkan persediaan;

Biaya pemesan variabel dan biaya penyimpanan variabel mempunyai hubungan


terbalik, yaitu semakin tinggi frekuensi pemesanan, maka semakin rendah biaya
penyimpanan variabel. Agar biaya pemesanan variabel dan biaya penyimpanan
variabel dapat ditekan serendah mungkin, maka perlu dicari jumlah pembelian
yang paling ekonomis, yaitu dengan rumus :

EOQ = 2 A S / C P

EOQ = Economic Order Quantity


A = Kebutuhan Bahan Baku untuk Tahun yang akan datang
S = Biaya pemesanan variabel setiap kali pemesanan
C = Biaya/unit, harga faktur dan biaya angkut/unit yang dibeli
P = Biaya penyimpanan variabel yang dihitung berdasarkan % dari C

Contoh :

PT. EDLINO pada awal tahun 2001 menyusun anggaran biaya bahan baku
sebagai
berikut :
1. Kebutuhan bahan baku setahun = 12.000 Kg
2. Harga/unit bahan baku = Rp. 100
3. Biaya Pemesanan :
a. Biaya Variabel = Rp. 3.750
b. Biaya Tetap/tahun = Rp. 18.000
4. Biaya Penyimpanan :
a. Biaya Variabel = 10 %
b. Biaya Tetap/tahun = Rp. 6.000

Dari data di atas, maka EOQnya adalah :

EOQ = 2 x 12.000 x Rp.3.750 / 100 x 10 % = 3.000 Kg

B. Reorder Point
Agar pembelian bahan yang sudah ditetapkan dalam EOQ tidak mengganggu
kelancaran kegiatan produksi, maka diperlukan waktu pemesanan kembali bahan
baku. Faktor-faktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali adalah :

1. Lead Time. Lead time adalah waktu yang dibutuhkan antara bahan baku
dipesan
hingga sampai diperusahaan. Lead time ini akan mempengaruhi besarnya bahan
baku
yang digunakan selama masa lead time, semakin lama lead time maka akan
semakin
besar bahan yang diperlukan selama masa lead time.

2. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata persatuan waktu tertentu.

3. Persediaan Pengaman (Safety Stock), yaitu jumlah persediaan bahan minimum


yang
harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga kemungkinan keterlambatan
datangnya
bahan baku, sehingga tidak terjadi stagnasi. Dari ketiga faktor di atas, maka
reorder point dapat dicari dengan rumus berikut ini :

Reorder Point = (LD x AU) + SS


LD = Lead Time
AU = Average Usage = Pemakaian rata-rata
SS = Safety Stock

Contoh :
PT. Deivy menetapkan lead time bahan baku A selama 4 minggu, pemakaian
ratarata sebesar 250 Kg perminggu, safety stock yang ditaksir sebesar pemakaian
ratarata untuk 2 minggu. Dari data ini, maka reorder pointnya adalah sebagai
berikut :
Reorder Point = (4 x 250) + (2 x 250)
= 1.500

C. Safety Stock
Untuk menaksir besarnya safety stock, dapat dipakai cara yang relatif lebih teliti
yaitu dengan metode sebagai berikut :
1.Metode Perbedaan Pemakaian Maksimum dan Rata-Rata.
Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian maksimum
dengan
pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu (misalnya perminggu), kemudian
selisih tersebut dikalikan dengan lead time.
Safety Stock = (Pemakaian Maksimum – Pemakaian Rata-Rata) Lead Time
Misalkan PT. Agung memperkirakan pemakaian maksimum bahan-bahan
perminggu sebesar
650 kg, sedangkan pemakaian rata-ratanya sebesar 500 kg dan lamanya lead time
2 minggu, maka data-data tersebut safety stock sebesar:
Safety Stock = (650 – 500) 2
= 300 Kg
2. Metode Statistika. Untuk menentukan besarnya safety stock dengan metode ini,
maka dapat digunakan program komputer kuadrat terkecil (least square). Untuk
menggambarkan penggunaan metode ini, maka diberi contoh berikut ini, yaitu
untuk menaksir safety stock tahun 2001 didasarkan pada data tahun 2000.

A B C D E
2.600-------2.500-------100----------10.000
2.300-------2.350-------(-50)---------2.500
2.200-------2.350-------(-150)-------22.500
2.400-------2.450-------(-50----------2.500
2.750-------2.700-------50------------2.500
2.500-------2.600-------(-100)-------10.000
2.250-------2.300-------(-50)---------2.500
2.400-------2.600-------(-200)-------40.000
2.550-------2.400-------150----------22.500
2.250-------2.200-------50------------2.500
2.300-------2.340-------40------------1.600
1.500-------1.690-------(-190)-------36.100

Jumlah--26.000-----28.480-------(-480)------155.200

KET :
A;Bulan
B;Taksiran Pemakaian
C;Pemakaian Sesungguhnya
D;Deviasi
E;Kuadrat Deviasi
Langkah-langkah menghitung Safety Stock :
1. Menghitung Rata-rata Deviasi = - 480 : 12 = 140
2. Menghitung selisih antara total deviasi kuadrat dengan total deviasi
dikuadratkan
dibagi n

(-480)2
= 155.200 = 136.000
n

3. Hasil langkah kedua dibagi n-1 dan hasilnya diakar kuadrat.

136.000
= √ = 111,19
12 – 1

4. Untuk menghitung besarnya safety stock dipengaruhi dua faktor yaitu :

a. Besarnya derajat signifikan standar deviasi pada kurva normal yang digunakan,
misalnya 97% = 2 atau 99,5% = 3

b. Lamanya jangka waktu yang digunakan sebagai dasar perhitungan. Misalkan


derajat
signifikan yang digunakan sebesar 99,5%, dan lama jangka waktu dasar selama 4
bulan, maka safety stock :

= (3 x 111,19 x √4) – (-40 x 4) = 827,14


VII. Analisis Kasus
Analisis Kasus Manajemen Piutang
Gagal Bayar Utang Rp 23 Miliar, Perusahaan Tekstil di Semarang Digugat Pailit

SEMARANG, KOMPAS.com – Perusahaan tekstil, PT Batam Textile Industry


digugat pailit oleh kreditor luar negeri, Paul Reinhart AG asal Swiss lantaran
perusahaan tersebut gagal membayar utang. Kuasa Hukum Paul Reinhart AG,
Tony Budidjaja di Semarang, mengatakan PT Batam Textile yang berada di Jalan
Jenderal Sudirman Langensari Ungaran itu menunggak pelunasan pembayaran
hutangnya. Hingga tenggat waktu yang ditentukan, Batam Textile masih saja
belum melunasi kewajibannya. “Total pembayaran yang belum dibayarkan
sebesar USD 1,774 juta atau sekitar 23 Miliar,” kata Tony, di sela sidang perdana
di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (18/10/2016). Tony mengatakan,
perusahaan asing yang menjadi kliennya terpaksa menggugat lantaran perusahaan
itu tak kunjung membayar utang pokok dan bunganya terkait kerjasama jual beli
kapas. Kerjasama antar-perusahaan terjalin sejak 2010. Namun sejak beberapa
tahun berakhir, pembayaran tersendat. Paul Reinhart juga telah mengajukan
sengketa melalui majelis Arbitrase International Cotton Association (ICA) dan
telah membuat keputusan antara pemohon dengan termohon. Hasil dari keputusan
majelis atbitrase ICA yaitu PT Batam Textile harus membayar utang sejak
putusan dijatuhkan, pada 15 April 2014. Lantaran sudah jatuh tempo, hutang
tersebut ditagih, hingga beberapa kali perusahaan asing ini mengirimkan surat
tagihan. “Pada 29 September, ketua Pengadilan Jakarta Pusat telah memberikan
teguran kepada termohon untuk membayar hutangnya selama 8 hari, namun
termohon telah mengaku belum bisa melakukan pelunasan pembayaran,” ujar
Tony. Lantaran sudah jatuh tempo itulah, Paul Reinhart memohon kepada hakim
Pengadilan Negeri untuk memutus pailit. Selain dasar tersebut, perusahaan tekstil
itu juga dinilai mempunyai lebih dari satu kreditor sehingga secara undang-
undang bisa diajukan permohonan pailit. Namun, perwakilan dari PT Batam
Textile masih belum hadir di persidangan. Atas hal ini, ketua majelis hakim yang
dipimpin Pujo Unggul minta agar semua berkas tertulis terkait permohonan pailit
untuk dilengkapi. Hakim meminta hal tersebut disiapkan pada sidang berikutnya.
“Sidang ditunda sepekan untuk memberi jawaban termohon, sekaligus memanggil
kedatangan termohon,” pinta Pujo.
Manajemen Keuangan

MANAJEMEN PIUTANG DAN


PERSEDIAAN

Oleh :
Nadya Utami Dewi Wibawa (1707532115)
Nikita Dewandari Artana (1707532116)
Bunga Ayu Pradnyani (1707532139

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
REFERENSI

Wiagustini, Ni Luh Putu.2014.Manajemen Keuangan.Denpasar :


Udayana University Press.
http://dasar-akuntansi.blogspot.com
https://dosen.perbanas.id/manajemen-piutang/
https://manajemenkeuangan.net/perbandingan-metode-fifo-lifo-dan-
biaya-rata-rata/

Anda mungkin juga menyukai