Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Buah pare (Momordica charantia L.) adalah tanaman yang tumbuh di daerah
tropis yaitu daerah Asia, Amerika Selatan, Afrika Timur dan Karibia. Buah pare
mudah sekali ditemukan serta didapatkan hampir di seluruh Indonesia (1). Masyarakat
Indonesia telah sejak lama menggunakan buah pare sebagai hidangan sehari-hari dan
juga telah lama dipercaya dan digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati
berbagai macam penyakit, diantaranya sebagai peluruh dahak, obat penurun panas,
penambah nafsu makan dan obat malaria (2).

Kandungan kimia buah pare yang berkhasiat dalam pengobatan adalah


saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid, triterpenoid, momordisin, glikosida
kukurbitasin, charantin, asam butirat, asam palmitat, asam linoleat, dan asam stearat.
Hasil isolasi senyawa momordisin pada buah pare terbukti memiliki efek antimalaria
baik secara in vitro maupun in vivo. Saponin, charantin dan glikosida cucurbitacin
memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah. Flavonoid berfungsi sebagai
antimikroba dan triterpenoid sebagai antifagus atau insektisida (3,4).

Pengobatan penyakit malaria pada umumnya menggunakan quinin yang


merupakan produk alami yang diisolasi dari kulit pohon Cinchona sp yang berasal dari
Amerika Selatan yang ditemukan pada tahun 1817. Quinin merupakan senyawa
alkaloid yang menunjukkan aktivitas antimalaria. Sebagai antimalaria quinin memiliki
mekanisme kerja dengan cara mengurangi asupan oksigen dan metabolisme
karbohidrat serta mengganggu proses replikasi dan transkripsi DNA melalui
interkalasi DNA. Mekanisme ini juga dimiliki buah pare yang mengandung
momordisin dan charantin yang merupakan senyawa alkaloid. Penelitian sebelumnya
menunjukkan hasil nilai IC50 fraksi alkaloid sebesar 0,17±0 μg/mL, ekstrak pekat etil
asetat sebesar 2,47±0,22 μg/mL, ekstrak pekat n-hekasan sebesar 7,80±0,79 μg/mL
dan ekstrak pekat etanol 96% sebesar 30,26±3,96 μg/mL. Penelitian tersebut
menyimpulkan fraksi alkaloid dari buah pare mempunyai aktivitas antimalaria yang
paling baik daripada ekstrak pekat lain (5,6).

Pengembangan obat tradisional perlu dilakukan hal ini bertujuan agar


diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat nyata yang
teruji secara ilmiah serta dapat dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan
sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayan kesehatan (7). Pada
penelitian ini buah pare diformulasi menjadi bentuk granul, pengembangan bentuk
sediaan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan, kepraktisan dan stabilitasnya.

Sebelum produk obat diedarkan dan dapat digunakan sebagai obat anti malaria,
produk tersebut harus melewati serangkaian uji. Pengujian bahan obat dimaksudkan
agar obat-obat yang dipakai dalam praktek klinik pada manusia dapat
dipertanggungjawabkan keamanannya. Untuk membuktikan keamanan produk obat
tradisional dapat dilakukan malalui uji toksisitas (8).

Uji toksisitas merupakan uji yang dilakukan untuk memperkirakan resiko yang
berkaitan dengan pemaparan zat kimia dalam kondisi khusus karena seperti yang telah
diketahui bahwa tidak ada satupun zat kimia yang dapat dikatakan aman (bebas resiko)
sepenuhnya, karena setiap zat kimia akan bersifat toksik pada tingkat dosis tertentu.
Uji toksisitas dapat dibagi menjadi dua: uji toksisitas umum (akut, subkronik, dan
kronis) dan uji toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik, dan karsinogenik) (9).

Uji toksisitas akut merupakan uji yang dilakukan dengan memberikan zat
kimia yang sedang di uji sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam waktu 24 jam.
Uji toksisitas akut merupakan uji di mana dosis tunggal zat kimia yang diberikan pada
hewan percobaan untuk menentukan LD50 (dosis yang menyebabkan kematian 50%
dari kelompok hewan percobaan). Hal ini merupakan langkah awal dalam penilaian
dan evaluasi sifat toksik dari suatu zat kimia serta merupakan salah satu pemeriksaan
awal yang dilakukan pada semua nyawa (9).

Uji toksisitas subkronik merupakan uji yang bertujuan untuk mengevaluasi


efek senyawa yang diberikan pada hewan coba secara berulang. Prinsip dari uji
toksisitas subkronik, yaitu sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan pada
beberapa kelompok hewan uji dengan satu dosis perkelompok kemudian diamati efek
toksik yang berujung pada kematian hewan coba. OECD (Organization for economic
co-operation and development) membagi pengujian toksisitas subrkonik menjadi dua
berdasarkan waktu pengujian yaitu uji toksisitas subkronik singkat selama 28 hari yang
udiatur dalam Metode OECD 407 dan toksisitas jangka panjang selama 90 hari yang
diatur dalam Metode OECD 408. The OECD Guidlines for the Testing of Chemicals
merupakan standar yang diterima secara internasional untuk menguji keamanan
produk, meliputi bahan kimiawi, peptisida, perawatan dan lain-lain. Standar ini selalu
ditinjau oleh banyak pakar dari dari berbagai negara yang termasuk anggota OECD.
Metode ini dipilih untuk menguji keamanan produk obat tradisional, sebagai produk
yang akan diedarkan untuk memperkirakan dosis toksik (10).

Penelitian toksisitas akut dan toksisitas subkronik singkat selama 28 hari dari
granul ekstrak buah pare yang dibuat menjadi kapsul telah dilakukan sebelumnya, hasil
penelitiannya mengidentifikasi LD50 dari kapsul ekstrak buah pare (Momordica
charantia L.) lebih besar dari 5000 mg/kgBB dan termasuk ke dalam kategori praktis
tidak toksik dan pemberian kapsul ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) dosis
40 mg/kgBB, 80 mg/kgBB, dan 320 mg/kgBB pada mencit betina selama 28 hari
terbukti aman dan tidak mempengaruhi fungsi organ hati dan ginjal (11).

OECD (Organization for economic co-operation and development) membagi


pengujian toksisitas subrkonik menjadi dua berdasarkan waktu pengujian yaitu uji
toksisitas subkronik singkat selama 28 hari yang udiatur dalam Metode OECD 407
dan toksisitas jangka panjang selama 90 hari yang diatur dalam Metode OECD 408.
Hingga saat ini belum dilakukan penelitian uji toksisitas subkronik selama 90 hari dari
granul ekstrak buah pare, hal ini penting dilakukan untuk mengetahui efek jangka
panjang pemberian obat terhadap organ target sehingga dapat ditentukan level dosis
aman sesuai kriteria keselamatan untuk paparan pada manusia (9)
B. PERUMUSAN MASALAH
Buah pare (Momordica charantia L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang
sangat bermanfaat untuk kesehatan. Kandungan kimia buah pare yang berkhasiat
dalam pengobatan adalah saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid, triterpenoid,
momordisin, glikosida cucurbitacin, charantin, asam butirat, asam palmitat, asam
linoleat, dan asam stearat. Senyawa alkaloid, triterpenoid, saponin, dan flavonoid
diduga dapat bersifat toksik pada kadar tertentu. Senyawa –senyawa yang bersifat
toksik meskipun dalam jumlah sangat kecil yaitu pada biji dan dinding buah
mengandung resin, glikosida, saponin dan alkaloid yang dapat menyebabkan
muntah dan diare. Senyawa aktif yang terdapat dalam pare yaitu kukurbitasin yang
termasuk golongan glikosida tripenoid diduga bekerja menghambat
perkembangan sel spermatogenik melalui efek sitotosik dan melalui efek
hormonal serta dapat mempengaruhi sistem saraf. Konsumsi pare dalam jangka
panjang, baik dalam bentuk jus, lalap atau sayur dapat mematikan sperma,
memicu impotensi dan merusak hormon pria, bahkan berpotensi merusak liver.
Bagi wanita hamil, sebaiknya konsumsi pare dibatasi karena percobaan pada tikus
menunjukkan pemberian jus pare menimbulkan keguguran, hal inilah yang
mengundang banyak penelitian mengenai buah pare mulai dari kandungan kimia
yang ada didalamnya hingga manfaat atau khasiat serta keamanan dari buah pare
sendiri. Oleh karena itu pengukuran toksisitas granul ekstrak buah pare penting
untuk dilakukan untuk mengetahui efek jangka panjang setelah pemakaian granul
ekstrak buah pare selama 90 hari, pemberian granul ekstrak buah pare dapat
menyebabkan terjadinya perubahan pada fungsi hati dan ginjal sehingga dapat
meningkatkan kadar Aspartate Aminoransferase, Alanine Aminotransferase,
Blood Urea Nitrogen dan kreatinin, sehingga beberapa permasalahan yang dapat
dirumuskan ialah :
1. Apakah pemberian granul ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) selama
90 hari mempengaruhi berat badan mencit?
2. Apakah pemberian granul ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) selama
90 hari mempengaruhi bobot relatif hati dan ginjal mencit?
3. Apakah pemberian granul ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) selama
90 hari mempengaruhi kadar AST dan ALT?
4. Apakah pemberian granul ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) selama
90 hari mempengaruhi kadar BUN dan Kreatinin?
5. Apakah pemberian granul ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) selama
90 hari mempengaruh gambaran histopatologi organ hati dan ginjal mencit ?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui pengaruh pemberian granul ekstrak buah pare (Momordica
charantia L.) selama 90 hari terhadap berat badan mencit.
2. Mengetahui pengaruh pemberian granul ekstrak buah pare (Momordica
charantia L.) selama 90 hari terhadap bobot relatif hati dan ginjal mencit.
3. Mengetahui pengaruh pemberian granul ekstrak buah pare (Momordica
charantia L.) selama 90 hari terhadap kadar AST dan ALT.
4. Mengetahui pengaruh pemberian granul ekstrak buah pare (Momordica
charantia L.) selama 90 hari terhadap kadar BUN dan Kreatinin.
5. Mengetahui pengaruh pemberian granul ekstrak buah pare (Momordica
charantia L.) selama 90 hari terhadap gambaran histopatologi organ hati dan
ginjal mencit.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Memberikan informasi keamanan dari pemakaian jangka panjang granul
ekstrak buah pare (Momordica charantia L.).
2. Sebagai bahan informasi untuk percobaan selanjutnya dalam meneliti masalah
toksisitas dari granul ekstrak buah pare (Momordica charantia L.).
3. Memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian secara oral granul
ekstrak buah pare selama 90 hari terhadap berat badan, bobot relatif hati dan
ginjal, kadar AST dan ALT, dan gambaran histopatologi organ hati dan ginjal
mencit.

Anda mungkin juga menyukai