Anda di halaman 1dari 13

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Fikih Zakat Dr. H. Ismardi. M.Ag

MAKALAH FIKIH ZAKAT


“Kebijakan Pemerintah Terhadap Zakat”

Disusun Oleh :
Kelompok 11
Rusfita (11820520955)

JURUSAN EKONOMI SYAR’AH


FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayat_Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Solawat
bertangkaikan salam kita ucapkan untuk junjungan kita nabi Muhammad saw yang telah
membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang yang di ridhoi Allah
SWT.
Di dalam penyusunan makalah ini, pembuat menyampaikan terimakasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah “FIQH ZAKAT” yang di bimbing oleh Dr. H. Ismardi. M.Ag yang
telah memberikan arahan. Tidak lupa pula kita ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang
telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini. Semoga dengan dukungannya dapat
menambah kemampuan dan semangat untuk belajar meraih kesuksesan di masa yang akan
datang dengan membawa ilmu yang telah dipelajari.
Penulis berharap makalah ini dapat mendatangkan inspirasi bagi kita, juga memberi manfaat bagi
penulis ataupun yang membaca.

Pekanbaru, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1


A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2


A. Zakat dan Pemerintah ......................................................................... 2
B. Pemerintah Mengelola Zakat ............................................................... 3
C. Peran Negara Dalam Mengelola Zakat Di Indonesia .......................... 4

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 9


A. Kesimpulan .......................................................................................... 9
B. Saran & Kritik ...................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak awal masuknya islam ke indonesia, zakat merupakan salah satu sumber dana untuk
pengembangan ajaran islam serta sebagai pendanaan dalam perjuangan bangsa indonesia
melawan penjajahan Belanda. Hal itu zakat pada masa tersebut tidak mempunyai masalah
sama sekali, banyak kemajuan yang telah dicapai dengan dana zakat tersebut seperti
pembangunan masjid, mushollah, pesantren, gedung, universitas dan rumah sakit.
Hanya saja hal tersebut masih amat kecil bilah dibandingkan dengan potensi yang demikian
besa. Mungkin apabila potensi yang tergarap dapat lebih optimal, maka infrastrutur da
segalah fasilitas serta sarana dan prasarana umat akan semakin lengkap dan umat akan
menjadi lebih maju.
Pengelolaan zakat yang profesional, di harapkan pendistribusiannya lebih produktif,
pemberian pinjaman modal misalnya, dalam rangaka peningkatan prekonomian masyarakat.
Persoalan kemudian adalah bagaimana harta zakat itu dapat dikumpulkan untuk kemudian
didistribusikan dan didayagunakan untuk kepentingan penerima zakat (mustahik).Para
pemerhati zakat seapakat bahwa untuk dapat mengumpulkan, mendistribusikan, dan
mendayagunakan zakat secara optimal, maka zakat harus dikelolah melalui lembaga.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu zakat dan pemerintah?
2. Bagaimana pemerintah dalam mengelola Zakat?
3. Bagaimana peran pemerintah terhadap zakat di indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui pelaksanaan zakat di indonesia.
2. Mengetahui pemerintah dalam mengelola zakat
3. Mengetahui dukungan politik terhadap zakat di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Zakat dan Pemerintah

Menurut ajaran Islam, zakat sebaiknya dipungut oleh negara atau lembaga yang diberi
mandat oleh negara dan atas nama pemerintah yang bertindak sebagai wakil fakir miskin. Untuk
memperoleh haknya yang ada pada harta orang-orang kaya. Pengelolaan dibawah otoritas badan
yang dibentuk oleh negara akan jauh lebih efektif pelaksanaan fungsi dan dampaknya dalam
membangun kesejahteraan umat yang menjadi tujuan zakat itu sendiri, dibanding zakat
dikumpulkan dan didistribusikan oleh lembaga yang berjalan sendiri-sendiri dan tidak ada
koordinasi satu sama lain.

Untuk menfasilitasi kewajiban berzakat bagi umat Islam di Indonesia, pemerintah telah
menerbitkan undang-undang pengelolaan zakat (Undang-undang No 38 Tahun 1999)1 Undang-
undang menetapkan kewajiban pemerintah memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan
kepada muzakki, mustahiq, dan amil zakat. Pengelolaan yang dilakukan oleh badan amil zakat
yang dibentuk oleh pemerintah. Disamping itu, undang-undang juga memberi peluang kepada
amil zakat swasta untuk mengumpulkan zakat dan mendistribusikan zakat dengan syarat dan
ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Mentri Agama. Undang-undang negara hanya mengatur
lembaga pengelola zakat. Sedangkan hukum zakat mengikuti ketentuan syariah sesuai dengan
Al-quran dan sunnah.

Upaya memperkuat lembaga amil zakat dalam rangka melaksanakan syariah Islam dibidang
ekonomi perlu didorong oleh pemerintah dan lembaga legislatif dengan memberikan dukungan
yang maksimal. Dukungan politis dan kebijakan pemerintah juga perlu dilakukan secara simultan
dengan sosialisasi zakat yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara merata. Berkaitan
dengan masa depan pengelolaan zakat dalam perspektif hukum Indonesia, maka penataan
lembaga zakat adalah hal yang perlu dilakukan agar perkembangan lembaga zakat tidak stagnan
atau jalan di tempat dalam situasi dimana harapan umat begitu tinggi kepada lembaga zakat.
Penataan lembaga zakat harus dilihat dari dua skala yang berbeda tetapi salingberkaitan satu

1
Undang-Undang Republik Indonesia Np 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

2
sama lain. Pertama bagian yang dapat dilakukan sendiri oleh lembaga amil zakat yaitu hal-hal
yang bersifat teknis dan mikro.Kedua bagian yang berada dalam zona kebijakan pemerintah
yaitu hal-hal yang bersiat fundamental dan makro. Penataan pada hal-hal yang fundamental dan
makro yang menjadi kewenangan pemerinatah sebagai pemegang otoritas kebijakan publik tidak
bermaksud mengurangi atau mempersempit ruang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
zakat. Tetapi adalah untuk mewujudkan persatuan sistem dalam pengelolaan zakat di tingkat
nasional dan daerah, sehingga upaya untuk mengurangi kemiskinan dan pembangunan
kesejahteraan sosial melalui pendayagunaan dana zakat, infaq dan sedekah mencapai hasil
sebagaimana yang kita harapkan bersama.

Peran pemerintah dalam pengelolaan zakat dapat diringkas dalam 2 (dua) peran. Pertama,
pemerintah berperan sebagai pelaksana tunggal dalam pengelolaan zakat, baik dalam
pemungutan maupun pembagian zakat. Kedua, pemerintah berperan sebagai pemberi sanksi
(uqubat) terhadap mereka yang enggan melaksanakan zakat.2

B. Pemerintah Pengelola Zakat

Dalil-dalil al-Qur`an dan al-Sunnah menunjukkan bahwa pihak yang mengelola zakat adalah
pemerintah, yakni seorang Imam atau orang-orang yang mewakilinya. Dalil-dalil al-Qur`an
tersebut adalah QS At-Taubah : 103. Firman Allah SWT

َ ‫ُخ ذْ ِم ْن أ َ ْم َو ا لِ ِه ْم‬
َ ‫ص د َق َة ً ت ُطَ ِه ُر هُ ْم َو ت ُزَ ِك ي ِه ْم ب ِ َه ا َو‬
‫ص ِل عَ ل َ يْ ِه ْم ۖ إ ِ َّن‬
َّ ‫ك سَ كَ ٌن ل َ ُه ْم ۗ َو‬
ٌ‫َّللا ُ سَ ِم ي ٌع عَ لِ ي م‬ َ َ ‫ص ََل ت‬
َ
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Imam al-Jashash dalam kitab tafsirnya Ahkamul Qur`anmenegaskan bahwa orang yang
wajib zakat tidak boleh membagi zakatnya sendiri. Apabila ia menyampaikan zakatnya sendiri
kepada orang miskin, maka tidak dianggap cukup, yakni tidak bisa melepaskan diri dari hak
pungutan oleh Imam.

2
Permono, Sjechul Hadi, Pemerintah Republik Indonesia Sebagai Pengelola Zakat (Jakarta:Pustaka
Firdaus,1995)hlm 88.

3
Sedangkan dalil as-Sunnah yang menunjukkan pemungutan zakat adalah hak pemerintah, antara
lain sabda Rasul SAW kepada Muaz bin Jabal RA (asy-Syaukani, 2000: 792): “Apabila mereka
patuh kepadamu untuk hal itu (bersyahadat) maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah
mewajibkan zakat kepada mereka pada harta-harta mereka, yang diambil dari orang kaya mereka
di antara mereka lalu dikembalikan kepada yang fakir di antara mereka.”(HR. Bukhari).

Berdasarkan hadits tersebut, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari
mengatakan, bahwa Imam adalah orang yang melaksanakan pemungutan dan pembagian zakat,
baik dengan langsung maupun melalui wakilnya. Barang siapa yang membangkang, maka zakat
diambil dengan paksa.

Namun demikian, kewajiban membayar zakat kepada pemerintah di sini ada perinciannya
ditinjau dari segi jenis-jenis harta zakat. Para fuqaha menjelaskan, bahwa jika harta zakat itu
adalah harta yang nampak (al-amwal azh-zhahirah), yakni zakat binatang ternak (zakat al-
mawasyi), dan zakat pertanian dan buah-buahan (zakat al-zuru’ wa ats-tsimar), maka wajib
diserahkan kepada imam (pemerintah). Sedangkan jika harta zakat itu berupa harta tersembunyi
(al-amwal ash-shamitah/al-amwal al-bathinah), yaitu yang berupa uang (al-nuquud) maka boleh
dibagi sendiri oleh muzakki.

Adapun yang dimaksud dengan pemerintah di sini, adalah pemerintah yang menerapkan
Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Abdul Qadim Zallum (Zallum, 1983:
188),”Zakat dibayarkan kepada imam, atau orang-orang yang diangkat oleh khalifah...selama
hukum Islam adalah yang diterapkan (maa daama hukmul islam huwa al-muthabbaq).”3

C. Peran Negara dalam Pengelolaan Zakat Umat Islam di Indonesia


Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang landasannya adalah syariat / hukum Islam.
Kedudukan hukum Islam dalam negara Republik Indonesia secara eksplisit tercantum dalam
Pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Mahaesa
dan menjamin kemerdekaan masing-masing penduduk untuk melaksanakan ibadah berdasarkan
agama dan kepercayaannya. Menurut Mohammad Daud Ali, hukum Islam di Negara Indonesia
berlaku secara normatif dan formal yuridis. Hukum Islam yang berlaku secara normatif, adalah

3
https://media.neliti.com/media/publications/176371-ID-peran-pemerintah-dalam-pengelolaan-zakat.pdf

4
bagian hukum Islam yang mempunyai sanksi kemasyarakatan apabila norma-normanya
dilanggar. Kuat tidaknya sanksi kemasyarakatan dimaksud tergantung pada kuat lemahnya
kesadaran umat Islam akan norma-norma hukum Islam yang bersifat normatif itu. Hukum Islam
yang berlaku secara normatif di Indonesia banyak sekali, di antaranya dalam pelaksanaan ibadah
puasa, zakat dan haji. Hampir semua bagian hukum Islam yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan bersifat normatif. Bahkan keinsyafan akan haram dan halalnya sesuatu,
merupakan sumber kesadaran hukum bangsa Indonesia yang beragama Islam untuk tidak
melakukan kejahatan perzinahan, pencurian, riba dan sebagainya4.
Pada Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 ayat (1), dinyatakan bahwa fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Kemudian dalam ayat (2) dinyatakan bahwa negara
mengembangkan sistem jaringan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan maratabat kemanusiaan. Dengan demikian, negara
mempunyai kewajiban untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar serta melakukan
pemberdayaan kepada mereka melalui sistem jaringan sosial, di mana dalam sistem jaringan
sosial yang dimaksud dapat dilakukan oleh negara dengan bekerja sama dengan elemen
masyarakat. Salah satu cara pemberdayaan paling efektif adalah melalui zakat, terutama bagi
kalangan masyarakat Islam. Walaupun pembayaran zakat dilaksanakan secara sukarela oleh
masyarakat Muslim di Indonesia; tidak ada paksaan dari negara terhadap warga negara Muslim
di Indonesia; namun aspek pengelolaannya diperhatikan oleh pemerintah. Adapun untuk masalah
pengelolaan zakat, pemerintah mengatur dalam bentuk Undang-Undang dengan pertimbangan,
pertama, bahwa zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat
Islam. Kedua, bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan
keadilan dan kesejahteraan masyarakat.5 Ketiga, bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna
dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam39 . Hal ini
diatur dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
mengamandemen Undang-Undang nomor 38 tahun 1999.
Maka dalam hal pelaksanaan ibadah zakat di Indonesia, negara tidak memaksa karena
pelaksanaan zakat di Indonesia bersifat sukarela. Kepatuhan warga negara Indonesia yang
memeluk agama Islam untuk membayar zakat dikembalikan kepada kesadaran masing-masing

4
Ugi Suharto, Keuangan Publik Islam : Reinterpretasi Zakat dan Pajak, 2004, Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu
Syariah Yogyakarta. hlm. 199-200 28 Ibid, hlm. 145 14
5
Rifyal Ka‟bah, op.cit. hlm. 64 18.

5
pemeluk agama Islam. Tidak ada pemaksaan dari negara kepada warga negara yang memeluk
agama Islam untuk membayar zakat dan tidak ada sanksi atas kelalaian pembayaran zakat karena
sifat normatif dari zakat itu sendiri. Di samping itu, negara Indonesia bukanlah negara agama /
negara Islam, di mana syariat agama Islam dijadikan sebagai landasan konstitusi negara,
melainkan negara demokrasi yang menjadikan nilai-nilai keagamaan sebagai landasan konstitusi.
Zakat juga tidak masuk dalam sistem keuangan negara. Zakat tidak masuk dalam penerimaan
negara. 39 Lihat Konsideran Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
19 Namun, negara tidak menafikan peran zakat yang sejalan dengan tujuan diselenggarakannya
negara yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh sebab
itu, negara memberikan insentif fiskal bagi pembayar zakat dengan menjadikan zakat sebagai
pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP / tax deduction) 40. Semangat ketentuan ini yaitu
supaya wajib pajak tidak terkena beban ganda, yaitu kewajiban membayar zakat dan pajak.
Kesadaran membayar zakat diharapkan juga memacu kesadaran membayar pajak. Di negara
yang menjadikan agama Islam sebagai landasan konstitusi negara, pelaksanaan zakat adalah
suatu kewajiban. Ada pemaksaan dari negara kepada warga negara untuk membayar zakat dan
terdapat sanksi atas kelalaian pembayaran zakat. Di negara ini, zakat dimasukkan dalam sistem
keuangan negara, bahkan bisa dikatakan sebagai pajak wajib umat Islam karena negara tersebut
tidak membebankan pajak kepada pemeluk agama Islam kecuali zakat. Walaupun pembayaran
zakat dilaksanakan secara sukarela oleh masyarakat Muslim di Indonesia; tidak ada paksaan dari
negara terhadap warga negara Muslim di Indonesia; namun aspek pengelolaannya diperhatikan
oleh pemerintah karena berhubungan dengan ketertiban umum, di mana dana umat Islam yang
berasal dari zakat dikumpulkan untuk dikelola, maka negara berhak melakukan pengaturan dan
pengawasan agar tujuan dari pengelolaan tersebut tercapai dan tidak ada hak umat Islam yang
dilanggar. Negara dalam hal pengelolaan zakat di Indonesia berperan sebagai regulator, pembina,
pengawas dan sekaligus sebagai pengelola. Sebagai regulator, negara membuat peraturan
perundang-undangan dan peraturan-peraturan pelaksana di bawah undang-undang yang
mengatur tentang pengelolaan zakat., negara kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintan
nomor 14 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat. Ini merupakan bentuk bantuan dan pelayanan negara terhadap umat Islam
yang membutuhkan peraturan perundang-undangan demi kelancaran dan ketertiban pelaksanaan
ajaran agamanya, berupa pengelolaan zakat. Untuk masalah pengelolaan zakat, pemerintah perlu

6
mengatur dalam bentuk Undang-Undang dengan pertimbangan, pertama, bahwa zakat
merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Kedua, bahwa
zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan
kesejahteraan masyarakat. Ketiga, bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna,
zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam6.
Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 dibuat dalam rangka meningkatkan dayaguna dan
hasil guna zakat dan oleh karena itu zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat
agama Islam yang bertujuan melakukan pengelolaan zakat. Pengelolaan yang dimaksud meliputi
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat. Pengelolaan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan43 . Pengelolaan tersebut berasaskan pertama, syariat Islam, yakni
pengelolaan zakat mulai dari penghimpunan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat harus
dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam; kedua, amanah, yakni pengelola zakat harus dapat
dipercaya; ketiga, kemanfaatan, yakni pengelolaan zakat dilakukan untuk memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya pada mustahiq; keempat, keadilan, yakni pendistribusian zakat dilakukan
secara adil; kelima, kepastian hukum, yakni dalam pengelolaan zakat terdapat kepastian hukum
bagi mustahiq dan muzakki; keenam, terintegrasi, pengelolaan zakat dilaksanakan secara
hierarkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan pendistribusian dan pendayagunaan zakat;
dan ketujuh, akuntabilitas, yakni pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dan diakses
oleh masyarakat.7 Negara melalui organ pemerintahannya juga memberikan izin bagi organisasi
kemasyarakatan Islam untuk mendirikan organisasi pengelola zakat45 dan/atau memberikan
sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat serta mencabut izin
apabila dalam kegiatan pengelolaan zakat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku46. Organ
pemerintahan negara yang diberikan wewenang untuk melaksanakan tugas ini adalah
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, yakni Kementerian
Agama. Lembaga Amil Zakat (LAZ) bentukan masyarakat sipil membutuhkan pengesahan
sebagai institusi amil zakat yang profesional oleh pemerintah, sehingga tidak sembarangan orang

6
Muchaddam Fahham, “Padadigma Baru Pengelolaan Zakat di Indonesia”, dalam Jurnal Kesejahteraan Sosial,
7
Konsideran Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat 42 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang
nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat 43 Pasal 3 Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat.

7
atau organisasi dapat mengelola zakat tanpa konsep yang jelas. Selain organisasi pengelola zakat
yang terdaftar, maka tidak boleh melakukan menghimpun dana zakat. Bagi Lembaga Amil Zakat
(LAZ) yang beroperasi mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat tanpa izin
dari pejabat yang berwenang terancam dipidana penjara maksimal satu tahun dan/atau dipidana
denda maksimal 50 juta rupiah47. Hal ini ditujukan agar Lembaga Amil Zakat (LAZ) tidak
menyimpang dari tujuan semula dan menjamin kepastian hukum Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Negara juga sekaligus berperan dalam pengelolaan zakat dengan membentuk Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) yang merupakan organisasi pengelola zakat bentukan pemerintah.
BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung
jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agama, yakni Menteri Agama. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat secara nasional. BAZNAS memiliki kewenangan untuk mengkoordinasi
Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), membangun sistem informasi
pengelolaan zakat yang terintegrasi secara nasional, membuat peta potensi penghimpunan dan
penyaluran zakat, serta membangun basis data muzakki dan mustahiq nasional. Pengelolaan
zakat diatur oleh negara dengan BAZNAS sebagai operator zakat nasional adalah dalam rangka
menciptakan unified systems dalam pengelolaan zakat. Negara juga berperan sebagai pembina
dan pengawas pengelolaan zakat di Indonesia. Negara melalui organ pemerintahannya
melakukan pengawasan dalam bentuk pelaksanaan audit syariat pelaksanaan pengelolaan zakat,
infaq, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya, baik oleh Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ). Adapun organ pemerintahan yang berwenang
melaksanakan audit syariat adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keagamaan, yakni Kementerian Agama49 . Selain Kementerian Agama, Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah Daerah juga memiliki kewenangan dalam pengawasan
pengelolaan zakat. Dalam pengawasan pengelolaan zakat, Menteri Agama menerima laporan
pengelolaan zakat, infaq, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang wajib disampaikan
oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) setiap enam bulan dan akhir tahun8.

8
Jurnal “PERAN NEGARA DALAM PENGELOLAAN ZAKAT UMAT ISLAM DI INDONESIA OLEH : CHUSAINUL ADIB,
S.H.I. NPM.A2021141009”

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelolaan zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman Rosullah saw, pengelolaan
dan distribusian zakat dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan baik. Dalam konteks
ke-Indonesia hal itu tercemin dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 23 tahun 2011
tentang pengelolaan zakat, dimana dalam Undang-undang tersebut mengatur dengan cukup
terperinci mengenai fungsi peran dan tanggung jawab Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ)
Dalam rangka memaksimalkan peran dan funsi lembaga pengelolaan zakat, tentunya harus
dikelolah sebaik mungkin. Tidak cukup sampai disitu, lembaga pengelolaan zakat juga harus
akuntabel, yaitu amanah terhadapa kepercayaan yang diberiakn ole muzakki dan juga amanah
dalam mendistribusikannya kepada mustahiq.

B. Saran & Kritik


Saran dan kritik sangat kami harapkan dari pembaca.

9
DAFTAR PUSTAKA

Muchaddam Fahham, “Padadigma Baru Pengelolaan Zakat di Indonesia”, dalam Jurnal


Kesejahteraan Sosial, No. 19/Oktober/2011
Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat. Jakarta PT Intermasa.2007
http://bloghukums.blogspot.co.id/2014/04/makalah-lembaga-pengelolaan-zakat-
Fahham, Muchaddam, “Padadigma Baru Pengelolaan Zakat di Indonesia”, dalam Jurnal
Kesejahteraan Sosial, No. 19/Oktober/2011
Jurnal “PERAN NEGARA DALAM PENGELOLAAN ZAKAT UMAT ISLAM DI INDONESIA OLEH :
CHUSAINUL ADIB, S.H.I. NPM.A2021141009”
Ugi Suharto, Keuangan Publik Islam : Reinterpretasi Zakat dan Pajak, 2004, Yogyakarta :
Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Yogyakarta.
https://media.neliti.com/media/publications/176371-ID-peran-pemerintah-dalam-pengelolaan-
zakat.pdf.

10

Anda mungkin juga menyukai