Anda di halaman 1dari 7

HACCP

1. Pembentukan tim HACCP

HACCP disusun oleh tim HACCP yang dibentuk untuk mempersiapkan HACCP baik untuk
audit internal maupun eksternal. Tim HACCP tersebut tersusun dari seorang ketua dan delapan
anggota. Ketua merupakan manager departemen quality control (QC). Anggota tim HACCP terdiri
dari manager personalia dan umum, manager PGA, supervisor gudang PBPI, supervisor P&M, dan
asisten supervisor QC. Struktur organisasi tersebut tercantum dalam dokumen quality manual pada
sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 tentang struktur organisasi.

2. Deskripsi Produk
Nama Produk : Teh Botol Sosro, Fruit Tea Sosro, Green-T, TEBS, Happy Jus, Country Choice,
Teh Celup, S-Tee, Freso, dan Air Minum Prim-A.
Komposisi : ekstrak teh, gula, dan air
Penyimpanan: Suhu ruang, suhu dingin
Pengemasan : kemasan botol, kemasan kotak
Daya Tahan : umur simpan 1 tahun dari tanggal produksinya
Distribusi : Daerah pemasaran PT. Sinar Sosro sampai saat ini telah tersebar hingga di setiap
daerah di penjuru Indonesia. Untuk wilayah Internasional, produk – produk Sosro telah di
ekspor ke beberapa wilayah ASEAN, di benua Australia, dan di Timur Tengah (kemasannya
berupa kaleng).

3. Identifikasi Pengguna
Produk yang dihasilkan PT. Sinar Sosro merupakan minuman ringan yang siap dikonsumsi
(ready to drink).

Produk TBK 200 ml dan TBK 250 ml ditujukan untuk konsumen dengan memperhatikan nilai
angka kecukupan gizi yang tertera pada kemasan sebagai berikut :

Nutrition Facts Nutrition Facts

Takaran Saji 1 kotak (250 ml) Takaran Saji 1 kotak (200 ml)

Jumlah per saji Jumlah per saji

Kalori 85 Kkal Kalori 70 Kkal

Massa % AKG Massa % AKG

Lemak total 0g 0% Lemak total 0g 0%

Protein 0g 0% Protein 0g 0%

Karbohidrat total 19 g 6% Karbohidrat total 15 g 6%

Gula 18 g Gula 15 g

Natrium 30 mg 1% Natrium 25 mg 1%
% AKG berdasar diet 2000 kalori

Sumber : Arsip Manual HACCP, PT. Sinar Sosro KPB Cibitung (2015)

Produk minuman ringan ini tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi jika terjadi cacat
produk secara fisik pada kemasan. Cacat fisik tersebut seperti kebocoran kemasan, kemasan penyok,
seal terbuka, atau terjadi perubahan fisik seperti aroma dan rasa serta penampakan saat produk
dibuka.

4. Diagram Alir
Diagram alir memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan pertama terdiri dari diagram input,
process, dan output. Tingkatan kedua diturunkan dari diagram alir tingkat pertama sehingga urutan
proses menjadi lebih jelas. Diagram alir tingkat kedua memiliki 7 proses dengan gudang logistik dan
air dari water treatment sebagai input, dan kitchen, pasteurisasi/sterilisasi, pengisian, serta
pengepakan sebagai proses. Output yang dihasilkan pada diagram alir tingkat kedua adalah
penggudangan.
Diagram alir tingkat ketiga merupakan uraian proses secara spesifik terhadap pembuatan
produk maupun proses pada PT. Sinar Sosro

5. Verifikasi Diagram Alir


Diagram alir tersebut harus melalui proses verifikasi. Verifikasi dilakukan dengan
membandingkan diagram alir tersebut dengan keadaan aktual pada pabrik. Jika tidak lolos verifikasi,
maka tim HACCP harus mengganti diagram alir sesuai dengan proses aktualnya. Setelah lolos verifikasi,
dilakukan analisis bahaya terhadap proses-proses tersebut.

6. Analisa Bahaya
Dilakukan mulai dari tahap penerimaan bahan baku sampai produk jadi. Pada gudang logistik,
analisa bahaya dilakukan pada bahan baku dan bahan pengemas seperti gula, teh kering, air sumur,
filter aids, straw (sedotan), OPP (lem), karton dan paper kemasan TBK. Potensi bahaya yang paling
sering timbul pada penerimaan bahan baku adalah bahaya biologi seperti bakteri, kapang, dan khamir.
Bahaya lain yang mungkin muncul adalah bahaya fisik seperti serpihan karung, pasir, lumpur, dan
benda asing. Selain kedua bahaya tersebut, bahaya kimia seperti residu pestisida juga berpotensi.
Bahan pengemas dan kelengkapanya seperti paper tetra brix aseptic, straw, OPP dan karton juga
berpotensi memiliki bahaya yaitu plastik wrapping, debu, dan sisa bahan kimia.
Air merupakan bahan baku utama dalam proses pembuatan . Air yang digunakan pada proses
merupakan air yang telah melalui proses pengolahan (water treatment). Proses pengolahan air
memiliki beberapa tahapan proses yang masing-masing mempunyai potensi bahaya. Potensi bahaya
yang sering muncul pada proses pengolahan air adalah bahaya biologi (E. coli dan bakteri coliform)
dan kimia (residu klorin, asam, dan logam berat). Bahaya tersebut tergolong pada karakteristik bahaya
B dan bahaya D dengan kategori resiko II.

Pemasakan TBK terdiri dari beberapa tahapan proses. Proses tersebut diantaranya pembuatan
larutan gula, penyaringan gula, pembuatan ekstrak teh cair pahit (TCP), penyaringan teh cair pahit
(TCP), pencampuran TCP, dan penyaringan teh cair manis dengan sirup gula. Potensi bahaya yang
mungkin timbul pada proses pemasakan TBK adalah bahaya biologi dan bahaya fisik. Bahaya biologi
tersebut dapat berupa bakteri, kapang, dan khamir sedangkan bahaya fisik yang mungkin timbul
adalah benda asing berupa kerak teh. Bahaya tersebut tergolong pada karakteristik bahaya B, bahaya
D, dan bahaya E dengan kategori resiko III.
Sebelum dilakukan proses pengemasan, teh cair manis (TCM) terlebih dahulu melalui
beberapa proses seperti preheating, sterilisasi, dan cooling. Potensi bahaya juga dapat muncul pada
proses ini jika suhu yang digunakan tidak memenuhi standar. Potensi bahaya tersebut yaitu bahaya
biologi dan bahaya fisik. Bahaya biologi yang dapat muncul adalah bakteri termofilik yang tahan
terhadap suhu tinggi. Sedangkan bahaya fisik yang timbul adalah kerak teh. Bahaya fisik ini jarang
muncul karena tangki yang digunakan selama proses pemasakan baik pembuatan TCP, TCM, dan mix
tank selalu dibersihkan sebelum dan sesudah proses produksi. Bahaya tersebut tergolong pada
karakteristik bahaya B, bahaya D, dan bahaya E dengan kategori resiko III.

Teh yang telah melewati sterilizer kemudian dialirkan menuju filler TBA (tetra brix aseptic)
untuk dilakukan proses pengisian dan pengemasan produk. Filler TBA memiliki beberapa bagian
proses yang memungkinkan munculnya potensi bahaya. bagian proses tersebut terdiri dari strip
applicator, sterilisasi paper menggunakan steam, AP valve, longitudinal sealing, pengisisan produk,
transversal sealing, cutting, dan final folder. Potensi bahaya utama yang muncul pada bagian proses
filler tersebut adalah bahaya biologi. Bahaya tersebut meliputi kapang, khamir, dan bakteri termofilik.
Bahaya lain yang berpotensi pada filler adalah bahaya kimia berupa residu H2O2. Residu H2O2 muncul
ketika proses pembilasannya tidak sempurna pada kemasan paper TBK. Bahaya tersebut tergolong
pada karakteristik bahaya B, bahaya D, dan bahaya E dengan kategori resiko III.

Produk dari filler TBA kemudian disalurkan melalui chain conveyor menuju ruang pengepakan
sekaligus dilakukan proses coding tanggal produksi dan kadaluarsa. Di dalam ruang pengepakan
terdapat beberapa tahapan proses yang dilalui TBK sehingga produk siap dipasarkan. Tahapan proses
tersebut yaitu pemasangan straw menggunakan straw applicator, pengepakan dalam karton
menggunakan cardboard packer, penimbangan, coding, pemaletan, pemasangan label dan
penyimpanan dalam gudang barang jadi. Potensi bahaya fisik berupa debu dan serangga sering
muncul pada proses penyimpanan tetapi jarang muncul pada proses lainnya. Bahaya tersebut
tergolong pada karakteristik bahaya E dan bahaya F dengan kategori resiko II.

Karakteristik bahaya
Kelompok Bahaya Karakteristik Bahaya

Bahaya A Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk


konsumsi kelompok beresiko (lansia, bayi, wanita hamil, wanita
menyusui, immuno compromised)

Bahaya B Produk mengandung ingridient sensitif terhadap bahaya


biologi, kimia atau fisik

Bahaya C Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang terkendali yang


secara efektif membunuh mikroba berbahaya atau
menghilangkan bahaya kimia atau fisik

Bahaya D Produk mungkin mengalami rekontaminasi setelah pengolahan


sebelum pengemasan

Bahaya E Ada potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi


atau oleh konsumen yang menyebabkan produk berbahaya
Bahaya F Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan atau di
tangan kosumen atau tidak ada pemanasan akhir atau tahap
pemusnahan mikroba setelah pengemasan sebelum memasuki
pabrik (untuk bahan baku) atau tidak ada cara apapun bagi
konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau
menghancurkan bahaya kimia atau fisik

Sumber : Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB, 2005

Penetapan kategori resiko

Karakteristik Bahaya Kategori Jenis bahaya


Resiko

0 0 Tidak mengandung bahaya A sampai F

(+) I Mengandung satu bahaya B sampai F

(++) II Mengandung dua bahaya B sampai F

(+ + +) III Mengandung tiga bahaya B sampai F

(+ + + +) IV Mengandung empat bahaya B sampai F

(+ + + + +) V Mengandung lima bahaya B sampai F

A+ (kategori khusus) VI Kategori resiko paling tinggi (semua produk


dengan atau tanpa yang mempunyai bahaya A)
bahaya B-F

Sumber : Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB, 2005

7. Penentuan CCP
CCP pertama pada HACCP revisi 2015 adalah main heating yang berada pada area proses
sterilisasi. Main heating dijadikan CCP karena hanya dengan proses ini yang dapat mengurangi jumlah
mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk. Produk yang telah melalui proses
main heating ini dapat dinyatakan steril dan aman sebelum akhirnya dikemas dalam kemasan tetra
brix aseptic. Hal utama yang mendasari sterilitas pada proses ini adalah pengaturan suhu. Jika suhu
berada dibawah standar (130-135oC) maka mikroorganisme patogen masih dapat bertahan dalam
produk dan dapat membahayakan konsumen. Jika suhu berada diatas standar, maka dapat merusak
kandungan dalam minuman teh.
CCP kedua yaitu cooling (suhu transfer) yang masih termasuk dalam area sterilisasi. CCP
cooling (suhu transfer) ditambahkan pada revisi 2015. Hal ini disebabkan karena tahapan ini dirancang
spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya mikrobiologi yang mungkin terjadi sampai
pada tingkatan yang dapat diterima sebelum teh cair manis dikemas. Jika proses ini dihilangkan maka
bahaya mikroorganisme akan melebihi tingkatan yang dapat diterima. Sehingga proses ini dijadikan
CCP. Suhu cooling yang dianjurkan adalah maksimal 50oC. Jika suhu berada dibawah standar maka
mikroorganisme patogen dapat bertahan dan merusak produk sehingga membahayakan konsumen.
Jika suhu berada diatas batas standar, maka ketika proses filler dapat merusak fisik kemasan.
CCP ketiga dan empat adalah sterilisasi paper dari bahaya mikrobiologi dan bahaya kimia.
Proses sterilisasi paper berfungsi untuk mensterilkan kemasan sebelum digunakan untuk mengemas
TCM. Proses ini termasuk CCP karena tahap ini dirancang secara spesifik untuk mencegah adanya
kontaminasi mikroba seperti kapang, khamir, dan bakteri serta kontaminasi kimia berupa residu
peroksida ke dalam kemasan TBK yang akan mempengaruhi ketahanan produk terhadap kerusakan.
Jika proses sterilisasi paper tidak dilakukan dapat menyebabkan adanya kontaminasi silang dari paper
yang tidak steril.
CCP kelima adalah longitudinal sealing (LS). Sealing ini berfungsi merapatkan kemasan pada
sisi terpanjangnya yaitu yang terdapat pada bagian belakang kemasan. LS juga berfungsi untuk
melindungi produk dari kotaminan yang berasal dari lingkungan sekitar. Kegagalan proses selaing LS
dapat menyebakan kebocoran sehingga produk membahayakan konsumen. LS dijadikan CCP karena
proses sealing ini merupakan proses krusial dan dirancang secara spesifik untuk menghilangkan atau
mengurangi bahaya yang mungkin terjadi pada TBK.
CCP keenam adalah transversal sealing (TS). Sealing ini memiliki fungsi yang sama dengan LS.
Perbedaannya adalah TS digunakan untuk merapatkan bagian atas dan bawah kemasan TBK.
Kegagalan proses sealing ini dapat menyebabkan kebocoran sehingga umur simpan produk semakin
pendek dan jika dikonsumsi dapat membahayakan konsumen. Sama halnya dengan LS, TS dijadikan
CCP karena proses sealing ini merupakan proses krusial dan dirancang secara spesifik untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi pada kemasan TBK.

No Critical Control Point Parameter


1 Pengolahan air di instalasi UV pada saat Laju alir air
pemasakan Tebs
2 Sterilisasi di mesin pemanas utama Suhu
3 Sterilisasi atau pasteurisasi di mesin pemanas Suhu
utama
4 Sterilisasi kemasan karton pada pengisian Konsentrasi peroksida
produk kemasan tetra
5 Pembentukan flap sealing pada bagian tengah Tes elektrolit negatif, tes
kemasan tetra kebocoran tinta negatif
6 Pembentukan flap sealing pada bagian bawah Tes elektrolit negatif, tes
dan atas kemasan tetra kebocoran tinta negatif
7 Pengisian pada kemasan kaleng Fruit tea dan Suhu
tebs
8 Pengisian produk pada hot fill system botol Suhu
PET
9 Pemasangan tutup pada hot fill dan cold fill Nilai torsi dan kebocoran
botol PET tutup botol

8. Penentuan batas kritis


Batas kritis yang ditentukan pada CCP 1 proses sterilisasi TTAD, yaitu suhu yang digunakan
dalam proses sterilisasi pada suhu 130±50C. Batas kritis tersebut ditetapkan sesuai prinsip UHT (Ultra
High Temperature) untuk mencapai penurunan jumlah mikroba dalam produk menjadi 0, sekaligus
meminimalisir kerusakan zat gizi dan komponen lain yang terkandung dalam produk. Jika suhu
sterilisasi berada dibawah batas kritis yang ditetapkan, dihawatirkan produk masih mengandung
sejumlah mikroba yang dapat memperpendek umur simpan produk sedangkan jika suhu sterilisasi
berada pada diatas batas kritis maka dikhawatirkan produk akan kehilangan zat gizi yanng
dikandungnya.
CCP 2 adalah suhu pada proses cooling suhu transfer sterilisasi TTAD. Suhu maksimal yang
digunakan pada cooling suhu transfer sterilisasi TTAD adalah 50 0C. Proses cooling ini bertujuan untuk
penurunan suhu pada produk yang telah disterilisasi sebelum proses pengisian dilakukan. Pada suhu
diatas 50 0C, TCM dapat merusak kemasan tetra brix aseptic dan memungkinkan terjadinya migrasi.
Sedangkan pada suhu dibawah 50 0C kontaminan masih dapat bertahan dan merusak produk sehingga
umur simpan menjadi lebih pendek dan kandungan gizi produk berkurang.
Proses sterilisasi paper tergolong dalam CCP 3 dan 4. Proses sterilisasi dilakukan dengan
kombinasi penggunaan peroksida dan panas pada suhu tertentu. Peroksida ini merupakan bahan
sterilizer yang akan bekerja dalam mensterilkan paper. Batas kritis dalam penggunaan peroksida pada
PT. Sinar Sosro dalam melakukan sterilissi paper yaitu konsentrasi 30-50% dan suhu peroksida minimal
700 C, pada konsentrasi ini peroksida sangat efektif dalam membunuh mikroba sehingga konsentrasi
dan suhu penggunaan peroksida perlu diperhatikan dan dikontrol. Residu peroksida dapat terjadi
dalam proses sterilisasi paper dapat disebabkan karena konsentrasi dan suhu penggunaan peroksida
yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Selain konsentrasi dan suhu peroksida, residu
peroksida merupakan batas kritis yang harus diperhatikan. Batas kritis penggunaan peroksida yaitu 0
ppm, artinya paper TBK yang telah disterilisasi harus bebas dari residu peroksida.
Batas kritis pada CCP 5 dan 6, yaitu longitudinal sealing (LS) dan transversal sealing (TS).
Batas kritis dari masing-masing proses tersebut adalah sealing yang sesuai dengan intergrity standard.
Pada dasarnya proses longitudinal sealing dan transversal sealing merupkan bagian dari proses
pengemasan TBK. Proses LS dilakukan pada bagian sisi terpanjang pada kemasan tetra pak dan TS
sehingga kemasan menjadi rapat dan tidak bocor.

9. Pemantauan CCP

Prosedur pemantauan terhadap CCP dilakukan dengan membandingkan hasil lapang dengan
batasan kritis yang telah ditentukan. Pada CCP pertama yaitu proses main heating (sterilisasi dari
kontaminan mikroba) pemantauan dilakukan pada suhu sterilisasi yang dilakukan setiap jam oleh field
inspector. Suhu sterilisasi selalu dijaga agar tetap dalam keadaan standar yaitu 130±5 oC. Pemantauan
pada cooling (suhu transfer) dilakukan setiap jam oleh operator produksi dan field inspector. Suhu
cooling dijaga agar selalu dibawah 50oC. Sterilisasi paper dari mikroba dengan mengontrol konsentrasi
dan suhu peroksida yang digunakan untuk sterilisasi kemasan. Pemantauan dilakukan oleh operator
produksi dan field inspector setiap jam. Pengontrolan konsentrasi peroksida dan suhu yang digunakan
penting dilakukan untuk memastikan bahwa sterilisasi kemasan terjadi secara sempurna untuk
mendukung keaseptisan produk akhir yang dihasilkan.

Pemantauan pada longitudinal sealing (LS) dan transversal sealing (TS) dilakukan dengan
pengujian package integrity. Pengecekan dilakukan setiap setengah jam sekali oleh field inspector.
Package integrity yang dicek dengan membuka kemasan TBK dan menyuntikkan cairan tinta berwarna
merah melalui LS strip. Cairan tinta merah merupakan larutan berbasis isopropanol murni (99,5%)
yang memiliki karakteristik menembus celah-celah kecil dan lubang kecil yang mungkin ada dalam
kemasan. Warna merah berasal dari erithrosine yang dapat mengindikasikan penetrasi
mikroorganisme ke seluruh lapisan kemasan. Isopropanol memiliki aktivitas kapiler tinggi tetapi tidak
berinteraksi dengan lapisan plastik internal kemasan pada suhu kamar. Jika cairan tinta warna merah
keluar jalur maka terdapat indikasi kegagalan kemasan. Jika hal ini terjadi maka produk pada tanggal
produksi tersebut harus dianalisa ulang dan dikarantina. Selain menggunaan pengujian red ink, tes
konduktifitas juga dapat dilakukan untuk mengecek package integrity. Tes ini dilakukan untuk
mendeteksi kerusakan pada lapisan inner PE yang menyebabkan alumunium foil terbuka. Tes ini
menggunakan larutan garam 1% untuk melihat adanya konduktifitas kemasan. Jika pembacaan pada
sampel menggunakan probe menunjukkan 0 µA maka kemasan dalam kondisi baik. Jika tidak,
dilakukan pengujian red ink untuk mengetahui hasil lebih lanjut.

10. Penetapan tindakan koreksi


Tindakan koreksi pada main heating dikoreksi apabila suhu terlalu rendah atau terlalu tinggi
dengan memberhentikan proses produksi dan mengatur suhu sampai suhu standar tercapai. Koreksi
pada suhu cooling juga dilakukan jika hasil pemantauan beberapa kali menunjukkan hasil dibawah
atau diatas suhu standar. Koreksi dilakukan dengan menurunkan atau menaikkan suhu sampai standar
tercapai. Koreksi pada sterilisasi paper juga dilakukan apabila hasil pemantauan berturut-turut tidak
sesuai dengan konsentrasi peroksida dan suhu minimal yang harus dicapai. Jika tidak dilakukan proses
koreksi, maka kemasan yang digunakan pada TBK dapat membahayakan konsumen. Koreksi pada TS
dan LS juga harus dilakukan jika ditemukan kemasan yang tidak lolos uji integritas dengan uji sobek,
konduktifitas, dan uji penyuntikan warna merah (red ink) .

11. Verifikasi Program HACCP


Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem
HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan
bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin.
Beberapa kegiatan verifikasi misalnya penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat, pemeriksaan
kembali rencana HACCP, pemeriksaan catatan CCP, pemeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi
inspeksi visual terhadap kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan, pengambilan contoh
secara acak, catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan
rencana HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan.
Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang
ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai
keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.

12. Dokumentasi
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga
program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu.
Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi
yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu
dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal
dan dapat juga digunakan oleh operator. Seluruh pemantauan CCP PT. Sinar Sosro KPB Cibitung
didokumentasikan dalam form-form dengan nomor tertentu dan disimpan pada dokumen QC.

Anda mungkin juga menyukai