Anda di halaman 1dari 18

RESENSI BUKU

RIBA, GHARAR DAN KAIDAH-KAIDAH EKONOMI


SYARIAH
Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam III

LULU AFIFAH PRADIPTA

D1A191967

KELAS KONVERSI 2019/2020

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS AL-GHIFARI

BANDUNG

2019
BAB I

IDENTITAS BUKU

RIBA, GHARAR DAN KAIDAH-KAIDAH EKONOMI SYARIAH

a. Judul buku : Riba, Gharar, dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah


b. Pengarang : Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P.
Dr. Oni Sahroni, M.A.
c. Penerbit : Raja Grafindo Persada
d. Kota terbit : Jakarta
e. Tahun terbit : 2016
f. Jumlah halaman : 248
g. Harga buku : 77.000

Tentang pengarang dan buku

Buku ini merupakan sebuah tulisan yang dikarang oleh Ir. Adiwarman A. Karim, S.E.,
M.B.A., M.A.E.P dan Dr. Oni Sahroni, M.A. Penulis sudah sejak lama mempunyai keinginan
untuk menulis kaidah-kaidah bisnis dan keuangan syariah dari sudut pandang fiqih dan
ekonomi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat.
Buku ini menjelaskan segala sesuatu tentang riba yang perlu kita waspadai dalam
kehidupan bermuamalah dan perkembangan institusi ekonomi yang berbasis syariat Islam.
Bagaimana hukum riba dan prinsip perbankan syariat dibahas oleh penulis di dalam buku ini.
Manusia sebagai makhluk hidup, untuk kelangsungan hidupnya harus bisa memenuhi
kebutuhannya, Allah sebagai pencipta manusia telah menyediakan kebutuhan mereka
terhampar luas di muka bumi ini. Bahkan Allah telah menundukkan atau memudahkan segala
sesuatu yang ada di langit dan bumi untuk kepentingan manusia. Meskipun demikian, karena
segala sesuatu yang ada di muka bumi terbagi menjadi dua yaitu ada yang baik dan ada yang
buruk serta Allah telah menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk, maka Allah
mensyaratkan agar manusia mengambil yang baik dan meninggalkan yang buruk, Allah telah
berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 29 :
‫يعا‬ ِ ‫ُه َو ٱلَّذِي َخلَقَ لَ ُكم َّما فِي أٱۡل َ أر‬
ٗ ‫ض َج ِم‬

Dialah yang telah menciptakan semua apa-apa yang ada di bumi untuk kalian.

Dan dalam surat Luqman ayat 20 :

ٗۗ َ َٰ ُ‫علَ أي ُك أم ِن َع َم ۥه‬
‫اطن َٗة َو ِمنَ ٱلنَّا ِس‬
ِ ‫ظ ِه َر ٗة َو َب‬ ِ ‫ت َو َما ِفي أٱۡل َ أر‬
َ ‫ض َوأ َ أس َب َغ‬ َّ ‫س َّخ َر لَ ُكم َّما ِفي ٱل‬
ِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬ َّ ‫أَلَ أم ت ََر أواْ أ َ َّن‬
َ َ‫ٱّلل‬
ٖ َ ‫ٱّللِ ِبغ أَي ِر ِع أل ٖم َو ََل هُدٗ ى َو ََل ِك َٰت‬
‫ب ُّمنِ ٖير‬ َّ ‫َمن يُ َٰ َج ِد ُل ِفي‬
Tidakkah kalian memperlihatkan bahwa Allah telah menundukkan atau memudahkan
untuk (kepentingan) kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan
menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada
yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu atau petunjuk dan tanpa kitab yang
memberi penerangan.

Dan dalam surat Al-Baqoroh ayat 168:


َ َٰ ‫ش أي‬
َ ‫ط ِۚ ِن إِنَّ ۥهُ لَ ُك أم‬
ٌ ِ‫ُّو ُّمب‬ٞ ‫عد‬
‫ين‬ َّ ‫ت ٱل‬
ِ ‫ط َٰ َو‬ َ ‫ض َح َٰلَ ٗٗل‬
ُ ‫طيِبٗ ا َو ََل تَتَّبِعُواْ ُخ‬ ُ َّ‫َٰيََٰٓأَيُّ َها ٱلن‬
ِ ‫اس ُكلُواْ ِم َّما فِي أٱۡل َ أر‬
Hai sekalian manusia, makanlah kalian dari (makanan) yang halal lagi baik yang
terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syetan;
sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.

Dan dalam surat An Nahl ayat 114:


َّ َ‫ٱش ُك ُرواْ نِعأ َمت‬
َ‫ٱّللِ إِن ُكنت ُ أم إِيَّاهُ ت َعأ بُدُون‬ َ ‫ٱّللُ َح َٰلَ ٗٗل‬
‫طيِبٗ ا َو أ‬ َّ ‫فَ ُكلُواْ ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم‬
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepada kalian,
dan syukurilah nikmat Allah jika kalian hanya menyembah kepada-Nya.

Ayat-ayat di atas memberi petunjuk kepada kita bahwa untuk memenuhi kebutuhan
manusia, Allah telah menyiapkan di bumi dan memudahkan manusia untuk mendapatkannya.
Surat Al-Baqarah ayat 29 dijadikan dasar oleh para ulama bahwa “segala sesuatu dari urusan
dunia hukumnya halal kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya”.
Allah menghendaki setiap manusia mengambil dan memakan yang halal dan baik serta
menjauhi segala yang haram. Maka dari itu Allah menjelaskan melalui lisan Rasul-Nya mana
yang halal dan mana yang haram. Perhatikan dalil-dalil di bawah ini.
Surat Al Maidah ayat 4:
َّ ‫يَ أسَٔٔ لُونَكَ َماذَآَٰ أ ُ ِح َّل لَ ُه أۖۡم قُ أل أ ُ ِح َّل لَ ُك ُم‬
ُ‫ٱلطيِ َٰبَت‬
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “apakah yang dihalalkan untuk mereka?”.
Katakanlah telah dihalalkan untuk kalian semua yang baik-baik...
Dan surat Al A’raf ayat 157:
َ ‫علَ أي ِه ُم أٱل َخ َٰبََٰٓ ِئ‬
‫ث‬ َّ ‫َوي ُِح ُّل لَ ُه ُم‬
ِ ‫ٱلطيِ َٰ َب‬
َ ‫ت َويُ َح ِر ُم‬
Dan Dia menghalalkan untuk mereka semua yang baik dan mengharamkan kepada
mereka semua yang jelek....

Penjelasan : secara umum semua yang buruk atau jelek haram.

Di dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, manusia harus bekerja atau berbisnis. Di


antara mereka ada yang bertani, beternak, mencari ikan, membuat pakaian, membuat berbagai
jenis makanan, membuat peralatan produksi. Setelah itu muncullah kebutuhan adanya alat
tukar untuk berdagang. Alat tukar tersebut awalnya berbentuk barang, seperti kelapa, batu
mulia, emas dan akhirnya berkembang seperti yang sekarang kita gunakan, yaitu uang.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh
manusia, maka perkembangan ekonomi dan keuangan pun saat ini cukup pesat. Berbagai
macam transaksi ekonomi dan keuangan yang ada saat ini sebagian merupakan hasil rekayasa
ekonomi (economic engineering) dan rekayasa keuangan (financial engineering), maka
diperlukan adanya penelaahan yang mendalam untuk mengetahui hukum halal haramnya. Ada
tiga langkah yang harus ditempuh dalam menetapkan status hukum:
1. Memahami fakta atau masalah apa adanya (fahmul musykilah al ga’imah)
2. Memahami nash-nash syara’ (fahmun nushush asy-syar’iyah) yang berkaitan
dengan fakta tersebut (jika belum ada hukumnya) atau memahami hukum-hukum
syara’ (fahmu al ahkam asy syar’iyah) yang telah ada berkaitan dengan fakta
tersebut (jika sudah ada hukumnya)
3. Mengeluarkan hukum dari nash dan menerapkannya pada fakta, atau menerapkan
hukum yang telah ada pada fakta.
Contoh : beras wajib di zakati, tetapi ada dalilnya harus dizakati dibandingkan
hukum asal dahulu beras adalah makanan pokok, dicari gandum atau sair adalah
makanan pokok, jadi makanan pokok bila sudah nasab harus dizakati, tidak boleh
mengiaskan jagung itu disamakan dengan beras, yang boleh itu beras atau jagung
disamakan dengan gandum, karena itu ada hukumnya.
Oleh karena itu sebelum seseorang berbisnis, mempelajari hukum-hukum muamalah
lebih dahulu penting bahkan wajib, agar di dalam menjalani bisnis selalu sah dan benar serta
tidak terjebak dalam segala yang haram maupun yang syubhat. Diantaranya disini yang akan
dibahas lebih detail dari isi buku ini adalah mengenai beberapa transaksi yang haram.

BAB II

TRANSAKSI-TRANSAKSI YANG HARAM

1. Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Secara linguistik, riba juga berarti
tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dan harta
pokok atau modal secara batil. Namun secara umum riba adalah pengambilan tambahan, baik
dalam jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip
muamalah dengan Islam.
1.1. Riba menurut para ahli fiqih dari beberapa madzhab
Golongan Hanafiah memberikan ta’rif bahwa riba adalah kelebihan atau tambahan yang
kosong dari ganti dengan standar syar’i yang disyaratkan kepada salah satu dari dua orang yang
bertansaksi dalam tukar menukar. Dikatakan juga bahwa riba dalam syar’a adalah pengertian
dari suatu akad yang rusak dengan dengan sifat sama saja di dalamnya ada tambahan atau tidak
ada tambahan.
Penjelasan menurut sudut pandang saya:
Sesuatu yang ditangguhkan itu hukumnya riba, contoh: 1 dollar ditukar dengan Rp 10.000
(sebetulnya sama jumlahnya) tetapi dikembalikannya ditangguhkan sebulan kemudian.

Golongan al-Syafi’iyah memberikan ta’rif bahwa riba adalah transaksi atas dasar adanya
imbalan tertentu yang tidak diketahui persamaannya dalam standar syara’ pada saat
bertransaksi atau bersamaan dengan mengakhirkan dua gantinya atau salah satu gantinya.
Penjelasan menurut sudut pandang saya:
Contoh: padi basah ditukar dengan padi kering, karena padi basah terjadi penyusutan dan tidak
diketahui berapa penyusutannya itu adalah riba, tapi meski sudah diketahui penyusutannya itu
tetap tidak boleh.

Golongan al-Hanabilah memberikan ta’rif bahwa riba adalah adanya kelebihan atau tambahan
dalam segala sesuatu dan penggemukan dalam segala sesuatu, dikhususkan dengan segala
sesuatu yang syara’ datang mengharamkannya yakni mengharamkan riba di dalamnya secara
nash untuk sebagiannya dan mengharamkan secara kias untuk sebagian lainnya.

Golongan al-Malikiyah, memberikan ta’rif tiap-tiap macam riba secara sendiri-sendiri.


Menurut istilah, al-Qolyuby memberikan ta’rif al-bai’ adalah transaksi tukar menukar harta
yang memberi faedah kepemilikan suatu benda atau barang atau manfaat untuk selamanya
bukan karena adanya tujuan taqarrub. Pada dasarnya jual beli hukumnya halal dan riba
hukumnya haram.
Penjelasan menurut sudut pandang saya:
Penjelasan mengenai manfaat diatas contohnya : anda membeli rumah, dan disewakan selama
satu tahun, maka kita mendapat manfaat dari rumah tersebut.

1.2. Hukum riba


Riba termasuk dosa besar, riba termasuk amalan yang melebur amal-amal kebajikan.
Allah dan Rasul tidak pernah menyatakan perang kepada orang yang berbuat maksiat kecuali
kepada orang yang memakan riba. Orang yang menganggap riba itu halal, hukumnya kafir
karena dia mengingkari sesuatu dari urusan agama yang tidak boleh tidak setiap muslim harus
mengetahuinya dan wajib bertaubat.
Penjelasan menurut sudut pandang saya:
Seseorang yang meninggalkan mempelajari riba hukumnya berdosa dan salah. Seseorang jika
tidak mau belajar hukum-hukum muamalat, terkadang jatuh di dalam riba tanpa sengaja
melakukannya, bahkan kadang-kadang jatuh di dalam riba tanpa sengaja melakukannya,
bahkan kadang-kadang masuk di dalam riba yang tanpa diketahuinya berakibat terperosok di
dalam keharaman dan jatuh di dalam neraka.

1.3. Macam-macam riba


a. Riba Fadl (jual beli)
Riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau penukaran barang ribawi yang
sejenis, namun berbeda kadar atau takarannya. Contoh: 20 kg beras kualitas bagus,
ditukar dengan 30 kg beras kualitas menengah.
Penjelasan :
Barang-barang ribawi itu ada 6 (enam), yaitu: 2 (dua) berupa mata uang terdiri dari emas
dan perak (dan semua yang dikiyaskan kepada keduanya seperti mata uang rupiah,
ringgit, dolar dan lainnya). Dan yang empat berupa makanan yaitu kurma, gandum,
jawawut/sya’ir sejenis gandum (dan semua yang dikiyaskan kepada ketiganya sebagai
makanan pokok, seperti beras dan jagung).
b. Riba Nasi’ah
Riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau pertukaran barang ribawi tidak
sejenis yang dilakukan secara utangan (tempo) atau terdapat penambahan nilai transaksi
yang diakibatkan oleh perbedaan atau penangguhan waktu transaksi.
Contoh: bunga bulanan atau tahunan di bank konvensional; mengambil keuntungan atau
kelebihan atas pinjaman uang yang pengembaliannya ditunda.
c. Riba Qardh
Riba yang muncul akibat adanya tambahan atas pokok pinjaman yang
dipersyaratkan di muka oleh kreditur kepada pihak yang berhutang (debitur), yang
diambil sebagai keuntungan.
Contoh: kreditur memberi pinjaman uang kepada debitur Rp 10 juta dengan syarat
debitur wajib mengembalikan pinjaman tersebut sebesar Rp 18 juta pada saat jatuh
tempo.
d. Riba Jahiliyah
Riba yang muncul akibat adanya tambahan persyaratan dari kreditur, di mana pihak
debitur diharuskan membayar utang yang lebih dari pokoknya, karena ketidakmampuan
atau kelalaiannya dalam pembayaran saat utangtelah jatuh tempo.
Contoh: debitur memiliki utang senilai Rp 10 juta, jatuh tempo 1 Desember 2019. Namun
sampai dengan tanggal tersebut, debitur tidak mampu membayar. Akhirnya pihak
kreditur membuat syarat, jangka waktu pinjaman dapat diperpanjang, tetapi jumlah utang
bertambah menjadi Rp 15 juta.
e. Riba Yad
Riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau pertukaran barang ribawi maupun
yang bukan ribawi, di mana terdapat perbedaan nilai transaksi bila penyerahan salah satu
atau kedua-duanya diserahkan di kemudian hari. Dengan kata lain, pada riba yad terdapat
dua persyaratan dalam transaksi tersebut yaitu satu barang dapat diperdagangkan dengan
dua skema yaitu kontan dan kredit.
Contoh: harga mobil baru jika dibeli tunai seharga Rp 100 juta, harganya Rp 150 juta
bila mobil itu dibeli secara kredit dan sampai dengan keduanya berpisah tidak ada
keputusan mengenai salah satu harga yang ditawarkannya.

Penjelasan menurut sudut pandang saya:


Riba akan mendatangkan terputusnya kebaikan-kebaikan diantara manusia yang
berhubungan dengan adanya pinjam meminjam. Sesungguhnya riba ketika diharamkan,
hati seseorang menjadi baik atau senang dengan memberikan pinjaman satu dirham dan
kembali satu dirham sepertinya, dan seandainya riba itu halal maka dapat dipastikan hajat
yang dibutuhkan akan membawanya kepada mengambil satu dirham dengan dua dirham.
Hal ini akan mendatangkan terputusnya saling membantu dan terputusnya kebaikan-
kebaikan. Kesimpulannya: riba telah merusak tatanan kehidupan sosial dan ekonomi
manusia.
2. Gharar (Transaksi yang menimbulkan ketidakpastian)
2.1. Pengertian Gharar
Segala bentuk transaksi yang sifatnya tidak jelas (uncertainty) dan spekulatif sehingga
dapat merugikan pihak yang bertransaksi. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah mendefinisikan gharar sebagai transaksi yang obyeknya tidak jelas, tidak
dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan kecuali bila diatur lain dalam syariah.
Beberapa bentuk transaksi gharar adalah:
a. Bai’ ma’dum
Adalah jual beli di mana barangnya tidak ada atau fiktif
b. Bai’ ma’juzi at-taslim
Adalah jual beli di mana barangnya tidak bisa untuk diserah terimakan
c. Bai’ majhul
Adalah jual beli di mana kualitas, kuantitas dan harga barang tidak diketahui.

Contoh transaksi gharar pada jaman pra dan awal Islam adalah sebagai berikut:
a) Jual beli mulamasah
Jual beli secara sentuh menyentuh. Misalkan seseorang menyentuh sebuah produk
di tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah
memberi kain tersebut.
b) Jual beli hashah
Jual beli hashah (kerikil) ialah jual beli di mana pembeli menggunakan kerikil
dalam jual beli. Kerikil tersebut dilemparkan kepada berbagai macam barang penjual.
Kerikil yang mengenai suary barang, barangnya harus dibeli dan ketika itu terjadilah jual
beli.
c) Hablul habalah
Hablul habalah adalah anak dari janin unta yang sedang dikandung. Seseorang
menjual seekor anaknya anak unta yang masih berada dalam perut induknya (menjual
cucunya unta).
d) Jual beli munabadzah
Jual beli secara lempar melempar, sehingga objek barang tidak jelas dan tidak pasti,
apakah barang A, B atau C atau lainnya. Setelah terjadi saling melempar barang maka
terjadilah jual beli.
e) Jual beli muzabanah
Buah-buahan ketika masih ada di atas pohon yang masih basah dijual sebagai alat
pembayar untuk memperoleh kurma atau anggur kering jumlahnya di atas lima wasak.
Jual beli ini dilarang karena buah yang di atas pohon belum bisa dipastikan kualitas dan
kuantitasnya. Jadi hanya berdasarkan perkiraan/taksiran.
f) Jual beli muhaqalah
Menjual biji tanam-tanaman yang masih di ladang atau di sawah (belum siap
panen) dengan biji-bijian yang kering (yang siap dimasak)
g) Mukhaddarah
Menjual buah-buahan yang belum saatnya untuk dipanen, seperti menjual buah
durian yang masih muda, rambutan yang masih muda/pentil hijau.
h) Malaaqih
Malaaqih adalah apa yang ada di dalam kandungan unta betina
i) Madhamin
Madhamin adalah sperma yang ada di tulang sulbi unta jantan. Madhamin ialah
menjual sperma hewan, di mana si penjual membawa hewan pejantan kepada hewan
betina untuk dikawinkan. Anak hewan (yang mungkin dihasilkan) dari hasil perkawinan
itu dalam akad jual beli ditentukan menjadi milik pembeli, seolah-olah sudah pasti bahwa
hasil perkawinan itu menghasilkan anak padahal belum tentu menghasilkan anak
(termasuk ghoror).

Pada saat ini banyak kegiatan bisnis dan keuangan yang mengandung unsur gharar yang
hukumnya haram. Berikut ini beberapa contoh bisnis dan keuangan yang mengandung unsur
gharar.
1) Bermain Bursa Valas
Di dalam bermain bursa valas, ada transaksi yang tidak diketahui secara jelas
kuantitas dan kualitas barangnya. Transaksi dilakukan secara semu tidak betul-betul
adanya pertukaran mata uang. Hukumnya haram karena mengandung unsur gharar.
2) Bermain Bursa indeks harga saham
Di dalam bermain bursa indeks harga saham, transaksi yang dilakukan juga bersifat
semu. Barangnya tidak dapat diserahterimakan karena berupa indeks harga saham dan
bukan lembar sertifikat saham. Hukumnya haram karena mengandung unsur gharar.
3) Bursa emas
Dalam transaksi di bursa emas, ada kegiatan di mana transaksi yang dilakukan
secara semu. Emas yang diperjualbelikan barangnya bersifat semya, tidak real, tidak
diserahterimakan. Transaksi seperti ini hukumnya haram karena mengandung unsur
gharar.
4) Asuransi konvensional
Asuransi konvensional hukumnya haram karena mengandung unsur gharar. Barang
yang diperjualbelikan tidak jelas kuantitas dan kualitasnya karena memperjualbelikan
resiko. Resiko meninggal dunia, risiko cacat, risiko sakit yang tidak jelas kuanitas dan
kualitasnya, sehingga mengandung unsur gharar.

3. Risywah (suap)
3.1. Pengertian risywah
Risywah secara bahasa artinya al-ju’lu atau upah dan apa-apa yang diberikan untuk
mendatangkan kemaslahatan. Menurut istilah, risywah adalah apa-apa yang diberikan untuk
membatalkan barang yang benar dan membenarkan barang yang batal (salah).
3.2. Hukum risywah (suap)
Risywah (suap) dalam urusan hukum dan risywah yang harus dipertanggungjawabkan
dari suatu perbuatan, hukumnya haram tanpa adanya perbedaan pendapat dan termasuk dosa
besar.
Penjelasan menurut sudut pandang saya:
Haram mencari suap dan memberikannya dan menerimanya seperti halnya haram pekerjaan
menjadi perantara antara orang yang menyuap dan orang yang menerima suap. Hanya boleh
saja bagi seseorang memberikan suap untuk menghasilkan kebenaran atau untuk menolak
penganiayaan atau bahaya, adapun dosanya adalah bagi yang menerima suap buka orang yang
menyuap. Tidak apa-apa seseorang melakukan suap dari dirinya dan hartanya jika takut adanya
penganiayaan.

4. Akad Produk Simpanan


Ketika menyusun suatu akad, harus diperhatikan rukun dan syarat akad. Rukun ialah
sesuatu (kewajiban) yang tidak boleh tidak harus ada di dalam suatu akad dan jika tidak ada
salah satunya, maka transaksi menjadi batal. Rukun akad menurut para ulama terdiri dari : 1)
pihak yang berakad; 2) obyek akad; 3) tujuan pokok akad; 4) kesepakatan. Syarat adalah
sesuatu yang menimbulkan adanya hukum, tidak adanya syarat menimbulkan tidak adanya
hukum. Contoh syarat pihak yang berakad adalah cakap hukum dan tidak dalam keadaan
dipaksa.
4.1. Tabungan
Salah satu fungsi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah menghimpun dana dari
masyarakat antara lain melalui produk berupa tabungan. Perjanjian untuk produk tabungan
dapat menggunakan akad wadi’ah atau akad mudharabah.
4.1.1. Wadi’ah
Wadi’ah (titipan) adalah titipan murni atau dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja di penitip
menghendaki. Wadi’ah adalah akad antar pemilik barang/modal dengan penerima titipan
untuk menjaga harta/modal atau kerugian dan untuk keamanan harta. Pihak yang beakad
adalah para pihak yang dapat membatalkan perjanjian akad ini setiap saat, karena
wadi’ah termasuk akad ghairu lazim.
Penjelasan menurut sudut pandang saya:
Dari sifat wadi’ah terdapat unsur permintaan tolong dari pemberian pertolongan adalah
hak dari penerima titipan, kalau penerima titipan tidak mau, maka tidak ada kewajiban
baginya untuk menjaga titipan.
4.1.2. Mudharabah
Adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama (shahibul
maal) menyediakan seluruh modal (100%) dan pihak lainnya adalah sebagai pengusaha
atau pengelola (mudharib). Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang
dutuangkan dalam akad. Apabila terjadi kerugian akibat kelalaian dan kecerobohan
mudharib maka kerugian ditanggung oleh mudharib. Apabila terjadi kerugian bukan
karena kelalaian dan kecerobohan mudharib seperti kerugian akibat bencana alam,
kerusuhan dan faktor eksternal lainnya di luar kemampuan mudharib, maka kerugian
ditanggung oleh shilabul maal.
Deposito mudharabah, dana yang disetor sebagai modal melalui deposito
mudharabah harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam akad deposito
mudharabah:
a. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan
LKS bertindak sebagai pengelola dana (mudharib)
b. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam
usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya,
termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain
c. Uang yang didepositokan oleh nasabah ke LKS harus dinyatakan jumlahnya dalam
bentuk tunai dan bukan piutang
d. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan
dalam akad pembukaan rekening
e. Lembaga Keuangan Syariah sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito
dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya
f. Biaya operasional deposito yang menjadi beban LKS sebagai mudharib adalah
biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan operasi pengelolaan dana kecuali biaya
administrasi, contoh biaya administrasi untuk deposito antara lain biaya materai.
LKS tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan nasabah
g. LKS tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan
Contoh:
Deposito Bank Syariah Mandiri: akad yang digunakan adalah mudharabah muthlaqah.
Porsi nisbah nasabah 51% dan porsi nisbah bank 49%.
Bagi hasil yang diterima nasabah=
(nisbah nasabah x pendapatan yang dibagi hasilkan x (saldo nasabah/ rata-rata saldo total
nasabah bank)) / 12
Contoh simulasi: jika saldo nasabah bulan Juni Rp 300.000.000; saldo rata-rata seluruh
nasabah BSM Rp 50.000.000; pendapatan bank yang dibagi hasilkan untuk nasabah
tabungan Rp 2.000.000.000; jumlah hari penempatan 30 hari; maka bagi hasil yang
diperoleh nasabah sebelum dipotong pajak:
Bagi hasil yang diterima nasabah=
(nisbah nasabah x pendapatan yang dibagi hasilkan x (saldo nasabah / rata-rata saldo total
nasabah bank)) / 12
= (51% x Rp 2.000.000.000 x (Rp 300.000.000 / Rp 50.000.000.000)) / 12
= Rp 510.000

5. Akad Produk Pembiayaan


Ada 4 prinsip yang bisa digunakan dalam pembiayaan LKS, yaitu: prinsip bagi hasil,
prinsip jual beli, prinsip swa/ upah dan prinsip utang piutang.
1) Prinsip bagi hasil terdiri dari :
a. Musyarakah
Musyarakah berasal dari kata syirkah yang berarti pencampuran. Syirkah adalah
pembiayaan berdasar akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian
ditanggung oleh para pihak sebesar pastisipasi modal yang disertakan dalam usaha.
Syirkah merupakan akad yang diperbolehkan berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadis.
b. Mudharabah
Bentuk kerjasama dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana
(mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan
metode bagi untung atau metode bagi pendapatan antara kedua belah pihak berdasarkan
nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana.
Contoh:
Pak Saleh menyerahkan uang kepada pak Khalid sebesar 100 juta rupiah untuk
dikembangkan dalam bentuk usaha jual-beli kurma dengan perjanjian pak Saleh
mendapat rasio laba 70% dan pak Khalid selaku pihak pengelola mendapat rasio laba
30%. Kerugian sepenuhnya ditanggung pemberu modal (pak Saleh) dan pihak yang
bekerja (pak Khalid) tidak menanggung kerugian modal, karena dia telah menanggung
kerugian dalam bentuk kerja, kecuali ada unsur kesengajaan atau kelailaian dari dari
pihak pak Khalid, maka dia menanggung kerugian sebanyak unsur kelailaian
2) Prinsip Jual Beli, terdiri dari:
a. Murabahah
Menjual barang dengan harganya semula ditambah dengan keuntungan yang
diinginkannya.
Contoh: seseorang membeli sepeda motor Rp 12 juta termasuk biaya pajak. Pada waktu
menjual sepeda motornya pada orang lain, ia menyebutkan harga pembelian ditambah
dengan keuntungan yang ia inginkan sebesar Rp 2 juta, sehingga harga penjualan menjadi
Rp 14 juta. Jual beli murabahah bisa dilakukan secara kontan maupun cicilan.
Penjelasan menurut sudut pandang saya:
Murabahah dapat disimpulkan adalah akad yang dipergunakan dalam perjanjian jual beli
barang dengan menyatakan harga pokok barang dan keuntungan yang disepalati oleh
penjual dan pembeli.
b. Jual Beli Pesanan, terdiri dari
a. Salam atau salaf
Akad yang digunakan dalam perjanjian jual beli barang dengan cara
pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu
secara penuh di muka.
Secara hukum muamalah, salam merupakan akad yang diperbolehkan
meskipun obyeknya tidak ada di majelis akad, sebagai pengecualian dari
persyaratan jual beli yang berkaitan dengan obyeknya harus ada di majelis akad.
b. Istishna
Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria tertentu antara pemesan dan penjual. Berdasarkan akad istishna tersebut,
penjual wajib memuat atau mengadakan barang yang dipesan sesuai spesifikasi
yang disyaratkan pembeli untuk kemudian diserahkan kepada pembeli pada waktu
yang telah disepakati .
3) Prinsip sewa menyewa
a. Ijarah
Akad yang digunakan untuk transaksi sewa menyewa suatu barang dan atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.
Semua ketentuan yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam akad Ijarah
Muntahiyah bit Tamlik (IMBT).
Ilustrasi:
Dengan semakin pesatnya kemajuan usaha Fulan di bidang penjualan sembaki, makan
Fulan memerlukan sebuah ruko untuk kegiatan operasional toko. Fulan memerlukan ruko
tersebut untuk kegiatan operasional toko. Fulan memerlukan ruko tersebut pada tanggal
1 April 2018 dengan cara menyewa selama 1 tahun kemudian membelinya di akhir masa
penyewaan sewa tunai di muka sebesar Rp 60 juta (1 April 2018) dan Rp 90 juta di akhir
masa sewa (1 April 2019) untuk dapat memiliki ruko tersebut, dengan pola pembayaran
seperti di atas, kemampuan keuangan Fulan tidak memungkinkan. Beliau hanya dapat
membayar cicilan sebesar Rp 15 juta per bulan. Untuk itu Fulan mengajukan pembiayaan
kepada Bank Syariah yang menginginkan prosentase keuntungan sebesar 20% per tahun.

Analisis Bank:
Harga barang:
Harga sewa 1 tahun (tunai di muka): Rp 60.000.000.
Harga ruko (di akhir masa sewa): Rp 90.000.000.
Keuntungan Bank: Rp 30.000.000.
Total harga barang: Rp 180.000.000.
Kemampuan membayar nasabah:
Pembayaran sewa cicilan Rp 15 juta per bulan
Per tahun: Rp 180.000.000
Pembelian ruko di akhir masa sewa: Rp 0.
Total kemampuan membayar: Rp 180.000.000.
Posisi Bank dalam IMBT:
Dalam IMBT bank bertindak selaku pihak yang menyewakan dalam akad pertama dan
selaku pemberi hibah atau penjual dalam akad kedua. Sedangkan nasabah bertindak
selaku penyewa pada tahap pertama dan selaku penerima hibah/pembeli pada akad
kedua.
Hal itu karena akad ijarah dan akad hibah/jual beli tidak bisa digabungkan pada waktu
penyerahan aset.

4) Prinsip Utang Piutang


a. Utang piutang murni (Qardh)
Akad pemberian pinjaman dari seseorang atau lembaga keuangan syariah
kepada orang lain atau nasabah yang dipergunakan untuk keperluan mendesak.
Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jumlah yang sama dan dalam jangka
waktu tertentu (sesuai kesepakatan bersama) dan pembayarannya bisa dilakukan
secara tunai atau angsuran.
Penjelasan menurut sudut pandang saya:
Pengembalian utang dianjurkan untuk dilakukan secepatnya, apabila orang yang
berhutang telah memiliki kemampuan untuk mengembalikan. Apabila kondisi
orang yang sedang berutang sedang berada dalam kesulitan dan ketidakmampuan,
maka kepada orang yang memberikan utang dianjurkan untuk memberikan
kelonggaran dalam menunggu sampai ia mampu untuk membayar utangnya.
b. Gadai barang (Rahn)
Menjadikan benda yang memiliki nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai
jaminan untuk utang, dengan ketentuan dimungkinkan untuk mengambil semua
utang, atau mengambil sebagiannya dari benda (jaminan) tersebut.
Penjelasan menurut sudut pandang saya:
Jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman, maka barang jaminannya
diberikan pada pemberi pinjaman senilai pinjaman yang dia tanggung. Apabila ada
sisa nilai jaminan dari pinjamannya, maka harus dikembalikan, jika kurang maka
pemberi pinjaman berhak meminta kekurangannya.

Kelebihan Buku:
1. Pembahasannya lengkap, mengupas seluruh permasalahan yang terkait
2. Bahasa yang digunakan mudah dipahami
3. Banyak perbandingan dari ahli lain sebagai perbandingan

Kekurangan Buku:

1. Buku yang diterbitkan tidak menggunakan hard cover, sehingga tidak tahan lama
Kesimpulan:
Buku ini menjelaskan mengenai riba, gharar dan kaidah-kaidah ekonomi syariah. Bagaimana
hukum riba dan prinsip perbankan syariat dibahas disini oleh penulis.
Yakinkah harta kita sudah terbebas dari riba? Atau malah kita secara tidak sadar telah terjebak
di dalamnya. Buku ini mengupas seluk-beluk mengenai riba dan beberapa kaidah penting yang
berkenaan dengannya. Juga disertai dengan contoh-contohnya.
Dengan memahami beberapa hal tersebut, diharapkan kita dapat memahami hakikat perbankan
Syariah yang ada. Dan temukan solusi praktis di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai