Anda di halaman 1dari 15

BRIEF PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN


IBU HAMIL DALAM PEMEUHAN NUTRISI DENGAN KEJADIAN
MENCEGAH STUNTING PADA ANAK

PENELITIAN QUASY EXPERIMENT


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Pada Program Studi Keperawatan Strata 1
STIKES RS.Baptis Kediri

Oleh:
DIAH AYU WILUJENG
NIM: 01.2.16.00531

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STRATA 1


STIKES RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stunting adalah salah satu masalah gizi yang berdampak buruk terhadap
kualitas hidup anak dalam mencapai titik tumbuh kembang yang optimal
sesuai potensi genetiknya. Stunting dapat menghambat proses tumbuh
kembang pada balita. Chilhood stunting atau tubuh pendek pada masa anak-
anak merupakan akibat kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan di
masa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang
pada anak (Kementerian Kesehatan, 2015).
Masalah stunting (anak pendek) merupakan salah satu permasalahan gizi
yang dihadapi dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang
Stunting menjadi permasalahan kesehatan karena berhubungan dengan risiko
terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan otak suboptimal, sehingga
perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental. Hal
ini menjadi ancaman serius terhadap keberadaan anak-anak sebagai generasi
penerus suatu bangsa. Anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas
sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan
kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (Unicef, 2013).
Secara global, sekitar 162 juta anak balita mengalami kependekan. Afrika
Sub Sahara dan Asia Selatan adalah rumah untuk tiga perempat anak pendek
dunia. Data menunjukkan bahwa 40% balita di Afrika Sub Sahara mengalami
stunting sedangkan di Asia Selatan tercatat sebesar 39% (WHO Stunting
Infographic).
Indonesia menduduki peringkat ke lima dunia untuk jumlah anak dengan
kondisi stunting. Lebih dari sepertiga anak usia di bawah lima tahun tingginya
berada di bawah rata-rata. Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 mencatat
prevalensi stunting nasional mencapai 37,2% terdiri dari 18,0% sangat pendek
dan 19,2% pendek, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%).
Artinya, pertumbuhan tak maksimal diderita oleh sekitar 8 juta anak
Indonesia, atau satu dari tiga anak Indonesia. Prevalensi stunting di Indonesia
lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar
(35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%) [MCA Indonesia, 2014].
Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensinya sebesar
30-39% dan serius bila prevalensinya ≥40% (WHO, 2010). Dari acuan ini,
angka prevalensi stunting nasional Indonesia tergolong dalam kategori berat.
Sedangkan berdasarkan Riskesdas 2013, masalah stunting di 14 provinsi di
Indonesia tergolong kategori berat, dan sebanyak 15 provinsi lainnya
tergolong kategori serius. Tercatat 20 provinsi yang angka prevalensinya di
atas prevalensi nasional. Salah satunya adalah Provinsi Sulawesi Barat yang
berada di urutan kedua tertinggi setelah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Di Provinsi Sulawesi Barat, tercatat prevalensi status gizi balita stunting
berdasarkan TB/U (Tinggi Badan menurut Umur) sebesar 48,0% terdiri dari
sangat pendek dan pendek masing-masing adalah 22,3% dan 25,7%. Adapun
prevalensi balita sangat pendek dan pendek menurut kabupaten di Provinsi
Sulawesi Barat Tahun 2013 adalah tertinggi di Kabupaten Majene sebesar
58,62%. Terkait panjang badan lahir di Provinsi Sulawesi Barat, persentase
panjang badan lahir <48 cm sebesar 20,0% dan 48-52 cm sebesar 76,9%.
Persentase bayi lahir pendek (panjang badan lahir <48 cm) tertinggi di Majene
(23,4%) dan terendah di Mamuju Utara (7,8%) [Riskesdas, 2013].
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian
status gizi balita adalah pengukuran secara anthropometri yang menggunakan
3 (tiga) indeks, yaitu : berat badan menurut umur (BB/U), berat badan
menurut tinggi badan/panjang badan (BB/TB) dan tinggi badan /panjang
badan menurut umur (TB/BB/U). Sedangkan Balita dikatakan mengalami gizi
buruk adalah balita dengan status gizi berdasarkan indeks BB menurut TB
(BB/TB) atau BB menurut PB (BB/PB) dengan nilai Z-Score <-3 SD (sangat
kurus) dan atau terdapat tanda klinis gizi buruk lainnya.
Nutrisi pada ibu hamil sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin. Jika seorang ibu hamil mendapatkan asupan nutrisi yang
cukup dan seimbang, maka janin yang dikandungnya juga akan sehat. Namun
apabila seorang ibu mempunyai permasalahan dalam pemenuhan nutrisi pada
saat kehamilannya, maka akan bedampak tidak baik atau menyebabkan
kelainan pada janin yang ada dalam kandungannya.
Faktor yang menyebabkan permasalahan nutrisi pada ibu hamil salah
satunya adalah keadaan sosial ekonomi. Faktor keadaan sosial ekonomi sangat
berpengaruh terhadap kebutuhan nutrisi ibu hamil, jika dikaitkan dengan
kemiskinan dan rendahnya pendidikan. Ibu hamil yang memiliki tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang rendah, maka tingkat konsumsi pangan dan
pemenuhan nutrisi juga akan turut serta menjadi rendah (Fathonah, 2016).
Pengetahuan seorang ibu hamil akan sangat berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan dan perilakunya. Ibu hamil yang memiliki
pengetahuan baik tentang nutrisi selama kehamilan sebagian besar akan
memiliki kesadaran untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan baik juga,
namun apabila pengetahuannya kurang akan salah dalam memenuhi kebuhan
nutrisinya selama kehamilan. Pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi sangat
berpengaruh pada pemenuhan nutrisi selama hamil. Jika nutrisi selama
kehamilan terpenuhi, itu berarti status gizinya juga akan baik. Namun apabila
seorang ibu hamil tidak mengonsumsi nutrisi yang cukup, maka dapat
menyebabkan perkembangan janin yang dikandungnya kurang optimal
(Krisriyanasari, 2010). Menurut Fathonah (2016), asupan nutrisi yang harus
dikonsumsi oleh ibu hamil setiap hari yaitu karbohidrat sebanyak 135-175
gram, protein 80 gram, lemak 10 gram, vitamin A 25 mg, vitamin D 10 mg,
vitamin E 15 mg, vitamin C 70 mg, kalsium dan fosfor 1200-1500 mg, zat
besi 15 mg, asam folat 400 mg dan iodium sebanyak 200 μg/hari.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari pada tahun 2013,
pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dan
berpengaruh terhadap tindakan seseorang. Ibu hamil yang memiliki
pengetahuan baik tentang nutrisi selama kehamilan sebagian besar akan
memiliki kesadaran untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan baik juga,
namun apabila pengetahuannya kurang akan salah dalam memenuhi kebuhan
nutrisinya selama kehamilan. Kebijakan pemerintah dalam menangani
permasalahan nutrisi pada ibu hamil adalah dengan cara memberikan
konseling, penyuluhan tentang nutrisi, pemberian tablet Fe dan asam folat
pada ibu hamil serta pemberian makanan tambahan pada ibu hamil yang
masih kekurangan protein (Uniceff Indonesia, 2012).
Gizi buruk, baik dari segi kuantitas dan kualitas menyebabkan gangguan
pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan
fungsi otak serta perilaku. Dari hasil pelaksanaan pemantauan status gizi di
Kota Kediri berdasarkan BB/TB ada sebesar 15 balita dengan 100% ditangani.
Sedangkan berdasarkan BB/U ada sebesar 120 balita yang menderita berat
badan sangat kurang. Penyebab terjadinya kasus gizi buruk balita ini adalah
intake zat gizi yang kurang yang disebabkan karena pola asuh yang kurang
dari keluarga dan adanya penyakit infeksi. Selain itu penyebab gizi buruk bagi
balita juga dapat disebabkan oleh komplikasi penyakit jantung dan paru oleh
sebab itu perlu penanganan lebih lanjut.
1.2 Identifikasi Masalah

Penyebab stunting : Stunting Angka insidensi


stunting di Kediri
1) Faktor gizi
adalah (...)
buruk yang
dialami ibu Penatalaksanaan :
hamil
maupun 1) Pemberian
anak balita. tablet tambah
2) Kurangnya darah pada ibu
pengetahuan hamil.
ibu 2) Pemberian
mengenai makanan
kesehatan tambahan pada
dan gizi ibu hamil.
sebelum dan 3) Pemenuhan gizi.
pada masa 4) Pemberian ASI
kehamilan, ekslusif pada
serta setelah bayi hingga usia
ibu 6 bulan.
melahirkan. 5) Pemberian
3) Terbatasnya makanan
layanan pendamping
kesehatan ASI.
termasuk 6) Pemberian
layanan imunisasi dasar
ANC, Post lengkap dan
Natal Care vitamin A.
dan 7) Pantau
pembelajara pertumbuhan
n dini yang balita di
berkualitas. Posyandu.
4) Kurangnya (Depkes, 2018)
akses kepada
makanan
bergizi.
5) Kurangnya
akses air
bersih dan
sanitasi.
(Depkes,
2018)
Stunting adalah salah satu masalah gizi yang berdampak buruk terhadap
kualitas hidup anak dalam mencapai titik tumbuh kembang yang optimal
sesuai potensi genetiknya. Stunting dapat disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil maupun anak balita,
kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada
masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan, terbatasnya layanan kesehatan
termasuk layanan ANC, Post Natal Care dan pembelajaran dini yang
berkualitas, kurangnya akses kepada makanan bergizi, Kurangnya akses air
bersih dan sanitasi.

Stunting dapat berdampak buruk bagi penderita, tidak hanya berpengaruh


pada fisik saja namun stunting dapat mempengaruhi kesehatan mental dalam
jangka waktu yang lama. Seseorang yang mengalami stunting dapat
dilakukan penatalaksanaan seperti pemberian tablet tambah darah pada ibu
hamil, pemberian makanan tambahan pada ibu hamil, pemenuhan gizi,
pemberian ASI ekslusif pada bayi hingga usia 6 bulan, pemberian makanan
pendamping ASI, pemberian imunisasi dasar lengkap dan vitamin A, pantau
pertumbuhan balita di Posyandu.

Penelitian ini mengukur tingkat pengetahuan ibu hamil dalam pemenuhan


nutrisi selama hamil untuk mencegah stunting pada anak.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas didapat rumusan masalah yaitu,
“Bagaimana tingkat pengetahuan ibu hamil mengenai pemenuhan nutrisi
selama hamil untuk mencegah kejadian stunting pada anak?”

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil mengenai nutrisi yang
harus dipenuhi selama masa kehamilan untuk mebcegah terjadinya stunting
pada anak.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil dalam pemenuhan nutrisi
dengan kejadian mencegah stunting pada anak.
2. Mengetahui asupan energi dan protein pada ibu hamil dalam pemenuhan
nutrisi dengan kejadian mencegah stunting pada anak.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi kepada masyarakat
untuk upaya pencegahan stunting pada anak.

1.5.2 Bagi Peneliti Lain


Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan bahan
pertimbangan bagi penelitian lain atau penelitian lanjutan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pendidikan Kesehatan


2.1.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam
bidang kesehatan. Secara opearasional pendidikan kesehatan adalah semua
kegiatan untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap, praktek baik
individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2012).
2.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan
Menurut Susilo (2011) tujuan pendidikan kesehatan terdiri dari :
a. Tujuan kaitannya dengan batasan sehat
Menurut WHO (1954) pendidikan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku
orang atau masyarakat dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat. Seperti
kita ketahui bila perilaku tidak sesuai dengan prinsip kesehatan maka dapat
menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kesehatan. Masalah ini harus
benar-benar dikuasai oleh semua kader kesehatan di semua tingkat dan jajaran,
sebab istilah sehat, bukan sekedar apa yang terlihat oleh mata yakni tampak
badannya besar dan kekar. Mungkin saja sebenarnya ia menderita batin atau
menderita gangguan jiwa yang menyebabkan ia tidak stabil, tingkah laku dan
sikapnya. Untuk menapai sehat seperti definisi diatas, maka orang harus
mengikuti berbagai latihan atau mengetahui apa saja yang harus dilakukan agar
orang benar-benar menjadi sehat.
b. Mengubah perilaku kaitannya dengan budaya
Sikap dan perilaku adalah bagian dari budaya. Kebiasaan, adat istiadat, tata
nilai atau norma, adalah kebudayaan. Mengubah kebiasaan, apalagi adat
kepercayaan yang telah menjadi norma atau nilai di suatu kelompok
masyarakat, tidak segampang itu untuk mengubahnya. Hal itu melalui proses
yang sangat panjang karenakebudayaan adalah suatu sikap dan perilaku serta
cara berpikir orang yang terjadinya melalui proses belajar. Meskipun secara
garis besar tujuan dari pendidikan kesehatan mengubah perilaku belum sehat
menjadi perilaku sehat, namun perilaku tersebut ternyata mencakup hal yang
luas, sehingga perlu perilaku tersebut dikategorikan secara mendasar. Susilo
membagi perilaku kesehatan sebagai tujuan pendidikan kesehatan menjadi 3
macam yaitu :
1) Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di
masyarakat. Dengan demikian kader kesehatan mempunyai tanggung
jawab di dalam penyuluhannya mengarahkan pada keadaan bahwa cara-
cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari.

2) Secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi dirinya sendiri


maupun menciptakan perilaku sehat di dalam kelompok. Itulah sebabnya
dalam hal ini Pelayanan Kesehatan Dasar (PHC = Primary Health Care)
diarahkan agar dikelola sendiri oleh masyarakat, dalam hal bentuk yang
nyata adalah PKMD. Contoh PKMD adalah Posyandu. Seterusnya dalam
kegiatan ini diharapkan adanya langkah-langkah mencegah timbulnya
penyakit.

3) Mendorong berkembangnya dan penggunaan sarana pelayanan kesehatan


yang ada secara tepat. Ada kalanya masyarakat memanfaatkan sarana
kesehatan yang ada secara berlebihan. Sebaliknya sudah sakit belum pula
menggunakan sarana kesehatan yang ada sebagaimana mestinya.

1.2.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan

Menurut Susilo (2011) sasaran pendidikan kesehatan di indonesia, berdasarkan


kepada program pembangunan di Indonesia adalah:

a. Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan.


b. Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperi wanita, pemuda, remaja.
Termasuk dalam kelompok khusus ini adalah kelompok pendidikan mulai
dari TK sampai perguruan tinggi, sekolah agama swasta maupun negeri.
c. Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individu.
1.2.4 Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2012) metode pendidikan kesehatan dibagi menjadi 3
macam, yaitu :
a. Metode Individual (Perorangan)
Metode ini dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu :
1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and counceling)
2) Wawancara (interview)
b. Metode Kelompok
Metode kelompok ini harus memperhatikan apakah kelompok tersebut besar atau
kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung
pada besarnya sasaran pendidikan.
1) Kelompok besar
 Ceramah
Metode yang cocok untuk yang berpendidikan tinggi maupun
rendah.
 Seminar
Metode ini cocok digunakan untuk kelompok besar dengan
pendidikan menengah atas. Seminar sendiri adalah presentasi dari
seorang ahli atau beberapa orang ahli dengan topik tertentu.
2) Kelompok kecil
 Diskusi kelompok
Kelompok ini dibuat saling berhadapan, ketua kelompok
menempatkan diri diantara kelompok, setiap kelompok punya
kebebasan untuk mengutarakan pendapat,biasanya pemimpin
mengarahkan agar tidak ada dominasi antar kelompok.
 Curah pendapat (Brin storming)
Merupakan hasil dari modifikasi kelompok, tiap kelompok
memberikan pendapatnya, pendapat tersebut di tulis di papan tulis,
saat memberikan pendapat tidak ada yang boleh mengomentari
pendapat siapapun sebelum semuanya mengemukakan
pendapatnya, kemudian tiap anggota berkomentar lalu terjadi
diskusi.
 Bola salju (Snow balling)
Setiap orang di bagi menjadi berpasangan, setiap pasang ada 2
orang. Kemudian diberikan satu pertanyaan, beri waktu kurang
lebih 5 menit kemudian setiap 2 pasang bergabung menjadi satu
dan mendiskuskan pertanyaan tersebut, kemudian 2 pasang yang
beranggotakan 4 orang tadi bergabung lagi dengan kelompok yang
lain, demikian seterusnya sampai membentuk kelompok satu kelas
dan timbulah diskusi.
 Kelompok-kelompok kecil (Buzz group)
Kelompok di bagi menjadi kelompok-kelompok kecil kemudian
dilontarkan satu pertanyaan kemudian masing-masing
kelompokmendiskusikan masalah tersebut dan kemudian
kesimpulan dari kelompok tersebut dicari kesimpulannya.
 Bermain peran (Role play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk untuk memerankan suatu
peranan misalnya menjadi dokter, perawat atau bidan, sedangkan
anggotayang lain sebagai pasien atau masyarakat.
 Permainan simulasi (Simulation game)
Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diskusi
kelompok. Pesan-pesan kesehatan dsajikan dalam beberapa bentuk
permainan seperti permainan monopoli, beberapa orang ditunjuk
untuk memainkan peranan dan yang lain sebagai narasumber.
 Metode Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan ini dilakukan secara tidak
langsung atau menggunakan media massa.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual


3.2 Hipotesis Penelitian
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan atau Desain Penelitian


4.2 Kerangka Kerja (Frame Work)
4.3 Populasi, Sample, dan Sampling
4.4 Identifikasi Variabel
4.5 Pengumpulan dan Analisis Data
4.6 Masalah Etik (Ethical Clearance)
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai