Nim : 201610110311184
Melihat kepada konsep yang ada didalam KUHP tindak pidana diartikan
sebagai perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana. Dalam konsep ini juga dikekmukakan bahwa untuk dinyatakan
1
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 97-98
2
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 89.
sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh
peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau
bertentangan dengan kesadaran hukum masyrakat, kecuali ada alasan pembenar.3
Menurut Barda Nawawi Arief, tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan
sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.4
Setiap tindak pidana yang terdapat dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana
itu menurut Lamintang pada umunya dapat kita jabarkan kedalam unsur-unsur
yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni: unsur-unsur
Subyektif dan unsur-unsur Obyektif.5 Yang dimaksud dengan unsur-unsur
Subyektif itu adalah unsur-unsur yang melakat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala
sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedang yang dimaksud dengan unsur-
unsur Obyektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubunganya dengan keadaan-
keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku
itu harus dilakukan. Menurut Lamintang unsur-unsur Subyektif, dari suatu
tindak pidana itu adalah:
3
Mahrus Ali, op.cit, hlm. 98.
4
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 37.
5
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1997, hlm. 193.
Menurut Moeljanto, unsur tindak pidana adalah:
a. Perbuatan;
b. Yang dilarang (oleh aturan hukum);
c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar hukum).6
1) Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan);
Setiap perbuatan manusia yang ia lakukan baik itu dalam artian
perbuatan positif maupun negatif, maksud dari artian perbuatan positif
merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan
menggunakan fisik, atau dengan artian dia melakukan suatu perbuatan
yang dengan perlakuan berbuat sesuatu, Sedangkan untuk perbuatan
negatif yaitu perbuatan yang tidak berbuat sesuatu padahal seharusnya
dia melakukan perbuatan tersebut.
2) Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld);
Maksudnya diancam dengan pidana yaitu, apabila perbuatan manusia
baik perbuatan positif maupun negatif dan perbuatan tersebut baru
disadari oleh masyarakat sebagai perbuatan pidana setelah adanya
undang-undang yang merumuskannya sebagai delik.
3) Melawan hukum (onrechtmatig);
melawan hukum yang objektif menurut Moeljatno adalah melawan
hukum yang berkaitan dengan perbuatannya sehingga menjadikan
perbuatan tersebut terlarang, apakah melawan hukum dijadikan unsur
tersendiri atau tidak. Sedangkan melawan hukum yang subjektif
merupakan melawan hukum yang berkaitan dengan segala sesuatu yang
ada dalam diri pelaku, maksudnya adalah suatu perbuatan baru akan
6
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1, PT. Raja Grapindo Persada. Jakarta, 2007,
hlm. 79.
menjadi terlarang apabila adanya niat yang buruk dari pelaku perbuatan
tersebut.
4) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staad);
Terhadap unsur-unsur kesalahan ini harus ada kehendak, keinginan, dan
kemauan dari seorang melakukan tindak pidana tersebut serta ia telah
berbuat sesuatu dengan sengaja, ia juga mengetahui dan sadar
sebelumnya terhadap akibat perbuatannya tersebut melanggar norma.
5) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsyatbaar
persoon).
Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-
undang. Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam hal ini seseorang yang
dapat bertanggung jawab yaitu orang yang sadar, tidak gangguan jiwa.
Karna dia sadar akan perbuatannya melanggar hukum. 7
Unsur Berencana
Berencana merupakan suatu unsur yang berada dalam rumusan KUHP yang
berada dalam pasal 340 KUHP, seseorang dapat dikatakan berencana jika ada
niatan terlebih dahulu sebelum melakukan suatu tindak pidana dan mengetahui
akibat dari tindak pidana yang akan dilakukan oleh pelaku tersebut, dalam hal ini
untuk membuktikan seseorang memiliki niatan untuk melakukan tindak pidana
tersebut sangatlah sukar, karena berkaitan dengan batin si pelaku tersebut, maka
dari itu perbuatan berecana ini dijadikan unsur subjektif dari suatu tindak pidana.
7
J.B. Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, Prenhalindo, Jakarta, 2001, hlm. 93.
unsur berencana ini tidak dapat di buktikan secara konkrit dan jelas, perencanaan
suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang berada dan melekat di dalam
batin perlaku atau dader yang melakukan tindak pidana tersebut, yang mengetahui
pasti akan adanya perencanaan ini hanya diketahui oleh pelaku, maka dari itu
sangat sulit untuk mengobjektifkan suatu perencanaan yang dilakukan oleh
seseorang untuk melakukan suatu tindak pidana.
Unsur Barangsiapa
Melihat kepada pendapat dari beberapa ahli yang telah disebutkan di atas,
dalam pendapat mereka tidak ada menyebutkan barangsiapa yang ada di dalam
pasal KUHP merupakan suatu unsur dari suatu tindak pidana baik itu unsur
subjektif maupun objektif secara ekplisit, karena jika kita melihat kepada
pengertian unsur subjektif yang berada dalam diri pelaku, dan unsur objektif yang
mengatakan perbuatan yang berada diluar diri pelaku yang mengatur tentang
perbuatan pidana (criminal act) yang dilakukan oleh pelaku yang sesuai dengan
ketentuan yang telah dirumuskan di dalam KUHP.
Simons mengataka bahwa unsur subjektif suatu tindak pidana adalah orang
yang mampu bertanggung jawab, yang berarti bahwa dalam hal ini menujukan
kepada subjek hukum yaitu orang-perorangan, barangsiapa dalam suatu rumusan
KUHP menujukan kepada subjek hukum yaitu orang perorangan, berarti
berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Simons ini dapat dikatakan bahwa
barangsiapa menjadi unsur subjektif dari suatu tindak pidana.
Penetapan seseorang dalam unsur barangsiapa ini jika melihat kepada pendapat
yang dikemukakan oleh Simons maka orang yang dianggap melakukan suatu
tindak pidana haruslah dapat bertanggung jawab atau mempunyai criminal
responsibility terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Maka apabila seseorang
yang tidak dapat bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang dilakukannya
maka dia tidak dapat dikategorikan masuk ke dalam unsur barangsiapa dalam
pembuktian melakukan tindak pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002.
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan III, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1997.