Makalah Inkontinensia
Makalah Inkontinensia
PENDAHULUAN
1
Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang
merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian basah terus,
risiko terjadi dekubitus (luka pada daerah yang tertekan), dan dapat menimbulkan rasa
rendah diri pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan
mempersulit rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin (Hariyati, 2000).
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami mengenai definisi inkontinensia urin pada lanjut usia.
2. Mengetahui dan memahami mengenai etiologi inkontinensia urin pada lanjut usia.
3. Mengetahui dan memahami mengenai faktor predisposisi atau faktor pencetus
inkontinensia urin pada lanjut usia.
4. Mengetahui dan memahami mengenai patofisiologi inkontinensia urin pada lanjut
usia.
5. Mengetahui dan memahami mengenai tanda dan gejala inkontinensia urin pada
lanjut usia.
6. Mengetahui dan memahami mengenai pemeriksaan penunjang pada lanjut usia.
7. Mengetahui dan memahami mengenai pathway inkontinensia urin pada lanjut usia.
8. Mengetahui dan memahami mengenai asuhan keperawatan inkontinensia urin pada
lanjut usia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika inkontinensia urin terjadi akibat kelainan
inflamasi (sistitis), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika kejadian ini
timbul karena kelainan neurologi yang serius (paraplegia), kemungkinan besar
sifatnya akan permanen.
Usia, jenis kelamin serta jumlah persalinan pervaginam yang pernah dialami
sebelumnya merupakan faktor resiko yang sudah dipastikan dan secara parsial
menyebabkan peningkatan insidensnya pada wanita. Faktor resiko lain yang
diperkirakan merupakan penyebab gangguan ini adalah infeksi saluran kemih ,
menopause, pembedahan urogenital, penyakit kronis dan penggunaan berbagai obat.
Gejala ruam, dekubitus, infeksi kulit serta saluran kemih dan pembatasan aktivitas
merupakan konsekuensi dari inkontinensia urin.
Biaya perawatn bagi pasien inkontinensia urin diperkirakan lebih dari 10,3
milyar US $ pertahunnya (AHCPR, 1992). Biaya psikososial dari inkontinensia urin
sangat besar, yaitu: perasaan malu, kehilangan kepercayaan diri dan isolasi sosial
merupakan hasil yang umumnya terjadi. Inkontinensia urin pada lansia sering
menyebabkan perlunya perawatan dalam lembaga perawatan.
3
2.2 Etiologi Inkontinensia Urine
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan
fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan
berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan
seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan)
abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi
sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU)
antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan,
produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.
Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi
saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau
uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku
harus dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi
feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas,
asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine
juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya
gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain
adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan
cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin
meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke
toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk
mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan
substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus
disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat.
4
Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga
memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam terjadinya
mengompol. Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi
akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan,
kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina.
2.3 Patofisiologi
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan
fisiologis juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada
tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat
berkemih disacrum.Jalur aferen membawa informasi mengenai volume kandung
kemih di medulla spinalis (Darmojo, 2000). Pengisian kandung kemih dilakukan
dengan cara relaksasi kandung kemih melalui penghambatan kerja syaraf parasimpatis
dan kontraksi leher kandung kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf
somatic yang mempersyarafi otot dasar panggul (Guyton, 1995).
5
Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan, akan merangsang timbulnya
berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini dapat disebabkan karena usia
sehingga lansia sering mengalami inkontinensia urin. Karena dengan kerusakan dapat
mengganggu kondisi antara kontraksi kandung kemih dan relaksasi uretra yang mana
gangguan kontraksi kandung kemih akan menimbulkan inkontinensia (Setiati, 2001).
Tanda dan gejala yag ditemukan pada pasien dengan retensi urin menurut
Uliyah (2008) yaitu:
6
3. Overflow incontinence
Ditandai oleh eliminasi urin yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir terus
menerus dari kandung kemih. Kandung kemih tidak dapat mengosongkan isinya
secara normal dan mengalami distensi yang berlebihan. Meskipun eliminasi urin
terjadi dengan sering, kandung kemih tidak pernah kosong. Overflow inkontinence
dapat disebabkan oleh kelainan neurologi (yaitu, penggunaan obat-obatan, tumor,
striktur dan hiperplasia prostat). Kandung kemih neurogenik dibahas secara terpisah
dalam bagian berikutnya.
4. Inkontinensia fungsional
Merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi
ada faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang membuat pasien sulit untuk
mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia Alzheimer) atau gangguan
fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toilet untuk
melakukan urinasi.
5. Bentuk-Bentuk Inkontinensia Urin Campuran, yang mencakup ciri-ciri
inkontinensia seperti yang baru disebutkan, dapat pula terjadi. Selain itu inkontinensia
urin dapat terjadi akibat interaksi banyak faktor.
7
Urografi ekskretori bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika
pasien berkemih.
d. Urografi ekskretori
Disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi struktur dan
fungsi ginjal, ureter dan kandung kemih.
e. Kateterisasi residu pascakemih
Digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan kandung kemih dan jumlah
urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien berkemih.
8
Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi
berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila
ingin berkemih.Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi
kognitif (berpikir).
3. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah:
Antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine
Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu
pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra.
Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau
alfa kolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan
terapi diberikan secara singkat.
4. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila
terapinon farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow
umumnyamemerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin.
Terapi inidilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan
prolaps pelvic(pada wanita).
5. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkaninkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi
lansia yang mengalamiinkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan
alat bantu toilet sepertiurinal, komod dan bedpan
Kelainan neurologi (medulla spinalis)
Penyumbatan saluran urin (obat2an, tumor)
Otot detrusor tdk stabil/ bereaksi berlebihan
Ingin kencing mendadak, dimalam hari
Disfungsi neurologi
Kontraksi kandung kemihterhambat
9
2.7 Pathway
Gangguan aktifitas
kolinergik Tahanan uretra
Kegagalan uretra
Inkontinensia pd lansia
MK : Inkontinensia MK :
urinarius stres Resikoisolasisosial
.
2.9 Penatalaksanaan
Penyebab yang bersifat reversibel dan sering terjadi secara singkat dapat
diingat melalui singkatan DIAPPERS . penyebab ini mencakup keadaan berikut:
delirium, infeksi saluran kemih, atrofik vaginitis atau uretritis, pharmacologic agents
( agens farmakologi; preparat antikolinergik, sedatif, alkohol, analgesik, diuretik,
11
relaksan otot, preparat adrenergik), psichologic factors (faktor psikologis; depresi,
regresi), excessive urin production (asupan cairan yang berlebihan, kelainan endokrin
yang menyebabkan diuresis), restricted activity (aktivitas yang terbats), dan stool
impaction (impaksi fekal) (AHCPR, 1992), setelah semua ini berhasil diatasi, pola
urinasi pasien biasanya kembali normal.
Tindakan lain yang dapat dilakukan perawat untuk membantu pasien dalam
mengatasi inkontinensia adalah membantu pasien dalam mengatasi inkontinensia
adalah dengan memulai program prompted voiding atau habit training dan
mendorong pasien untuk meningkatkan asupan cairan untuk mencegah konstipasi
serta pengerasan feses yang sering menjadi faktor penyebab inkontinensia urin pada
seorang pasien yang sedentarik. Latihan kandung kemih yang mencakup penggunaan
strategi perilaku atau biofeedback mungkin juga bermanfaat.
12
Metode lain untuk mengontrol inkontinensia stres adalah aplikasi stimulasi elektronik
pada dasar panggul dengan bantuan pulsa generator miniatur yang dilengkapi
elektrode yang dipasang pada sumbat intra-anal.
Untuk tipe-tipe inkontinensia yang lain, tindakan keperawatan seperti yang dijelaskan
diatas biasanya lebih tepat.
1. Pengkajian
1) Identitas klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia
(usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup
kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
2) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat
ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang
mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan,
usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan
waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum
terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
Riwayat kesehatan masa lalu
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi
trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan
apakah dirawat dirumah sakit.
Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan,
penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
3) Pemeriksaan fisiK
a. Keadaan umum.
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon
dari terjadinya inkontinensi.
13
b. Pemeriksaan Sistem
B1 (breathing).
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena
suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada
perkusi.
B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
B3 (brain).
Kesadaran biasanya sadar penuh
B4 (bladder).
Inspeksi: periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih
serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran
daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri
saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien
terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti
rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu
kencing.
B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan
palpasi pada ginjal.
B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas
yang lain, adakah nyeri pada persendian.
4) Data penunjang
Urinalisis
Hematuria.
Poliuria
Bakteriuria.
14
5) Pemeriksaan Radiografi
6) Kultur Urine
Steril.
Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).
Organisme.
2. Diagnosa
1) Inkonteninsia stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan struktur
dasar penyokongnya, perubahan degenaratif pada otot-otot pelvis, defisiensi
sfingter uretr intrinsik.
2) Resiko Kerusakan Integitas kulit berhubungan dengan irigasi konstan oleh
urine
3) Resiko Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat
mengompol di depan orang lain atau takut bau urine.
3. Intervensi
a. Inkonteninsia stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan struktur
dasar penyokongnya, perubahan degenaratif pada otot-otot pelvis, defisiensi
sfingter ureter intrinsik
Tujuan :Klien akan melaporkan suatu pengurangan / penghilangan
inkonteninsia, klien dapat menjelaskan penyebab
Intervensi Rasional
1. Kaji kebiasaan pola berkemih dan dan Mengetahui perubahan pola berkemih
gunakan catatan berkemih sehari.
2. Pertahankan catatan harian untuk Mengetahui efektifitasprogram yang
mengkaji efektifitas program yang direncanakan untuk merubah pola
direncanakan. berkemih.
15
3. Observasi meatus perkemihan untuk
memeriksa kebocoran saat kandung Mengetahui adakah obstruksi atau
kemih. kerusakan pada organ kemih
Mengetahui bagian mana yang mengalami
4. Intruksikan klien batuk dalam posisi
kebocoran pada organ perkemihan
litotomi, jika tidak ada kebocoran,
ulangi dengan posisi klien
membentuk sudut 45, lanjutkan
dengan klien berdiri jika tidak ada
kebocoranyang lebih dulu. Mengobservasi input dan output urine
5. Pantau masukan dan pengeluaran, pasien, dan memaksimalkan input yang
pastikan klien mendapat masukan harus diberikan/ sesuai kebutuhan
cairan 2000 ml, kecuali harus
dibatasi.
Untuk mengidentifikasi kekuatan otot
6. Ajarkan klien untuk mengidentifikasi
otot dinding pelvis dan kekuatannya panggul pasien dan meminimalisir
dengan latihan terjadinya penurunan kekuatan otot
7. Kolaborasi dengan dokter dalam Untuk menentukan pengobatan yang tepat
mengkaji efek medikasi dan tentukan diberikan pada pasien
kemungkinan perubahan obat, dosis /
jadwal pemberian obat untuk
menurunkan frekuensi inkonteninsia.
Intervensi Rasional
1. Pantau penampilan kulit Untuk mengidentifikasi kemajuan atau
periostomal setiap 8jam. penyimpangan dari hasil yang
diharapkan.
16
Yakinkan kulit bersih dan kering kebocoran urine. Pemajanan menetap
sebelum memasang wafer yang pada kulit periostomal terhadap asam
baru. Potong lubang wafer kira- urine dapat menyebabkan kerusakan kulit
kira setengah inci lebih besar dar dan peningkatan resiko infeksi.
diameter stoma untuk menjamin
ketepatan ukuran kantung yang
benar-benar menutupi kulit
periostomal. Kosongkan kantung
urostomi bila telah seperempat
sampai setengah penuh.
Intervensi Rasional
1. Yakinkan apakah konseling Memberikan informasi tentang tingkat
dilakukan dan atau perlu diversi pengetahuan pasien / orang terdekat tentang
urinaria, diskusikan pada saat situasi individu dan Pasien
pertama. menerimanya(contoh; inkontinensia tak
sembuh, infeksi)
17
3. Perhatikan perilaku menarik diri, terhadap kehilangan bagian / fungsi tubuh
peningkatan ketergantungan, dan kawatir terhadap penerimaan orang lain,
manipulasi atau tidak terlibat juga rasa takut akan ketidakmampuan yang
pada asuhan. akan datang / kehilangan selanjutnya pada
hidup karena kanker.
18
Pasien mengalami ansietas diantisipasi, takut
gagal dalam hubungan seksual setelah
7. Rencanakan / jadwalkan aktivitas pembedahan, biasanya karena pengabaian,
asuhan dengan orang lain. kurang pengetahuan. Pembedahan yang
mengangkat kandung kemih dan prostat
(diangkat dengan kandung kemih) dapat
mengganggu syaraf parasimpatis yang
8. Diskusikan fungsi seksual dan mengontrol ereksi pria, meskipun teknik
implan penis, bila ada dan terbaru ada yang digunakan pada kasus
alternatif cara pemuasan seksual. individu untuk mempertahankan syaraf ini.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika inkontinensia urin terjadi akibat kelainan
inflamasi (sistitis), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika kejadian ini
timbul karena kelainan neurologi yang serius (paraplegia), kemungkinan besar
sifatnya akan permanen.
Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh
setiap individu. Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang
kompleks dan multi dimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan
berkembang pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi pada tingkat kecepatan
yang berbeda, di dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut tidak
tertandingi.
3.2 Saran
Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini
bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.
20
DAFTAR PUSTAKA
21