PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. U.S Nama Suami : Tn. M
Umur : 29 tahun Umur : 33 tahun
Alamat : Desa Ogomojolo Alamat :Desa Ogomojolo
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
ANAMNESIS
G3P1A1 Usia Kehamilan : 31 – 32 minggu
HPHT : 27-07-2017 Menarche : 12 tahun
TP : 03-04-2018 Perkawinan : 2 tahun 5 bulan
Keluhan Utama :
Sakit perut tembus belakang
Riw. Penyakit Sekarang :
Pasien masuk RS dengan keluhan sakit perut tembus belakang yang
dialami sejak kurang lebih sekitar 8 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Disertai pengeluaran air dari jalan lahir sebanyak kira-kira 200-300 ml, darah dan
lendir tidak ada. Hal ini dialami pasien ketika sedang membersihkan rumahnya,
lalu tiba, pasien mengeluh nyeri peruut tembus belakang disertai adanya
pengeluaran air dari jalan lahir. Keluhan lain berupa demam, pengelihatan kabur,
mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri kepala (-), BAK lancar, dan BAB biasa.
Riwayat Obstetri :
Hamil pertama: tahun 2011, Abortus
Hamil kedua : tahun 2017, laki-laki, aterm, BBL 2500 gram, SC indikasi
CPD + letak lintang, sekarang usia 1 tahun 8 bulan
Hamil ketiga : hamil sekarang
Riwayat ANC :
Pasien memeriksakan kehamilan di Puskesmas sebanyak 2 kali.
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang Tek. Darah :120/80 mmHg
Kesadaran : Kompos mentis Nadi : 78x/menit
BB : 73 Kg Respirasi : 20x/menit
TB : 158 cm Suhu : 36,5ºC
Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II
murni Regular
Abdomen :
Pemeriksaan Obstetri :
Situs : memanjang
Leopold I :TFU 25 cm, 4 jari dibawah processus xyphoideus
Leopold II :punggung kanan
Leopold III :presentasi bokong
Leopold IV :5/5
DJJ : 158 x/menit (reguler)
HIS : 2 x 10 menit, durasi 10 – 15 detik
TBJ : 2015 gram
PergerakanJanin : (+)
Janin Tunggal : ya
Genitalia :
Pemeriksaan Dalam (VT) :
Pemeriksaan Dalam (VT) :
Ekstremitas :
Edema ekstremitas dalam batasan normal
PEMERIKSAANPENUNJANG
Laboratorium :
Wbc : 8,5x 109/l Hct : 29,3 %
Hgb : 10,7 gr/dl Plt : 270 x 109/l
MCV : 85,7fL (80-99 fL) Rbc : 3,4 x 1012/l
MCH : 31,3 pg (27-3 pg)
MCHC : 36,5 g/dL (33-37 g/dL)
HbsAg : non-reaktif
RESUME
Pasien usia 29 tahun masuk RS dengan keluhan sakit perut tembus
belakang yang dialami sejak kurang lebih sekitar 8 jam yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Disertai pengeluaran air dari jalan lahir sebanyak kira-kira 200-300
ml, darah dan lendir tidak ada. Hal ini dialami pasien ketika sedang
membersihkan rumahnya, lalu tiba, pasien mengeluh nyeri perut tembus belakang
disertai adanya pengeluaran air dari jalan lahir. Keluhan lain berupa demam,
pengelihatan kabur, mual (-), muntah (-), pusing (-), nyerikepala (-), BAK lancar,
dan BAB biasa.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan TD :120/80 mmHg. Pemeriksaan
obstetri : LI : TFU 25 cm, 4 jari dibawah processus xyphoideus. LII : Punggung
kanan, LIII : presentase kepala, LIV : 5/5. DJJ :158x/menit (reguler). HIS :2 x/10’
(10-15”). Pergerakan janin(+), janin tunggal dengan TBJ :2015 gram.
Hasil labolatorium didapatkan Wbc:8,5 x 109/l, Hb: 10,7 gr/dl, Hct: 29,3 %,
Plt: 270 x 109/l, HbsAg Nonreaktif
DIAGNOSIS
G3P1A1 gravid 31 – 32 minggu + KPD + bekas SC 1x
PENATALAKSANAAN
Bedrest total
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
Inj. Dexamethasone 1 amp/6 jam/IV
Ultragestan 3x200 mg rectal
Pronalgest supp
Rencana USG
FOLLOW UP
O : KU: baik
N : 82x/m
P : 20 x/m
S : 36,5 ºc
Anemis (-/-)
P: IVFD RL 20 tpm
O: KU:baik
N : 84x/m
P : 20x/m
S : 36,5ºC
Anemis (-/-)
P: Bedrest total
Cefadroxil 2 x 500 mg
Neurodex 2 x 1
Tanggal 4/8/2016 sekitar pukul 14:00 pasien meminta pulang atas permintaan
sendiri, karena menurut pasien, pasien sudah tidak mengeluhkan keluhan apapun
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.3. Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba, 2009 dan Morgan, 2009 meliputi:
1. Serviks inkompeten menyebabkan dinding ketuban paling bawah
mendapatkan tekanan yang semakin tinggi.
2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik).
3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai
terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi
kemungkinan infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya
pemecahannya tanpa menimbulkan morbidiats janin dan komplikasi ketuban
pecah dini makin meningkat.
4. Multipara, grandemultipara. Pada kehamilan yang terlalu sering akan
mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang
terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah
sebelum tanda-tanda inpartu.
5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda dan sefalopelvik
disproporsi. Hidramnion atau kadang-kadang disebut polihidramnion adalah
keadaan di mana banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc (Prawirohardjo,
2007). Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia esophagus,
gemeli dan ibu yang mengalami diabetes mellitus gestasional (DMG). Ibu
dengan DMG akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan pada
semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih
(Saifuddin, 2002). Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin
atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali
lebih besar (Mochtar, 1998).
6. Kelainan letak yaitu letak lintang sungsang.
7. Pendular abdomen (perut gantung).
8. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat
daripada ibu muda.
9. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih.
10. Merokok selama kehamilan.
III.5. Patogenesis
Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis
dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease
tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion.
Kolagen amnion interstitial terutama tipe I dan III yang dihasilkan oleh sel
mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.
Matriks metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat
dalam remodeling tissue dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3 dan MMP-
9 ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada kehamilan dengan ketuban
pecah dini. Aktivitas MMP ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix
metalloproteinases (TIMPs). TIMPs ini pula ditemukan rendah dalam cairan
amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan
penurunan dari inhibitor mendukung teori bahwa enzim-enzim ini mempengaruhi
kekuatan dari membran fetal.
Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-marker
apoptosis di membran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran
pada kehamilan yang normal. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa ketuban
pecah dini terjadi karena gabungan aktivasi aktivitas degradasi kolagen dan
kematian sel yang membawa pada kelemahan dinding membran fetal (Parry,
1998).
III.6. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis
Dari anamnesis bisa menegakkan 90% dari diagnosis. Kadangkala cairan
seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa
basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari
jalan lahir (Chan, 2006).
Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini
akan lebih jelas.
Pemeriksaan inspekulo
Merupakan langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena pemeriksaan
dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan risiko infeksi. Cairan yang
keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH-nya. Yang
dinilai adalah :
1. Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari
serviks. Dilihat juga dari prolaps dari tali pusat atau ekstremitas bayi. Bau
dari amnion yang khas juga diperhatikan.
2. Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diagnosis
KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien batuk untuk
mempermudah melihat pooling.
3. Cairan amnion dikonfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas
nitrazin akan berubah menjadi biru jika pH cairan diatas 6.0 – 6.5. Sekret
vagina ibu hamil memiliki pH 4 – 5, dengan kertas nitrazin tidak
memberikan perubahan warna. Tes nitrazin ini bisa memberikan hasil positif
palsu bila tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen atau vaginitis
seperti trichomoniasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazin masih samar
dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari
forniks posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan di atas gelas objek
dan dilihat dibawah mikroskop. Gambaran ‘ferning’ menandakan cairan
amnion.
5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk Chlamydia, gonnorhea dan group B
Streptococcus.
Pemeriksaan lab
1. Pemeriksaan alpha-fetoprotein (AFP). Konsentrasinya tinggi di dalam cairan
amnion tetapi tidak di semen dan urin.
2. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisis.
3. Tes pakis.
4. Tes lakmus (Nitrazine test).
Pemeriksaan ultrasonography (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit
(oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan
anamnesis dari pasien bisa membantu diagnosis tetapi bukan menegakkan
diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai Amniotic Fluid Index (AFI),
presentasi janin, berat janin, dan usia janin. Ultrasonografi dapat
mengidentifikasikan kehamilan ganda, janin yang tidak normal atau melokalisasi
kantong cairan amnion pada amniosentesis dan sering digunakan dalam
mengevaluasi janin. Pemeriksaan USG berguna untuk menegakkan diagnosis
ketuban pecah dini (Chan, 2006).
III.7. Komplikasi
Ketuban pecah dini dapat menimbulkan komplikasi pada ibu maupun pada
janin yang dikandungnya. Komplikasi tersebut antara lain:
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu
terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan
meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal (Mochtar, 1998). Pada
janin dapat terjadi infeksi bahkan sepsis. Sepsis neonatorum adalah infeksi
aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri
dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih
(Sholeh Kasim, 2010).
2. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi
bila terlalu sering periksa dalam. Selain itu dapat juga dijumpai infeksi
puerpuralis (nifas), peritonitis dan septikemia serta dry-labour. Ibu akan
merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama,
maka suhu badan naik, nadi cepat dan tampaklah gejala-gejala infeksi. Hal
tersebut akan meninggikan angka kematian dan morbiditas pada ibu
(Mochtar, 1998). Menurut Chan, 2006 pasien yang mengalami ketuban
pecah dini akan mengalami peningkatan kejadian infeksi baik
korioamnionitis, endometritis, sepsis.
III.8. Penatalaksanaan
Konservatif
Rawat di rumah sakit , berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu,
belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi
tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu. Jika usia kehamilan 32 -37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika
usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi,
nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Pada usia
kehamilan 32 -37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin,
dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg
setiap 6 jam selama 4 kali.
Aktif
Kehamilan > 37 minggu,, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan
diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5,
induksi persalinan (Prawirohardjo, 2008).
SKOR 0 1 2 3
Station -3 -2 -1 +1,+2
CARA PEMAKAIAN :
10 – 13 100% 0%
Skor Bishop adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan
responsnya terhadap suatu induksi persalinan, karena telah diketahui bahwa
serviks dengan skor bishop rendah memberikan angka kegagalan yang lebih tinggi
dibandingkan serviks yang matang (ripened) (Achadiat, 2004).
KETUBAN PECAH
III.9. Pencegahan
Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung usaha untuk
mengurangi atau berhenti, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup
selama hamil, anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir
bila ada predisposisi (Morgan, 2009).
BAB IV
PEMBAHASAN