Anda di halaman 1dari 14

TUGAS TERSTRUKTUR

MATA KULIAH ENTOMOLOGI KESEHATAN MASYARAKAT

ANATOMI INTERNAL SERANGGA : SISTEM SARAF DAN OTOT

Disusun Oleh:

NISA KHOIRULLISANI
G1B014100

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2017
A. Sistem Saraf
1. Sel Saraf
Setiap sel hidup mampu menghantarkan rangsang dari satu sel ke sel lainnya.
Suatu sel saraf mempunyai kekhususan sebagai suatu sel yang dapat
menghantarkan rangsangan dan dapat mengadakan perpaduan stimulus yang
datang dari luar ataupun dari dalam tubuh (Soedarto, 1989). Sama dengan hewan
lain, komponen utama sistem saraf serangga adalah sel saraf, atau neuron. Neuron
serangga jumlahnya agak terbatas karena ukuran tubuh serangga yang relatif kecil,
namun neuron tersebut dapat digunakan dengan sangat efisien karena adanya
serangkaian pola tingkah laku yang telah terbawa sejak lahir atau bersifat “built-
in” (Busnia, 2006; Hadi, dkk., 2009).
Sel saraf (neuron) terdiri dari badan sel (cel body) dan satu atau beberapa
serat. Serat tersebut ada yang disebut dengan dendrit yang berfungsi untuk
menerima rangsang dan akson yang berfungsi meneruskan informasi, baik ke
neuron lain atau ke organ efektor seperti otot. Jika akson tersebut bercabang maka
cabang akson tersebut disebut dengan kollateral. Sel saraf berkumpul dan
membentuk jaringan saraf. Secara keseluruhan, jaringan saraf mempunyai fungsi
untuk mengalirkan impuls elektrik, menerima informasi dari keadaan sekeliling
dan dari tubuh serangga itu sendiri, dan mengumpulkan berbagai informasi indera
eksternal dan informasi fisiologis internal yang didapat lalu mengintegrasikannya.
Kemudian hasil integrasi disampaikan ke otot yang merupakan hasil reaksi
serangga terhadap keterangan dari sekitarnya (Busnia, 2006; Hadi, dkk., 2009).
Menurut fungsinya, terdapat tiga tipe neuron yaitu neuron sensori, neuron
motor, dan interneuron. Neuron sensori memiliki serat-serat reseptor yang muncul
secara langsung dari tubuh sel yang terhubung ke organ-organ indera. Akson
neuron sensori membawa impuls ganglia pada sistem saraf pusat. Tubuh sel dan
fibril-fibril reseptor neuron motor terletak di dalam sistem saraf pusat dan
memiliki akson yang bercabang ke jaringan otot. Akson neuron motor membawa
impuls saraf keluar dari sistem saraf pusat. Sedangkan interneuron semuanya
terletak di dalam sistem saraf pusat dan menghubungkan neuron sensori dan
neuron motor ( Hadi, dkk., 2009).
Menurut Gullan dan Cranston (1994) dalam Busnia (2006), terdapat empat
tipe neuron yaitu:
a. Neuron indera (sensory neuron), memiliki satu sampai sejumlah dendrit dan
berfungsi menerima rangsang dari lingkungan eksternal dan diteruskan ke
sistem saraf pusat. Neuron indera memiliki serat reseptor yang timbul secara
langsung dari badan sel dan tersambung ke organ indera (sense organ).
b. Interneuron (neuron asosiasi), berfungsi menerima informasi dari salah satu
neuron dan meneruskannya ke neuron yang lain.
c. Neuron motor, berfungsi menerima informasi dari interneuron dan
meneruskannya ke otot.
d. Sel neuroendokrin, neuron yang telah mengalami modifikasi yang terdapat
dalam sistem saraf.
Sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf
visceral. Pada dasarnya, sistem saraf pusat dibentuk dari otak, terletak di kepala,
dan korda saraf ventral yang memanjang dari otak ke abdomen sepanjang dasar
rongga tubuh. Sistem saraf pusat mensupervisi dan mengkoordinir aktifitas-
aktifitas tubuh serangga. Sedangkan komponen utama sistem saraf visceral adalah
apa yang sering disebut sebagai sistem saraf stomodeal. Sistem stomodeal
mengontrol aktifitas-aktifitas gut (usus) anterior dan pembuluh dorsal. Sistem ini
terdiri dari ganglion frontal yang terhubung ke otak dan ganglia-ganglia kecil
lainnya (Hadi, dkk., 2009).
2. Transmisi Impuls Saraf
Unit dasar sistem saraf yang berfungsi menghantarkan impuls saraf adalah
sel saraf. Impuls saraf yang bergerak sepanjang akson merupakan gelombang
elektrik. Impuls ini terbentuk dari aliran ion sodium positif melalui membran sel
dan menyebabkan depolarisas. Depolarisasi menghasilkan aksi potensial yang
bergerak cepat sebagai gelombang melewati akson. Aksi potensial berlangsung
hanya sepersekian ribu per detik, pada saat itu pintu membran sodium tertutup.
Ketika pintu sodium tertutup, ion potasium positif mengalir keluar dan
menyimpan potensial istirahat sel-sel. Hal ini diikuti oleh pertukaran sodium di
dalam dengan potasium di luar sel-sel dan kembali ke distribusi ion awal
(istirahat). Tipe transmisi saraf ini dinamakan transmisi aksonik, transmisi ini
membawa impuls dari titik kedatangan sepanjang akson ke neuron lainnya, otot,
atau kelenjar, atau dari sel reseptor (Hadi, dkk., 2009).
Tipe lain transmisi impuls adalah transmisi sinaptik yang bekerja secara
kimia. Sinaps adalah penghubung antara neuron dan sel-sel lain. Diantara tempat
lainnya, sinaps terjadi pada penghubung antara interneuron dan neuron motor.
Reaksi lengkap dari neuron sensori melalui interneuron dan langsung menuju
neuron motor, menyebabkan kontraksi otot yang dinamakan reaksi refleks.
Contoh reaksi ini terjadi pada tubuh manusia ketika kita secara otomatis tanpa
sadar menarik jari tangan saat terkena benda panas. Dalam kejadian ini, impuls
saraf melewati rute pendek dari jari ke korda spinal dan langsung ke otot lengan,
hubungan informasi dengan otak dalam kasus ini tidak terjadi (Hadi, dkk., 2009).

Gambar 1. Mekanisme refleks sederhana pada serangga dalam bentuk diagram. Panah
menunjukkan garis impuls saraf sepanjang serat sel saraf (akson dan dendrit).
Pada neuron indera, rangsangan atau impuls berjalan sepanjang dendrit terus
ke badan sel sebelum mencapai akson. Impuls pada neuron motor dan interneuron
berpindah hanya sepanjang akson dan umumnya tidak masuk ke dalam badan sel
(Gambar 1). Awalnya impuls saraf terjadi pada beberapa struktur indera dan
kemudian impuls tersebut menyebabkan perubahan ion yang menyebabkan
depolarisasi membran. Depolarisasi tersebut menciptakan potensial aksi
berbentuk gelombang yang merambat dengan cepat di dalam akson. Karena
neuron tersebut panjang dalam bentuk akson maka impuls dapat dibawa secara
lebih cepat dan efisien dibandingkan jika pesan tersebut harus melewati seluruh
serangkaian sel yang berukuran normal (Busnia, 2006)
Ketika impuls bergerak melewati akson menuju sinaps, impuls itu segera
hilang. Seketika itu, suatu senyawa kimia disekresikan melewati sinaps kemudian
menginduksi dan menstimulasi impuls disekitar neuron atau menstimulasi otot
atau kelenjar. Transmitter kimiawi seperti ini yang paling dikenal adalah
asetilkolin, walaupun masih banyak juga yang lainnya. Dalam transmisinya,
sinaps kembali ke kondisi istirahat melalui enzim asetilkolinesterase, yang
mengurai transmitter kimiawi pada asetilkolin (Hadi, 2009).
3. Ganglia
Badan sel interneuron dan neuron motor menyatu dengan serat-serat yang
menghubungkan (menginterkoneksikan) semua jenis sel saraf sehingga terbentuk
pusat saraf yang disebut ganglia. Di dalam ganglia terjadi penggabungan
informasi dari neuron untuk menghasilkan berbagai tingkah laku serangga (yang
sangat kompleks). Jaringan saraf muncul pada awal perkembangan embrionik dari
neuroblast dan tersegmentasi sewaktu terjadi pembentukan masing-masing
metamer. Jaringan saraf tersebut membentuk sepasanag ganglia pada masing-
masing segmen. Ganglia merupakan basis dari sitem saraf pusat karena ganglia
tersebut berperan sebagai pengkoordinasi pusat saraf untuk masing-masing
segmen dimana ganglia tersebut berada (Busnia, 2006).

Gambar 2. Sistem saraf pusat berbagai jenis serangga yang menunjukkan perbedaan susunan
ganglia pada korda saraf ventral. Berbagai tingkat penggabungan ganglia terjadi dari yang
sederhana sampai yang khas: (a) tiga ganglia toraks dan delapan ganglia abdomen yang terpisah,
seperti pada Dyctyopterus (Coleoptera: Lycidae) dan Pulex (Siphonaptera: Pulicidae); (b) tiga
ganglia toraks dan enam abdomen, seperti pada Blatta (Blattodea: Blattidae) dan Chironomus
(Diptera: Chironomidae); (c) dua ganglia toraks dan ganglia abdomen yang menyatu, seperti pada
Musca, Calliphora dan Lucilia (Diptera: Muscidae, Calliphoridae); (e) penyatuan yang sangat
ekstrim sehingga tidak ada pemisahan ganglion subesofagus, seperti pada Hydrometra (Hemiptera:
Hydrometridae) dan Rhizotrogus (Scarabaeidae) (Gullan dan Cranston, 2010).
Sistem saraf pusat (Gambar 2) terdiri dari sejumlah ganglia yang
dihubungkan oleh sepasang korda saraf longitudinal yang disebut konektif. Secara
primitif terdapat satu pasang ganglia untuk setiap segmen tubuh. Namun juga
banyak terjadi penyatuan ganglia dari segmen toraks dan abdomen, dan seluruh
ganglia segmen kepala berkoalisi membentuk dua pusat ganglion yaitu otak atau
ganglion supraesofagus dan ganglion subesofagus rangkaian ganglia toraks dan
abdomen yang terdapat pada dasar rongga tubuh disebut korda saraf sentral. Otak
atau pusat ganglion dorsal kepala, terdiri dari tiga pasang ganglia yang menyatu
(dari tiga segmen kepala yang pertama), yaitu:
a. Protoserebrum, yang berhubungan dengan mata majemuk dan oselli dan
selanjutnya menghasilkan lensa optik, dan merupakan bagian utama dari otak.
Hubungannya secara langsung ke fotoreseptor menunjukkan bahwa
rangsangan cahaya sangat berpengaruh terhadap serangga.
b. Deutoserebrum, menerima rangsangan dari antenna (embelan dari segmen
kedua tubuh) dan mengkoordinasikannya dengan otak. Deutoserebrum
berperan mengendalikan pergerakan serangga.
c. Tritoserebrum, tidak sama dengan bagian otak yang lain, yaitu tetap terpisah
menjadi dua cuping dan menerima saraf dari frontal ganglion, labrum dan
ganglion subesofagus, berkaitan dengan penanganan signal yang datang dari
tubuh.
Ganglia subesofagus terdapat di bawah esofagus dan berfungsi
mengkoordinasikan indera dan aktivitas gerakan embelan segmen keempat, lima
dan enam (mandible, maksila dan labium). Sarafnya juga menyebar ke kelenjar
ludah dan hipofarinks.
Sistem saraf visceral (atau simpatetik) terhubung ke sistem saraf pusat
melalui tritoserebrum. Sistem saraf simpatetik menginervasi saluran pencernaan,
organ reproduksi dan sistem trakhea, terdiri atas tiga subsistem, yaitu stomodeal
atau stomatogastrik, yang mencakup ganglion frontal (bagian depan), visceral
ventral, dan visceral kaudal. Secara bersama-sama saraf dari ganglia dan
subsistem tersebut menuju saluran pencernaan anterior dan posterior, beberapa
organ endokrin (corpora kadiaka dan corpora allata), organ reproduksi, dan sistem
trakhea yang juga termasuk spirakel.
Sistem saraf periferal yaitu semua akson neuron motor yang menyebar ke
otot dan ganglia sistem saraf pusat dan sistem saraf stomodeal ditambah neuron
indera dari struktur indera kutikula (organ perasa) yang menerima rangsangan
mekanik, kimia, panas atau visual dari lingkungan serangga (Gullan dan Cranston,
2010).
Tidak sama dengan vertebrata, sebagian besar koordinasi fungsi tubuh dan
tingkah laku serangga bersifat desentralisasi. Sebagai contoh, betina ngegat
cecropia mampu memelihara berbagai aktifitas yang mendukung hidupnya,
berkopulasi dengan jantan, dan melakukan oviposisi apabila dipisahkan dengan
bagian tubuh yang lain. Kepala serangga jantan mantid sering dimakan oleh
serangga betina pada saat kawin namun jantan tersebut tetap mampu melanjutkan
kopulasi dan berjalan (Busnia, 2006).

B. Sistem Otot dan Pergerakan


Sebagian besar keberhasilan serangga tidak terlepas dari kemampuannya yang
dapat berpindah-pindah di dalam lingkungannya. Dari kajian terhadap fosil serangga,
kemampuan terbang yang dimilikinya telah ada setidaknya sejak 340 juta tahun yang
lalu. Terbang merupakan kemajuan terbesar alat gerak hewan darat (terrestrial),
sedangkan pada saat itu alat gerak hewan air (akuatik) juga telah berkembang dengan
sangat baik. Tenaga untuk bergerak berasal dari otot yang bekerja terhadap sistem
skeleton, baik terhadap eksoskeleton kutikula yang kaku, maupun terhadap skeleton
hidrostatik yang terdapat pada larva bertubuh lunak (Gullan dan Cranston, 2010).
1. Otot
Otot merupakan daerah sel hidup, bentuknya memanjang dan mempunyai
fungsi khusus, yaitu menimbulkan ketegangan di antara dua bagian. Protoplasma
mempunyai fibril yaitu suatu elemen yang dapat berkontraksi dan menimbulkan
ketegangan. Energi yang dipergunakan untuk kontraksi didapatkan dari
pembakaran karbohidrat.
Hubungan saraf dan otot pada serangga berbeda dengan vertebrata. Pada
serangga saraf akan menempel pada seluruh panjang sel otot, sehingga proses
pengaktifan terdapat pada hampir seluruh otot. Perubahan potensi tidak tampak
bergerak sepanjang dinding otot seperti pada vertebrata. Dapat dibedakan dua
proses kontraksi, yaitu kontraksi isomeri dimana panjang otot tidak berubah, dan
hanya terjadi suatu tegangan, sedangkan kontraksi isotonis dimana tegangan sama,
tetapi panjang otot yang berubah.
Biasanya satu impuls saraf menyebabkan satu kontraksi, tetapi pada otot-
otot khusus dapat berosilasi pada frekuensi tinggi, sehingga otot dapat
berkontraksi beberapa kali sebagai akibat satu impuls saraf. Kecepatan otot untuk
berosilasi sangat tergantung pada sifat mekanikanya dan struktur tempat otot
melekat. Kontraksi otot membutuhkan energi metabolik, sehingga otot
mempunya sistem trakhea yang baik. Hal ini terutama terjadi pada otot-otot
terbang dimana sistem respirasi traspesialisasi untuk mempertahankan suplai
oksigen selama serangga terbang. Pada kebanyakan otot, trakheolus berhubungan
rapat dengan bagian luar serabut otot (Hadi, dkk., 2009).
Vertebrata dan berbagai kelompok invertebrata yang bukan serangga
mempunyai otot lurik atau berkerut (striated) dan otot polos (smooth) sedangkan
serangga hanya memiliki otot lurik saja. Otot tersebut dikatakan otot lurik
(berkerut) karena terjadi tumpang tindih filamen miosin yang lebih tebal dan aktin
yang lebih tipis dan secara mikroskopik nampak seperti pita melintang (cross-
banding). Setiap serat otot lurik terdiri dari banyak sel, yang biasanya mempunyai
membran plasma dan sarkolemma, atau lapisan bagian luar. Sarkolemma
mengalami invaginasi (pelekukan ke dalam) pada tempat trakheol pensuplai-
oksigen menembus serat otot tersebut, namun sarkolemma tersebut tetap dapat
berkontak dengan serabut otot. Kemudian, terdapat miofibril kontraktil sepanjang
serta tersebut, yang tersusun dalam sarung atau silinder (Gullan dan Cranston,
2010).
Apabila dilihat di bawah perbesaran tinggi, satu miofibril terdiri dari filamen
aktif yang tipis, yang terselip diantara sepasang filamen miosin yang lebih tebal.
Kontraksi otot dirangsang oleh impuls saraf sehingga menyebabkan pergeseran
satu filamen hingga melewati filamen yang lain. Innervasi (rangsangan saraf)
berasal dari satu sampai tiga akson motor per ikatan serat. Setiap ikatan otot
tersebut memiliki sistem trakhea sendiri-sendiri dan setiap ikatan otot tersebut
disebut sebagai satu unit otot. Beberapa unit otot tergabung menjadi satu otot
fungsional (Gullan dan Christon, 2010).
Otot dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tipe. Pengelompokkan otot
yang sering dilakukan adalah:
a. Otot yang memiliki respon secara sinkron. Pada otot tipe ini siklus kontraksi
terjadi satu kali per impuls.
b. Otot fibrilar yang mana kontraksi terjadi secara tidak sinkron, kontraksi terjadi
beberapa kali untuk satu impuls, sebagai contoh seperti yang ditemukan pada
beberapa jenis otot terbang dan otot timbal (tymbal) pada cicada.
Tidak ada perbedaan yang mendasar dari segi cara kerja antara otot serangga
dan vertebrata, meskipun otot serangga dapat menghasilkan daya kerja muscular
yang sangat tinggi, seperti melompat pada flea atau stridulasi (gesekan) yang
berulang-ulang pada tympanum cicada. Serangga memiliki kelebihan dengan
ukuran tubuhnya yang kecil tersebut. Hasil tersebut berkaitan dengan bentuk
hubungan antara tenaga dan massa tubuh. Tenaga berhubungan secara
proporsional dengan bagian melintang otot dan berkurang akibat penurunan
ukuran secara akar kuadrat. Di lain pihak, massa tubuh berkurang dengan cara
penurunan ukuran secara akar pangkat tiga. Maka kekuatan berbanding massa
akan meningkat sewaktu ukuran tubuh berkurang (Gullan dan Cranston, 1994
dalam Busnia, 2006).
2. Tempat Otot Menempel
Pada vertebrata, otot bekerja terhadap skeleton internal, sedangkan pada
serangga otot harus menempel pada permukaan bagian dalam skeleton eksternal.
Karena otot berasal dari mesodermal dan eksoskeleton berasal dari ektodermal,
maka antara keduanya harus terjadi penggabungan. Penggabungan tersebut terjadi
melalui tonofibril yaitu serat halus yang menghubungkan ujung epidermis otot
dengan lapisan epidermis (Gambar 3a,b). Tonofibril akan terbuang bersama
kutikula pada saat molting. Oleh karena itu, tonofibril harus terbentuk kembali
setelah molting.
Tonofibril menempel pada kutikula bagian dalam (inner kutikula). Pada
tempat tersebut kutikula sering bertambah keras, yang dinamakan dengan
apodema. Apodema tersebut ada yang memanjang disebut apofisis (Gambar 3c).
Pada tempat otot menempel sering terdapat resilin. Resilin berfungsi memberi
elastisitas seperti yang terdapat pada tendon vertebrata. Resilin tersebut sering
terdapat pada apodema yang berbentuk silinder dan panjang yang merupakan
tempat menempel otot-otot tertentu (Busnia, 2006)

Gambar 3. Alat tambahan sebagai tempat otot menempel ke dinding tubuh: (a) tonofibril yang
menghubungkan epidermis dari otot ke kutikula; (b) otot yang menempel pada kumbang dewasa
Chrysobothrus femorata (Coleoptera: Buprestidae); (c) apodema multiseluler dengan otot yang
menempel ke salah satu ‘tendon’ kutikula, seperti benang (Snodgrass, 1935).
Pada beberapa jenis serangga, misalnya larva yang bertubuh lunak, sebagian
besar kutikulanya fleksibel dan tipis sehingga tidak memiliki bagian yang kaku
untuk menambatkan otot. Dengan demikian dibutuhkan cara lain untuk
membentuk bagian yang kaku sehingga otot dapat menempel. Caranya adalah
kandungan tubuh membentuk skeleton hidrostatik, kekakuannya dijaga oleh
‘turgor’ otot dinding tubuh yang dengan berselang-seling dan secara terus-
menerus berkontraksi terhadap cairan yang tidak dapat dimampatkan dari
hemosol, sehingga dapat memberi dasar kekuatan bagi otot yang lain. Apabila
dinding tubuh larva dilubangi, sehingga mengakibatkan cairan tubuh bocor maka
hemosol dapat dimampatkan sehingga otot yang dalam keadaan turgor akan dapat
memompa hemosol ke luar dan menyebabkan larva menjadi lembek (Gullan dan
Cranston, 2010).
3. Gerak
a. Merayap, Menggeliat, Berenang dan Berjalan
Larva bertubuh lunak yang memiliki skeleton hidrostatik bergerak
dengan cara merayap. Kontraksi otot pada salah satu bagian tubuh dapat
menyebabkan bertambah panjangnya bagian tubuh tertentu dan pemanjangan
tersebut sebanding dengan pemampatan yang terjadi pada bagian tubuh yang
lain. Pada larva apoda (tidak berkaki), seperti larva diptera, otot-otot turgor
berkontraksi dan relaksasi secara berurutan dari kepala ke ekor sehingga
membentuk gelombang. Lengan kait atau tubersel yang dapat menempel akan
mencengkeram dan kemudian terlepas dari substrat untuk memberi gerak
maju ke depan. Beberapa tempayak menggunakan kait mulut (mouth hook)
untuk memegang substrat sewaktu bergerak (Busnia, 2006).
Di dalam air, gelombang lateral dari kontraksi terhadap skeleton
hidrostatik dapat menimbulkan gerak berenang berliku sperti ular, sedangkan
gelombang dari anterior ke posterior memberikan gerakan berombak. Pada
larva yang memiliki kaki toraks dan kaki palsu (proleg) pada abdomen, seperti
ulat, maka gelombang kontraksi otot turgor berjalan dari posterior ke anterior.
Pada saat tertentu dapat dilihat lebih dari tiga gelombang. Otot lokomotor
digunakan dalam siklus suksesi, yaitu menempel dari kaki toraks, menggapai
ke depan dan memegang substrat. Siklus tersebut terjadi dengan cara
memompa, mengempes dan bergerak ke depan dari kaki palsu posterior
(Busnia, 2006).
Pada serangga dengan eksoskeleton luar yang kokoh, pergerakan
diperoleh dari kontraksi dan relaksasi dari pasangan otot-otot antogonistik dan
agonistik yang melekat pada kutikula. Serangga tersebut bergerak dengan
berjalan atau berlari menggunakan enam kaki dada. Dibandingkan dengan
crustacea dan myriapoda, serangga mempunyai lebih sedikit kaki yang
terletak lebih ke ventral dan berdekatan satu sama lain pada dada
memungkinkan konsentrasi otot-otot pergerakan baik untuk berjalan maupun
terbang. Hal ini menghasilkan pergerakan yang lebih efisien dan lebih mudah
terkontrol. Ketika serangga berjalan, pergantian pertumpuan tripod dari kaki
depan dan kaki belakang pada satu sisi dan kaki tengah pada sisi yang lain
mendorong ke belakang sedangkan kaki-kaki yang lain diangkat ke depan
sehingga menghasilkan gerakan maju. Dengan tripod, pergerakan menjadi
stabil karena titik berat tubuh berada di antara tiga kaki (Gullan dan Cranston,
2010).
b. Meloncat
Gerakan meloncat dimungkinkan karena adanya kaki belakang yang
termodifikasi (femur belakang yang membesar). Bahkan ada beberapa
serangga yang mempunyai kebiasaan sering melompat-lompat. Aktifitas
melompat dapat terjadi melalui beberapa cara. Pada Orthoptera tegangan otot
meningkat secara bertingkat dan akan tersimpan dengan cara mengubah arah
letak (distorsi) tibia, sedangkan pada fleas berlangsung dengan cara menekan
bantalan resilin elastic. Secara tiba-tiba tegangan tersebut terlepas sehingga
menghasilkan daya dorong ke udara.
c. Mendayung
Gerakan mendayung pada lapisan permukaan air dimungkinkan karena
adanya tegangan permukaan air dan pada telapak kaki serangga terdapat
kutikula atau rambut-rambut yang bersifat menolak air.
d. Terbang
Kemampuan terbang memungkinkan serangga untuk mempunyai
mobilitas lebih tinggi yang membantu dalam memperoleh pakan, pasangan
kawin, penyebaran dan mengeksploitasi lingkungannya. Kemampuan terbang
hanya dimiliki oleh serangga dewasa. Terbang berarti harus melawan dua
gaya yaitu gravitasi dan gesekan dengan udara. Penerbangan bisa dilakukan
secara aktif menggerakkan otot-otot terbang atau secara pasif atau melayang
relatif terhadap angin. Naik dan turun dalam gerakan melayang dilakukan
dengan mengatur sudut sisi depan sayap yaitu antara 30o dan 50o .
Kemampuan manuver serangga ini lebih baik dari pada pesawat terbang yang
hanya kurang dari 20o.
Frekuensi pergerakan sayap berbeda dari spesies ke spesies, misalnya
pada kupu-kupu 5 Hz (5 kali/detik) sedangkan pada lebah 180 Hz. Untuk
berbelok, serangga merubah amplitudo gerakan pada salah satu sisi sayap.
Ditinjau dari hubungannya dengan sayap, otot terbang ada dua macam yaitu
otot langsung dan otot tidak langsung. Otot langsung mempunyai perlekatan
dengan sayap dan bekerja secara langsung menggerakkan sayap. Otot tidak
langsung melekat pada dinding toraks bagian dalam dan kontraksinya
menyebabkan perubahan bentuk dada dan secara tidak langsung
menggerakkan sayap (Gullan dan Cranston, 2010).
Gambar 4. Mekanisme otot terbang langsung ((a), (b)) dan tidak langsung ((c),(d)). Toraks
capung sewaktu (a) bergerak ke atas dan (b) bergerak ke bawah. Toraks lalat rumah sewaktu
sayap (a) bergerak ke atas dan (b) bergerak ke bawah. Otot yang bintik-bintik berkontraksi
pada masing-masing ilustrasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Busnia, Munzir. 2006. Entomologi. Padang: Andalas University Press.

Gullan, P.J. dan P.S. Cranston. 2010. The Insects An Outline of Entomology. Hong Kong:
Graphicraft Limited.

Hadi, Mochamad, Udi Tarwotjo dan Ruly Rahadian. 2009. Biologi Insekta Entomologi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soedarto. 1989. Entomologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Snodgrass, RE. 1935. Principles of Insect Morphology. New York: McGraw Hill Book
Company.

Anda mungkin juga menyukai