Makalah Agama
Makalah Agama
TUGAS MAKALAH
Peran Muhammadiah dalam Kancah Politik di Indonesia
DISUSUN OLEH :
RIDWAN SAPUTRA
20130420305
KELAS E
NOVEMBER 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
Muhammadiyah pernah beberapa kali terlibat dalam partai politik, ikut dalam
proses pembentukannya bahkan menjadi kekuatan intinya. Meski statusnya
sebagai ormas keagamaan, Muhammadiyah justru lebih banyak bersinggungan
dengan politik praktis. Kedekatan KH. Ahmad Dahlan dengan Sarekat Islam (SI) dapat
dikatakan sebagai titik awal Muhammadiyah bersinggungan dengan politik
dan mempunyai peranan dalam kancah perpolitikan di Indonesia.
Peran apa saja yang diberikan oleh Muhammadiah dalam kancah politik di
Indonesia.
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kemuhammadiahan serta untuk
mengetahui bagaimana politik Muhammadiah dan peran yang diberikan
Muhammadiah di kancah Politik Indonesia.
BAB 2
ISI
Muhammadiyah menganut prinsip netral dalam politik dan para anggotanya diberi
kebebasan untuk memilih gerakan politik yang sesuai dengan kecenderungannya. Prinsip
ini telah diputuskan dalam Kongres di Surakarta pada 1929 bahwa “Muhammadiyah tidak
mengutamakan salah satu partai politik Indonesia dan melebihkan partai lainnya; dalam hal
ini, Muhammadiyah menghormati partai-partai itu secara sepadan, tetapi Muhammadiyah
sendiri akan mengutamakan peran serta dalam melaksanakan kewajiban tertentu untuk
mempertahankan keselamatan tanah air Indonesia.”
Pada tahun 1928 mulai mengirim putera & puteri lulusan sekolah
Muhammadiyah (dari Mu’allimien, Muallimat, Tabigschool, Normalschool) di
benum ke pelosok tanah air, sebagai “anak panah” Muhammadiyah. Pada Konggres
di Solo tahun 1929, Muhammadiyah mendirikan Uitgeefster My (badan usaha
penerbitan buku-buku sekolah Muhammadiyah yang dikelola oleh Majelis Taman
Pustaka). Di konggres ini pula terjadi “Penurunan Gambar KHA Dahlan” (dan
dilarang untuk sementara waktu dipasang, karena ada gejala kultus). Pada Konggres
di Minangkabau tahun 1930 muncul eselon CONSUL HOFD BESTUUR
MUHAMMADIJAH (sekarang PWM). Pada konggres di Makasar 1932 antara lain
diputuskan penerbitan Koran Muhammadiyah (Dagblad Adil) dilaksanakan oleh
cabang Solo.
Periode ini kegiatan pendidikan mendapatkan porsi yang mantap, selain itu
pula diadakan penerbitan administrasi organisasi. Pada konggres tahun 1934 lebih
dimantapkan pengembangan lembaga pendidikan tingkat menengah dan
mengubah sekolah dengan nama Belanda menjadi nama khas kita, seperti :
Volkschool menjadi Sekolah Rakyat. Pada Konggres tahun 1935 memutuskan
pembentukan Majelis Pimpinan Perekonomian yang tugasnya membantu perbaikan
ekonomi anggota (membentuk semacam kooperasi). Pada tahun 1936 diadadkan
Konggres Seperempat Abad (XXV) di Jakarta, diputuskan anatara lain mendirikan
sekolah Tinggi, dan mendirikan Majelis Pertolongan & Kesehatan Muhammadiyah
(MPKM) di seluruh cabangdan ranting.
Perlu dicatat dalam sejarah, bahwa masa periode ini Muhammadiyah berani
menentang pemerintah Dai Nippon yang mewajibkan “Syeikerai” (memuja
Amaterasu Omikami dan Tenno Haika, syirik hukumnya), dalam hal ini Jepang
mundur dan Muhammadiyah berhasil. Muhammadiyah ikut mendirikan Pasukan
Hizbullah Sabilillah, Majelis Syurau Muslimin Indonesia (Masjumi) pengganti MIAI,
dan mendirikan Asykar Perang Sabil (APS). Ketika opsir Jepang mewakili Indonesia
bagian Timur minta penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta yang sudah
disepakati untuk pembukaan UUD 1945, dan mengancam akan memisahkan diri
dari RI, maka ki Bagus Hadikusuma mencarikan solusi dengan mengganti dengan
kata “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Pada periode ini situasi negara dalam goncangan sosial politik, sehingga baik
langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada gerak perjuangan
Muhammadiyah. Namun HM Yunus Anis mampu membawa Muhammadiyah untuk
tetap pada jati dirinya, yaitu tetap menempatkan kedudukannya sebagai Gerakan
Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dalam bidang sosial keagamaan. Selain itu,
penataan administrasi Muhammadiyah dibangun dengan baik sebagaimana
organisasi modern. Dokumentasi Muhammadiyah mulai dibenahi dan diatur rapi,
sehingga memudahkan penulisan dan penelitian dalam Muhammadiyah.
Pada periode ini Majelis Pustaka sangat berperan, baik dalam bidang
perpustakaannya, dokumentasi arsip-arsip dan penerbitan Muhammadiyah, serta
banyak menghasilkan penerbitan RIDUP (riwayat hidup) tokoh-tokoh
Muhammadiyah, dan Almanak Muhammadiyah.
h. Periode Kepemimpinan Kha Badawi (1962 – 1968)
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Muhammadiyah tidak bersikap pasif dan tidak tahu sama sekali akan politik.
Muhammadiyah justru berpandangan bahwa dengan berkiprah dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara merupakan salah satu perwujudan dari tujuan dan fungsi
melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Peran dalam kehidupan bangsa dan
negara diwujudkan dalam langkah yang strategis sesuai kepribadian, keyakinan, dan
khittah perjuangannya.
http://muhammadiyahstudies.blogspot.com/2010/06/muhammadiyah-dalam-
politik-nasional.html
http://lampost.co/berita/muhammadiyah-dalam-politik-indonesia
http://rachmanmarangga.wordpress.com/2013/02/15/makalah-peran-politik-
muhammadiyah-dalam-kancah-politik-indonesia/