Anda di halaman 1dari 39

  6

 
BAB I I
 
LANDASAN TEORI
 

 
2.1 Pengantar
 
Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem
  distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya
  listrik besar sampai ke konsumen. Jadi fungsi distribusi tenaga listrik

  adalah:
1. Pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan)
 
2. Merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan
pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani
langsung melalui jaringan distribusi.

Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik besar dengan


tegangan dari 11 kV sampai 24 kV dinaikan tegangannya oleh gardu induk
dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 kV ,154kV, 220kV atau
500kV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan
tegangan ialah untuk memperkecil kerugian daya listrik pada saluran
transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding dengan
kuadrat arus yang mengalir (I R). Dengan daya yang sama bila nilai
tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga
kerugian daya juga akan kecil pula.

Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV


dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi,
kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik
dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer
inilah gardu-gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan
tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu
220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke

6
 
  7

 
konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi
 
merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik secara
 
keseluruhan.
 
Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan
 
setinggi mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai
  tegangan yang sangat tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa
  konsekuensi antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga
perlengkapan-perlengkapannya, selain menjadi tidak cocok dengan nilai
 
tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka, pada daerah-daerah
 
pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan kembali dengan
menggunakan trafo-trafo step-down. Akibatnya, bila ditinjau nilai
tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban, terdapat
bagian-bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.

Gambar 2.1 Penyaluran Tenaga Listrik [5]

 
  8

 
Untuk kemudahan dan penyederhanaan, lalu diadakan pembagian
 
serta pembatasan - pembatasan seperti pada Gambar diatas:
 
Daerah I : Bagian pembangkitan (Generation)
  Daerah II : Bagian penyaluran (Transmission), bertegangan tinggi
  (HV,UHV,EHV)
Daerah III: Bagian Distribusi Primer, bertegangan menengah (6 atau
 
20kV).
 
Daerah IV: (Di dalam bangunan pada beban/konsumen), Instalasi,
  bertegangan rendah.
  Berdasarkan pembatasan-pembatasan tersebut, maka diketahui bahwa
porsi materi Sistem Distribusi adalah Daerah III dan IV, yang pada
dasarnya dapat dikelasifikasikan menurut beberapa cara, bergantung dari
segi apa klasifikasi itu dibuat. Dengan demikian ruang lingkup Jaringan
Distribusi adalah:

a. SUTM, terdiri dari : Tiang dan peralatan kelengkapannya, konduktor


dan peralatan perlengkapannya, serta peralatan pengaman dan pemutus.
b. SKTM, terdiri dari : Kabel tanah, indoor dan outdoor termination dan
lain-lain.
c. Gardu trafo, terdiri dari : Transformator, tiang, pondasi tiang, rangka
tempat trafo, LV panel, pipa-pipa pelindung, Arrester, kabel-kabel,
transformer band, peralatan grounding, dan lain-lain.
d. SUTR dan SKTR, terdiri dari : sama dengan perlengkapan / material
pada SUTM dan SKTM. Yang membedakan hanya dimensinya.
2.2 Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik

Secara umum, saluran tenaga Listrik atau saluran distribusi dapat


diklasifikasikan sebagai berikut :
1 Menurut nilai tegangannya:
a. Saluran distribusi Primer, Terletak pada sisi primer trafo distribusi,
yaitu antara titik Sekunder trafo substation (Gardu Induk) dengan titik
primer trafo distribusi. Saluran ini bertegangan menengah 20 kV.

 
  9

 
Jaringan listrik 70 kV atau 150 kV, jika langsung melayani pelanggan,
 
bisa disebut jaringan distribusi.
 
b. Saluran Distribusi Sekunder, Terletak pada sisi sekunder trafo
  distribusi, yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju
  beban
2 Menurut bentuk tegangannya:
 
a. Saluran Distribusi DC (Direct Current) menggunakan sistem tegangan
 
searah.
  b. Saluran Distribusi AC (Alternating Current) menggunakan sistem
  tegangan bolak-balik.
3 Menurut jenis/tipe konduktornya:
a. Saluran udara, dipasang pada udara terbuka dengan bantuan
penyangga (tiang) dan perlengkapannya, dan dibedakan atas:
 Saluran kawat udara, bila konduktornya telanjang, tanpa isolasi
pembungkus.
 Saluran kabel udara, bila konduktornya terbungkus isolasi.
b. Saluran Bawah Tanah, dipasang di dalam tanah, dengan menggunakan
kabel tanah (ground cable).
c. Saluran Bawah Laut, dipasang di dasar laut dengan menggunakan
kabel laut (submarine cable).
4 Menurut susunan (konfigurasi) salurannya:
a. Saluran Konfigurasi horizontal, bila saluran fasa terhadap fasa yang
lain/terhadap netral, atau saluran positif terhadap negatif (pada sistem
DC) membentuk garis horisontal.
b. Saluran Konfigurasi Vertikal, bila saluran-saluran tersebut
membentuk garis vertikal
c. Saluran konfigurasi Delta, bila kedudukan saluran satu sama lain
membentuk suatu segitiga (delta).

 
  10

 
5 Menurut Susunan Rangkaiannya
 
Dari uraian diatas telah disinggung bahwa sistem distribusi di bedakan
 
menjadi dua yaitu sistem distribusi primer dan sistem distribusi sekunder.
  a. Jaringan Sistem Distribusi Primer
  Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik
dari gardu induk distribusi ke pusat-pusat beban. Sistem ini dapat
 
menggunakan saluran udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai
 
dengan tingkat keandalan yang diinginkan dan kondisi serta situasi
  lingkungan. Saluran distribusi ini direntangkan sepanjang daerah yang
  akan di suplai tenaga listrik sampai ke pusat beban.
Terdapat bermacam-macam bentuk rangkaian jaringan distribusi
primer, yaitu:
 Jaringan Distribusi Radial, dengan model: Radial tipe pohon,
Radial dengan tie dan switch pemisah, Radial dengan pusat beban
dan Radial dengan pembagian phase area.
 Jaringan distribusi ring (loop), dengan model: Bentuk open loop
dan bentuk Close loop.
 Jaringan distribusi Jaring-jaring (NET)
 Jaringan distribusi spindle
 Saluran Radial Interkoneksi
b. Jaringan Sistem Distribusi Sekunder
Sistem distribusi sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga
listrik dari gardu distribusi ke beban-beban yang ada di konsumen.
Pada sistem distribusi sekunder bentuk saluran yang paling banyak
digunakan ialah sistem radial. Sistem ini dapat menggunakan kabel
yang berisolasi maupun konduktor tanpa isolasi. Sistem ini biasanya
disebut sistem tegangan rendah yang langsung akan dihubungkan
kepada konsumen/pemakai tenaga listrik dengan melalui peralatan-
peralatan sbb:
 Papan pembagi pada trafo distribusi.
 Hantaran tegangan rendah (saluran distribusi sekunder).

 
  11

 
 Saluran Layanan Pelanggan (SLP) (ke konsumen/pemakai).
 
 Alat Pembatas dan pengukur daya (kWh meter) serta fuse atau
 
pengaman pada pelanggan.
 

 
Gambar 2.2 Komponen Sistem Distribusi [5]

Sistem proteksi harus bekerja mengamankan peralatan yang berada di


dalam sistem tenaga listrik pada saat terjadinya suatu gangguan. Peralatan
proteksi merupakan peralatan yang mengidentifikasi gangguan dan
memisahkan bagian jaringan yang terganggu dari bagian lain yang tidak
terganggu serta mengamankan bagian yang tidak terganggu dari kerusakan
atau kerugian yang lebih besar.
Bila ditinjau dari segi lamanya waktu gangguan pada sistem tenaga
listrik ada yang bersifat temporer (gangguan sementara) dan ada juga yang
bersifat permanen (gangguan stationer). Untuk gangguan temporer
(gangguan sementara) ditandai dengan normalnya kerja dari PMT setelah
dimasukkan kembali. Sedangkan gangguan permanen (gangguan stationer)
ditandai dengan jatuhnya PMT setelah dimasukkan kembali, biasanya
dilakukan hingga tiga kali.
Pada gangguan permanen, PMT dapat bekerja normal kembali setelah
gangguan tersebut dapat diatasi. Sedangkan gangguan yang bersifat
temporer, penyebab gangguan akan hilang dengan sendirinya setelah PMT
jatuh atau trip. Untuk gangguan permanen terjadi dikarenakan adanya
kerusakan pada sistem tenaga listrik, sehingga gangguan in baru bisa
diatasi setelah kerusakan pada peralatan tersebut sudah diperbaiki.

 
  12

 
2.3 Faktor Penyebab Gangguan
 
Gangguan hubung singkat pada jaringan listrik, dapat terjadi antara
 
phasa dengan phasa (2 phasa atau 3 phasa) dan gangguan antara phasa ke
  tanah. Timbulnya gangguan bisa bersifat temporer (non persistant) dan
  gangguan yang bersifat permanent (persistant).
Gangguan yang bersifat temporer, timbulnya gangguan bersifat
 
sementara, sehingga tidak memerlukan tindakan. Gangguan tersebut akan
 
hilang dengan sendirinya dan jaringan listrik akan bekerja normal kembali.
  Jenis gangguan ini ialah timbulnya flashover antar penghantar dan tanah
  (tiang, traverse atau kawat tanah) karena sambaran petir, flashover dengan
pohon-pohon, dan lain sebagainya.
Gangguan yang bersifat permanent (persistant), yaitu gangguan yang
bersifat tetap. Agar jaringan dapat berfungsi kembali, maka perlu
dilaksanakan perbaikan dengan cara menghilangkan gangguan tersebut.
Gangguan ini akan menyebabkan terjadinya pemadaman tetap pada
jaringan listrik dan pada titik gangguan akan terjadi kerusakan yang
permanen. Contoh: menurunnya kemampuan isolasi padat atau minyak
trafo. Di sini akan menyebabkan kerusakan permanen pada trafo, sehingga
untuk dapat beroperasi kembali harus dilakukan perbaikan.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada
sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik antara lain :
a. Surja Petir
Mengingat saluran transmisi dan distribusi tersebar luas dan panjang
membentang serta beroperasi pada kondisi tempat yang cuacanya
berbeda-beda, maka kemungkinan terjadinya gangguan yang
disebabkan oleh petir besar sekali, terutama pada musim hujan.
Gangguan yang disebabkan oleh petir ini sangat berbahaya karena
dapat merusak isolasi peralatan.
b. Surja Hubung
Yang dimaksud dengan surja hubung adalah kenaikan tegangan pada
saat dilangsungkan pemutusan arus oleh PMT. Kenaikan tegangan

 
  13

 
yang disebabkan oleh adanya gangguan surja hubung ini dapat
 
merusak isolasi peralatan.
 
c. Polusi Debu
  Debu-debu yang menempel pada isolator, bila udara lembab maka
  debu tersebut merupakan konduktor yang dapat menyebabkan
terjadinya loncatan bunga api yang pada akhirnya dapat menyebabkan
 
gangguan hubung singkat phasa ke tanah.
 
d. Adanya pohon-pohon yang tidak terawat
  Pohon-pohon yang dekat dengan saluran transmisi dan distribusi bila
  tidak terawat dan rantingnya masuk ke daerah bebas saluran transmisi
dan distribusi, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
hubung singkat phasa ke tanah.
e. Isolator yang rusak
Isolator yang rusak karena sambaran petir atau karena usia yang sudah
tua bisa menyebabkan terjadinya gangguan hubung singkat antar
phasa atau gangguan hubung singkatan dari phasa ke tanah.
f. Daun-daun/sampah yang menempel pada isolator
Daun-daun/sampah yang terbang terbawa angin dan kemudian
menempel pada isolator akan mengakibatkan jarak bebas berkurang
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya loncatan bunga api. Hal ini
bisa mengakibatkan terjadinya gangguan hubung singkat antar phasa
atau gangguan hubung singkat dari phasa ke tanah.
g. Angin kencang
Terjadinya angin kencang, sehingga menimbulkan gesekan pohon
dengan jaringan listrik.
h. Kesadaran masyarakat yang kurang
Misalnya bermain layang-layang dengan menggunakan benang yang
bisa dilalui aliran listrik. Ini sangat berbahaya jika benang tersebut
mengenai jaringan listrik.

 
  14

 
i. Kualitas peralatan atau material yang kurang baik
 
Misalnya pada JTR yang memakai Twested Cable dengan mutu yang
 
kurang baik, sehingga isolasinya mempunyai tegangan tembus yang
  rendah, mudah mengelupas dan tidak tahan panas. Hal ini juga akan
  menyebabkan hubung singkat antar phasa.
j. Pemasangan jaringan yang kurang baik
 
Pemasangan konektor pada JTR yang memakai TC, apabila
 
pemasangannya kurang baik akan menyebabkan timbulnya bunga api
  dan akan menyebabkan kerusakan phasa yang lainnya. Akibatnya
  akan terjadi hubung singkat.
k. Terjadinya hujan, adanya sambaran petir, karena terkena galian (kabel
tanah), umur jaringan (kabel tanah) sudah tua yang mengakibatkan
pengelupasan isolasi dan menyebabkan hubung singkat dan
sebagainya.
2.4 Relai Pengaman
Relai pengaman adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk
mendeteksi adanya suatu gangguan atau merasakan adanya kondisi tidak
normal yang mungkin terjadi pada peralatan atau bagian sistem tenaga
listrik.

Relai proteksi dapat mendeteksi adanya gangguan pada peralatan yang


diamankan dengan mengukur besaran-besaran listrik yang diterimanya dan
membandingkan antara besaran pada saat kondisi normal dengan besaran
pada saat kondisi gangguan. Besaran-besaran yang berubah harganya pada
kondisi gangguan tersebut misalnya arus, tegangan, daya, sudut fasa,
impedansi, frekuensi, dan lain sebagainya.

Relai secara otomatis akan membuka pemutus tenaga (PMT) untuk


memisahkan peralatan atau bagian dari sistem yang terganggu dan
memberikan isyarat berupa lampu dan alarm (bel) yang menandakan pada
sistem telah terjadi gangguan.

 
  15

 
2.4.1 Fungsi Relai Pengaman
 

  Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa relai proteksi mempunyai


fungsi sebagai berikut :
 

  a. Merasakan, mengukur, dan menentukan bagian sistem yang


terganggu serta memisahkan secepatnya, sehingga sistem lainnya
 
yang tidak terganggu dapat beroperasi secara normal.
 
b. Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang
  terganggu.
  c. Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem lain yang
tidak terganggu di dalam sistem tersebut serta mencegah meluasnya
gangguan.
d. Memperkecil bahaya bagi manusia atau operator.
e. Menunjukan lokasi dan macam gangguan.
2.4.2 Persyaratan Relai Proteksi

Relai proteksi dirancang untuk dapat merasakan atau mengukur adanya


gangguan pada bagian suatu sistem tenaga listrik yang kemudian secara
otomatis akan membuka Pemutus Tenaga. Relai proteksi harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Dapat diandalkan ( Reliable )
Dalam keadaan normal (tidak ada gangguan) relai tidak boleh
bekerja. Tetapi bila suatu saat terjadi gangguan yang mengharuskan
relai bekerja, maka relai tidak boleh gagal bekerja untuk mengatasi
gangguan tersebut. Kegagalan kerja relai dapat mengakibatkan
kerusakan yang berat bagi alat atau sistem yang diamankan atau
gangguan menjadi meluas sehingga daerah yang mengalami
pemadaman akan meluas. Disamping itu relai tidak boleh salah
bekerja, sehingga menimbulkan pemadaman yang tidak seharusnya
ataupun menyulitkan analisa gangguan yang terjadi. Dalam hal ini
yang harus dapat diandalkan tidak hanya relainya sendiri tetapi mulai

 
  16

 
dari trafo arus, trafo tegangan serta rangkaiannya, baterai serta
 
pemutus tenaganya.
 
2. Selektif
  Relai bertugas mengamankan peralatan atau bagian sistem dalam
  daerah pengamannya. Letak PMT (Pemutus Tenaga) sedemikian
rupa sehingga setiap bagian dari sistem dapat dipisahkan. Maka
 
tugas relai adalah mendeteksi adanya gangguan yang terjadi pada
 
daerah pengamanannya dan memberi perintah untuk membuka PMT
  (Pemutus Tenaga) untuk memisahkan bagian dari sistem pada daerah
  yang terganggu. Dengan demikian bagian sistem lainnya yang tidak
terganggu jangan sampai dilepas, dan masih beroperasi normal
sehingga tidak terjadi pemutusan pelayanan. Dengan kata lain
pengamanan dinyatakan selektif bila relai dan PMT (Pemutus
Tenaga) yang bekerja hanyalah pada daerah yang terganggu saja.
3. Waktu kerja relai cepat
Relai pengaman harus dapat bekerja dengan cepat segera setelah
merasakan adanya gangguan pada sistem guna mengurangi
kerusakan yang lebih parah dari peralatan atau bagian sistem yang
terganggu.
4. Peka
Relai pengaman harus cepat merasakan adanya arus gangguan yang
melebihi arus settingnya. Relai dikatakan peka (sensitif) apabila
dapat bekerja dengan masukan dari besaran yang dideteksi kecil.
Jadi relai dapat bekerja pada awal kejadian gangguan atau dengan
kata lain gangguan dapat diatasi pada awal kejadian. Hal ini
memberi keuntungan dimana kerusakan peralatan yang diamankan
akibat gangguan menjadi kecil. Namun demikian relai harus stabil,
yang artinya relai harus dapat membedakan antara arus gangguan
dan arus beban maksimum.

 
  17

 
5. Ekonomis dan sederhana
 
Penggunaan relai pengaman harus dipertimbangkan sisi
 
ekonomisnya tanpa mempengaruhi fungsi relai tersebut.
 

  2.5 Prinsip Kerja Transformator

  Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang dapat


  memindahkan dan mengubah energi listrik bolak – balik ( arus dan
tegangan) dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain
 
dengan nilai yang sama maupun berbeda besarnya (lebih kecil atau lebih
 
besar) pada frekuensi yang sama, melalui suatu gandengan magnet dan
berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. Pada umumnya transformator
terdiri atas sebuah inti, yang terbuat dari besi berlapis, dan dua buah
kumparan, yaitu kumparan primer, dan kumparan sekunder. Rasio
perubahan tegangan akan bergantung dari rasio jumlah lilitan pada kedua
kumparan itu. Biasanya kumparan terbuat dari kawat tembaga yang dibelit
seputar “kaki” inti transformator.

Apabila kumparan primer dihubungkan dengan tegangan bolak-balik


maka fluks bolak-balik akan muncul di dalam inti yang dilaminasi, karena
kumparan tersebut membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah arus
primer. Akibat adanya fluks di kumparan primer maka di kumparan primer
terjadi induksi.

Pada dasarnya prinsip kerja transformator adalah berdasarkan hukum


Ampere dan hukum Faraday, yaitu: arus listrik dapat menimbulkan medan
magnet dan sebaliknya medan magnet dapat menimbulkan arus listrik. Jika
pada salah satu kumparan pada transformator diberi arus bolak-balik maka
jumlah garis gaya magnet berubah-ubah. Akibatnya pada sisi primer terjadi
induksi. Sisi sekunder menerima garis gaya magnet dari sisi primer yang
jumlahnya berubah-ubah pula. Maka di sisi sekunder juga timbul induksi,
akibatnya antara dua ujung terdapat beda tegangan [1].

 
  18

 

  e=-N

 
{∅ ω}
=-N
 

  = - N ω∅m Cos ωt

 
= 2π f N ∅m ................................................................ (2.1)
 
Harga efektif dari tegangan induksi adalah [1] :
 

  Eeff = = = 4,44 f N∅m (volt)................ (2.2)
√ √

2.6 Perhitungan Arus Beban Penuh pada Transformatur

Daya transformator bila ditinjau dari sisi tegangan tinggi (primer) dapat
dirumuskan sebagai berikut [2]:

= √3 . . .............................................................. (2.3)

Dimana :

S = daya transformator (kVA)


V= tegangan sisi primer trafo (kV)
I = arus jala-jala (A)
Sehingga untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat
menggunakan rumus [2] :

= ................................................................ (2.4)
√ .

Dimana :
IFL : arus beban penuh (A)
S : daya transformator (kVA)
V : tegangan sisi sekunder trafo (kV)

 
  19

 
2.7 Losses (rugi-rugi) Akibat Adanya Arus Netral Pada Penghantar
 
Transformator
 
Sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap phasa
 
pada sisi sekunder transformator (phasa R, phasa S, phasa T) mengalirlah
 
arus netral transformator. Arus yang mengalir pada penghantar netral
  transformator ini menyebabkan losses (rugi-rugi). Losses pada penghantar
[2]
  netral transformator ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

  PN = IN2.RN .............................................................. (2.5)


 
dimana :

PN : losses pada penghantar netral transformator (watt)

IN : arus yang mengalir pada netral transformator (A)

RN : tahanan penghantar netral transformator (Ω)

Sedangkan losses yang diakibatkan karena arus netral yang mengalir ke


tanah (ground) dapat dengan perumusan sebagai berikut [2] :

PG = IG .RG .............................................................. (2.6)

PG : losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah (watt)

IG : arus netral yang mengalir ke tanah (A)

RG : tahanan pembumian netral transformator (Ω)

 
  20

 
2.8 Sistem 3 Fasa Seimbang
 
Pada sistem tenaga listrik 3 phasa, idealnya daya listrik yang
 
dibangkitkan, disalurkan dan diserap oleh beban semuanya seimbang, P
  pembangkitan = P pemakain, dan juga pada tegangan yang seimbang. Pada

  tegangan yang seimbang terdiri dari tegangan 1 phasa yang mempunyai


magnitude dan frekuensi yang sama tetapi antara 1 phasa dengan yang
 
lainnya mempunyai beda phasa sebesar 120° listrik, sedangkan secara fisik
 
mempunyai perbedaan sebesar 60°, dan dapat dihubungkan secara bintang
  (Y) atau segitiga (delta, Δ, D).

Gambar 2.3 Sistem 3 Phasa [7]

Gambar diatas menunjukkan fasor diagram dari tegangan phasa. Bila


fasor-fasor tegangan tersebut berputar dengan kecepatan sudut dan dengan
arah berlawanan jarum jam (arah positif), maka nilai maksimum positif dari
phasa terjadi berturut-turut untuk phasa V1, V2 dan V3. Sistem 3 phasa ini
dikenal sebagai sistem yang mempunyai urutan phasa a – b – c . Sistem
tegangan 3 phasa dibangkitkan oleh generator sinkron 3 phasa.

 
  21

 
2.8.1 Hubungan Segitiga
 
Pada hubungan segitiga (delta, Δ) ketiga phasa saling dihubungkan
 
sehingga membentuk hubungan segitiga 3 phasa.
 

Gambar 2.4 Hubungan Segitiga (Δ) [6]

Dengan tidak adanya titik netral, maka besarnya tegangan saluran


dihitung antar phasa, karena tegangan saluran dan tegangan phasa
mempunyai besar magnitude yang sama, maka:
Vline = Vphasa
Tetapi arus saluran dan arus phasa tidak sama dan hubungan antara
kedua arus tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan hukum
kirchoff, sehingga [6] :
Iline = √3 Iphasa = 1,73 Iphasa ........................ (2.7)
2.8.2 Hubungan Bintang
Pada hubungan bintang (Y), ujung-ujung tiap phasa dihubungkan
menjadi satu dan menjadi titik netral atau titik bintang. Tegangan
antara dua terminal dari tiga terminal a – b – c mempunyai besar
magnitude dan beda phasa yang berbeda dengan tegangan tiap
terminal terhadapa titik netral. Tegangan Va, Vb dan Vc disebut
tegangan “phasa” atau Vf.

 
  22

 
Gambar 2.5 Hubungan Bintang (Y) [6]

Dengan adanya saluran / titik netral maka besaran tegangan phasa


dihitung terhadap saluran / titik netralnya, juga membentuk sistem
tegangan 3 phasa yang seimbang dengan magnitudenya (akar 3
dikali magnitude dari tegangan phasa) [6].
Vline = √3 Vphasa = 1,73 Vphasa. ........................ (2.8)
Sedangkan untuk arus yang mengalir pada semua phasa mempunyai
nilai yang sama [6],
Iline = Iphasa
Ia = Ib = Ic ........................................................ (2.9)

2.9 Sistem 3 Fasa Tidak Seimbang


Pada sistem yang tidak seimbang, arus setiap komponen dapat
memberikan kenaikan arus atau tegangan urutan komponen yang lain.
Suplai dari sumber tegangan dan arus pada phasa banyak selalu di desain
pada sistem seimbang, dalam hal ini, maka keadaan sistem tidak seimbang
terjadi karena adanya beban atau impedansi yang tidak seimbang yang
harus dipikul oleh sistem suplai tersebut.

 
  23

Gambar 2.6 Vektor Diagram Arus [3]

Gambar 2.6 (a) menunjukkan vektor diagram arus dalam keadaan seimbang.
Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) adalah
sama dengan nol sehingga tidak muncul arus netral (IN). Sedangkan pada
Gambar 2.6 (b) menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Di
sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) tidak sama
dengan nol sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral (IN) yang
besarnya bergantung dari seberapa besar faktor ketidakseimbangannya.

2.9.1 Beban 3 Phasa Tidak Seimbang Hubungan Bintang


Terdapat dua macam hubungan bintang pada sistem phasa banyak,
yaitu :
2.9.1.1 Dengan Saluran Netral
Beban tidak seimbang hubungan bintang dengan saluran netral
merupakan yang paling mudah analisisnya, karena sistem ini
dapat dirinci menjadi beban tiap phasa yang disuplai oleh
tegangan antara phasa dan netralnya. Sistem ini pada suplai tiga
phasa disebut juga sistem 4 kawat. Pada hubungan bintang
empat kawat beban tak seimbang, penghantar netral akan

 
  24

 
mengalirkan arus dan tegangan pada masing-masing beban
 
impedansi sama dengan tegangan line ke netral. Arus line tidak
 
sama dan tidak akan mempunyai perbedaan phasa 120o.
 
Ir
 

 
Za
  In

 
Zb Zc
  Is

It

Gambar 2.7 Beban Hubungan Bintang 4 Kawat Tidak Seimbang [6]

2.9.1.2 Tanpa Saluran Netral


Pada beban sistem hubungan bintang tanpa saluran netral, maka
titik netral akan mengambang yang menyebabkan perubahan
tegangan titik netral tegangan akan bergeser, suatu hal yang
tidak dikehendaki.

Ir

Za

Zb Zc
Is

It

Gambar 2.8 Beban Hubungan Bintang 3 Kawat Tidak Seimbang [6]

 
  25

 
2.9.2 Beban 3 Phasa Tidak Seimbang Hubungan Segitiga
 
Beban 3 phasa tidak seimbang hubungan segitiga ditunjukan oleh
 
gambar dibawah ini:
 

Gambar 2.9 Beban Hubungan Delta Tidak Seimbang [6]

2.10 Arus Netral Karena Beban Tidak Seimbang


Arus netral dalam sistem distribusi tenaga listrik dikenal sebagai arus
yang mengalir pada kawat netral di sistem distribusi tegangan rendah 3
phasa 4 kawat. Arus netral ini akan muncul jika kondisi beban tidak
seimbang atau karena adanya arus harmonisa akibat dari beban non linear
yang semakin berkembang digunakan saat ini.
Arus yang mengalir pada kawat netral yang merupakan arus balik untuk
sistem distribusi 3 phasa 4 kawat adalah penjumlahan vektor dari ketiga
arus phasa dalam komponen simetris.
Pada kondisi beban tak seimbang, perhitungan nilai arus netral dapat
diketahui melalui metode komponen simetris. Dengan menggunakan
notasi-notasi yang sama seperti pada tegangan akan didapatkan
persamaan-persamaan untuk arus-arus phasanya sebagai berikut [3] :

Ia = I1 + I2 + I0 .......................................................... (2.10)

Ib = a² I1 + a I2 + I0 ................................................... (2.11)

Ic = a I1 + a² I2 + I0 ................................................... (2.12)

 
  26

 
Dengan tiga langkah yang telah dijabarkan dalam menentukan tegangan
 
urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol terdahulu, maka arus-arus
 
urutan juga dapat ditentukan dengan cara yang sama, sehingga kita
  dapatkan juga [3] :
 
I1 = 1/3 ( Ia + a Ib + a² Ic ) .................................................. (2.13)
 
I2 = 1/3 ( Ia + a² Ib + a Ic ) .................................................. (2.14)
 
I0 = 1/3 ( Ia + Ib + Ic ) ........................................................ (2.15)
 

  Disini terlihat bahwa arus urutan nol (I0) adalah merupakan sepertiga
dari arus netral atau arus baliknya akan menjadi nol jika dalam sistem tiga
phasa empat kawat. Dalam sistem tiga phasa empat kawat ini jumlah arus
saluran sama dengan arus netral yang kembali lewat kawat netral, jadi [3] :

Ia + Ib + Ic = IN ................................................................. (2.16)

Dengan mensubstitusikan persamaan 2.15 ke 2.16 diperoleh

IN = 3I0 .............................................................................. (2.17)

Dalam sistem tiga phasa empat kawat ini jumlah arus saluran sama
dengan arus netral yang kembali lewat kawat netral. Jika arus-arus
phasanya seimbang maka arus netralnya akan bernilai nol, tapi jika arus-
arus phasanya tidak seimbang akibat pembebanan yang tak seimbang,
maka akan ada arus yang mengalir dikawat netral sistem ( arus netral akan
mempunyai nilai dalam arti tidak nol ).

 
  27

 
2.11 Standard Ketidakseimbangan Beban (IEEE std 446 – 1980)
 
Berikut ini adalah standar atau batas toleransi ketidakseimbangan beban
 

2.12 Karakteristik Relai Arus Waktu


Berdasarkan karakteristik arus terhadap waktu kerja, relai arus lebih
terbagi atas beberapa jenis, antara lain:
2.12.1 Relai Arus Lebih Karakteristik Waktu Sesaat/Moment
(Instantaneous).
Adalah relai yang bekerja seketika. Setiap arus pick-up, maka
relai akan langsung memberi perintah pada CB untuk memutus sirkit
pada saat itu juga. Biasanya relai ini dipakai bersama dengan relai arus
lebih karakteristik lainnya, misalnya relai arus lebih karakteristik
waktu terbalik. Keuntungan pemakaian relai seketika akan tampak
jelas pada saluran panjang atau trafo daya, yang disuplai oleh
pembangkitan yang besar. Untuk gangguan didekat relai, dimana arus

 
  28

 
gangguan sangat besar, waktu pemutusannya akan seketika, sehingga
 
peralatan yang dilindungi menjadi aman dari kerusakan
 
t
 

 
I
 

  I(Ampere)
Im

Gambar 2.10 Karakteristik Relai Arus Lebih Waktu Seketika (Instantaneous) [6]

2.12.2 Relai Arus Lebih Karakteristik Waktu Tertentu (Definite Time)


Karakteristik arus waktu definite time (waktu tertentu) waktu
pemutusannya tetap, besar arus gangguan tidak mempengaruhi
kecepatan pemutusan. Sehingga relai jenis ini cocok dipakai pada
sistem tenaga listrik yang arus gangguannya sangat bervariasi akibat
perubahan kapasitas pembangkitan. Selain itu pula relai ini sangat
baik digunakan pada jaringan yang panjang, dimana gangguan pada
seksi tersebut baik diujung maupun dipangkalnya, diamankan dengan
waktu kerja yang tetap, tetapi relai jenis ini tidak cocok dipakai pada
jaringan yang mempunyai seksi didepannya, karena bila
dikoordinasikan dengan baik, maka relai didekat sumber
pembangkit/trafo daya akan memiliki waktu kerja relai yang sama,
padahal arus gangguannya semakin besar.

 
  29

Gambar 2.11 Karakteristik Relai Arus Lebih Waktu Tertentu (Definite Time) [6]

2.12.3 Relai Arus Lebih Karakteristik Waktu Terbalik (Invers Time)


Adalah relai arus lebih yang mempunyai elemen pengukur waktu
dependent terhadap arus yang dideteksi. Besarnya waktu kerja relai
berbanding terbalik dengan besarnya arus gangguan yang dideteksi,
makin besar arus gangguan, maka makin cepat waktu kerja relai dan
sebaliknya.

Gambar 2.12 Karakteristik Relai Arus Lebih Waktu Terbalik (Inverse Time) [6]

 
  30

Gambar 2.13 Kurva karakteristik waktu IEC

 
  31

 
2.13 Konstruksi Relai Arus Lebih OCR & GFR tipe ABB SPAM 150C
 

Gambar 2.14 Konstruksi Relai Arus Lebih tipe ABB SPAM 150C [4]

Keterangan :

1. Phasa R 25. Arus Netral

2. current transformer In = 5 A 26. Rating Arus 5 A

3. current transformer In = 1 A 27. Rating Arus 1 A

4. Phasa S 61. Auxiliary tegangan ( + )

5. current transformer In = 5 A 61. Auxiliary tegangan ( - )

6. current transformer In = 1 A 70. Internal Relay Fault signal NC

7. Phasa T 71,72. Internal Relay Fault signal NO

8. current transformer In = 5 A 74,75. Output Relay ke CB

9. current transformer In = 1 A 77,78. Indikator keadaan Overload

10,11 control input 80,81. Prior Alarm Signal 2

63. grounding 65,66. Trip output Relai

 
  32

 
2.14 Perhitungan Pengaturan Relai
 
Pengaturan relai digunakan untuk menyelaraskan simulasi yang
 
sudah dibuat untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari artinya
 
diterapkan dijaringan ataupun suatu sistem yang melibatkan relai ini
  digunakan.
 
Setelah mengetahui besaran atau nilai beban dari simulator beban
  yang sudah kita atur sesuai dengan kebutuhan pengujian, dari situ kita
  dapat mengitung untuk pengaturan atau setting dari relai tersebut agar
bekerja.
 

Untuk setting karakteristik GFR [4] :

I0 = 100% . In ...................................................... (2.18)

In = 1 A
I0 = Pengaturan arus untuk proteksi unit earth-faulth dalam persen
dari relai ratting arus In

Untuk Pengaturan GFR pada ketidakseimbangan beban [4] :

I0 = 5 % . In .............................................................. (2.19)

Alasan pengaturan GFR menggunakan 5% karena setelah dihitung


perser ketidakseimbangan suatu sistem ternyata hasil dari nilai tersebut
mencapai hasil 6,6 %. Nilai tersebut melebihi ketidakseimbangan arus
dalam peraturan IEEE std 446 – 1980. Dalam peraturan tersebut ratting
load unbalance 5 – 20 %.

Rata – rata ketidakseimbangan (%) [2] :

{| | | | | |}
= ...................................... (2.20)

 
  33

 
Tabel 2.1 Indikator Operasi
 
Indikasi Keterangan
 
1. = level thermal telah melampauai set level prior
 
alaram
 

  2.
= unit termal sudah terputus
 
3.
 
= restart termal menjaga tingkat berlebih
  waktu start up atau mencegah sinyal ekternal aktif

4.
= setting tripping arus lebih

5.
= Ketidakseimbangan / salah urutan fase trip

6.
= proteksi bagian unit utama terputus

7.
= gangguan ke tanah trip

8. = undercurrent trip

9.
= trip eksternal sudah dilakukan

 
  34

 
2.15 Petunjuk Pemograman Relai
 
Tabel 2.2 Contoh cara mensetting relai
 
No Langkah-langkah Gambar
 
1 Tekan tombol ”STEP” berulang kali sampai RESET
 
ke lampu LED pada simnol I> menyala,
  kemudian nilai arus start akan tertera di STEP
display
 

 
2 Tekan tombol “PROGRAM” lebih dari satu PROGRAM
detik kemudian lepas, untuk memasuki sub
menu dari I>. Muncul angka 1 berwarna
merah yang berkedip-kedip. Ini menunjukan
posisi sub menu pertama, dan tiga angka
warna hijau menunjukan nilainya.

3 Untuk mengubah nilai setelan sub menu PROGRAM


pertama tersebut, tekan tombol “PROGRAM”
kemnbali selama 5 detik, sampai semua
berkedip

4 Tekan tombol “PROGRAM” selama 1 detik, PROGRAM


untuk mengubah nilai setting paling kanan.

5 Nilai tersebut bisa diganti dengan menekan PROGRAM


tombol “RESET/STEP” sampai ke nilai yang
diinginkan.

 
  35

 
6 Tekan tombol “PROGRAM” , untuk PROGRAM
 
mengubah nilai nilai berikutnya.
 

 
7 Ubah nilai tersebut ke nilai yang diinginkan, PROGRAM
 
dengan menekan tombol “RESET/STEP”
 

8   Tekan tombol “PROGRAM” kembali, sampai PROGRAM


angka warna hijau paling kiri berkedip.
 

9 Ubah ke nilai yang diinginkan dengan RESET/ STEP


menekan tombol “RESET/STEP”

10 Tekan “PROGRAM” kembali, untuk PROGRAM


mengedipkan titik maksimal.

11 Jika perlu, pindahkan titik desimal ke nilai RESET


yang diinginkan dengan menekan
tombol”STEP”. STEP

 
  36

 
12 Tekan tombol “PROGRAM” untuk membuat PROGRAM
 
semua angka berkedip. Pada posisi ini, kita
  bisa melihat nilai yang baru sebelum di save.
Jika ingin mengubah nilainya, tekan tombol
  “PROGRAM”

  13 Jika nilai yang telah kita masukan benar, RESET


tekan tombol “RESET/STEP” dan
  STEP
“PROGRAM” secara bersamaan. Dengan
  cara ini berarti nilai setting pada sub menu
telah di save.
 

14 Apabila tidak ingin memasukkan nilai yang PROGRAM


baru pada salah satu sub menu tersebut, hanya
tinggal menekan tombol “PROGRAM”
selama 5 detik.

15 Jika ingin mengubah nilai setelan pada sub RESET


menu kedua dari I>, tekan “STEP” selama 1
STEP
detik, lalu angka 1 warna merah akan
digantikan dengan 2.

 
  37

 
2.16 Setting Relai
 

  Nilai pengaturan ditunjukkan oleh tiga digit paling kanan pada layar.
Indikator dekat dengan simbol nilai pengaturan yang menunjukkan kelompok
 
pengaturan nilai saat ini ditunjukkan pada layar.
 
Tabel 2.3 Pengaturan Relai
 
Setting Parameter Setting range
 

  Motor beban penuh arus Iɵ sebagai


kelipatan dari relay ratting arus In. Tripping
 
akan dilakukan jika arus melebihi nilai yang
ditetapkan lebih dari 5% dengan nilai yang
lama.

Maksimum stall waktu yang aman operasi 2.0...120 s


waktu dalam detik pada motor dingin di
enam kali beban penuh Iɵ

p 20...100% (50%)
Pembobotan faktor untuk kurva thermal unit

Sebelum alarm untuk tingkat kelebihan 50...100% of trip level


beban termal mendekati dalam persen dari
tingkat trip

Restart mencegah tingkat untuk kondisi 20...80% of trip level


kelebihan beban termal dalam persen dari
tingkat trip

 
  38

 
faktor reduksi Pendinginan untuk motor 1...64 x heating t.c.
 
terhenti dibanding dengan waktu pemanasan
 
konstan
 

 
pengaturan Motor start sebagai kelipatan 1.0...10.0 x In
  dari relay ratting arus In

 
Pengaturan start Motor, waktu dalam 0.3...80 s (2 s)
  hitungan detik *)

 
I>> Pengaturan unit set arus lebih sebagai 0.5...20 x In
kelipatan dari relay ratting Pada arus In

t>> Setting waktu pada arus lebih dalam detik 0.04...30 s

I0 Pengaturan start arus untuk unit eart-fault 1.0...100% In


dalam persen dari relay ratting arus In

t0 Operasi waktu unit earth-fault dalam detik 0.05...30 s

∆I Mengatur ∆I untuk perlindungan 10...40% IL


ketidakseimbangan beban dalam persen dari
arus fasa

t∆ Mengoperasikan waktu di tingkat awal 20...120 s


dalam hitungan detik, waktu terbalik
Mengoperasikan waktu untuk perlindungan
urutan fase yang tidak sesuai < 1s

I< Menjalankan nilai unit undercurrent dalam 30...80% Iɵ and off


persen dari motor saat penuh beban

t< Operasi waktu unit undercurrent dalam 2…600 s


detik

 
  39

 
Time-based start inhibit counter pengaturan 5...500 s
 
dalam detik*)
 
Countdown tingkat counter start dalam 2...250 s/h
 
hitungan detik per jam
 
SGF Checksum dari pemilih switchgroups SGF,
 
SGB,
 
SGB SGR1 dan SGR2 ditunjukkan pada layar
 
saat indikator berdekatan dengan simbol
  SGR
switchgroup di panel depan menyala.
incluence dari posisi switch yang berbeda
pada operasi relay dijelaskan dalam paragraf
terpisah.

*) Start-up didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika arus fasa dalam waktu
kurang dari 60 ms melebihi tingkat 1,5 Iɵ dari keadaan terhenti I <0,12. Kondisi
start-up berakhir ketika arus fase lagi menujui lebih rendah dari 1,25 Iɵ. Untuk
unit perlindungan start-up stall, penghitungan waktu dihentikan ketika saklar
kecepatan perubahan kondisinya, jika fasilitas digunakan. Dalam hal ini t s
pengaturan preferrably harus sama dengan waktu te motor.

 
  40

 
2.17 Programing Switching
 
Fungsi tambahan yang dibutuhkan dalam berbagai aplikasi yang dipilih
 
dengan cara kelompok saklar SGF, SGB, SGR1 dan SGR2 ditunjukkan pada
 
panel depan. Selanjutnya, pelindung motor modul relai berisi saklar software
  kelompok SG4, yang terletak di submenu empat dari register A. penomoran dari
  switch, 1 ... 8, dan posisi saklar 0 dan 1 ditunjukkan saat menetapkan
switchgroups. Dalam layanan normal hanya checksum yang akan ditampilkan.
 

  Pemrograman fungsional saklar kelompok SGF

 
Saklar pemilih dari SGF switchgroup digunakan untuk mendefinisikan fungsi-
fungsi tertentu dari relay dan diidentifikasi sebagai SGF / 1 sampai SGF / 8.

Switch Fungsi Factory User Weight


Default Settin Value
g

SGF/1 High-set overcurrent unit inhibited or in use 1 1

0 = High-set stage inhibited (setting displayed "- - -")

1 = High-set stage yang digunakan

SGF/2 Mengatur tinggi set tingkat arus lebih dua kali lipat 1 2
selama motor start-up

0 = dua kali lipat tidak


1 = dua kali lipat fitur aktif

SGF/3 Earth-Fault trip on overcurrent lebih tinggi tinggi 0 4


dari kelipatan dipilih dari FLC Motor saat beban
SGF/4 0 8
penuh sebagai berikut:

SGF/3 = 0 SGF/3 =1

SGF/4 = 0 no inhibit inhibit at

 
  41

 
four times
 
FLC
 
SGF/4 = 1 inhibit at six times FLC inhibit at
 
eight times
 
FLC
 

 
SGF/5 Seleksi atau deselection dari ketidakseimbangan 1 16
 
perlindungan
 
0 = tidak digunakan (pengaturan ditampilkan "---")
1 = operatif

SGF/6 Perlindungan Salah urutan Fasa inhibited atau 1 32


digunakan

0 = tidak digunakan
1 = operatif

SGF/7 Stall perlindungan berdasarkan pengawasan 1 64


tegangan termal Is2 x ts atau fungsi arus lebih waktu
tertentu Is & ts.

0 = arus lebih waktu tertentu;


1 = pemantauan termal tekanan

SGF/8 Seleksi atau deselection perlindungan undercurrent 0 128


0 = tidak digunakan (pengaturan ditampilkan "---")
1 = operatif

Checksum untuk setelan pabrik SGF 115

 
  42

 
 Pemblokiran dan kendali input pemilih switchgroup SGB
 
Saklar pemilih dari SGB switchgroup digunakan untuk mendefinisikan fungsi-
 
fungsi tertentu dari input kontrol eksternal dari relay dan diidentifikasi sebagai
  / 1 sampai SGB / 8.
SGB
 

 
Factory Checksum
Switch
  Fungsi
setting value
 

 
SGB /1 Stall informasi untuk relay dari switch kecepatan 0 1
pada motor (1). Fitur ini terutama digunakan untuk [

EXE-jenis drive motor dimana motor tidak harus


terhenti untuk waktu yang melebihi motor start-up.

SGB /2 Restart motor dihambat oleh perintah eksternal (1). 0 2


Dapat digunakan untuk mengikat motor restart
untuk suatu peralatan otomatisasi eksternal.

SGB /3 Ketika SGB / 3 = 1, fase ketidakseimbangan unit 0 4


diblokir oleh sinyal input BS. Pada deblocking, unit
dioperasikan dengan waktu beroperasi normal.
[[

Dapat digunakan misalnya untuk menghambat


operasi selama start-up ketika motor terhubung ke
soft-starter.

SGB /4 Ketika SGB / 4 = 1, unit earth-fault diblokir oleh 0 8


sinyal input BS. Pada deblocking, unit dioperasikan
dengan waktu pengoperasian normal. Dapat
digunakan misalnya untuk menghindari gangguan
trippings mungkin selama start-up karena CTs soft-
starter atau jenuh

 
  43

 
SGB/5 Perintah trip eksternal dilakukan untuk relay output 0 16
 
A (1).
 
Relay pelindung eksternal dapat terhubung ke jalur
  trip menggunakan fitur ini.
  Perhatikan! Sinyal perjalanan tidak ditangani oleh
modul SPCJ-dan harus diatur menggunakan kontak
 
pada relay pelindung eksternal.
 
SGB/6 Relai reset eksternal (1) memungkinkan untuk 0 32
 
memiliki manual Master tombol reset luar relai
 
Tombol yang sama dapat melayani semua relay di
stasiun. Kemungkinan lain adalah untuk
menghubungkan reset untuk otomatisasi beberapa.

SGB/7 Latching relay output untuk arus pendek, earth-fault 0 64


atau menyeimbangkan trip.
Ketika SGB / 7 = 0, sinyal trip kembali ke keadaan
awal, yaitu output relay drop off, ketika sinyal
pengukuran menyebabkan operasi turun di bawah
tingkat awal. Ketika SGB / 7 = 1, sinyal trip tetap
menyala, yaitu output relay dioperasikan meskipun
sinyal pengukuran jatuh di bawah tingkat awal.
Kemudian sinyal trip harus diatur ulang dengan
menekan tombol PROGRAM, dengan menekan
PROGRAM RESET dan tombol secara bersamaan
atau dengan remote control melalui bus SPA atau
masukan kontrol eksternal.

SGB/8 Latching (1) relay output untuk apapun, trip 0 128


indepen den penyebabnya.
Ketika SGB / 8 = 0, sinyal trip kembali ke keadaan
awal, yaitu output relay drop off, ketika sinyal

 
  44

 
mengukur menyebabkan operasi turun di bawah
 
tingkat awal.
 
Ketika SGB / 8 = 1, sinyal trip tetap menyala, yaitu
  keluaran relay energize, meskipun sinyal
  pengukuran turun di bawah mulai tingkat. Sinyal
trip harus diatur ulang dengan menekan
 
PROGRAM tombol push, dengan menekan
 
PROGRAM dan RESET push-tombol secara
  bersamaan atau dengan remote control
  bus SPA atau masukan kontrol eksternal.

Checksum untuk setelan pabrik SGB 0

Anda mungkin juga menyukai