Anda di halaman 1dari 9

PEMILIHAN LOKASI

1. Suhu

Untuk penentuan lokasi, ada baiknya Anda memperhatikan bangsa sapi apa

yang akan digemukkan. Sedikit banyak, suhu dan kelembapan membawa

pengaruh pada pertumbuhan sapi untuk mencapai tingkatan pertumbuhan yang

optimal. Di daerah tropis seperti di Indonesia, suhu sangat dipengaruhi oleh

tinggi rendahnya daerah dari permukaan air laut.

2. Luas lahan

Pertimbangan luas lahan berhubungan dengan kemampuan Anda saat ini dan

cita-cita pengembangan usaha di masa yang akan datang. Lahan yang relatif

luas cukup bagus karena ada lahan untuk pengembangan bila usaha tersebut

berkembang serta untuk diversifikasi usaha atau usaha terpadu. Namun

demikian, lahan yang luas cukup sulit didapat dan membutuhkan investasi yang

besar.

3. Kondisi lingkungan

Ternak sapi dalam populasi banyak berpotensi menghasilkan sisa kotoran dan

urine, sisa limbah pakan yang tidak termakan, serta pembuangan air pada

waktu memandikan sapi yang akan mengganggu lingkungan. Dengan

demikian, lokasi usaha penggemukan sapi harus mampu menampung proses

pengolahan limbah tersebut. Sebaiknya, limbah dikelola dengan baik agar

dapat dimanfaatkan oleh warga, seperti biogas dan pupuk kandang. Begitu pula

dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Ada kemungkinan warga sekitar

peternakan terganggu dengan aktivitas perusahaan, limbah yang dihasilkan,

dan terjadinya kecemburuan sosial.

4. Potensi sumber pakan


Sebaiknya lokasi peternakan dekat areal persawahan, perladangan, atau

perkebunan. Sisa produksi pertanian/perkebunan dapat dimanfaatkan untuk

pakan sapi. Bila mungkin, dapat mengembangkan usaha terpadu. Dalam

kawasan penggemukan sapi, ada lahan kebun rumput gajah, pabrik pembuatan

tahu, dan penggilingan padi. Dengan keterpaduan usaha tersebut, ampas tahu

dan dedak limbah penggilingan padi dapat dimanfaatkan untuk pakan sapi.

5. Sumber air

Penggemukan sapi membutuhkan air untuk minum dan kebutuhan

memandikan sapi. Sumber air dapat diperoleh dari sumur atau sungai. Pada

peternakan besar, kebutuhan air biasanya dipenuhi dengan memanfaatkan air

sumur.

6. Akses jalan

Sebaiknya lokasi peternakan sapi dekat dari jalan utama, walau tidak mutlak.

Karena, lokasi peternakan bisa saja masuk dari jalan utama, tetapi harus bisa

dilewati kendaraan roda empat. Akses jalan yang mudah akan membantu

aktivitas usaha peternakan, baik untuk mengangkut kebutuhan produksi keluar

atau masuk ke perusahaan.

METODE PENGGEMUKAN SAPI POTONG

Di Indonesia sistem penggemukan sapi dikenal dengan sistem intensif.

Dalam penggemukan sapi sistem intensif ini sapi yang dipelihara di dalam kandang

terus menerus dalam periode tertentu. Sapi tersebut diberi makan dan minum di

dalam kandang, tidak digembalakan ataupun dipekerjakan (Sugeng, 2002).

Sistem penggemukan terdiri dari tiga macam penggemukan, yaitu: 1) Dry

Lot Fattening yaitu pemberian ransum dengan pemberian biji-bijian atau kacang-
kacangan, 2) Pasture Fattening yaitu sapi yang diternakan digembalakan dipadang

pengembalaan, 3)Kombinasi anatara Dry Lot Fattening dan Pasture Fattening yaitu

sistem yang dilakukan dengan pertimbangan musim dan ketersedian pakan. Di

daerah tropis pada saat musim produksi hijauan tinggi penggemukan dilakukan

dengan Pasture Fattening sedangkan pada saat hijauan berkurang penggemukan

dilakukan dengan cara Dry Lot Fattening. (Siregar, 2003).

Sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga, yaitu intensif,

ekstensif, dan mixed farming system (sistem pertanian campuran). Pemeliharaan

secara intensif dibagi menjadi dua, yaitu (a) sapi di kandangkan secara

terusmenerus dan (b) sapi di kandangkan pada saat malam hari, kemudian siang

hari digembalakan atau disebut semi intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif

adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara

terusmenerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and curry. Sistem ini

dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif sudah mulai

berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari

beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif. Kelemahan

terletak pada modal yang dipergunakan lebih tinggi, masalah penyakit

dan limbah peternakan (Susilorini, Sawitri, Muharlien, 2009).

Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan

genetik dimana bobot badan awal fase penggemukan berhubungan dengan bobot

badan dewasa. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang

dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Pertumbuhan dapat

dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan, yaitu dengan penimbangan

berulang-ulang dan dibuat dalam pertambahan bobot badan harian, mingguan atau

per satuan waktu lain (Tillman, dkk 2008). Pertumbuhan yang cepat terjadi pada
periode lahir hingga usia penyapihan dan puberitas, namun setelah usia puberitas

hingga usia dewasa, laju pertumbuhan mulai menurun dan akan terus menurun

hingga usia dewasa sampai pertumbuhan sapi berhenti. Sejak sapi dilahirkan

sampai dengan usia puberitas (sekitar umur 12-15 bulan) merupakan fase hidup sapi

yang laju pertumbuhannya sangat cepat (Siregar, 2008).

PERKANDANGAN

Pembangunan kandang harus memberikan kemudahan perawatan sapi,

mencegah sapi supaya tidak berkeliaran, dan menjaga kebersihan lingkungan.

Dengan adanya kandang, pengamanan terhadap pencuri sapi akan lebih terjaga.

Pembuatan kandang untuk penggemukan memerlukan beberapa persyaratan

sebagai berikut : (Siregar, 2006)

a. Memberi kenyamanan bagi sapi-sapi yang digemukkan dan bagi si pemelihara

ataupun pekerja kandang.

b. Memenuhi persayaratan bagi kesehatan sapi

c. Mempunyai ventilasiatau pertukaran udara yang sempurna

d. Mudah dibersihkan dan terjaga kebersihannya

e. Memberi kemudahan bagi peternak ataupun pekerja kandang pada saat bekerja

sehingga efisiensi kerja dapat tercapai

f. Bahan-bahan kandang yang digunakan bertahan lama, tidak mudah lapuk,

harganya relative murah dan mudah didapat didaerah sekitar

g. Tidak ada genangan ait didalam ataupun diluar kandang.


PEMILIHAN BIBIT SAPI POTONG

Pemilihan bibit akan menentukan majunya peternakan yang akan

dikembangkan. Bangsa-bangsa tertentu cocok apabila keadaan iklim dan pakan

sesuai sehingga mampu memberikan keuntungan tertentu dibandingakan bangsa

lainnya. Bangsa-bangsa sapi dapat dibagi menjadi 4 yaitu bangsa Eropa, bangsa

India, bangsa yang dikembangkan di Amerika Serikat dan yang terakhir disebut

bangsa eksotik. Sebenarnya tidak ada bangsa yagn sempurna sebab setiap ternak

memeliki sifat-sifat yang cocok untuk keadaan tertentu ataupun tidak cocok untuk

keadaan tertentu pula. Pemilihan suatu bangsa sapi tergantung pada kesukaan

peternak, keadaan lingkungan, kemampuan adaptasi, efisiensi reproduksi, kemauan

memelihara dan menyusui anak, ukuran badan dan pertambahan berat badan.

(Blakely dan Blade, 1996)

PENYAKIT

Kejadian penyakit diare pada pedet sangat tinggi diare dapat disebabkan

oleh bakteri, virus dan protozoa. Anonimus (2006) menyatakan bahwa E. coli

merupakan salah satu penyebab diare pada sapi, yang menyebabkan jaringan epitel

dalam usus berubah fungsi dari metode penyerapan (nutrisi) menjadi metode

pengeluaran. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengobatan penyakit diare berupa

antibiotik (streptomicyn) dapat mengurangi populasi bakteri sehingga proses

pencernaan dapat berjalan dengan normal kembali.

PAKAN

Konsumsi ransum merupakan salah satu ukuran untuk menentukan efisiensi

teknis usaha peternakan pada umumnya. Fadillah (2004) mendefinisikan konsumsi


ransum adalah jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan jumlah ransum

yang tersisa pada pemberian pakan saat itu. Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi konsumsi ransum yaitu bentuk fisik ransum. (Kartasudjana, 2002

dalam Dawahir, 2008). Kemampuan sapi mengkonsumsi ransum sangat terbatas.

(Sarwono dan Arianto, 2007). Keterbatasan itu dipengaruhi oleh faktor ternak,

keadaan pakan, dan faktor luar, seperti suhu dan kelembapan udara.

Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang digunakan bersama bahan pakan

lain untuk meningkatkan keseimbangan nutrisi dari keseluruhan bahan pakan dan

dicampur sebagai suplemen (pelengkap) atau pakan pelengkap (Hartadi, 1986).

Bahan pakan digolongkan menjadi 3 yaitu pakan hijauan, pakan penguat

dan pakan tambahan. (Murtidjo, 1990). Pakan hijauan yaitu semua bahan pakan

yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan. Yang termasuk

hijauan adalah rumput, leguminosa dan tumbuhan lain. Semuanya dapat diberikan

untuk ternak dengan 2 macam bentuk yaitu berupa hijauan segar dan kering.

Pakan penguat yaitu pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat

kasar relative rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat meliputi bahan

pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, hasil ikutan

pertanian atau pabrik seperti dedak, bungkil kelapa, tetes yang berfungsi untuk

meningkatkan dan memperkaya nilai nutrient pada bahan pakan lain yang nilai

nutriennya rendah. Pakan tambahan biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea.

Pakan tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif yang

hidupnya berada dalam kandang secara terus-menerus. Pakan tambahan tersebut

antara lain vitamin A dan D, mineral terutama Ca dan P, urea.

Dalam menyusun pakan ternak ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu

tersedianya bahan baku pakan yang digunakan, kandungan zat-zat pakan dari bahan
baku tersebut dan kebutuhan zat pakannya. Pemberian pakan harus disesuaikan

dengan kebutuhan ternak karena kebutuhan zat pakan dan jumlah konsumsi yang

berlebihan dapat menyebabkan pertambahan bobot badan tidak maksimal (Tillman,

1998).

Pakan adalah bahan yang dapat dikonsumsi dan dicerna oleh ternak, yang

mengandung kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan ternak. Pakan memiliki fungsi

utama dan fungsi tambahan. (Hardjopranjoto, S. 1995). Fungsi utama bagi ternak

adalah:

• Sebagai bahan material untuk menyusun dan menjaga struktur tubuh.

• Sebagai sumber energi.

• Untuk menjaga keseimbangan metabolisme dalam tubuh.

Adapun fungsi tambahan pakan adalah sebagai sumber energi untuk proses

produksi susu, daging, kulit, dan wool. Bahan pakan yang dipilih harus berkualitas

dan memenuhi syarat yaitu tidak berjamur dan tidak berdebu. Konsentrat adalah

pakan ternak yang berasal dari biji – bijian atau hasil samping dari pengelolaan

produk pertanian seperti; bungkil kacang, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak

padi, ampas tahu, tetes dan sebagainya. Biasanya pakan konsentrat mengandung

protein yang tinggi (Darmono, 1992).

Dalam menyusun pakan ternak ada beberapa hal yang harus diperhatikan,

yaitu tersedianya bahan baku yang akan digunakan, kandungan zat – zat makanan

dari bahan baku tersebut dan kebutuhan zat makanannya. Pemberian pakan harus

disesuaikan dengan kebutuhan ternak karena kebutuhan zat makanan dan jumlah

konsumsi yang berlebihan dapat menyebabkan pertambahan bobot badan tidak

maksimal (Tillman, dkk; 1998).


Kemampuan ternak ruminansia dalam mengkonsumsi pakan dipengaruhi

oleh banyak faktor, seperti faktor ternak itu sendiri, faktor pakan yang diberikan

dan faktor lainnya. Faktor ternak meliputi bobot badan, status fisiologik, potensi

genetik, tingkat produksi dan kesehatan ternak. Faktor pakan meliputi bentuk dan

sifat pakan, komposisi zat-zat gizi, toksisitas atau anti nutrisi. Sedangkan faktor lain

meliputi suhu dan kelembapan udara, curah hujan, lama siang atau malam dan

keadaan ruang kandang serta tempat pakan (Santosa, 2005).

Pakan dari tumbuh-tumbuhan dapat berupa hasil tanaman maupun hasil

sisanya misalnya jagung, dedak halus dan jerami, sedangkan pakan asal hewan

lebih banyak dari hasil produksi sisa yang sudah digunakan oleh manusia yaitu

misalnya tepung ikan, tepung tulang, daging dan lain-lainnya. Karena di dalam

tubuh ternak terdiri atas zat-zat gizi, maka ternak memerlukan zat-zat gizi dari luar

yang dapat dipakai oleh ternak untuk menjaga kehidupan dan produksi (Kusumo,

2002). Ditambahkan Kusumo (2002) bahwa zat yang ada dalam pakan terdiri atas

komposisi zat kimia yang berguna untuk menunjang kehidupan suatu organisme

disebut zat gizi atau nutrien. Zat gizi inilah yang diperlukan oleh ternak, sesuai

dengan umur, besarnya ukuran tubuh ternak, jenis ternak dan tingkat produktivitas

suatu ternak terhadap kebutuhan tertentu akan suatu zat gizi (nutrient requirement).

PENANGANAN LIMBAH

Limbah dari ternak dapat mendatangkan keuntungan yang berpotensi

apabila dikelola dengan baik. Kotoran cair dan padat dari etrnak pada umumnya

digunakan sebagai pupuk organic bagi tanaman pertanian ataupun lahan hiajuan

makanan ternak (Darmono, 1992)


DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J and Bade, D.H. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. University

Gadjah Mada, Press : Yogyakarta.

Darmono. 1992. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius : Jakarta.

Duren, E dan Miller, R.C. 2003. Beef Catlehand Book : Prevention and Treatment

Bloat.

Fadillah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ternak Ruminansia. Agromedia

Pustaka. Jakarta.

Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Ternak. Universitas Airlangga Press : Surabaya.

Hartadi, H.S. dan R. A.D.Tillman. 1986. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia.

Universitas Gadjah Mada Press : Yogyakarta.

Kusumo, S.P. 2002. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE. Yogyakarta.

Santosa, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Sarwono, B dan H.B. Arianto. 2007. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiadi, 2006. Manajemen Usaha Ternak Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S.B. 2005. Penggemukan Sapi. Cetakan ke-11. Penebar Swadaya, Jakarta.

__________. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sugeng, Y.Bambang. 2002. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Susilorini. 2009. Penggemukan Sapi. Jakarta. Penebar Swadaya.

Tillman, A.D., H. Hartadi, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.

Lebdosoekodjo.2008. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjahmada

University Press.Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai