Disusun Oleh :
Pembimbing :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah subhana wa ta’ala atas cahaya ilmu dan
kemudahan yang dikaruniakan-Nya sehingga makalah presentasi kasus yang
berjudul “Trauma Tembus Abdomen” ini dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini
disusun sebagai bagian dari rangkaian tugas Program Internsip Dokter Indonesia.
Terimakasih saya sampaikan kepada dr. Am Dasmar, Sp.B, FINACS selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah
presentasi kasus ini. Dengan demikian diharapkan presentasi kasus ini dapat
menambah pengetahuan dan keterampilan klinis penulis serta dapat memberikan
kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan presentasi kasus ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan presentasi kasus ini di kemudian hari.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Empat kuadran (A) dan sembilan regio (B) abdomen ................ 3
anterolateral................................................................................. 6
Gambar 2.4. Vena-vena yang menerima aliran balik dari dinding abdomen
anterolateral................................................................................ 7
DAFTAR TABEL
Halaman
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi salah satu
persyaratan Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) serta untuk melaporkan
kasus menarik yang dijumpai di Instalasi Rawat Inap selama masa internsip sebagai
bahan untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi sebagai dokter.
1.3. Manfaat
Penulis berharap laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan
kompetensi penulis sebagai dokter mengenai penegakan diagnosis dan tatalaksana
trauma tembus abdomen serta dapat menjadi referensi bagi laporan kasus yang
serupa selanjutnya.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1. Empat kuadran (A) dan sembilan regio (B) abdomen6
4
Gambar 2.4. Vena-vena yang menerima aliran balik dari dinding abdomen anterolateral 6
A B C
abdomen yang berdekatan dan seringnya melibatkan hati (40%), usus kecil (30%),
diafragma (20%), dan kolon (15%).3
Luka tembak dapat menyebabkan cedera intraabdomen tambahan
berdasarkan lintasan, efek kavitasi, dan fragmentasi peluru yang mungkin terjadi.
Luka tembak lebih sering menyebabkan cedera pada usus kecil (50%), kolon (40%),
hati (30%), dan struktur vaskuler abdominal (25%).3
Berbagai benda-benda selain pisau dapat menyebabkan luka tusuk yang
paling seringnya terjadi pada kuadran atas. Hampir pada seperempat kasus terdapat
trauma multipel, dan hampir 10% kasus melibatkan rongga toraks. Sebagian besar
luka tusuk tidak menyebabkan cedera intraperitoneal, meskipun insidensinya
bervariasi bergantung pada benda yang digunakan serta arah tusukan. Luka tusuk
anterior menembus peritoneum pada sekitar 70% kasus namun hanya setengahnya
yang melibatkan cedera organ visera. Luka dada kiri bawah berhubungan dengan
17% insidensi kerusakan intraperitoneal selain juga tingginya tingkat cedera toraks
dan diafragma, sementara luka dada kanan bawah memiliki insidensi kerusakan
intraperitoneal yang lebih rendah yaitu 0% hingga 4%. Insidensi penetrasi ke
rongga abdomen melalui pinggang dilaporkan mencapai 44% sementara yang
melalui punggung mencapai 15%. Hati dan limpa merupakan organ visera yang
paling sering mengalami kerusakan pada kasus luka punggung dan pinggang,
namun pola cedera tidak dapat diprediksikan dengan baik berdasarkan lokasi
penetrasi pada dinding abdomen.3
Pada populasi pediatrik trauma merupakan penyebab utama mortalitas.
Lebih dari 20 juta anak mengalami cedera setiap tahunnya, dan cedera yang tidak
disengaja menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak pada semua kelompok
usia di atas 1 tahun. Trauma abdomen merupakan penyebab utama ketiga yang
menyebabkan kematian pada populasi tersebut, setelah trauma kepala dan toraks.
Trauma abdomen menjadi penyebab kematian paling sering pada kasus cedera yang
tidak dikenali.5
13
2.2.3. Diagnosis
1) Anamnesis
Riwayat pasien tidak selalu dapat diperoleh, sulit dipahami, atau tertunda
sementara saat upaya resusitasi tengah dilakukan. Ketika situasi sudah
memungkinkan dan terdapat narasumber yang terpercaya, penggalian informasi
tertentu akan sangat berguna. Kemampuan pasien untuk mengingat peristiwa yang
14
berhubungan dengan trauma mungkin terganggu oleh cedera kepala atau medula
spinalis, intoksikasi alkohol, keterlambatan perkembangan, gangguan psikiatrik,
dan berbagai toksin lainnya yang akan mempengaruhi pemeriksaan klinisi terhadap
pasien.3
a) Luka Tusuk
Jumlah tusukan, tipe dan ukuran benda yang digunakan, postur korban
terhadap arah tusukan, perkiraan hilangnya darah saat kejadian, waktu kejadian,
dan respon terhadap cairan membantu dalam memperkirakan perjalanan alamiah
dan keparahan cedera.3,4
b) Luka Tembak
Informasi yang membantu secara klinis untuk korban luka tembak meliputi
senjata yang digunakan, jaraknya dari korban saat penembakan, posisi korban
terhadap senjata api ketika penembakan, perkiraan jumlah tembakan, perkiraan
hilangnya darah saat kejadian, jumlah dan tipe cairan yang diberikan saat kejadian,
dan tanda-tanda vital selama fase prehospital.3,4
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan abdomen dilakukan dalam urutan yang sistematik: inspeksi,
auskultasi, perkusi, dan palpasi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan pelvis,
bokong, dan juga; uretral, perineal, dan, jika ada indikasi, rektal dan vaginal.3,4
Pada sebagian besar situasi, pakaian pasien harus dibuka seluruhnya untuk
memungkinkan inspeksi yang menyeluruh. Saat inspeksi, periksa abdomen anterior
dan posterior, lalu dada bawah dan juga perineum, untuk melihat adanya abrasi dan
kontusio, laserasi, luka tembus, benda asing yang menancap, eviserasi omentum
atau usus, dan status kehamilan. Lipatan kulit pada pasien diabetes dapat
menyamarkan cedera tembus dan meningkatkan kesulitan dalam menilai abdomen
dan pelvis.3,4
Pada kasus trauma tembus, pemeriksaan abdomen untuk melihat luka
masuk dan luka keluar dapat membantu untuk menentukan lintasan cedera. Distensi
15
3) Pemeriksaan Laboratorium
Nilai hematologi dan kimia memiliki fungsi yang terbatas dalam tatalaksana
pasien trauma akut dan harus dianggap sebagai tambahan untuk penegakan
diagnosis dan bukan untuk menggantikan pemeriksaan klinis.3
a) Hematokrit
Hematokrit menggambarkan nilai dasar, keparahan dan waktu perdarahan,
pemberian cairan eksogenus, dan pengisian plasma endogenus. Pasien dengan syok
hemoragik (sedikitnya 40%) memperlihatkan tingkat pengisian plasma yang jauh
lebih cepat dengan penurunan hematokrit yang lebih singkat dalam 90 menit.3
17
\
A B
3
Gambar 2.8 A. Focused Assessment with Sonography for Trauma (FAST). B. Lokasi probe
DPL lebih banyak berguna untuk pasien-pasien dengan trauma tumpul abdomen
atau trauma tembus abdomen dengan kavitas multipel atau lintasan peluru yang
terlihat jelas. Pasien yang normal secara hemodinamik yang membutuhkan evaluasi
abdomen di mana FAST dan CT scan tidak tersedia dapat diperiksa menggunakan
DPL. Namun saat CT dan/atau FAST tersedia, DPL jarang dilakukan karena invasif
dan membutuhkan keahlian bedah. Kontraindikasi relatif DPL meliputi riwayat
operasi abdomen sebelumnya, obesitas morbid, sirosis stadium lanjut, dan kondisi
koagulopati.3,4
limpa atau hati, adanya cairan bebas di rongga abdomen mengarahkan pada cedera
traktus gastrointestinal dan/atau mesenterium, dan banyak ahli bedah trauma
percaya bahwa temuan ini merupakan indikasi untuk intervensi operasi dini.3,4
2.2.4. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Umum
a) Survei Primer
Langkah pertama dalam tatalaksana pasien adalah melakukan survei primer,
dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan mengatasi kondisi yang dapat segera
mengancam nyawa.10
Pasien diperiksa, dan prioritas tatalaksana ditentukan berdasarkan tipe
cedera, tanda-tanda vital, dan mekanisme cedera. Fungsi-fungsi vital pasien harus
diperiksa secara cepat dan efisien. Tatalaksan terdiri dari survei primer yang singkat
dengan resusitasi simultan pada fungsi-fungsi vital. Survei primer meliputi
tatalaksana trauma ABCDEs dan identifikasi kondisi-kondisi yang mengancam
nyawa dengan mengikuti urutan berikut:4,10
Airway maintenance with restriction of cervical spine motion
Memastikan patensi jalan napas merupakan prioritas pertama pada survei
primer. Hal ini penting, karena usaha untuk mengembalikan integritas
kardiovaskuler akan menjadi sia-sia kecuali terdapat kadar oksigen yang
21
adekuat dalam darah. Secara simultan, seluruh pasien dengan trauma tumpul
membutuhkan imobilisasi vertebra servikal sampai cedera servikal dapat
disingkirkan.4,10
Breathing and ventilation
Setelah jalan napas dipastikan aman, oksigenasi dan ventilasi yang adekuat
juga harus diperhatikan. Seluruh pasien cedera harus mendapatkan oksigen
suplemental dan diawasi dengan pulsasi oksimetri.4,10
Circulation with hemorrhage control
Setelah didapatkan jalan napas yang aman dan ventilasi yang adekuat, status
sirkulasi merupakan prioritas selanjutnya. Penilaian awal terhadap status
kardiovaskuler pasien dapat dilakukan dengan palpasi pulsasi perifer.
Kontrol eksternal terhadap setiap perdarahan yang terlihat harus dilakukan
dengan tepat sementara usaha mengembalikan volume sirkulasi
berlangsung. Kompresi manual pada luka terbuka harus dilakukan dengan
sebuah kasa 4 x 4 (10,2 x 10,2 cm) dan tangan yang terlindungi sarung
tangan. Menutup luka dengan balutan yang berlebihan dapat menyebabkan
perdarahan aktif yang tidak diketahui dan tersembunyi dibalik balutan.4,10
Disability
Skor Glasgow Coma Scale (GCS) harus ditentukan untuk semua pasien
trauma. GCS merupakan penentuan fungsi neurologis yang mudah dihitung
yang berguna untuk triase, tatalaksana, dan prognosis.4,10
Exposure and environmental control
Pakaian pasien harus dibuka untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh,
kemudian pasien diselimuti untuk mencegah hipotermia.4,10
Ketika pasien tiba dengan luka tembus dan senjata atau benda penusuk
masih tertancap, maka pencabutan senjata atau benda penusuk tidak boleh
dilakukan di unit gawat darurat, karena benda tersebut dapat berfungsi sebagai
tampon yang menekan pembuluh darah yang robek.10
Pada pasien yang mengalami hipotensi persisten setelah dilakukan
resusitasi, dan tidak dijumpai penyebab hilangnya volume darah yang jelas, maka
22
b) Survei Sekunder
Survei sekunder merupakan evaluasi dari kepala hingga kaki pada pasien
trauma yang meliputi anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan
ulang tanda-tanda vital. Setiap regio tubuh diperiksa dengan menyeluruh.4,10
Selain mengenai mekanisme cedera, anamnesis pada pasien trauma juga
harus meliputi riwayat AMPLE (Allergies, Medications currently used, Past
ilnesses/Pregnancy, Last meal, Events/Environment related to the injury).4,10
Pemeriksaan fisik dilakukan secara berurutan dimulai dari kepala, struktur
maksilofasial, vertebra servikal dan leher, dada, abdomen dan pelvis,
perineum/rektum/vagina, sistem muskuloskeletal, dan sistem neurologis 4,10
Pemeriksaan diagnostik khusus dapat dilakukan selama survei sekunder
untuk mengidentifikasi cedera spesifik. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan
x-ray tambahan sesuai indikasi, CT-scan, ultrasonografi dan pemeriksaan
lainnya.4,10
23
2) Penatalaksanan Khusus
Pemberian antibiotik profilaksis efektif dalam menurunkan insidensi sepsis
intraabdomen mengingat perforasi dan keluarnya isi intestinum dapat terjadi pada
trauma tembus. Pemberian dosis tunggal antibiotik preoperatif spektrum luas atau
kombinasi antibiotik yang sensitif terhadap organisme aerobik dan anaerobik
direkomendasikan. Profilaksis tetanus juga harus diberikan pada kasus trauma
tembus abdomen.10
Sebagian besar luka tembak ditatalaksana dengan laparatomi eksplorasi.
Insidensi cedera intraperitoneal yang signifikan mendekati 98% jika terdapat
penetrasi peritoneal. Luka tusuk pada abdomen dapat ditatalaksana dengan lebih
selektif, namun sekitar 30% dapat menyebabkan cedera intraperitoneal.
a) Luka Torakoabdominal
Pilihan evaluasi untuk pasien tanpa indikasi untuk laparotomi emergensi,
namun terdapat kemungkinan cedera pada diafragma dan struktur abdomen atas
meliputi torakoskopi, laparoskopi, DPL, dan CT scan.4
tidak menunjukkan indikasi untuk laparotomi segera, pilihan diagnostik yang tidak
terlalu invasif meliputi pemeriksaan fisik (dengan atau tanpa pemeriksaan FAST
serial), double- atau triple-contrast CT scan, dan DPL. Pada pasien dengan luka
yang berlokasi posterior dari linea aksilaris anterior, pemeriksaan serial untuk
menyingkirkan adanya peritonitis sangat akurat dalam mendeteksi cedera
retroperitoneal dan intraperitoneal.4
Gambar 2.12. Algoritma evaluasi pada cedera trauma abdomen. AASW = anterior abdominal stab
wound; CT = computed tomography; DPL = diagnostic peritoneal lavage; GSW = gunshot
wound; LWE = local wound exploration; RUQ = right upper quadrant; SW = stab wound 10
26
2.2.5. Prognosis
Prognosis pasien yang mengalami trauma tembus abdomen bervariasi dan
bergantung pada luasnya cedera dan waktu kedatangan ke unit gawat darurat. Jika
terdapat kontaminasi abdomen masif dari organ visera yang mengalami perforasi,
cedera kepala yang menyertai, atau koagulopati, maka tingkat mortalitasnya tinggi.
Pasien yang telah teresusitasi dan dieksplorasi dengan baik memiliki mortalitas
yang cukup rendah. Luka tusuk pada abdomen biasanya memiliki prognosis yang
lebih baik dibandingkan luka tembak.2
27
BAB 3
TINJAUAN KASUS
- Disability :
Sensorium: GCS 15 (E4M6V5)
AVPU: Alert
Ø pupil: 3 mm/3 mm, isokor
RC: +/+
- Exposure :
terdapat vulnus scissum penetrans disertai eviserasi omentum di regio
hipokondrium sinistra setentang costae XII, perdarahan tidak aktif, jejas
di regio lain (-)
KEPALA
Bentuk dan ukuran : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-)
Jejas (-)
LEHER
Pembesaran KGB (-), jejas (-)
30
TORAKS
Paru
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
- Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, kesan normal
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi :
Suara pernapasan : vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan : ronki (-/-), mengi (-/-)
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V LMCS
- Perkusi
Batas jantung
Atas : ICS II sinistra
Bawah : diafragma
Kiri : ICS V 1 cm lateral LMCS
Kanan : ICS V LPSD
- Auskultasi : S1=S2, reguler , murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : terdapat vulnus scissum penetrans disertai
eviserasi omentum di regio hipokondrium
sinistra setentang costae XII, ukuran 5 x 2 cm,
dasar sulit dinilai, perdarahan tidak aktif
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : soepel (+), nyeri tekan regio hipokondrium sinistra
(+), VAS: 5-6
31
EKSTREMITAS : akral hangat, CRT <2 detik, pulsasi nadi: T/V cukup, jejas
(-)
3.4.2. Roentgen
Roentgen Thorax AP - Posisi Duduk (17 Agustus 2019)
Ekspertise :
- Cor: CTR <50%, aorta dan mediastinum superior tidak
melebar, trakea di tengah
- Pulmo: hilus tidak melebar, corakan bronkovaskuler baik, tidak
tampak infiltrat, kedua sinus kostofrenikus tajam
- Diafragma baik, tidak tampak udara bebas di bawah diafragma
- Tulang-tulang dan jaringan lunak dinding dada baik
Kesan : cor dan pulmo normal, tidak terdapat perforasi organ
intraabdomen
33
Ekspertise :
- Preperitoneal fat line kanan-kiri normal
- Psoas line tidak tervisualisasi dengan baik
- Distribusi udara usus normal
- Tidak tampak udara bebas di rongga abdomen
- Tulang-tulang intak
Kesan : tidak terdapat perforasi organ intraabdomen
34
3.5. Resume
An. Y usia 9 tahun, datang dengan luka tusuk akibat pisau pada perut
sebelah kiri yang dialami sejak 4 jam SMRS. Keluhan sesak napas, pingsan, mual
dan muntah (-). Pada pemeriksaan fisik dijumpai vulnus scissum penetrans disertai
eviserasi omentum pada regio hipokondrium sinistra setentang costae XII, ukuran
5 x 2 cm, dasar sulit dinilai, dengan perdarahan tidak aktif. Pada pemeriksaan darah
lengkap dijumpai leukositosis (14.300/mm3) dan penurunan ringan Hb pada
pemeriksaan Hb serial (12,3 gr% - 12,0 gr% - 11,9 gr%). Pemeriksaan lainnya
dalam batas normal.
3.6. Diagnosis
Vulnus Scissum Penetrans o/t Hipokondrium Sinistra
3.7. Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 tpm (makro)
- Wound toilet
- Inj. Ketorolak 15 mg (IV)
- Inj. Ranitidin 20 mg (IV)
- Inj. Seftriakson 500 mg (IV)
- Inj. HTIG 250 IU (IM)
3.8. Rencana
Laparotomi eksplorasi di ruang operasi
3.9. Prognosis
Quo Ad vitam : dubia ad bonam
Quo Ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo Ad sanationam : dubia ad bonam
35
3.13. Follow-Up
BAB 4
PEMBAHASAN
No Teori Kasus
1 Epidemiologi
Luka tusuk paling sering terjadi Pada pemeriksaan fisik
pada kuadran atas dijumpai vulnus scissum
Luka tusuk anterior menembus penetrans disertai eviserasi
peritoneum pada sekitar 70% omentum pada regio
kasus namun hanya hipokondrium sinistra setentang
setengahnya yang melibatkan costae XII
cedera organ visera Pada laparotomi eksplorasi
Luka dada kiri bawah dijumpai organ-organ
berhubungan dengan 17% intrabdomen intak
insidensi kerusakan
intraperitoneal selain juga
tingginya tingkat cedera toraks
dan diafragma
2 Gejala Klinis
Nyeri abdomen merupakan gejala Pasien datang dengan keluhan luka
yang paling jelas dari trauma tusuk pada perut sebelah kiri yang
abdomen. dialami sejak 4 jam SMRS. Pasien
mengeluhkan nyeri pada luka tusuk
dan sedikit nyeri saat menarik napas
3 Anamnesis
Jumlah tusukan, tipe dan ukuran Saat kejadian pasien sedang tertidur,
benda yang digunakan, postur kemudian Ayah pasien menusukkan
korban terhadap arah tusukan, pisau ke perut sebelah kiri pasien,
perkiraan hilangnya darah saat lalu mencabutnya kembali. Jenis
kejadian, waktu kejadian, dan pisau yang digunakan untuk
40
BAB 5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA