Diusulkan Oleh :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Adalah benar-benar hasil karya sendiri dan bukan merupakan plagiat atau
saduran dari hasil karya orang lain serta belum pernah menjuarai di kompetisi
serupa. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia
menerima sanksi yang diterapkan oleh panitia Karya Ilmiah PPKM 2018 berupa
dikualifikasi dari kompetisi.
P07134116020
DAFTAR ISI
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan proposal Program
Kreativitas Mahasiswa bidang kesehatan yang berjudul “Zat Warna Daun Jati
Sebagai Pewarna Alternatif Pembanding Dalam Pewarnaan Gram”. Penulis
berterimakasih kepada Ibu Agrijanti, S.Pd, M.Ked selaku dosen pembimbing
yang mau membimbing proses penelitian ini.
Pewarna alternatif yang terbuat dari ekstrak daun jati ini dibuat untuk
memberikan informasi ilmiah terutama pada institusi dan laboratorium
mikrobiologi tentang potensi zat warna pada daun jati sebagai pewarna
alternative pembanding dalam pewarnaan Gram. Penyusunan proposal ini
merupakan salah satu syarat untuk melakukan PKKM.
Akhir kata, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan
yang lebih baik demi kesempurnaan proposal ini. Semoga proposal ini dapat
membantu kami untuk belajar lebih baik.
Penulis
DAFTAR TABEL
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah
“Apakah ekstrak daun jati dapat digunakan sebagai pewarna alternatif
pengganti zat warna safranin pada pewarnaan preparat bakteri?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui ekstrak daun jati dapat digunakan sebagai alternatif
pengganti zat warna safranin pada pewarnaan preparat bakteri.
2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi secara mikroskopis hasil pewarnaan preparat
bakteri dengan ekstrak daun jati dengan konsentrasi 1%.
2. Mengidentifikasi secara mikroskopis hasil pewarnaan preparat
bakteri dengan ekstrak daun jati dengan konsentrasi 2%.
3. Mengidentifikasi secara mikroskopis hasil pewarnaan preparat
bakteri dengan ekstrak daun jati dengan konsentrasi 3%.
4. Mengidentifikasi secara mikroskopis hasil pewarnaan preparat
bakteri dengan ekstrak daun jati dengan konsentrasi 4%.
5. Mengidentifikasi secara mikroskopis hasil pewarnaan preparat
bakteri dengan ekstrak daun jati dengan konsentrasi 5%.
6. Menganalisis hasil pewarnaan preparat bakteri dengan pewarna
ekstrak daun jati konsentrasi 1%, 2%, 3 %, 4%, dan 5%.
D. Hipotesa
Hipotesis dari penelitian ini adalah “Ekstrak daun jati dapat digunakan
sebagai pengganti pewarnaan safranin”.
E. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi ilmiah terutama pada institusi dan laboratorium
mikrobiologi tentang potensi zat warna pada daun jati sebagai pewarna
alternatif pembanding dalam pewarnaan Gram.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Pewarnaan Bakteri
a. Definisi Pewarnaan Bakteri
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi,
struktur dan sifat yang khas begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang
hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel – sel
bakteri yang ada disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati
bentuk sel bakteri sehingga mudah di identifikasi adalah dengan cara
metode pengenceran atau pewarnaan. Hal tersebut berfungsi untuk
mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel
bakteri melalui serangkaian pengecatan atau pewarnaan.
b. Jenis – Jenis Pewarnaan Bakteri
Untuk mempelajari morfologi, struktur, sifat – sifat bakteri untuk
membantu identifikasinya bakteri perlu diwarnai. Jenis jenis
pewarnaan kuman yang dikenal adalah pengecatan sederhana,
pengecatan negatif, pengecatan diferensial dan pengecatan khusus.
1) Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana adalah pewarnaan yang
menggunakan satu macam zat warna yang bertujuan hanya
untuk melihat bentuk sel. Pewarnaan sederhana merupakan
pewarnaan yang paling umum digunakan. Berbagai macam tipe
morfologi bakteri (kokus, basil, spirilium, dan sebagainya) dapat
dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana, yaitu
mewarnai sel – sel bakteri hanya digunakan satu macam zat
warna saja. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan
pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik
(komponen kromoforiknya bermuatan positif). Zat warna yang
dipakai hanya terdiri dari satu zat yang dilarutkan dalam bahan
pelarut. Pewarnaan sederhana merupakan satu cara yang cepat
untuk melihat morfologi bakteri secara umum (Soemarno, 2000).
2) Pewarnaan Negatif
Suspensi bakteri dibuat dalam zat warna negrosin atau
tinta bak dan disebar – ratakan dengan gelas alas lain (sediaan
hapus). Disini bakteri tidak diwarnai dan tampak sebagai benda –
benda terang dengan latar belakang hitam. Pewarnaan ini
dipakai untuk bakteri yang sukar diwarnai seperti Treponema,
Leptosira dan Borellia.
3) Pewarnaan Diferensial
Merupakan pewarnaan yang menggunakan lebih dari satu
macam warna serta menampilkan perbedaan di antara sel-sel
bakteri atau bagian- bagian sel bakteri. Pewarnaan ini terbagi
menjadi pewarnaan Gram dan pewarnaan tahan asam,
penjelasannya sebagai berikut :
a) Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu
metode untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua
kelompok besar, yakni Gram positif dan Gram negatif,
berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode
ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark
Hans Christian Gram (1853 – 1938) yang mengembangkan
teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara
pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Dengan
metode pewarnaan Gram, bakteri dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif
berdasarkan reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut.
Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi
dinding selnya. Oleh karena itu, pengecatan Gram tidak bisa
dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai
dinding sel seperti Mycoplasma sp. Dalam pewarnaan Gram
diperlukan empat reagen yaitu :
1. Zat warna utama (kristal violet)
2. Mordan (Larutan Iodin) yaitu senyawa yang digunakan
untuk mengintensifkan warna utama.
3. Peluntur zat warna (alkohol / aseton) yaitu solven organik
yang digunakan untuk melunturkan zat warna utama.
4. Zat warna kedua / zat warna penutup digunakan untuk
mewarnai kembali sel – sel yang telah kehilangan cat
utama setelah perlakuan dengan alkohol.
b) Pewarnaan Tahan Asam
Pewarnaan ini ditujukan terhadap bakteri yang
mengandung lemak dalam konsentrasi tinggi sehingga sukar
menyerap zat warna, namun jika bakteri diberi zat warna
khusus seperti karbol fukhsin melalui proses pemanasan,
maka akan menyerap zat warna dan akan tahan diikat tanpa
mampu dilunturkan oleh peluntur yang kuat sekalipun seperti
asam alkohol. Karena itu bakteri ini disebut bakteri tahan
asam (BTA). Teknik pewarnaan ini dapat digunakan untuk
mendiagnosa keberadaan bakteri penyebab tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis.
4) Pewarnaan Khusus
Pewarnaan khusus ini dipakai untuk mewarnai bagian sel
kuman atau kuman tertentu yang sukar diwarnai dengan
pewarnaan biasa termasuk dalam pengecatan ini adalah
pengecatan endospora, flagella dan pengecatan kapsul.
2. Pewarna Alami
Bahan pewarna alami banyak digunakan seperti dari bahan alam
berupa tanaman yang mengandung antosianin baik bagian bunga, daun,
batang maupun akar. Penelitian pewarna alami yang digunakan pada
pewarnaan bakteri dilakukan oleh Hafiz et al (2012) yang menggunakan
ekstrak daun henna sebagai pewarna penutup pada pewarnaan Gram.
Bahan alam yang berpotensi untuk digunakan sebagai pewarna pada
bakteri sangatlah banyak, diantaranya kombinasi angkak dan daun jati
yang menghasilkan pigmen berwarna merah.
3. Tanaman Jati
a. Taksonomi Daun Jati
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : T. grandis
b. Deskripsi
Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India.
Tanaman yang mempunyai nama ilmiah Tectona grandis secara
historis, nama tectona berasal dari bahasa portugis (tekton) yang
berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Di Negara asalnya,
tanaman jati ini dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ching-
jagu (di wilayah Asam), saigun (Bengali), tekku (Bombay), dan kyun
(Burma). Tanaman ini dalam bahasa Jerman dikenal dengan nama
teck atau teakbun, sedangkan di Inggris dikenal dengan nama teak
(Sumarna, 2004).
c. Morfologi
4. Ekstraksi
Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur
dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis
senyawa yang diisolasi. Umumnya kita perlu ‘membunuh’ jaringan
tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis. Bila
ampas jaringan pada ekstraksi ulang sama sekali tak berwarna hijau lagi,
dapat dianggap semua senyawa berbobot molekul rendah telah
terekstraksi (Harborne, 1987 : Hasanah, 2010).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia dari
tanaman. Ekstrak adalah senyawa aktif dari tanaman atau jaringan
hewan, dengan menggunakan pelarut yang selektif. Proses ekstraksi
dapat dilakukan secara panas dan secara dingin. Ekstraksi secara panas
yaitu dengan metode refluks dan destilasi uap air, sedangkan ekstraksi
dingin yaitu dengan maserasi, perkolasi dan soxhletasi.
Maserasi merupakan jenis ekstraksi yang sangat sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam bahan simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan terlarut dan adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel, maka zat
aktif (zat terlarut) ditarik keluar. Peristiwa tersebut terjadi berulang kali
hingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di
dalam sel (Hasanah, 2010).
Ekstraksi senyawa aktif dalam daun sirih dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa pelarut seperti air, etanol, metanol, aseton, etil
asetat, heksana. Nouri et.al. (2014) melakukan penelitian pengaruh
pelarut (metanol, etanol, aseton, etil asetat) terhadap kandungan fenol
terekstrak dan aktivitas antioksidan senyawa aktif pada daun sirih dan
didapatkan bahwa ekstrak dengan etanol memberikan kandungan fenol
dan antioksidan tertinggi (Dewi et al., 2015).
B. Kerangka Konsep
Identifikasi bakteri
Pewarnaan
Gram
Keterangan:
= diteliti
= tidak diteliti
= yang mempengaruhi
= bagian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analisis
UNRAM dan laboratorium mikrobiologi Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Mataram.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2018.
B. Rancangan Penelitian
Penilaian ini bersifat Deskriptif Observatif, yaitu peneliti mengamati
secara lansgung objek yang akan diteliti, kemudian digambarkan secara
deskriptif untuk mengetahui ekstrak daun jati dapat sebagai alternatif
pengganti zat warna safranindalam pewarnaan Gram. ( Notoatmodjo, 2012 )
Penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan. Kelompok kontrol yaitu sediaan bakteri yang diwarnai
dengan larutan safranin 0,25 %, sedangkan kelompok perlakuan konsentrasi
yaitu :
1. T1 : Pewarnaan sediaan menggunakan cat Gram A, cat Gram B ,cat
Gram C, dan Ekstrak daun jati 1 %.
2. T2 : Pewarnaan sediaan menggunakan cat Gram A, cat Gram B, cat
Gram C, dan Ekstrak daun jati 2 %.
3. T3 : Pewarnaan sediaan menggunakan cat Gram A, cat Gram B, cat
Gram C, dan Ekstrak daun jati 3 %.
4. T4 : Pewarnaan sediaan menggunakan cat Gram A, cat Gram B, cat
Gram C, dan Ekstrak daun jati 4 %.
5. T5 : Pewarnaan sediaan menggunakan cat Gram A, cat Gram B, cat
Gram C, dan Ekstrak daun jati 5 %.
Keterangan :
1. Gram A : Gentian Violet
2. Gram B : Lugol
3. Gram C : Aceton
C. Unit Eksperimen
Unit eksperimen dalam penelitian ini adalah :
1. Bakteri basil Gram negatif
2. Daun jati muda (Tectona grandis).
F. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas / independent : ekstrak daun jati (Tectona grandis)
2. Variabel terikat / dependent : hasil pewarnaan alternatif.
G. Definsi Operasional
1. Ekstrak daun jati adalah ekstrak yang diperoleh dari proses maserasi,
yaitu perendaman daun jati dengan pelarut metanol selama 1x 24 jam
yang diperoleh pada daun ke 2-4 dari ujung ranting.
2. Pewarnaan alternatif adalah zat warna yang dapat menjadi pengganti
pewarnaan standar yang dibuat menggunakan ekstrak daun jati yang
diperoleh pada daun ke 2-4 dari ujung ranting.
3. Pewarnaan safranin adalah cat penutup yang berfungsi sebagai pemberi
warna bakteri yang bersifat Gram negatif akibat tidak terserapnya zat
warna kristal violet (Gram I) yang dilunturkan oleh larutan pemucat
sehingga menyerap warna merah.
Pembacaan hasil
Pengumpulan data
Kesimpulan
K. Cara Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Cara Pengolahan Data
Data yang diperoleh yaitu dari hasil pengamatan mikroskopis hasil
pewarnaan Gram menggunakan kontrol dan perlakuan konsentrasi 1%,
2%, 3%, 4%,dan 5% dalam bentuk tabel.
Tabel 3.1 Hasil pewarnaan sediaan bakteri secara
mikroskopis.
Hasil Pewarnaan
No Perlakuan
1 2 3 4 5
1 Konsentrasi 1%
2 Konsentrasi 2%
3 Konsentrasi 3%
4 Konsentrasi 4%
5 Konsentrasi 5%
6 Kontrol
2. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
uji analisa deskriptif dengan kriteria pengecatan, yaitu :
a. Baik, jika hasil penyerapan zat warna pada preparat bakteri terwarnai
kontras terhadap lapangan pandang dan bentuk bakteri sempurna.
b. Kurang baik, jika bakteri kurang terwarnai kontras terhadap lapangan
pandang dan bentuk bakteri kurang sempurna.
c. Tidak baik, jika bakteri tidak dapat terwarnai kontras terhadap lapangan
pandang dan bentuk bakteri tidak sempurna.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri E. coli.
Tabel 4.1 Hasil pewarnaan preparat bakteri E. coli menggunakan safranin
dan ekstrak daun jati.
Kode Warna Kontras Bentuk Gambar mikroskopis Kualitas
Slide Bakteri terhadap bakteri Pewarnaan
lapangan Baik (B),
pandang Kurang Baik
(KB), Tidak
Baik (TB).
Merah Batang
T4 Kontras Baik
Kecoklatan pendek
Merah Batang
T5 Kontras Baik
Kecoklatan pendek
Keterangan :
Control : Pewarnaan preparat bakteri menggunakan safranin.
T1 : Pewarnaan preparat bakteri menggunakan ekstrak daun jati 1%
T2 : Pewarnaan preparat bakteri menggunakan ekstrak daun jati 2%
T3 : Pewarnaan preparat bakteri menggunakan ekstrak daun jati 3%
T4 : Pewarnaan preparat bakteri menggunakan ekstrak daun jati 4%
T5 : Pewarnaan preparat bakteri menggunakan ekstrak daun jati 5%
Dari tabel 4.1 diatas terlihat bahwa preparat bakteri E.coli yang dicat
menggunakan safranin dihasilkan pewarnaan yang dapat mewarnai badan
bakteri, kontras terhadap lapangan pandang dan kualitasnya baik,
menggunakan ekstrak daun jati konsentrasi 1% dihasilkan pewarnaan yang
tidak dapat mewarnai badan bakteri, tidak kontras terhadap lapangan
pandang dan kualitasnya tidak baik terdapat 5 slide. Menggunakan ekstrak
daun jati konsentrasi 2% dihasilkan pewarnaan yang tidak dapat mewarnai
badan bakteri, tidak kontras terhadap lapangan pandang dan kualitasnya
tidak baik terdapat 5 slide. Menggunakan ekstrak daun jati konsentrasi 3%
dihasilkan pewarnaan yang tidak dapat mewarnai badan bakteri, kurang
kontras terhadap lapangan pandang dan kualitasnya kurang baik terdapat
5 slide. Menggunakan ekstrak daun jati konsentrasi 4% dihasilkan
pewarnaan yang dapat mewarnai badan bakteri, kontras terhadap
lapangan pandang dan kualitasnya baik terdapat 5 slide. Menggunakan
ekstrak daun jati konsentrasi 5% dihasilkan pewarnaan yang dapat
mewarnai badan bakteri, kontras terhadap lapangan pandang dan
kualitasnya baik terdapat 5 slide.
Dari tabel 4.2 diatas terlihat bahwa preparat bakteri E. coli yang
dicat menggunakan ekstrak daun jati konsentrasi 1% dihasilkan pewarnaan
yang kualitasnya tidak baik (20%), menggunakan ekstrak daun jati
konsentrasi 2% dihasilkan pewarnaan yang kualitasnya tidak baik (20%),
menggunakan ekstrak daun jati konsentrasi 3% dihasilkan pewarnaan yang
kualitasnya kurang baik (20%), menggunakan ekstrak daun jati konsentrasi
4% dihasilkan pewarnaan yang kualitasnya baik (20%) dan menggunakan
ekstrak daun jati konsentrasi 5% dihasilkan pewarnaan yang kualitasnya
baik (20%).
B. Pembahasan
Bakteri sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak
mengadsorbsi ataupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang
menyebabkan zat warna digunakan untuk mewarnai bakteri atau latar
belakangnya. Zat warna bakteri terbagi menjadi dua macam yaitu zat
warna sintetik maupun zat warna alami. Pewarna bakteri yang biasa
digunakan yaitu pewarna sintetis diantaranya safranin, karbol fukhsin,
krystal violet, dan metilen blue. Di Indonesia, bahan pewarna alami banyak
digunakan seperti dari bahan alam berupa tanaman yang mengandung
antosianin baik bagian bunga, daun, batang , ataupun akar.
Aplikasi penggunaan pewarna alami diantaranya yaitu sebagai
pewarna alami pada makanan dan tekstil. Selain digunakan sebagai
pewarna makanan dan tekstil, pewarna alami dari bahan alam dapat pula
digunakan sebagai pewarna pada proses pewarnaan bakteri. Penelitian
pewarna alami yang digunakan pada pewarnaan bakteri dilakukan oleh
Hafizet al (2012) yang menggunakan ekstrak daun henna sebagai pewarna
penutup pada pewarnaan Gram.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Luciana (2016),
bahwa kombinasi ekstrak angkak dan daun jati 2:1 dapat digunakan
sebagai pewarna bakteri pada pewarnaan sederhana, yaitu dapat
memberikan hasil pewarnaan yang cukup baik pada parameter yang diukur
meliputi kejelasan lapang pandang, kekontrasan warna dan kesempurnaan
bentuk bakteri yang diwarnai.
Berdasarkan hasil penelitian Penggunaan Ekstrak Kombinasi
Angkak Dan Daun Jati Sebagai Pewarna Penutup Pada Pewarnaan Gram
dapat disimpulkan bahwa ekstrak kombinasi angkak dan daun jati dapat
digunakan sebagai alternatif pewarna penutup pada pewarnaan Gram
namun masih memerlukan penelitian lanjutan untuk menyempurnakan
formulasinya.
Berdasarkan hasil penelitian (Jiwintarum 2016 et al) yaitu Preparat
bakteri Staphylococcus aureus yang diwarnai dengan cat Gentian Violet
diperoleh kualitas pewarnaan yang baik (33,33%), dengan cat Safranin
diperoleh kualitas pewarnaan yang kurang baik (33,33%), sedangkan
dengan cat dari air perasan (ekstrak) buah naga diperoleh kualitas
pewarnaan yang tidak baik (33,33%). Preparat bakteri E.coli yang diwarnai
dengan cat Gentian Violet diperoleh kualitas pewarnaan yang kurang baik
(33,33%), dengan cat Safranin diperoleh kualitas pewarnaan yang baik
(33,33%), sedangkan dengan cat dari air perasan (ekstrak) buah naga
diperoleh kualitas pewarnaan yang tidak baik (33,33%). Buah naga jenis
Hylocereus polyrhizus tidak dapat digunakan sebagai pewarnaan bakteri,
karena kandungan air pada buah naga masih tinggi (90,2%) sehingga
kemampuan melekatnya zat warna masih kurang.
Berdasarkanhasil pada tabel 4.2 bahwa preparat bakteri E. coli
yang dicat menggunakan ekstrak daun jati konsentrasi 1% dihasilkan
pewarnaan yang kualitasnya tidak baik sebanyak 5 preparat (20%),
menggunakan ekstrak daun jati konsentrasi 2% dihasilkan pewarnaan yang
kualitasnya tidak baik sebanyak 5 preparat (20%), menggunakan ekstrak
daun jati konsentrasi 3% dihasilkan pewarnaan yang kualitasnya kurang
baik sebanyak 5 preparat (20%), menggunakan ekstrak daun jati
konsentrasi 4% dihasilkan pewarnaan yang kualitasnya baik sebanyak 5
preparat (20%) dan menggunakan ekstrak daun jati konsentrasi 5%
dihasilkan pewarnaan yang kualitasnya baik sebanyak 5 preparat (20%).
Pada preparat bakteri E. coli (Gram negatif) yang diwarnai dengan
safranin diperoleh kualitas yang baik karena menurut Pelczar (2009),
bakteri Gram negatif memiliki dinding sel yang tipis (10-15 nm) dan
persentase lemak yang lebih tinggi (11–24%) dari pada bakteri Gram positif
dikarenakan bakteri Gram negatif memiliki peptidoglikan sedikit yang
mampu menyerap warna merah sehingga warna merah yang muncul pada
pengamatan mikroskopis terlihat kontras.
Pada preparat bakteri E. coli yang diwarnai menggunakan ekstrak
daun jati diperoleh hasil pewarnaan yang berbeda dari setiap konsentrasi.
Dilihat dari parameter kebersihan preparat terlihat sama pada semua
konsentrasi yaitu tidak ada endapan cat pada preparat. Sedangkan untuk
parameter kontras terhadap lapangan pandang dan bentuk bakteri
diperoleh hasil yang bervariasi yaitu, pada konsentrasi 1% dan 2% terlihat
tidak kontras dan bakteri tidak terbentuk. Pada konsentrasi 3% diperoleh
hasil kurang kontras dan bentuk bakteri batang pendek. Pada konsentrasi
4% dan 5% diperoleh hasil kontras terhadap lapangan pandang dan bentuk
bakteri batang pendek.
Pada dasarnya bakteri berwarna transparan sehingga mudah
terwarnai dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya
bersifat basofilik. Preparat dengan konsentrasi 1–3% tidak dapat terwarnai
disebabkan oleh kandungan zat warna antosianin pada daun jati tersebut
dalam jumlah sedikit maupun beberapa faktor seperti pH, temperatur,
oksigen, ion logam, dan kandungan air yang terkandung didalamnya
sehingga zat warna antosianin tidak optimal dalam mewarnai bakteri.
Sementara preparat dengan konsentrasi 4–5% dapat terwarnai karena
kandungan antosianin yang terkandung lebih besar sehingga bakteri
mampu menyerap zat warna antosianin oleh karena struktur pori
peptidoglikan dari bakteri Gram negatif yang lebih besar, maka akan lebih
mudah bagi larutan Gram C untuk menetralisir atau menghapus zat warna
ungu yang ada dipeptidoglikan sehingga akan terlihat warna kemerah-
merahan dari ekstrak daun jati. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pewarnaan preparat bakteri agar diperoleh kualitas pewarnaan
yang baik yaitu :preparat bakteri harus benar-benar kering sebelum
diwarnai, dalam melakukan pewarnaan bakteri harus memperhatikan cat
yang digunakan dengan jenis pewarnaan yang dilakukan, untuk
menghindari hilangnya sediaan pada preparat, cucilah sediaan dengan air
mengalir secara perlahan-lahan.
C. Analisis SWOT
1. Strength (keunggulan)
a. Dapat dijadikan alternatif lain untuk membuat pewarna pengganti
safranin
b. Bahannya mudah diperoleh
c. Dapat dijadikan peluang bisnis.
2. Weakness (kelemahan)
Dibandingkan dengan zat warna safranin yang konsentrasinya
0,25%, zat warna dari ekstrak daun jati dengan konsentrasi 1%, 2%,
dan 3% masih kurang maksimal hasilnya. Dan biaya yang dibutuhkan
untuk mengekstrak daun jati juga cukup mahal.
3. Opprtunity
Pewarnaan Gram merupakan salah satu teknik identifikasi bakteri
yang paling sering digunakan di laboratorium mikrobiologi. Salah satu
zat pewarna yang digunakan yaitu safranin, dimana zat warna ini
terbuat dari bahan sintetik yang tidak ramah lingkungan. Sehingga
ekstrak daun jati yang terbuat dari bahan alami berpotensi sebagai
pembanding alternatif zat warna safranin.
4. Threats (ancaman)
Zat warna dari ekstrak daun jati masih lemah bila dibandingkan
dengan zat warna safranin.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada pewarnaan preparat bakteri E. coli yang diwarnai dengan
ekstrak daun jati dengan konsentrasi 1% di peroleh kualitas
pewarnaan yang tidak baik.
2. Pada pewarnaan preparat bakteri E. coli yang diwarnai dengan
ekstrak daun jati dengan konsentrasi 2% di peroleh kualitas
pewarnaan yang tidak baik.
3. Pada pewarnaan preparat bakteri E. coli yang diwarnai dengan
ekstrak daun jati dengan konsentrasi 3% di peroleh kualitas
pewarnaan yang kurang baik.
4. Pada pewarnaan preparat bakteri E. coli yang diwarnai dengan
ekstrak daun jati dengan konsentrasi 4% di peroleh kualitas
pewarnaan yang baik.
5. Pada pewarnaan preparat bakteri E. coli yang diwarnai dengan
ekstrak daun jati dengan konsentrasi 5% di peroleh kualitas
pewarnaan yang baik.
6. Daun jati jenis Tectona grandis dapat digunakan sebagai alternatif
pewarnaan bakteri, karena memiliki kemampuan melekat pada
sediaan bakteri namun masih memerlukan penelitian lanjutan untuk
menyempurnakan formulasinya.
B. Saran
Diharapkan dari penelitian awal ini, generasi-generasi selanjutnya
disarankan dan diharapkan untuk meningkatkan konsentrasi ekstrak daun
jati dan waktu perendaman preparat dengan ekstrak daun jati agar
menghasilkan kualitas preparat yang lebih baik serta memperhatikan
kualitas daun jati agar memperoleh pigmen merah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, G. F., Butel, J. S., and Morse, S. A. 2004. Jawetz, Melnick, & Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Dash, S., Patel, S., Mishra, B. 2009. Oxidation by Permanganate : Syntetic and
Mechanistic Aspect.Tetrahedron.
Erinda, Nonie. 2011. Formulasi Sediaan Lipstik Menggunakan Ekstrak Daun Jati
(Tectona grandis L.f.) Sebagai Pewarna. Skripsi. Medan: Universitas
Sumatra Utara
Estiasih, Teti dan Eva Sofia. 2009. Stabilitas Antioksidan Bubuk Keluwak
(Pangium Edule Reinw.) Selama Pengeringan Dan Pemasakan. Jurnal
Teknologi Pertanian
Hafiz, H., Chukwu, O. O. C., Nura, S. The Potentials of Henna (Lawsonia inamis
L.) Leaves Extract as Counter Stain in Gram Staining Reaction. Bayero
Journal of Pure and Applied Science.
Hanafiah A.K 2010. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi PT. Raja Grafindo
Persada Jakarta
Pratama, Y. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Daun Jati ( Tectona grandis lin. F.)
Sebagai Indikator Titrasi Asam Basa. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan
Kimia. Fakultas MIFA. Universitas Negeri Semarang.
Rosyida, A dan Achadi, D. 2014. Pemanfaatan daun jati muda untuk pewarnaan
kain kapas pada suhu kamar.Arena tekstil.
Sari, Puspita. Agustina, Fitriyah. Komar, Mukhamad., dkk 2005. Ekstraksi dan
Stabilitas Antosianin dari Kulit Buah Duwet (Syzgium cumini). Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan Vol.XVI No.2 Tahun 2005.
Syarfi. 2013. Pembuatan Zat Warna Alami dar Kunyit dengan Membran
Ultrafiltrasi. Jurnal Teknobiologi.
Winarti, S, Sarofa, U dan Anggrahini, D. 2008. Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi
Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) sebagai Pewarna Alami. Jurnal Teknik
Kimia.
FORMULIR PENDAFTARAN
2018
2018
STEFFI GRAFALAH P.
P07134116050
FORMULIR PENDAFTARAN
2018
Pengamatan secara
mikroskopis
LAMPIRAN 3. Hasil Pengamatan Secara Mikroskopis