Anda di halaman 1dari 139

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1

1) Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik.


2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.***
3) Negara Indonesia adalah negara hukum.***
BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2

1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan
undang-undang.****
2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota
Negara.
3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4

1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-


Undang Dasar.
2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.

Pasal 5

1) Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan


Rakyat.*
2) Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang
sebagaimana mestinya.
Pasal 6

1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena
kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara
rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagi Presiden
dan Wakil Presiden.***
2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut
dengan undang-undang.***
Pasal 6A

1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat.***
2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum.***
3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari
lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya
dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah
jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.***
5) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil
Presiden.****
6) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur
dalam undang-undang.***

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali
masa jabatan.*
Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa


jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.***
Pasal 7B

1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh


Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya
dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden.***
2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam
rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.***
3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah
Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang
paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat.***
4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-
adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama
sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh
Mahkamah Konstitusi.***
5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela;
dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.***
6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh
hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.***
7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah
anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang
hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan
menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan
Rakyat.***
Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan


Rakyat.***

Pasal 8
1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai
habis masa jabatannya.***
2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu
enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang
untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.***
3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan,
pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh
hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan siding untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang yang
pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama
dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, samapi berakhir masa
jabatannya.****
Pasal 9

1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut


agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :

Sumpah Presiden (Wakil Presiden)

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
(Wakil

Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang


teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
Janji Presiden (Wakil Presiden)

“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden


Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya
dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan
segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan bangsa”.*

2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak


dapat mengadakan sidang Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut
agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan pimpinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah
Agung.*
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara

Pasal 11
1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.****
2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan
akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-
undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.***
3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-
undang.***
Pasal 12

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan


bahaya ditetapkan dengan Undang-undang.

Pasal 13

1) Presiden mengangkat Duta dan Konsul


2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.*
3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*
Pasal 14
1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung.*
2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat.*
Pasal 15
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur
dengan Undang-undang.*
Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-
undang.****
BAB IV
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Dihapus****
BAB V
KEMENTERIAN NEGARA
Pasal 17

1) Presiden dibantu oleh Menteri-menteri negara.


2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.*
3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.*
4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam
undang-undang***
BAB VI
PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 18

1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan


daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.**
2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.**
3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.**
4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.**
5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah.**
6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.**
7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.**
Pasal 18A

1) Hubungan wewenang antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah


provinsi, kabupaten, kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur
dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah.**
2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur
dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.**
Pasal 18B

1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang


bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.**
2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang.**
BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19

1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.**


2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.**
3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.**
Pasal 20
1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.*
2) Setiap rancangan Undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.*
3) Jika rancangan Undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,
rancangan Undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.*
4) Persidangan mengesahkan rancangan Undang-undang yang telah disetujui
bersama untuk menjadi Undang-undang.*
5) Dalam rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan
undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah
menjadi Undang-undang dan wajib diundangkan.**
Pasal 20A

1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan.**
2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain
Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi,
hak angket, dan hak menyatakan pendapat.**
3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap
anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan,
menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.*
4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota
Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.**
Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan
Undang-undang.*

Pasal 22
1) Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
2) Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
dalam persidangan yang berikut.
3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut.
Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur
dengan undang-undang.**

Pasal 22B
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang
syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.**
BAB VIIA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C

1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan
umum.***
2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan
jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***
3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.***
4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-
undang.***
Pasal 22D

1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat


rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.***
2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;
serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas
rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
agama.***
3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil
pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti.***
4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang
syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.***
BAB VIIB
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22E
1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap lima tahun sekali.***
2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.***
3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.***
4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah
perseorangan.***
5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri.***
6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.***
BAB VII
HAL KEUANGAN
Pasal 23

1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan


keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.***
2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh
Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.***
3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah
menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.***
Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan undang-undang.***

Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.****

Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.***

Pasal 23D

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,


tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
BAB VIIIA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23E

1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara


diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.***
2) Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan
kewenangannya.***
3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
sesuai dengan undang-undang.***
Pasal 23F
1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.***

Pasal 23G
1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan
di setiap provinsi.***
2) (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-
undang.***
BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24

1) (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk


menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.***
2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.***
3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang.****
Pasal 24A

1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan


perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.***
2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.***
3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat
untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung
oleh Presiden.***
4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.***
5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta
badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. ***
Pasal 24B

1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim


agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.***
2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang
hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.***
3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.***
4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-
undang.***
Pasal 24C

1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir


yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran
partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.***
2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut Undang-Undang Dasar.***
3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang
ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah
Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.***
4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim
konstitusi.***
5) Hakim Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap
sebagai pejabat negara.***
6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan
lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.***
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan
dengan Undang-undang.
BAB IX A
WILAYAH NEGARA**
Pasal 25A****
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri
Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-
undang.**
BAB X
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK**
Pasal 26

1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
Negara**
2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.**
3) Setiap warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang**
Pasal 27

1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan


pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.
2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara.**

Pasal 28

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan


dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.**
Pasal 28B

1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui


perkawinan yang sah.**
2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.**
Pasal 28C

1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan


dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.**
2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.**
Pasal 28D

1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian


hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.**
2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja.**
3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.**
4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.**
Pasal 28E

1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.**
2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.**
3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.**
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.**
Pasal 28G
1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.**
2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik
dari negara lain.**
Pasal 28H

1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.**
2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.**
3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.**
4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.**
Pasal 28I

1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apa pun.**
2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.**
3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.**
3) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.**
4) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur,
dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.**
Pasal 28J

1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.**
2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-
mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.**
BAB XI
AGAMA
Pasal 29

1) Negara berdasar atas Ketuhahan Yang Maha Esa.


2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
BAB XII
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
Pasal 30

1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara.**
2) Untuk pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat,
sebagai kekuatan pendukung.**
3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan
memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.**
4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat,
serta menegakkan hukum.**
5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik
Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan
warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang
terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.**
BAB XIII
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN****
Pasal 31

1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.****


2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.****
3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-
undang.****
4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.****
5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.****
Pasal 32

1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban


dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.****
2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional.****
BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****
Pasal 33

1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.


2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara.
3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.****
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang.****
Pasal 34

1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.****


2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.****
3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.****
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang.****
BAB XV
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN**
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.**
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.**
BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari
jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****
2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.****
3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.****
4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari
seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan.****
ATURAN PERALIHAN
Pasal I
Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.****

Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk
melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini.****

Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan
sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.****
ATURAN TAMBAHAN
Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap
materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.
Pasal II
Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-
pasal.****
Keterangan :
Amandemen ke-I (Disahkan 19 Oktober 1999)
Amandemen ke-II (Disahkan 18 Agustus 2000)
Amandemen ke-III (Disahkan 9 November 2001)
Amandemen ke-IV (Disahkan 11 Agustus 2002)
Sebelum Amandemen Setelah Amandemen
1. Pembukaan 1. Pembukaan
(Istilah Batang Tubuh DIGANTI menjadi PASAL-PASAL)

2. Batang Tubuh, terdiri atas 2. Pasal-Pasal, terdiri atas:


16 Bab 20 Bab
37 Pasal 73 Pasal
65 Ayat 194 Ayat
4 Pasal Aturan Peralihan 3 Pasal Aturan Peralihan
2 Ayat Aturan Tambahan 2 Pasal Aturan Tambahan
3. Penjelasan Penjelasan DIHILANGKAN

TANGGAL AMANDEMEN PASAL YANG DIAMANDEMEN


AMANDEMEN I 19 – 10 – 1999 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17, 20, 21
AMANDEMEN II 18 – 08 – 2000 18, 19, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30, 36
AMANDEMEN III 09 – 11 – 2001 1, 3, 6, 7, 8, 11, 17, 22, 23, 24
AMANDEMEN 11 – 08 – 2002 2, 6, 8, 11, 16, 23, 24, 31, 32, 33, 34, 37, Aturan Peralihan,
IV Aturan Tambahan, dan BAB IV dihapus
PASAL YANG TIDAK AMANDEMEN : 4, 10, 12, 29, 35
BAB-BAB DALAM UUD 1945
BAB I Bentuk dan kedaulatan BAB IX Kekuasaan kehakiman
BAB II MPR BAB IX A Wilayah NKRI
BAB III Kekuasaan pemerintahan BAB X Warga negara dan penduduk
BAB IV DPA (dihapus) BAB X A Hak Asasi Manusia
BAB V Kementerian negara BAB XI Afama
BAB VI Pemerintah daerah BAB XII Pertahanan keamanan
BAB VII DPR BAB XIII Pendidikan kebudayaan
BAB VII A DPD BAB XIV Perekonomian kesejahteraan
BAB VII B Pemilu BAB XV Bendera, bahasa, lambang,
dan lagu kebangsaan
BAB VIII Hal keuangan BAB XVI Perubaahan UUD
BAB VIII A BPK
Tiga garis besar pasal-pasal UUD 1945 :
•Hal bentuk negara
•Hal lembaga negara
•Hal warga negara
Periodisasi Undang-Undang Dasar

18 Agustus – 27 Desember
1945 1949 : Undang-Undang Dasar 1945
27 Desember 1949 – 17 Agustus
1950 : Konstitusi RIS
17 Agustus : Undang-Undang Dasar Sementara
1950 – 5 Juli 1959 1950
5 Juli 1959 – sekarang : Undang-Undang Dasar 1945
Pokok Pikiran UUD 1945 (TAP MPRS No. XX/MPRS/1966)

Pertama : Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasar
asas persatuan dan kesatuan (Sila ke-3)

Kedua : Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Sila ke-5)

Ketiga : Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan


permusyawaratan/perwakilan (Sila ke-4)

Keempat : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanuasiaan yang
adil dan beradab. (Sila ke-1 dan ke-2)
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN …
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014
TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:

a. bahwa dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat berdasarkan kerakyatan yang


dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, diperlukan
lembaga perwakilan rakyat yang mampu menyerap dan memperjuangkan aspirasi
rakyat untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;

b. bahwa untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan


rakyat, dan lembaga perwakilan daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
menata Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tidak sesuai dengan dinamika dan perkembangan hukum dalam masyarakat
sehingga perlu diubah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,


dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah;
Mengingat:

1. Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, Pasal 20A, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568)
sebagaimanatelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5650);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN

Menetapkan:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-


UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH.
Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis


Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 383, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5650) diubah
sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 15 ayat (1) diubah sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15

1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 7 (tujuh) orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
2) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota
MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
3) Bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi dan/atau kelompok anggota
disampaikan di dalam sidang paripurna.
4) Tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan MPR.
5) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara musyawarah untuk
mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR.
6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh
suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR dalam rapat paripurna MPR.
7) Selama pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, sidang
MPR pertama kali untuk menetapkan pimpinan MPR dipimpin oleh pimpinan
sementara MPR.
8) Pimpinan sementara MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berasal dari anggota
MPR yang tertua dan termuda dari fraksi dan/atau kelompok anggota yang berbeda.
9) Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR.
10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan MPR diatur dalam
peraturan MPR tentang tata tertib.
2. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 71
DPR berwenang:
a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama;
b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap
peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden
untuk menjadi undang-undang;
c. membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR;
d. membahas rancangan undang-undang yang diajukan DPD mengenai otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;
e. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan
memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang
diajukan oleh Presiden;
f. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD atas
pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama;
g. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan
membuat perdamaian dengan negara lain;
h. memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan
atau pembentukan undang-undang;
i. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan
abolisi;
j. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar
dan menerima penempatan duta besar negara lain;
k. memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
l. memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan
pemberhentian anggota Komisi Yudisial;
m. memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial
untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; dan
n. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden
untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.
3. Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 73
1) DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memanggil setiap
orang secara tertulis untuk hadir dalam rapat DPR.
2) Setiap orang wajib memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
3) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah
dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak
melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
4. Panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:

a. Pimpinan DPR mengajukan permintaan secara tertulis kepada Kepala


Kepolisian Negara Republik Indonesia paling sedikit memuat dasar dan
alasan pemanggilan paksa serta nama dan alamat pejabat negara, pejabat
pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil paksa;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memenuhi permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a; dan
c. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan Kepala
Kepolisian Daerah di tempat domisili pejabat negara, pejabat pemerintah,
badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil paksa untuk
dihadirkan memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
d. Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menyandera setiap orang
untuk paling lama 30 (tiga puluh) Hari.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanggilan paksa sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf b dan penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
diatur dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia
4. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 74
1) DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memberikan
rekomendasi kepada pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum,
warga negara, atau penduduk melalui mekanisme rapat kerja, rapat dengar
pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat panitia khusus, rapat panitia
kerja, rapat tim pengawas, atau rapat tim lain yang dibentuk oleh DPR demi
kepentingan bangsa dan negara.
2) Pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau
penduduk wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
3) Dalam hal pejabat negara atau pejabat pemerintah mengabaikan atau tidak
melaksanakan rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR
dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau
hak anggota DPR mengajukan pertanyaan.
4) DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada
pejabat negara yang berada dalam lingkup kekuasaan Presiden atau pejabat
pemerintah yang tidak melaksanakan atau mengabaikan rekomendasi DPR.
5) Dalam badan hukum, warga negara, atau penduduk mengabaikan atau tidak
melaksanakan rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR
dapat meminta kepada instansi yang berwenang untuk memberikan sanksi.
5. Ketentuan Pasal 83 ayat (1) diubah sehingga Pasal 83 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 83
1) Alat kelengkapan DPR terdiri atas:
a. pimpinan;
b. Badan Musyawarah;
c. komisi;
d. Badan Legislasi;
e. Badan Anggaran;
f. Badan Akuntabilitas Keuangan Negara;
g. Badan Kerja Sama Antar-Parlemen;
h. Mahkamah Kehormatan Dewan;
i. Badan Urusan Rumah Tangga;
j. panitia khusus; dan
k. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.
2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan DPR dibantu oleh unit
pendukung yang tugasnya diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.
3) Unit pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
tenaga administrasi; dan
tenaga ahli.
4) Ketentuan mengenai rekrutmen tenaga administrasi dan tenaga ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dalam peraturan DPR
tentang tata tertib.
6. Ketentuan Pasal 84 ayat (1) diubah sehingga Pasal 84 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 84
1) Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 5 (lima) orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh anggota DPR.
2) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh
anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
3) Bakal calon pimpinan DPR berasal dari fraksi dan disampaikan dalam rapat
paripurna DPR.
4) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan 1 (satu)
orang bakal calon pimpinan DPR.
5) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara musyawarah
untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.
6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
tercapai, pimpinan DPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh
suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan DPR dalam rapat paripurna DPR.
7) Selama pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk,
sidang DPR pertama kali untuk menetapkan pimpinan DPR dipimpin oleh
pimpinan sementara DPR.
8) Pimpinan sementara DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berasal dari
anggota DPR yang tertua dan termuda dari fraksi yang berbeda.
9) Pimpinan DPR ditetapkan dengan keputusan DPR.
10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan DPR diatur dalam
peraturan DPR tentang tata tertib.
7. Ketentuan Pasal 105 ayat (1) diubah sehingga Pasal 105 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 105
1) Badan Legislasi bertugas:
a. menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar
urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun
dan prioritas tahunan di lingkungan DPR;
b. mengoordinasikan penyusunan program legislasi nasional yang memuat
daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima)
tahun dan prioritas tahunan antara DPR, Pemerintah, dan DPD;
c. mengoordinasikan penyusunan naskah akademik dan rancangan undang-
undang yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, dan gabungan komisi;
d. menyiapkan dan menyusun rancangan undang-undang usul Badan Legislasi
dan/atau Anggota Badan Legislasi berdasarkan program prioritas yang telah
ditetapkan;
e. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsep rancangan
undang-undang yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan komisi sebelum
rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR;
f. memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan
oleh anggota DPR, komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas rancangan
undang-undang atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam
program legislasi nasional untuk dimasukkan ke dalam program legislasi nasional
perubahan;
g. melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan
undang-undang yang secara khusus ditugasi oleh Badan Musyawarah;
h. melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang;
i. menyusun, melakukan evaluasi, dan penyempurnaan peraturan DPR;
j. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan
materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi
dan/atau panitia khusus;
k. melakukan sosialisasi program legislasi nasional dan/atau Prolegnas
perubahan;
l. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-
undangan setiap akhir tahun sidang untuk disampaikan kepada Pimpinan DPR;
dan
m. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-
undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh
Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.
2) Badan Legislasi menyusun rencana kerja dan anggaran untuk pelaksanaan
tugasnya sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan kepada
Badan Urusan Rumah Tangga.

8. Di antara Paragraf 5 dan Paragraf 6 disisipkan satu paragraf, yakni Paragraf 5A dan
di antara Pasal 112 dan Pasal 113 disisipkan 7 (tujuh) pasal, yakni Pasal 112A, Pasal
112B, Pasal 112C, Pasal 112D, Pasal 112E, Pasal 112F, dan Pasal 112G, yang
berbunyi sebagai berikut:
Paragraf 5A
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara
Pasal 112A
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, yang selanjutnya disingkat BAKN, dibentuk
oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.

Pasal 112B
1. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BAKN pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
2. Anggota BAKN berjumlah paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak sesuai
dengan jumlah fraksi yang ada di DPR atas usul fraksi yang ditetapkan dalam rapat
paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Pasal 112C

1) Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial.
2) Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua
yang ditetapkan dari dan oleh anggota BAKN berdasarkan prinsip musyawarah
untuk mufakat dan proporsional menurut perimbangan jumlah anggota tiap-
tiap fraksi.
3) Penetapan pimpinan BAKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan
susunan dan keanggotaan BAKN.
Pasal 112D

1) BAKN bertugas:
a. melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang
disampaikan kepada DPR;
b. menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
kepada komisi;
c. menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil
pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; dan
d. memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan
tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
BAKN dapat meminta penjelasan dari BPK, Pemerintah, pemerintah daerah,
lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan
layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan negara.
3) BAKN dapat mengusulkan kepada komisi agar BPK melakukan pemeriksaan
lanjutan.
4) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d
disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala.
Pasal 112E
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112D ayat
(1), BAKN dapat dibantu oleh akuntan, ahli hukum, analis keuangan, dan/atau
peneliti.

Pasal 112F
BAKN menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai
dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah
Tangga.

Pasal 112G
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas,
wewenang, dan mekanisme kerja BAKN diatur dalam peraturan DPR tentang tata
tertib.
9. Ketentuan Pasal 121 ayat (2) diubah sehingga Pasal 121 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 121

1) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan merupakan satu kesatuan


pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
2) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan terdiri atas 1 (satu) orang ketua
dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dalam satu paket yang bersifat
tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk
mufakat.
3) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan 1
(satu) orang bakal calon pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan.
4) Dalam hal pemilihan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan berdasarkan
musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai,
keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
5) Pemilihan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dalam rapat Mahkamah Kehormatan Dewan yang dipimpin
oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Mahkamah
Kehormatan Dewan.
6) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan ditetapkan dengan keputusan pimpinan
DPR.
7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Mahkamah
Kehormatan Dewan diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.
10. Di antara Pasal 121 dan Pasal 122 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 121A yang
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 121A
Mahkamah Kehormatan Dewan melaksanakan fungsi:
a. pencegahan dan pengawasan; dan
b. penindakan.
11. Ketentuan Pasal 122 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 122

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121A,


Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas:
a. melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran Kode Etik;
b. melakukan pengawasan terhadap ucapan, sikap, perilaku, dan tindakan
anggota DPR;
c. melakukan pengawasan terhadap ucapan, sikap, perilaku, dan tindakan sistem
pendukung DPR yang berkaitan dengan tugas dan wewenang anggota DPR;
melakukan pemantapan nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila,
peraturan perundang-undangan, dan Kode Etik;
d. melakukan penyelidikan perkara pelanggaran Kode Etik;
e. melakukan penyelidikan perkara pelanggaran Kode Etik sistem pendukung yang
berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan sistem pendukung DPR;
f. memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik;
g. memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik sistem pendukung
yang berkaitan dengan Pelanggaran Kode Etik sistem pendukung DPR,
terkecuali sistem pendukung Pegawai Negeri Sipil;
h. menyelenggarakan administrasi perkara pelanggaran Kode Etik;
i. melakukan peninjauan kembali terhadap putusan perkara pelanggaran Kode
Etik;
j. mengevaluasi pelaksanaan putusan perkara pelanggaran Kode Etik;
k. mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang
perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan
kehormatan DPR dan anggota DPR;
l. mengajukan rancangan peraturan DPR mengenai kode etik dan tata beracara
Mahkamah Kehormatan Dewan kepada Pimpinan DPR dan Pimpinan DPR
selanjutnya menugaskan kepada alat kelengkapan DPR yang bertugas
menyusun peraturan DPR; dan
m. menyusun rencana kerja dan anggaran setiap tahun sesuai dengan kebutuhan
yang selanjutnya disampaikan kepada badan/panitia yang menyelenggarakan
urusan rumah tangga DPR.
12. Di antara Pasal 122 dan Pasal 123 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 122A dan
Pasal 122B yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 122A
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122,
Mahkamah Kehormatan Dewan berwenang:
a. melakukan kegiatan surat menyurat di internal DPR;
b. memberikan imbauan kepada anggota DPR untuk mematuhi Kode Etik;
c. memberikan imbauan kepada sistem pendukung DPR untuk mematuhi Kode
Etik sistem pendukung DPR;
d. melakukan kerja sama dengan lembaga lain untuk mengawasi ucapan, sikap,
perilaku, dan tindakan anggota DPR;
e. menyelenggarakan sosialisasi peraturan DPR mengenai kode etik DPR;
f. menyelenggarakan sosialisasi peraturan DPR mengenai kode etik sistem
pendukung DPR;
g. meminta data dan informasi dari lembaga lain dalam rangka penyelesaian perkara
pelanggaran kode etik DPR dan sistem pendukung DPR;
h. memanggil pihak terkait dalam rangka penyelesaian perkara pelanggaran kode etik DPR;
i. memanggil pihak terkait dalam rangka penyelesaian perkara pelanggaran kode etik sistem
pendukung DPR;
j. memeriksa dan memutus perkara pelanggaran kode etik DPR;
k. memeriksa dan memutus perkara pelanggaran kode etik sistem pendukung DPR;
l. menghentikan penyelidikan perkara pelanggaran kode etik DPR;
m. menghentikan penyelidikan perkara pelanggaran pelanggaran kode etik sistem pendukung
DPR;
n. memutus perkara peninjauan kembali terhadap putusan pelanggaran kode etik DPR dan
pelanggaran kode etik sistem pendukung DPR; dan
o. memberikan rekomendasi kepada pimpinan aparatur sipil negara terkait pelanggaran Kode
Etik sistem pendukung yang berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik anggota DPR.
Pasal 122B

Mahkamah Kehormatan Dewan dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan


wewenangnya, dapat memberdayakan satuan tugas pengamanan dalam Lembaga
Perwakilan.

13. Ketentuan Pasal 164 ayat (1) diubah sehingga Pasal 164 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 164
1) Usul rancangan undang-undang dapat diajukan oleh anggota DPR, komisi,
gabungan komisi, atau Badan Legislasi.
2) Usul rancangan undang-undang disampaikan secara tertulis oleh anggota DPR,
pimpinan komisi, atau pimpinan Badan Legislasi kepada pimpinan DPR disertai
daftar nama dan tanda tangan pengusul.
3) DPR memutuskan usul rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dalam rapat paripurna, berupa:
a. persetujuan;
b. persetujuan dengan pengubahan; atau
c. penolakan.
4) Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, DPR menugasi komisi, Badan
Legislasi, atau panitia khusus untuk menyempurnakan rancangan undang-undang
tersebut.
5) Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan
surat pimpinan DPR kepada Presiden.
14. Di antara Pasal 180 dan Pasal 181 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
180A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 180A

Sebelum pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang tentang APBN


antara Badan Anggaran dan Pemerintah pada Pembicaraan Tingkat I sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 170, Badan Anggaran wajib mengonsultasikan dan melaporkan
hasil pembahasan atas Rancangan Undang-Undang tentang APBN dalam rapat
pimpinan DPR.
15. Ketentuan Pasal 204 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 204
1) Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket dapat memanggil warga
negara Indonesia dan/atau orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
untuk dimintai keterangan.
2) Warga negara Indonesia dan/atau orang asing sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memenuhi panggilan panitia angket.
3) Dalam hal warga negara Indonesia dan/atau orang asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga)
kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, panitia angket dapat memanggil
secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4) Bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) didasarkan atas permintaan pimpinan DPR kepada kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
5) Permintaan Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan secara
tertulis kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang paling sedikit
memuat dasar dan alasan pemanggilan paksa serta nama dan alamat pihak yang
dipanggil paksa;
6) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan Kepala
Kepolisian Daerah di tempat domisili yang dipanggil paksa sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
7) Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dan ayat (6), Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menyandera badan
hukum dan/atau warga masyarakat paling lama 15 (lima belas) Hari.
8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanggilan paksa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan penyanderaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur
dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
16. Ketentuan Pasal 224 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 224
1) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan,
pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun
tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan
fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
2) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena sikap, tindakan,
kegiatan di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena
hak dan kewenangan konstitusional DPR dan/atau anggota DPR.
3) Anggota DPR tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan,
dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPR maupun di
luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal
anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam
rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dinyatakan sebagai rahasia
negara menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
17. Pasal 245 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 245
1) Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan
terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah
mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota
DPR:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana;
b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan
dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau
c. disangka melakukan tindak pidana khusus.
18. Ketentuan Pasal 249 ayat (1) ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf j sehingga Pasal
249 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 249

1) DPD mempunyai wewenang dan tugas:


a. mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat
dan daerah kepada DPR;
b. ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. menyusun dan menyampaikan daftar inventaris masalah rancangan undang-
undang yang berasal dari DPR atau Presiden yang berkaitan dengan hal
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
d. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang
APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
dan agama;
e. dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
f. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan
agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;
g. menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan
membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan APBN;
h. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK;
i. menyusun program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat
dan daerah; dan
j. melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancangan peraturan daerah dan
peraturan daerah.
2. Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, anggota DPD dapat melakukan rapat dengan pemerintah daerah, DPRD,
dan unsur masyarakat di daerah pemilihannya.

19. Ketentuan Pasal 250 ayat (1) diubah sehingga Pasal 250 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 250

1) Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal


249, DPD memiliki kemandirian dalam menyusun anggaran yang dituangkan ke
dalam program dan kegiatan yang disampaikan kepada Presiden sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPD dapat menyusun standar biaya
khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.
3) Pengelolaan anggaran DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Sekretariat Jenderal DPD di bawah pengawasan Panitia Urusan Rumah
Tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) DPD menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran DPD dalam
peraturan DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) DPD melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
kepada publik dalam laporan kinerja tahunan.
20. Ketentuan Pasal 260 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 260
1) Pimpinan DPD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh anggota DPD dalam sidang paripurna DPD.
2) Dalam hal pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
terbentuk, DPD dipimpin oleh pimpinan sementara DPD.
3) Pimpinan sementara DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1
(satu) orang ketua sementara dan 1 (satu) orang wakil ketua sementara yang
merupakan anggota tertua dan anggota termuda usianya.
4) Dalam hal anggota tertua dan/atau anggota termuda sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berhalangan, sebagai penggantinya adalah anggota tertua
dan/atau anggota termuda berikutnya.
5) Ketua dan wakil ketua DPD diresmikan dengan keputusan DPD.
6) Pimpinan DPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji
yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 yang dipandu oleh Ketua
Mahkamah Agung.
7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan DPD diatur
dalam peraturan DPD tentang tata tertib.
21. Di antara Pasal 413 dan Pasal 414 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 413A
yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 413A
1) Badan Keahlian DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 ayat 2 dalam
memberikan dukungan pelaksanaan fungsi legislasi DPR berkoordinasi dan
bertanggung jawab kepada Badan Legislasi.
2) Badan Keahlian DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 ayat 2 dalam
memberikan dukungan pelaksanaan fungsi anggaran DPR berkoordinasi dan
bertanggung jawab kepada Badan Anggaran.
3) Badan Keahlian DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 ayat 2 dalam
memberikan dukungan pelaksanaan fungsi pengawasan DPR berkoordinasi
dan bertanggung jawab kepada alat kelengkapan dewan yang melaksanakan
fungsi pengawasan.
22. Ketentuan Pasal 424 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 424

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama


6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

23. Di antara Pasal 427 dan Pasal 428 disisipkan 5 (lima) pasal, yakni Pasal 427A,
Pasal 427B, Pasal 427C, Pasal 427D, dan Pasal 427E yang berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 427A

Pada saat Undang-Undang ini berlaku:


a. pimpinan MPR dan DPR yang berasal dari fraksi yang sedang menjabat tetap
melaksanakan tugasnya sampai berakhirnya periode keanggotaan MPR dan DPR
hasil pemilihan umum Tahun 2014;
b. penambahan kursi pimpinan MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan
pimpinan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 untuk jabatan wakil
ketua; dan
c. penambahan wakil ketua MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan
kepada partai yang memperoleh suara terbanyak di DPR dalam pemilihan
umum Tahun 2014 urutan ke-1 (satu), urutan ke-3 (tiga), serta urutan ke-6
(enam) dan penambahan wakil ketua DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal
84 diberikan kepada partai yang memperoleh suara terbanyak di DPR dalam
pemilihan umum Tahun 2014 urutan ke-1 (satu).
Pasal 427B
1) Ketentuan mengenai jumlah dan mekanisme penetapan pimpinan MPR dan DPR
sebagaimana diatur dalam Pasal 15, Pasal 84, dan Pasal 427A berlaku sampai
berakhirnya masa keanggotaan MPR dan DPR hasil pemilihan umum tahun 2014.
2) Ketentuan mengenai jumlah dan mekanisme penetapan pimpinan komisi, Badan
Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT
sebagaimana diatur dalam Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121,
dan Pasal 152 berlaku sampai berakhirnya masa keanggotaan DPR hasil
pemilihan umum tahun 2014.
Pasal 427C

1) Susunan dan mekanisme pemilihan pimpinan MPR masa keanggotaan MPR


setelah hasil pemilihan umum tahun 2019 dilaksanakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil
ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR;
b. pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh
anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap;
c. bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi dan/atau kelompok anggota
disampaikan di dalam sidang paripurna;
d. tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan MPR;
e. pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara
musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR;
f. dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada huruf e
tidak tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang
memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR dalam rapat
paripurna MPR;
g. selama pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk,
sidang MPR pertama kali untuk menetapkan pimpinan MPR dipimpin oleh
pimpinan sementara MPR;
h. pimpinan sementara MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berasal dari
anggota MPR yang tertua dan termuda dari fraksi dan/atau kelompok anggota
yang berbeda; dan
i. pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan MPR diatur dalam
peraturan MPR tentang tata tertib.

Pasal 427D
1. Susunan dan mekanisme penetapan pimpinan DPR masa keanggotaan DPR setelah
hasil pemilihan umum tahun 2019 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua
yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di
DPR;
b. ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh
kursi terbanyak pertama di DPR;
c. wakil Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima;
d. dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak sama, ketua dan wakil ketua sebagaimana dimaksud pada huruf b
dan huruf c ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak
dalam pemilihan umum; dan
e. dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh suara
sama, ketua dan wakil ketua sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c
ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penetapan pimpinan DPR


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan DPR tentang tata
tertib.
Pasal 427E
1. Susunan dan mekanisme penetapan pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan
Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT masa keanggotaan
DPR setelah hasil pemilihan umum tahun 2019 dilaksanakan dengan ketentuan
sebagai berikut:

a. pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah


Kehormatan Dewan, dan BURT merupakan satu kesatuan pimpinan yang
bersifat kolektif dan kolegial;
b. pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah
Kehormatan Dewan, dan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling
banyak 4 (empat) orang wakil ketua, yang ditetapkan dari dan oleh anggota
komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan
Dewan, dan BURT berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
proporsional menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi; dan
c. penetapan pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP,
Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT sebagaimana dimaksud pada
huruf b dilakukan dalam rapat komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran,
BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT yang dipimpin oleh
pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan komisi, Badan
Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan
BURT.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penetapan pimpinan komisi, Badan


Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan DPR tentang tata
tertib.

Anda mungkin juga menyukai