Anda di halaman 1dari 11

Shalat Jum’at Menurut Mazhab Ahlul Bayt

Salat Jumat berjumlah dua rakaat. Tata caranya adalah seperti tata cara salat Shubuh. Dalam salat Jumat,
sunah kita membaca qirâ’ah dengan suara keras, membaca surah Al-Jumu‘ah pada rakaat pertama, dan
surah Al-Munâfiqûn pada rakaat kedua. Salat Jumat memiliki dua qunut: pertama, sebelum rukuk rakaat
pertama dan kedua, setelah rukuk rakaat kedua.
Pada saat imam maksum as. berkuasa, salat Jumat memiliki hukum wajib ta‘yînî. Akan tetapi, pada masa
kegaiban beliau, salat Jumat memiliki hukum wajib takhyîrî; yaitu kita bisa memiliki antara mengerjakan
salat Jumat atau salat Zhuhur. Akan tetapi, mengerjakan salat Jumat adalah afhdal (lebih utama), dan
mengerjakan salat Zhuhur adalah ahwath (lebih hati-hati). Dan lebih ihtiyâth lagi adalah kita
mengumpulkan antara mengerjakan salat Jumat dan salat Zhuhur.

Syarat-Syarat Salat Jumat


Salat Jumat harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
a. Jumlah peserta; minimal jumlah peserta salat Jumat yang diperlukan adalah 5 orang dan salah seorang
dari mereka bertindak sebagai imam. Salat Jumat tidak bisa terlaksana dengan jumlah peserta kurang dari
5 orang.
b. Dua khutbah; dua khutbah adalah wajib dan salat Jumat tidak bisa terbentuk tanpa kedua khutbah ini.
c.Berjamaah; salat Jumat tidak bisa terbentuk dengan salat furâdâ.
d. Tidak ada salat Jumat lain yang didirikan dalam jarak yang kurang dari 3 mil. Jika jarak antara kedua
salat Jumat itu adalah 3 mil atau lebih, maka kedua salat Jumat itu sah. Jika terdapat sebuah kota besar
yang berukuran beberapa farsakh, maka beberapa salat Jumat boleh didirikan pada setiap batas 3 mil.
Ada beberapa hal yang diwajibkan dalam kedua khutbah tersebut berikut ini:
a. At-Tahmîd (memuji Allah) dan—berdasarkan ihtiyâth wajib*[1]—lantas diikuti dengan Ats-Tsanâ’
(menjunjung dan memuja-Nya).
b. Kemudian, mengirimkan salawat kepada Rasulullah saw. berdasarkan ihtiyâth wajib*[2] pada khutbah
pertama dan berdasarkan pendapat yang lebih kuat pada khutbah kedua.
c. Kemudian, berwasiat untuk bertakwa kepada Allah berdasarkan pendapat yang lebih kuat pada
khutbah pertama dan berdasarkan ihtiyâth wajib*[3] pada khutbah kedua.
d. Kemudian, membaca satu surah Al-Qur’an yang pendek berdasarkan pendapat yang lebih kuat pada
khutbah pertama dan berdasarkan ihtiyâth wajib pada khutbah kedua.
e.Berdasarkan ihtiyâth mustahab,*[4] mengirimkan salawat kepada para imam maksum as. setelah
mengirimkan salawat kepada Rasulullah saw. dan memintakan ampun untuk mukminin dan mukminat
pada khutbah kedua.
Yang paling utama adalah kita membaca khutbah yang telah diriwayatkan dari para maksum as.

Imam salat Jumat yang juga bertindak sebagai khatib harus menyebutkan hal-hal berikut ini dalam
khutbahnya:
a. Seluruh kemaslahatan muslimin yang berhubungan dengan agama dan dunia mereka.
b. Memberitahukan kepada mereka segala peristiwa yang terjadi di negara-negara Islam dan non-Islam
dan memiliki hubungan dengan mereka dalam agama dan dunia mereka, seperti masalah politik dan
ekonomi yang memiliki peran penting dalam mewujudkan kemerdekaan dan tata cara hubungan mereka
dengan negara-negara lain.
c. Memperingatkan mereka akan bahaya campur tangan negara-negara kolonialis asing dalam urusan
politik dan ekonomi mereka.
d. Seluruh kemasalahatan muslimin yang lain.
Kedua khutbah Jumat boleh dibaca sebelum matahari tergelincir (zawâl). Akan tetapi, pembacaan
khutbah ini harus diatur sedemikian rupa sehingga matahari tergelincir pada saat khatib usai membaca
kedua khutbah tersebut. Dan ahwath*[5] adalah kedua khutbah itu dibaca pada saat matahari tergelincir.

*[6]Kedua khutbah Jumat harus dibaca sebelum salat Jumat didirikan. Jika imam salat Jumat mengerjakan
salat Jumat terlebih dahulu, maka salat Jumat itu batal, dan ia harus mengulangi salat Jumat setelah
membaca kedua khutbah Jumat.
Menurut pendapat yang zhâhir, imam salat Jumat tidak wajib mengulangi salat Jumat apabila ia lebih
dahulu mengerjakan salat Jumat itu sebelum membaca kedua khutbah karena tidak tahu hukum atau
lupa. Bahkan, ketidakwajiban mengulangi salat Jumat itu apabila ia mengerjakannya terlebih dahulu
karena tidak sengaja dan tanpa pengetahuan adalah sebuah pendapat yang memiliki dalil (kâna lahu
wajh).

Khatib harus berdiri pada saat membaca khutbah Jumat. Khatib dan imam salat Jumat harus satu orang;
(yaitu orang yang bertindak sebagai khatib Jumat juga harus bertindak sebagai imam salat Jumat—pen.).
Berdasarkan ihtiyâth, bila bukan berdasarkan pendapat yang lebih kuat, khatib harus mengeraskan
suaranya sehingga jumlah minimal peserta salat Jumat dapat mendengar suaranya. Bahkan menurut
pendapat yang zhâhir, ia tidak boleh memelankan suaranya. Khatib selayaknya mengeraskan suaranya
sehingga seluruh hadirin dapat mendengar suaranya, dan bahkan hal ini adalah ahwath.

*[7]Jika peserta salat Jumat sangat banyak, maka ia selayaknya membaca khutbah dengan menggunakan
pengeras suara untuk menyampaikan nasihat dan tablig agama, khususnya tentang masalah-masalah
yang sangat penting, kepada mereka.

Berdasarkan ihtiyâth,*[8] bahkan menurut pendapat yang awjah (lebih jitu), para peserta salat Jumat
harus mendengarkan khutbah Jumat. Bahkan, berdasarkan ihtiyâth, mereka harus diam dan tidak
berbicara apapun pada saat pembacaan khutbah Jumat berlangsung. Meskipun demikian, menurut
pendapat yang lebih kuat, makruh mereka berbicara pada saat itu. Jika berbicara menyebabkan fungsi
khutbah Jumat hilang dan mereka tidak dapat mendengarkan khutbah, maka mereka wajib
tidak berbicara.Orangyang Wajib Mengerjakan Salat Jumat
Salat Jumat adalah wajib atas mereka yang memenuhi syarat-syarat berikut ini:
a.Berusia taklif (berusia balig dan berakal).
b.Laki-laki.
c. Merdeka, (bukan budak).
d. Tidak buta dan tidak terjangkit penyakit.
e. Bukan orang yang sudah tua bangka.
f. Jarak antara tempat tinggal mereka dan tempat salat Jumat didirikan tidak lebih dari 2 farsakh.

Mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas tidak wajib menghadiri salat Jumat, meskipun kita
berpendapat bahwa salat Jumat adalah wajib ta‘yînî.
Jika mereka yang tidak memenuhi persyaratan di atas secara kebetulan menghadiri salat Jumat atau
memaksakan diri untuk menghadirinya, maka salat Jumat mereka sah dan mencukupi dari salat Zhuhur.
Begitu juga halnya berkenaan dengan mereka yang diizinkan untuk tidak menghadiri salat Jumat lantaran
hujan atau hawa dingin yang menyengat, dan juga berkenaan dengan mereka yang menghadiri salat
Jumat menyulitkan mereka.

Ya, salat Jumat orang yang gila tidak sah. Akan tetapi, salat Jumat yang dikerjakan oleh anak kecil adalah
sah. Hanya saja, jumlah minimal salat Jumat tidak boleh disempurnakan dengan menggunakan anak kecil
dan salat Jumat juga tidak bisa terwujud bila hanya dihadiri oleh anak-anak kecil saja.

Musafir boleh*[9] menghadiri salat Jumat; salat Jumatnya adalah sah dan mencukupi salat Zhuhur. Akan
tetapi, salat Jumat yang hanya didirikan oleh para musafir tanpa mengikuti orang-orang yang tidak
musafir adalah tidak sah. Musafir juga tidak boleh menjadi penyempurna jumlah minimal peserta salat
Jumat.
Orang perempuan juga boleh menghadiri salat Jumat dan salatnya ini mencukupi salat Zhuhur, asalkan
minimal jumlah peserta salat Jumat telah sempurna oleh kalangan kaum laki-laki.

Waktu Salat Jumat*[10]


Waktu salat Jumat tiba pada saat matahari tergelincir. Jika imam salat Jumat telah usai membaca kedua
khutbah pada saat matahari tergelincir, maka ia boleh memulai salat Jumat. Berdasarkan pendapat yang
aqrab (lebih dekat), akhir waktu salat Jumat adalah bila ukuran bayangan orang yang memiliki tinggi
tubuh normal telah berukuran dua langkah.
Jika kita telah memulai salat Jumat, lalu waktunya habis, maka salat Jumat kita adalah sah, asalkan kita
telah mengerjakan satu rakaat dari salat Jumat itu pada waktunya. Jika tidak, maka salat Jumat kita
adalah batal. Dan dalam kondisi ini, ihtiyâth dengan memilih salat Zhuhur—berdasarkan pendapat bahwa
salat Jumat adalah wajib takhyîrî, sebagaimana hal ini adalah pendapat yang lebih kuat—jangan kita
tinggalkan.
*[11]Jika waktu salat Jumat telah habis, maka kita harus mengerjakan salat Zuhur. Salat Jumat tidak
memiliki qadha.

Beberapa Poin Penting


Pertama,
Seluruh persyaratan yang harus terpenuhi dalam salat jamaah juga harus terpenuhi dalam salat Jumat;
yaitu tidak boleh ada penghalang, tempat imam berdiri tidak boleh lebih tinggi dari tempat makmum
berdiri, jarak antara imam dan antara saf-saf salat harus terjaga, dan lain sebagainya. Begitu juga, seluruh
persyaratan yang harus terpenuhi dalam diri imam salat jamaah juga harus terpenuhi dalam diri imam
salat Jumat; yaitu berakal, bermazhab Syi‘ah Imamiah, adil, dan syarat-syarat yang lain.
*[12] salat Jumat tidak sah bila anak kecil atau orang perempuan bertindak sebagai imam salat Jumat,
meskipun kita memperbolehkan mereka berdua menjadi imam bagi sejenis kelamin mereka dalam selain
salat Jumat.
Kedua,
Azan kedua pada hari Jumat adalah sebuah bid‘ah yang haram. Azan ini dikumandangkan setelah azan asli
(pertanda salat Zhuhur sudah masuk). Azan ini juga disebut dengan “azan ketiga”.
*[1] Syaikh Behjat: Kedua khutbah Jumat tidak boleh kosong dari nasihat dan bacaan Al-Qur’an.
*[2] Syaikh Behjat: Berdasarkan pendapat yang azhhar, salawat ini harus dibaca pada setiap khutbah.
*[3] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, setiap khutbah harus berisi nasihat dan bacaan Al-Qur’an.
*[4] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, khutbah kedua harus berisi salawat atas seluruh maksum
as., satu per satu.
*[5] Imam Khamenei: Berdasarkan ihtiyâth mustahab, sebagian dari kedua khutbah itu harus dibaca
setelah matahari tergelincir.
Syaikh Behjat: Berdasarkan pendapat yang azhhar, kadar yang wajib dari kedua khutbah itu harus dibaca
setelah matahari tergelincir.
*[6] Sayyid Khu’i: Kedua khutbah itu harus dibaca setelah matahari tergelincir.
*[7] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, kedua khutbah Jumat harus dibaca sedemikian rupa
sehingga para hadirin dapat memahami artinya, sekalipun dengan menggunakan selain bahasa Arab.
Meskipun demikian, kesahan salat Jumat bergantung pada memperdengarkan khutbah pada jumlah
minimal peserta salat Jumat.
*[8] Syaikh Behjat: Mereka wajib diam dan haram berbicara di pertengahan khutbah, apabila hal itu
menyebabkan fungsi khutbah Jumat hilang.
*[9]Sayyid Khu’i: Berdasarkan ihtiyâth, setelah matahari tergelincir, kita jangan bepergian dari kota
tempat didirikan salat Jumat yang memenuhi persyaratan.
*[10] Masalah: Waktu salat Jumat dimulai dari awal waktu Zhuhur. Berdasarkan ihtiyâth, salat Jumat
jangan ditunda hingga melebihi permulaan ‘urfi waktu salat Zhuhur (± 1 atau 2 jam dari awal waktu
Zhuhur). Jika salat Jumat tidak didirikan hingga saat itu, maka berdasarkan ihtiyâth kita harus
mengerjakan salat Zhuhur sebagai ganti dari salat Jumat itu.
*[11] Syaikh Behjat: Jika kita menunda salat Jumat dari awal waktu, maka berdasarkan ihtiyâth wajib kita
harus mengumpulkan antara salat Jumat dan salat Zhuhur.
*[12] Imam Khamenei: Imam salat Jumat disyaratkan harus ditunjuk oleh pemimpin negara Islam (Al-
Hâkim Asy-Syar‘i) yang adil. Akan tetapi, syarat ini hanya diperlukan berkenaan dengan aktualisasi efek-
efek yang hanya khusus dimiliki oleh imam salat Jumat yang ditunjuk secara langsung, bukan berkenaan
dengan pendirian salat Jumat itu sendiri.
Shalat Jumaat itu wajib hukumnya sebagaimana Dalil wajib shalat Jumaat, cuma ada segolongan orang
yang mengatakan syiah tidak mewajibkan shalat jumaat, karena wajib takhyiri, itu tidak benar, mereka
sebenarnya cuba menfitnah syiah.

Firman Allah;

َّ ‫َللا ِذ ْك َِر ِإلَى فَا ْسعَ ْوا ْال ُج ُم َع َِة َي ْو َِم مِن لِل‬
‫ص ََلَةِ نُودِي ِإذَا آ َمنُوا الَّذِينََ أ َ ُّي َها َيا‬ ََِّ ‫ت َ ْعلَ ُمونََ ُكنت َُْم ِإن لَّ ُك َْم َخيْرَ ذَ ِل ُك َْم ْال َب ْي ََع َوذَ ُروا‬9.

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila diserukan azan (bang) untuk mengerjakan shalat pada hari
Jumat, maka segeralah kamu pergi (ke masjid) untuk mengingati Allah (dengan mengerjakan shalat jumat)
dan tinggalkanlah berjual-beli (pada saat itu); yang demikian adalah baik bagi kamu, jika kamu
mengetahui (hakikat yang sebenarnya),

‫ت فَإِذَا‬ ِ ُ‫ص ََلَة ُ ق‬


َِ ‫ض َي‬ َ ِ ‫ل مِ ن َوا ْبتَغُوا ْاْل َ ْر‬
َّ ‫ض فِي فَانتَش ُِروا ال‬ ْ َ‫َللا ف‬
َِ ‫ض‬ َََّ َ‫ت ُ ْف ِل ُحو لَّ َعلَّ ُك َْم َكثِيرا‬10.
ََِّ ‫َللا َوا ْذ ُك ُروا‬

Kemudian setelah selesai shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk menjalankan urusan
masing-masing), dan carilah apa yang kamu hajati dari limpah kurnia Allah, serta ingatlah akan Allah
banyak-banyak (dalam segala keadaan), supaya kamu berjaya (di dunia dan di akhirat).

Surah Al-Jumu’ah ( ‫)الجمعة‬

Ulangkaji dan Soal Jawab Seputar Shalat Jumat bersama YM Ayatullah al-Uzhma Imam Ali Khamenei

Soal 596:
Apa pendapat (fatwa) YM mengenai keikusertaan kami dalam shalat Jumat, padahal kami hidup pada
masa kegaiban Imam al-Hujjah as. Bila ada orang-orang yang tidak meyakini keadilan imam Jumat,
gugurkah taklif mereka untuk bergabung dalam shalat Jumat?

Jawab:
Shalat Jumat, meskipun pada zaman ini, bersifat wajib takhyiri dan (Anda) tidak wajib menghadirinya.
Namun, karena manfaat-manfaat dan pentingnya kahadiran dalam shalat Jumat, maka orang-orang
mukmin tidak sepantasnya menjauhkan diri mereka dari berkah-berkah keikutsertaan dalam shalat
semacam itu hanya karena meragukan keadilann (sifat adil) imam Jumat atau alasan-alasan rapuh
lainnya.

Soal 597:
Apa arti wajib takhyiri dalam masalah shalat Jumat?
Jawab:
Artinya ialah bahwa berkenaan dengan melaksanakan kewajiban (faridhah) pada hari Jumat mukallaf
boleh memilih antara melakukan shalat Jumat atau shalat zuhur.

Soal 598:
Apa pendapat (fatwa) YM tentang (orang yang) tidak bergabung dalam shalat Jumat karena tidak peduli?

Jawab:
Ketidakhadiran dan ketidakikutsertaan dalam shalat Jumat, yang merupakan aktivitas ritual-politik,
karena tidak peduli adalah tercela secara syar’i.

Soal 599:
Sebagian orang tidak bergabung dalam shalat Jumat karena alasan-alasan yang tidak berdasar, mungkin
juga karena perbedaan pandangan. Apa pendapat (fatwa) YM tentang hal ini?

Jawab:
Meskipun shalat Jumat bersifat wajib takhyiri, keengganan bergabung di dalamnya secara terus-menerus
tidaklah berdasar secara syar’i.

Soal:
Bolehkah kami melaksanakan shalat zuhur secara jamaah seraya berbarengan dengan pelaksanaan shalat
Jumat di tempat lain yang berdekatan?

Jawab:
Pada dasarnya, hal itu tidak dilarang dan menyebabkan mukallaf terbebas dari dzimmah (tanggungan)
kewajiban shalat Jumat karena kewajiban shalat Jumat bersifat takhyiri pada masa sekarang. Namun
karena pelaksanaan shalat zuhur secara jamaah pada hari Jumat di tempat yang dekat dengan tempat
pelaksanaan shalat Jumat menyebabkan terpecahnya barisan orang-orang mukmin dan boleh jadi hal
tersebut dikategorikan, manurut opini masyarakat, sebagaimpelecehan dan penghinaan terhadap imam
Jumat serta menunjukkan ketidakpedulian terhadap shalat Jumat, maka orang-orang mukmin tidak patut
melaksanakannya. Bahkan, bila tindakan tersebut menimbulkan dampak-dampak buruk dan
menyebabkan keharaman, maka mereka wajib menghindari dan tidak melakukannya.

Soal 601:
Bolehkah melakukan shalat zuhur pada jedah waktu antara shalat Jumat dan shalat asar yang dilakukan
imam? Bila seseorang, selain imam Jumat, melakukan shalat asar, bolehkah menjadi makmumnya dalam
shalat asar?

Jawab:
Shalat Jumat cukup menggantikan shalat zuhur. Namun, melakukan shalat zuhur untuk lebih berhati-hati
(ihtiyath) setelah shalat Jumat tidaklah bermasalah (diperbolehkan). Bila ingin melakukan shalat asar
secara berjamaah, maka berdasarkan ihtiyah yang sempurna, hendaklah seseorang memjadi makmum
(iqtida’) dalam shalat asar kepada orang yang telah melaksanakan shalat zuhur karena ihtiyath setelah
(sebelumnya melakukan) shalat Jumat.

Soal 602:
Bila imam jamaah tidak (melakukan) shalat zuhur setelah shalat Jumat, bolehkah makmum melakukan
shalat tersebut untuk lebih berhati-hati (ihtiyath)?

Jawab:
Ia boleh melakukannya.

Soal 603:
Apakah imam shalat Jumat wajib meminta izin (ijazah) dari hakim syar’i? Siapakah yang dimaksud dengan
hakim syar’i? Apakah hukum ini berlaku di daerah-daerah yang jauh juga?

Jawab:
Dasar diperbolehkannya menjadi imam untuk mendirikan shalat Jumat tidak bergantung pada izin dari
hakim syar’i. Namun, ketentuan-ketentuan yang berlaku atas imam Jumat yang diangkat oleh wali amr al-
muslimin hanya berlaku bagi imam Jumat yang diangkat tersebut. Hukum ini meliputi setiap negara atau
setiap kota tempat wali amr al-muslimin menjadi penguasa yang ditaati.

Soal 604:
Bolehkah imam Jumat ditunjuk melaksanakan shalat Jumat di selain tempat yang ditentukan tanpa ada
penghalang atau kendala?

Jawab:
Pada dasarnya hal itu diperbolehkan. Namun, hukum-hukum yang berkaitan dengan pengangkatan imam
Jumat tidak berlaku atas dirinya.

Soal 605:
Apakah memilih imam-imam Jumat sementara wajib dilakukan oleh Wali Fakih ataukah para imam Jumat
sendiri boleh memilih orang-orang sebagai imam-imam Jumat sementara (cadangan)?

Jawab:
Imam Jumat yang ditunjuk boleh memilih sementara bagi dirinya. Namun, hukum-hukum pengangkatan
(nashb) oleh Wali Fakih tidak berlaku atas keimaman wakil tersebut.

Soal 606:
Bila seorang mukallaf tidak menganggap imam Jumat yang diangkat sebagai orang yang adil atau
meragukan keadilannya, apakah seorang mukallaf diperbolehkan menjadi makmumnya demi menjaga
persatuan Muslimin? Apakah orang yang tidak menghadiri shalat Jumat boleh mendorong orang-orang
lain untuk tidak hadir?

Jawab:
Bermakmum dengan orang yang tidak dianggapnya adil atau diragukan keadilannya tidaklah sah. Shalat
yang dilakukan dalam jamaah bersamanya tidaklah sah. Namun, tidak ada halangan (tidak ada larangan,
tidak dilarang) menghadiri dan bergabung dalam jamaah secara simbolis (lahiriah) demi memelihara
persatuan. Bagaimanapun, ia tidak diperbolehkan mengajak dan mendorong orang lain untuk tidak
menghadiri shalat Jumat.

Soal 607:
Apa hukum tidak menghadiri shalat Jumat yang diimami oleh orang yang terbukti kebohongannya di mata
seorang mukallaf?

Jawab:
Ucapan seorang imam Jumat yang terbukti tidak sesuai dengan kenyataan bukanlah bukti
kebohongannya karena, boleh jadi, ia mengucapkannya karena kekhilafan, keliru atau bermaksud lain
(tauriyah). Karenanya, mukallaf hendaklah tidak menghalangi dirinya mendapatkan berkah-berkah shalat
Jumat hanya karena dugaan bahwa imam Jumat keluar dari sifat keadilan.

Soal 608:
Apakah makmum wajib mengidentifikasi dan memastikan keadilan imam Jumat yang ditunjuk oleh Imam
Khomeini ra atau Wali Fakih yang adil ataukah pengangkatannya sebagai imam Jumat cukup (untuk
dianggap sebagai hujjah) untuk menetapkan keadilannya?

Jawab:
Bila pengangkatannya sebagai imam Jumat menimbulkan rasa percaya dan mantap bagi makmum akan
sifat adilnya, maka cukuplah hal itu bagi keabsahan dengannya.

Soal 609:
Apakah penunjukkan para imam jamaah di mesjid-mesjid yang dilakukan oleh para ulama yang
terpercaya atau pengangkatan para imam Jumat oleh wali amr al-muslimin di anggap sebagai kesaksian
(syahadah) akan keadilan mereka ataukah mukallaf tetap wajib menyelidiki keadilan (sifat adil) mereka.

Jawab:
Bila pengankatannya sebagai imam Jumat atau imam Jamaah menimbulkan rasa percaya dan mantap
bagi makmum akan keadilannya, maka mukallaf boleh bersandar pada hal tersebut dalam menjadi
makmumnya.
Soal 610:
Bila meragukan keadilan imam Jumat atau yakin bahwa ia tidak adil padahal kami telah melakukan shalat
di belakangnya, apakah kami harus mengulanginya?

Jawab:
Bila keadilannya diragukan atau terbukti bahwa ia tidak adil seusai shalat, maka shalat yang telah Anda
lakukan tetap sah dan anda tidak wajib mengulangnya.

Soal 611:
Apa hukum shalat Jumat yang diselenggarakan di negara-negara Eropa dan lainnya oleh mahasiswa-
mahasiswa dari negara-negara Islam yang sebagian besar pesertanya, demikian pula imam Jumat, dari
kalangan Sunni? Dalam situasi begitu, apakah kami harus melakukan shalat zuhur seusai melaksanakan
shalat Jumat?

Jawab:
Diperbolehkan ikut serta di dalamnya demi memelihara kesatuan dan persatuan Muslimin. Melakukan
shalat Zuhur (setelahnya) tidaklah diwajibkan.

Soal 612:
Di sebuah kota di Pakistan telah dilaksanakan shalat Jumat sejak 40 tahun lalu. Kini ada seseorang yang
menyelenggarakan shalat Jumat yang lain tanpa memperdulikan jarak syar’i antara dua shalat Jumat
sehingga menyebabkan adanya perselisihan di kalangan jamaah shalat. Apa hukum syar’i perbuatan
demikian?

Jawab:
Berbuat sesuatu apa pun yang menyebabkan terjadinya perselisihan antara mukminin dan keporak-
porandaan barisan mereka tidaklah diperbolehkan, apalagi hal tersebut disebabkan oleh sesuatu seperti
shalat Jumat yang merupakan salah satu syiar Islam dan simbol persatuan seluruh kelompok umat
Muslim.

Soal 613:
Khatib mesjid jami’ al Ja’fariyah di Rawalpindi telah mengumumkan bahwa shalat Jumat di mesjid
tersebut diliburkan karena mesjid akan direnovasi dan dibangun ulang. Kini, setelah proses perbaikan
mesjid telah usai, kami menghadapi problem, yaitu pada jarak empat kilo meter telah diselenggarakan
shalat Jumat di mesjid lain. Dengan memperhatikan jarak tersebut, sahkah pelaksanaan shalat Jumat di
mesjid tersebut?

Jawab:
Bila jarak pemisah antara dua (tempat) shalat Jumat tersebut tidak mencapai satu farsakh syar’i, maka
batallah shalat Jumat yang terakhir. Bila dilakukan berbarengan, maka keduanya sama-sama batal.
Soal 614:
Sahkah melakukan shalat Jumat yang diselenggarakan secara berjamaah dan secara perseorangan
(furuda), seperti apabila seseorang melakukan shalat Jumat sendiri dengan tetap berdampingan bersama
orang-orang yang melakukannya secara berjamaah?

Jawab:
Salah satu syarat keabsahan shalat Jumat ialah pelaksanaannya secara berjamaah. Karenanya,
melakukannya sendirian tidaklah sah.

Soal 615:
Bila seseorang yang wajib shalat qashr ingin melaksanakan shalat jamaah, sahkah bila ia shalat di
belakang imam yang sedang shalat Jumat?

Jawab:
Shalat Jumat seorang makmum musafir sah hukumnya dan mencukupkannya dari shalat zuhur.

Soal 616:
Wajibkah kami menyebut nama az-Zahra as sebagai salah satu imam Muslimin dalam khutbah kedua
ataukah wajib menyebut namanya dengan tujuan istihbab?

Jawab:
Sebutan para imam Muslimin tidak mencakup az-Zahra al-Mardhiyyah as. Menyebut nama beliau yang
diberkati dalam khutbah Jumat tidaklah diwajibkan. Namun bertabaruk dengan menyebut nama beliau as
tidaklah dilarang.

Soal 617:
Apakah mamum boleh melakukan shalat wajib selain shalat Jumat dengan bermakmum kepada imam
yang sedang melaksanakan shalat Jumat?

Jawab:
Keabsahannya masih tergolong bermasalah (mahallu isykal).

Soal 618:
Sahkah melaksanakan dua khutbah dalam shalat Jumat sebelum tiba waktu syar’i zuhur?

Jawab:
Melaksanakan kedua khutbah sebelum matahari tergelincir (zawal) sedemikian rupa sehingga selesai
pada saat matahari tergelincir diperbolehkan. Namun, ahwath (demi lebih berhati-hati), hendaklah
sebagian dari keduanya dilakukan pada waktu zuhur.
Soal 619:
Bila makmum tidak dapat mengikuti dua khotbah sama sekali tetapi hadir saat shalat dilaksanakan lalu
bermakmum dengan imam, apakah shalatnya sah dan cukup (membebaskannya dari beban taklif?).

Jawab:
Shalatnya sah dan cukup apabila ia sempat mengikuti satu rakaat bersama imam meskipun ketika imam
rukuk dalam rakaat terakhir shalat Jumaat.

Soal 620:
Di kota kami, shalat Jumat dilaksanakan setelah satu setengah jam dari azan zuhur. Apakah shalat ini
cukup (sah) untuk menggantikan shalat zuhur ataukah kami harus mengulang shalat zuhur?

Jawab:
Waktu shalat Jumat adalah mulai dari saat tergelincirnya matahari (zawal). Ahwath (demi lebih berhati-
hati), hendaklah kita tidak menundanya dari saat-saat pertama waktu zawal menurut umum (zawal) urfi)
lebih daripada satu hingga dua jam berikutnya. Bila belum melaksanakan shalat Jumat hingga batas waktu
tersebut, maka, ahwath (demi lebih berhati-hati), hendaklah kita melakukan shalat zuhur sebagai
gantinya.

Soal 621:
Seseorang tidak mampu menghadiri shalat Jumat. Apa ia dapat melakukan shalat zuhur dan asar pada
awal waktu ataukah wajib menunggu hingga usainya shalat Jumat lebih dulu sebelum melakukan kedua
shalat tersebut?

Jawab:
Ia tidak wajib menunggu melainkan boleh melaksanakan shalat zuhur dan asar pada awal waktu.

Soal 622:
Bila imam Jumat yang ditunjuk dala keadaan sehat dan berada di tempat, apakah ia diperbolehkan
menugasi imam Jumat sementara (cadangan) untuk melakukan faridhah shalat Jumat? Apakah ia
diperbolehkan (sah) menjadi makmum bagi imam Jumat sementara tersebut?

Jawab:
Mendirikan shalat Jumat yang dipimpin oleh wakil imam yang ditunjuk tidaklah dilarang (la mani). Imam
yang diangkat tidak dilarang menjadi makmum bagi wakilnya.

Sekian, terima kasih semoga posting yang sederhana ini akan bermanafaat
Wallahu a’lam bisshawab

Anda mungkin juga menyukai