Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

HEMATEMESIS MELENA

Disusun oleh:
Siti Abidah Farhani
(41181396100040)
Nabilah Ulfah
(411813960000066)

Pembimbing:
Dr. Nikko Darnindro, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
AGUSTUS – OKTOBER 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan referat dengan judul “Hematemesis
Melena”. Makalah presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Fatmawati.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada :
1. Dr.Nikko Darnindro, Sp.PD, selaku pembimbing referat kami.
2. Semua dokter dan staf SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Fatmawati.
3. Rekan-rekan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUP Fatmawati
atas bantuan dan dukungannya.
Kami menyadari dalam pembuatan referat ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan referat
ini sangat kami harapkan.
Akhir kata, semoga makalah referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
terutama dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta, September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... 4

DAFTAR TABEL............................................................................................................... 5

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 6

A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 6

B. TUJUAN PENULISAN ......................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 8

A. ANATOMI............................................................................................................. 8

B. DEFINISI ............................................................................................................... 8

C. ETIOLOGI ............................................................................................................. 9

D. PATOFISIOLOGI ................................................................................................. 9

E. MANIFESTASI KLINIS ..................................................................................... 11

F. DIAGNOSIS BANDING..................................................................................... 12

G. DIAGNOSIS ........................................................................................................ 13

H. PERBEDAAN PERDARAHAN SCBA dan SCBB ............................................ 16

I. STRATIFIKASI RISIKO .................................................................................... 16

J. TATALAKSANA ................................................................................................ 17

K. KOMPLIKASI ................................................................................. 22
BAB III KESIMPULAN................................................................................................... 23

BAB IV DISKUSI ............................................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 25

3
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1. ANATOMI SALURAN CERNA BAGIAN ATAS ..........................8

GAMBAR 2. PENGELOLAAN PERDARAHAN SCBA ....................................20

GAMBAR 3. PENGKAJIAN AWAL PERDARAHAN SALURAN CERNA


ATAS .....................................................................................................................21

4
DAFTAR TABEL

TABEL 2.1. PERBEDAAN HEMOPTISIS DAN HEMATEMESIS .............................. 13

TABEL 2.2. KLASIFIKASI AKTIVITAS PERDARAHAN TUKAK PEPTIK


MENURUT FOREST ....................................................................................................... 16

TABEL 2.3. PERBEDAAN PERDARAHAN SCBA DAN SCBB ................................. 16

5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses
atau tinja yang berwarna hitam seperti aspal yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA). Menurut Jurnal BMC
gastroenterology tahun 2017, SCBA merupakan salah satu keadaan darurat
gastrointestinal yang paling umum, dengan tingkat kematian 10%. Terdapat 12
(7,1%) pasien mengalami perdarahan ulang.1
Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak
sedangkan di Indonesia perdarahan karena ruptur varises gastroesofagus
merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50%-60%, gastritis erosifa
hemoragika sekitar 25% - 30%, tukak peptik sekitar 10% - 15% dan karena sebab
lainnya <5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang
terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai
penyebab perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) yang dating ke Unit
Gawat Darurat (UGD) RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara keseluruhan masih
tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bias mencapai
60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9%-12% .2
Angka kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang
cukup tinggi, terutama di Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus.
Berdasarkan hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat
perdarahan saluran cerna atas berkisar 26%. Insiden perdarahan SCBA dua kali
lebih sering pada pria dari pada wanita dalam seluruh tingkatan usia; tetapi jumlah
angka kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka kematian meningkat
pada usia yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita.3
Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah
kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan
kesalahan diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan. Untuk memeriksa
perdarahan saluran cerna atas dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk

6
menegakkan diagnosa tentang penyebab yang dapat menimbulkan perdarahan
saluran cerna bagian atas .2,3

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui anatomi saluran cerna bagian atas.
2. Memahami definisi, etiologi, patogenesis dan cara mendiagnosis
hematemesis melena.
3. Mengetahui algoritma penatalaksanaan dan komplikasi hematemesis dan
melena.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Saluran Cerna Bagian Atas

Gambar 1. Anatomi Saluran Cerna Bagian Atas

2.2 Definisi
Hematemesis melena merupakan manifestasi klinis perdarahan
saluran cerna bagian atas. Batas antara saluran cerna bagian atas dengan
saluran cerna bagian bawah adalah Ligamentum Treitz yang terdapat pada
bagian distal duodenum.4,8

8
Hematemesis adalah muntah darah (darah yang dimuntahkan lewat mulut),
warna dari darah yang dimuntahkan akan bervariasi tergantung dari konsentrasi
asam hipoklorik dalam lambung dan percampuran dengan darah. Demikian
juga, jika muntah darah terjadi tidak lama setelah onset perdarahan, muntahan
akan berwarna merah; jika terjadi lebih lambat, darah yang keluar akan
berwarna merah kehitaman, kecoklatan atau hitam. Gumpalan darah yang
terdapat dalam muntahan darah akan berbentuk seperti suatu gambaran “ladang
kopi”.4,2
Sementara itu, melena adalah keluarnya feses yang berwarna kehitaman
dengan konsistensi yang lembek. Fesesnya dapat terlihat seperti mengkilat,
berbau busuk, dan lengket.4,8

2.3 Etiologi
Berdasarkan etiologi penyebab hematemesis dan melena dibagi menjadi 2,
yaitu8 :
– Non_Varises :
– Ulkus peptikum (30-50%)
– Mallory Weiss tears (15-20%)
– Gastritis / duodenitis (10-15%)
– Esofagitis (5-10%)
– Malformasi arteri venous (5%)
– Tumor (2%)
– Varises
– Varises gastroesofageal (>90%)
– Gastropati hipertensi portal (<5%)

2.4 Patofisiologi

1. Non Varises5,12
a. Peptic Ulcer

9
Ulkus peptikum paling sering disebabkan oleh penurunan mekanisme
pertahanan mukosa yang disebabkan oleh aspirin atau NSAID lainnya,
infeksi Helicobacter pylori, atau keduanya. Pada saat bakteri H. Pylori
menempel pada epitel mukosa lambung bakteri tersebut akan mengeluarkan
enzim dan toksin juga akan mempengaruhi kadar gastrin dan produksi asam
lambung, bila produksi asam lambung terus menerus diprodusksi akan
menyebabkan kerusakan mukosa sampai lapisan muskularis kemudian
mengerosi pembuluh darah.5
Hipergastrinemia akibat infeksi H. pylori kronik berakibat penurunan
somatostatin gastrik yang menyebabkan peningkatan sekresi asam berasal
dari post prandial. Sekresi asam lambung yang berlebih dapat
mempengaruhi pertahanan mukosa lambung. Mukus berfungsi melindungi
serangan difusi,halik asam dan pepsin. Prosta glandin msmpercepat sintesis
dan sekresi mukus. OAINS dan rokok menqhambat sintesis prostaglandin.
H. pylori menghasilkan rnukus yang dapat mendegradasi perrnukaan mLrsin
dan karenanva men!luranqi hidrofobisitas mukus, sehingga menyebabkan
difusi balik asam dan pepsin yang diikuti kerusakan mukosa5
b. Mallory-Weiss Tear .5
Mallory- Weiss Tear muncul pada bagian distal esophagus di bagian
gastroesophageal junction. Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah
melibatkan esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan hipertensi
portal dapat meningkatkan resiko daripada perdarahan oleh Mallory-Weiss
Tear dibandingkan dengan pasien hipertensi non-portal.
a. Varises Esofagus 5
Esophageal varices dan gastric varices adalah vena collateral yang
berkembang sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental
portal. Beberapa penyebab dari hipertensi portal termasuk prehepatic
thrombosis, penyakit hati, dan penyakit postsinusoidal.
b. Pengaruh obat NSAID 5
Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster.
Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses peresapan mukosa, proses

10
penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera. NSAIDs menghambat
enzifi ciclooxiganase dan sintesis prostaglandin dan menimbulkan elek
ulserogenik dengan melawan efek sitoprotektif prostaglandin. NSAIDs seperti
aspirin dapat menimbulkan kerusakan pada permukaan membran lipoprotein
selular dan intercellular junction, sehingga menyebabkan eksfoliasi sel sel dan
meningkatkan difusi balik ion Hidrogen meskipun NSAIDs mungkin secara
logis diperkirakan bekerja secara sinergik dengan H. pylori dalam
menimbulkan kerusakan mukosa.5
Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat dikembalikan
pada faktor-faktor penyebab perdarahan, yaitu 5:
1. Faktor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada tukak peptik, pecahnya
varises esophagus
2. Faktor trombosit (trombopathy) seperti pada Idiopathic Thrombocytopenia
Purpura (ITP)
3. Faktor kekurangan zat pembekuan darah (coagulopathy) seperti pada
hemophilia, sirosis hati, dan lain-lain
Pada sirosis kemungkinan terjadi ketiga hal di atas : vasculopathy
(pecahnya varises esophagus); trombopathy (pengurangan trombosit di tekanan
perifer akibat hipersplenisme); coagulopathy (kegagalan sel-sel hati)5.
Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori2 :
1. Teori erosi : pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan kasar
(berserat tinggi dan kasar) atau konsumsi NSAID.
2. Teori erupsi : karena tekanan vena porta terlalu tinggi, atau peningkatan
tekanan intraabdomen yang tiba-tiba karena mengedan, mengangkat barang
berat, dan lain-lain.
2.5 Manefastasi Klinis
Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dalam
bentuk hematemesis (muntah darah) dan atau melena (buang air besar hitam).
Pada hematemesis, yang dimuntahkan adalah darah segar atau bercampur warna
hitam yang berasal dari zat hematin. Hematin ini terbentuk akibat paparan darah
pada asam lambung. Warna darah yang dimuntahkan tergantung dari asam

11
hidroklorida dalam lambung dan campurannya dengan darah. Hematemesis
biasanya menunjukkan perdarahan di sebelah proksimal ligamentum Treitz karena
darah yang memasuki traktus gastrointestinal di bawah duodenum jarang masuk
ke dalam lambung. 8
Perdarahan yang berasal dari duodenum dapat bermanifes dalam bentuk
melena yaitu feses hitam seperti kopi atau aspal/ter) saja karena perdarahan tidak
mengalir balik ke lambung. Melena biasanya menggambarkan perdarahan
esophagus, lambung atau duodenum. Namun lesi di jejunum, ileum bahkan kolon
ascendens dapat menyebabkan melena jika waktu perjalanan melalui traktus
gastrointestinal cukup panjang2. Warna hitam melena akibat kontak darah dengan
asam HCl sehingga terbentuk hematin. Tinja akan berbentuk seperti ter (lengket)
dan menimbulkan bau khas. Konsistensi ini berbeda dengan tinja yang berwarna
hitam/ gelap yang muncul setelah orang mengkonsumsi zat besi, bismuth atau
licorice. Perdarahan gastrointestinal sekalipun hanya terdeteksi dengan tes occult
bleeding yang positif, menunjukkan penyakit serius yang harus segera
diobservasi. 8

2.6 Diagnosis Banding


1. Hemoptisis

Hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau mukus yang berdarah berasal dari
saluran pernapasan bawah. Batuk darah dapat berupa bercak, massif, hingga
bekuan darah hitam, dari 100 cc-1 liter dalam 24 jam.6

12
Tabel 2.1 Perbedaan hemoptisis dan hematemesis
Keadaan Hemoptisis Hematemesis

1. Keadaan Rasa tidak enak di Terdapat mual muntah


tenggorokan, tidak ada mual
muntah
2. Onset Darah dibatukkan, dapat Darah dimuntahkan,
disertai rasa sesak biasanya tidak disertai rasa
sesak
3. Penampilan Berbuih Tidak berbuih
darah
4. Warna Merah segar Merah tua

5. Isi Lekosit, mikroorganisme, Sisa makanan


makrofag, hemosiderin

6. Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)

7. RPD Menderita kelainan paru Gangguan lambung,


kelainan hepar

8. Anemi Kadang-kadang Selalu

9. Tinja Warna tinja normal Tinja bisa berwarna hitam

2.7 Diagnosis
1. Anamnesis7
a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi
perdarahan
b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam
keluarga

13
c. Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain
d. Konsumsi jamu dan obat NSAID, antikoagulan yang menyebabkan
nyeri atau sakit di epigastrium yang berhubungan dengan makanan.
e. Kebiasaan minum alcohol
f. Apakah terdapat penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal
ginjal kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat
g. Riwayat transfuse sebelumnya
2. Pemeriksaan Fisik7
Langkah awal adalah menentukan beratnya perdarahan dengan
memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaan meliputi :
a. Tekanan darah dan nadi posisi berbaring
b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
c. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
d. Nafas dan tingkat kesadaran
e. Produksi urin
f. Stigmata penyakit hati kronis (icterus, spider naevi, ascites,
splenomegaly, eritema palmaris, edema tungkai)
g. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
h. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai
perdarahan saluran cerna (pigmentasi mukokutaneus pada sindrom
Peutz-Jeghers)
3. Pemeriksaan Penunjang 7
a. Tes darah : darah perifer lengkap
b. Elektrolit : Na, K, Cl
c. Faal hati : kolinesterase, albumin/globulin, SGOT/SGPT
d. EKG(elektrokardiogram) terutama pasien berusia >40 tahun
e. Foto thorax : identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru kronis
f. BUN, kreatinin serum. Pada perdarahan SCBA pemecahan darah oleh
kuman usus akan mengakibatkan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin
serum akan normal atau sedikit meningkat.

14
Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler)
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda8 :
a. Hipotensi ( <90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg ) dengan frekuensi nadi
>100x/menit
b. Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.
c. Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit
d. Akral dingin
e. Kesadaran turun
f. Anuria atau oligouria (produksi urin <30ml/jam)

4. Nasogastric tube ( NGT)

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien dan


pemasangan selang nasogastric tube (NGT) dengan melakukan aspirasi
lambung. Hal ini terutama penting apabila perdarahan tidak jelas. Pada
hematemesis, akan keluar cairan seperti kopi atau cairan darah segar sebagai
tanda bahwa perdarahan masih aktif. Sekiranya sejak awal tidak ditemukan
darah pada cairan aspirasi, dianjurkan NGT tetap terpasang sampai 12-24
jam8.

5. Endoskopi Gastrointestinal.
Dengan pemeriksaan ini, sebagian besar penyebab perdarahan bisa
ditegakkan. Selain itu dengan endoskopi dapat pula dilakukan upaya
terapeutik. Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab
serta asal perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan.7
Untuk menentukan aktivitas perdarahan tukak peptik, Forest membuat
klasifikasi perdarahan tukak peptik atas dasar temuan endoskopi yang
bermanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.8

15
Tabel 2.2 Klasifikasi aktivitas perdarahan tukak peptik menurut forest 8
Aktivitas Perdarahan Kriteria Endoskopis
Perdarahan arteri menyembur
Forest Ia – perdarahan aktif
Perdarahan merembes
Forest Ib –perdarahan aktif
Gumpalan darah pada dasar tukak
Forest II – perdarahan berhenti dan
atau terlihat pembuluh darah
masih terdapat sisa sisa perdarahan
Lesi tanpa tanda sisa perdarahan
Forest III – perdarahan berhenti
tanpa sisa perdarahan

2.8 Perbedaan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) DAN Saluran Cerna
Bagian Bawah (SCBB)

Cara praktis membedakan SCBA dan SCBB terdapat dalam tabel berikut.8

Tabel 2.3 Perbedaan perdarahan SCBA dan SCBB

Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB

Manifestasi klinik pada umumnya Hematemesis dan / melena Hematokezia

Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih

Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat >35 <35

Aukultasi usus Hiperaktif Normal

2.9 Stratifikasi Risiko


Terdapat system penilaian stratifikasi risiko yaitu menggunakan Skor Rockall
yang mengelompokan pasien menjadi pasien berisiko rendah atau beresiko
tinggi. Rockall digunakan untuk menilai risiko kematian berdasarkan usia,
hemodinamik, komorbid, dan temuan endoskopi. Pasien dengan total skor 0

16
dan 1 memiliki insiden perdarahan ulang yang rendah. Skor 3-7termasuk
risiko sedang, dan >8 risiko tinggi. 14

2.10 Tatalaksana

1. Non Endoskopis 8
a. Kumbah lambung
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama adalah
kumbah lambung lewat pipa nasogastric dengan air suhu kamar.
Prosedur ini diharapkan mengurangi distensi lambung dan
memperbaiki proses hemostatic, namun demikian manfaatnya dalam
menghentikan perdarahan tidak terbukti. Kumbah lambung ini sangat
diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai
untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan.
b. Vitamin K
Vitamin K diberikan pada pasien dengan penyakit hati kronis yang
mengalami hematemesis. 8
c. Vasopresi
Vasopressin dapat menghentikan hematemesis lewat efek
vasokonstriksi pembuluh darah splangnik, menyebabkan aliran darah
dan tekanan vena porta menurun. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni
pitresin yang mengandung vasopressin dan preparat pituitary gland
yang mengandung vasopressin dan oxytocin. Pemberian vasopressin
dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml
dextrose 5%, diberkan 0,5 – 1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan
dapat diulang tiap 3-6 jam atau setelah pemberian pertama dilanjutkan
per infus 0,1-0,5 u/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek
samping berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karna itu
pemberiaanya disarankan bersamaan dengan preparat nitrat, misalnya
nitrogliserin iv dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian secara
titrasi dinaikan sampai maksimal 400mcg/menit dengan tetap
mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg. 8

17
d. Obat-obatan golongan anti sekresi asam
Obat-obatan ini dapat mencegah hematemesis berulang karena
tukak peptic yaitu obat inhibitor pompa proton dosis tinggi. Diawali
bolus omeprazole 89mg/iv kemudian dilanjutkan per infus
8mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pemberian antagonis reseptor H2,
antasida, sukralfat boleh diberikan dengan tujuan penyembuhan lesi
mukosa penyebab perdarahan. 8
2. Endoskopi
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau
tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi :
1) contact thermal imonopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe).
2) non contact thermal (laser). 3) Nonthermal (misalnya suntikan
adrenalin, polidokanol, alkohol, cyanoacrylate, atau pemakaian klip). 7
Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan
SCBA, sedangkan 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena darah trelalu
banyak sehingga pengamatan terhalang atau letak lesi tidak terjangkau.
Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak peptic dapat berhenti spontan,
namun padakasus perdarahan arterial yang bias berhenti spontan hanya
30%. Terapi endoskopi yang relative mudah dan tanpa banyak peralatan
pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan
menggunakan adrenalin 1: 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik
dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi1 ml.
penyuntikan bahan sklerosan seperti alkohol absolut atau polidokanol
umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak dan perforasi
akibat nekrosis jaringan di lokasi penyuntkan. 8

18
3. Terapi Radiologi

Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap


berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi
endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat beresiko. Tindakan
hemostasis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau
embolisasi arterial. 8

4. Pembedahan

Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi


dan radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal
dalam bentuk tim multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan untuk
menentukan waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.8

19
Gambar 2. Pengelolaan perdarahan SCBA

20
Gambar 3. Pengkajian/evaluasi awal perdarahan saluran cerna atas

21
2.11 Komplikasi

Komplikasi yang ditimbulkan oleh hematemesis melena adalah syok


hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, syndrome hepatorenal, koma
hepatikum, anemia. 8

22
BAB III

KESIMPULAN

Hematemesis melena merupakan keadaan yang menandakan terjadinya


perdarahan saluran cerna bagian atas. Etiologi dari hematemesis melena dapat
berasal dari kelainan di esophagus, lambung, duodenum bagian distal, kelainan
darah maupun sistemik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Untuk mengetahui etiologi pasti dari
hematemesis melena dapat dilakukan endoskopi. Dasar tatalaksana dari
hematemesis melena adalah menghentikan perdarahan dan mengatasi etiologi
penyakit. Tatalaksana sangat penting untuk mencegah komplikasi. Komplikasi
berupa syok hipovolemik, gagal ginjal akut, syndrome hepatorenal, koma
hepatikum, anemia.

23
BAB IV

DISKUSI

1. Bagaimana tatalaksana hematemesis melena sebagai dokter umum?


Jawaban :
 Tatalaksana awal sebagai dokter umum pada pasien yang datang
dengan keluhan perdarahan saluran cerna bagian atas adalah
tentukan terlebih dahulu etiologi perdarahan, apakah termasuk
perdarahan varises atau non varises. Kemudian nilai kondisi
hemodinamiknya apakah stabil atau tidak. Pemeriksaan
hemodinamik meliputi tekanan darah dan nadi posisi berbaring,
perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi , ada tidaknya
vasokonstriksi perifer (akral dingin) , kelayakan nafas, tingkat
kesadaran, produksi urin. Tanda tanda kondisi hemodinamik tidak
stabil yaitu hipotensi (tekanan darah 90/60 mmHg atau MAP <70
mmHg) dengan frekuensi nadi >100, tekanan diastolik ortostatik
turun > 10mmHg atau sistolik turun >20mmHg, frekuensi nadi
ortostatik meningkat >15x/menit, akral dingin, kesadaran
menurun,anuria, oliguria. Setelah kondisi hemodinamik teratasi,
pasien dirujuk ke spesialis penyakit dalam.8
2. Apa saja indikasi transfusi pada pasien perdarahan saluran cerna bagian
atas ?
Jawaban :
 Perdarahan baru atau masih berlangsung sebanyak 1 atau > 1 liter ,
perdarahan masih berlangsung dengan Hb <10 g/dl , hematokrit
<30% , hemodinamik tidak stabil. Target Hb pada perdarahan
SCBA adalah >7 g/dl.8
3. Apa saja kontraindikasi dilakukan endoskopi?
Jawaban :
 Endoskopi dilakukan dalam kurun waktu 12 – 24 jam setelah
perdarahan dan kondisi hemodinamik stabil.8

24
4. Bagaimana triple terapi pada ulkus peptikum?
Jawaban :
 Terapi lini pertama untuk infeksi H. Pylori adalah PPI,
klaritromisin dan amoxicillin/metronidazole untuk 14 hari atau
PPI, bismuth, metronidazolbdan tetrasiklin untuk 10-14 hari.
 Terapi lini kedua yaitu PPI (2x/hari), bismuth (4x/hari), tetrasiklin
(4x500mg) , metronidazole (4x250mg) untuk 10-14 hari.
PPI (2x/hari), levofloxacin (1x500mg) dan amoxicillin (2x1g)
untuk 10 hari
 Terapi lini ketiga yaitu PPI, Bismuth (4x/hari), dan 2 antibiotik
yang sesuai.
PPI, bismuth, levofloxacin, amoxicillin untuk 10 hari.
PPI , rifabutin (2x150mg) dan amoxicillin (2x1g) untuk 14 hari.
PPI , tripotassium dicitratobismuthate(2x240mg) ,
furazolidone(2x200mg), dan tetrasiklin (2x1).13
5. Bagaimana tatalaksana pada pasien yang mengalami hematemesis melena,
sirosis hepar dan asites?
Jawaban :
 Tatalaksana pada pasien yang mengalami asites diberikan diuretik,
sedangkan pada pasien hematemesis diberikan resusitasi cairan.
Oleh karena itu, jika pasien datang dalam kondisi perdarahan akut,
maka berikan resusitasi cairan dan stop diuretiknya terlebih
dahulu.
6. Varises seperti apa yang harus dilakukan ligasi?
Jawaban :
 Pada pasien varises harus segera dilakukan ligasi, namun tetap
pada prinsip awal harus diatasi terlebih dahulu kondisi
hemodinamik dan perdarahannya.

25
7. Kenapa pada pasien hematemesis melena diberikan vasopressin dan nitrat?
Jawaban :
 Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA melalui efek
vasokonstriksi pembuluh darah splanchnic yang menyebabkan
aliran darah dan tekanan vena porta menurun. Vasopressin dapat
menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi koroner
mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan bersamaam
dengan nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit
kemudian secara titrasi dinaikan sampai maksimal 400
mcg/menit.8
8. Apakah terdapat batasan minimal jumlah Hemoglobin sebelum dilakukan
terapi endoskopi?
Jawaban :
 Pasien harus dalam kondisi hemodinamik stabil dengan Hb
minimal 10 g/dl.8
9. Apa Goldstandar diagnosis pada perdarahan saluran cerna bagian atas ?
Jawaban :
 Gold standar diagnosis adalah pemeriksaan endoskopi. Tujuan
pemeriksaan endoskopi adalah untuk melihat sumber perdarahan
dan aktivitas perdarahan. 8

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Moeledina SM, Komba E. Risk factor for mortality among patients


admitted with upper gastrointestinal bleeding at a tertiary hospital : a
prospective cohort study. BMC Gastroenterology. 2017 Dec 20 ; 17(1) : 1-
3.
2. Djumhana A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bandung: FK
UNPAD. 2011:1-9.
3. Almi DU. Hematemesis melena et causa gastritis erosive. Medula. 2013;
1:72-78.
4. Ponijan AP. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Medan: FK USU,
2012.
5. Shah VH. Sleisenger and fordan’s gastrointestinal and liver disease
pathophysiology diagnosis/management 9th edition vol.1. USA: Saunder
Elsevier, 2010.

6. L Jacob, M.D Bidwel, W Robert, Pancher. Hemoptysis Diagnosis and


Management. American Academy of Family Physician. 2005 Okt 1. ; Vol
72(7): 1255.
7. Alwi I, Setiyohadi B, Sudoyo A.W, Setiati S, Simadribata, M. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Ed IV. Jakarta : Interna Publishing;2006. 291-
94.
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II. VII. Jakarta: Interna Publishing; 2014.1732-33,
1873-1880.

9. Hadi S. Perdarahan saluran makan. Bandung: PT Alumni, 2010.


10. Vakil N. Dyspepsia, peptic ulcer, and H. pylori: a remembrance of thing
past. Am J Gastroenterol. 2010; 105(3):572-574.
11. Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta :
Erlangga. 2006 : 22-23p.

27
12. Setyoahadi, B. dkk. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam
(Emergency in Internal Medicine). Volume I. Jakarta : Internal Publishing.
2012. 439p
13. Imro’ati tri asih, maimunah ummi. Management of Peptic Ulcer Infection
Due to Helicobacter pylori Infection and Abscess Liver Bowel Perforation.
Folia medica indonesiana. 2013 Okt - Des; 49(4) : 256
14. Dhahab H, Baltar J, Barkun A. State of the art management of acute
bleeding peptic ulcer disease. US National Library of Medicine National
Institute of Health. 2013 Sep-Okt; 19(5): 6-7

28

Anda mungkin juga menyukai