Anda di halaman 1dari 6

Anatomi

Normal anatomi sel saraf dan gambar otak

Fisiologi

Secara normal sel saraf memiliki perbedaan potensial membran yang disebabkan perbedaan
potensial antara intraselular dan ekstraselular. Pada keadaan istirahat normalnya instraselular lebih
negatif dibandingkan dengna ekstraselular berkisar antara -30 hingga -70mV, dan selesih ini akan
tetap stabil selama tidak ada rangsangan eksitasi maupun inhibisi terhadap membran sel saraf
tersebut. Ketika terjadi rangsangan maka terstimulasi ion ion Na+, K + dan Ca++ sehingga
menimbulkan perbedaan potansial membran.

Dengan adanya stimulasi pada sel saaraf tersebut maka potansial membran antar sel akan turun.
Hal ini disebabkan permeabilitas ion Na+ meningkat sehingga yang awalnya Na+ banyak diluar
akhirnya masuk kedalam intraselular. Ketika stimulasi yang relatif rendah maka masuklnya Na+
kedalam sel masih dapat terkompensasi oleh adanya transport aktif ion Na+ dan ion K+, sehingga
selisih potensial kembali ke keadaan istirahat. Perubahan ini bersifat lokal pada sel tersebut saja dan
tidak menjalar atau diiteruskan ke sel berikutnya.

Bila rangsangan stimulus melewati ambang batas atau disebut threeshold maka akan timbul
loncatan perbedaan gradien potensial membran atau disebut aksi potensial. Fase ini disebut sebagai
fase depolarisasi. Ketika suatu sel berhaasil mencapai perbedaan gradien aksi potensial maka
stimulus tersebut akan dihantarkan ke sel syaraf berikutnya melalui sinaps antar sel sarah.
Penghantaran ini dibantu oleh zat kimia yang disebut Neurotransmiter.

Ketika rangsangan berhasil dihantarkan permeabilitas membran akan kembali ke fase istirahat
dengan cara Na+ akan kembali ke luar sel dan K+ masuk ke dalam sel melalui mekanisme pompa Na-
K yang membutuhkan ATP atau energi dari sintesa glukosa dan oksigen. Hal ini menyebabkan ion K+
kembali dominan didalam intraselular sehingga perbedaan potensial membran kembali seperti awal
atau disebut repolarisasi. Sehingga potensial membran bahkan lebih rendah dibandingkankan fase
istirahat atau disebut hiperpolarisasi beberapa saat dan nantinya akan kembali naik sedikit menuju
fase istirahat kembali.
Neurotransmitter merupakan zat kimia yang dilepas dari presinaps menuju postsinaps pada setiap
ujung axon. Ketika mencapai postsinaps akan mencapai reseptor yang nantinya akan menimbulkan
stimulus lagi pada axon berikutnya. Ketika neurotransmitter sudah selesai bekerja nanti sisanya akan
ambil kembali oleh axon presinaptik ataupun terdegradasi sehingga lenyap dari celah sinaptik.
Diketahui atau diduga terdapat sekitar tiga puluh macam neurotransmitter, diantaranya adalah
Norephinephrin, Acetylcholin, Dopamin, Serotonin, Asam Gama-Aminobutirat (GABA) dan Glisin

Ketika depolarisasi mencapai akson terminal maka akan menuju organ efektor. Organ efektor pada
epilepsi adalah otot. Sehingga ketika setelah akson terminal akan menuju celah neuromuscular
junction, dan mencapai serabut otot. Ketika otot mendapat stimulus tersebut protein aktin dan
myosin akan saling bekerja dan menimbulkan otot memendek dan kontraksi.

Pada epilepsi gangguan yang paling sering disebabkan karena ketidakseimbangan GABA dan
glutamat. Peningkatan glutamat yang bersifat eksitasi dan penurunan GABA yang bersifat inhibisi
dari stimulus. Ketika ketidak seimbangan ini terjadi menimbulkan epilepsi.

GABA ini sendiri memiliki efek inhibisi terhadapa monoamine terutama pada sistem mesokortek dan
mesolimbik sehingga menurunkan kecemasan agitasi dan fungsi eksitasi.

Sedangkan glutamat merupakan neurotransmitter yang bersifat eksitasi terhadap reseptor AMPA
yang bersifat inotropic meningkatkan permeabilitas natrium dan kalium. Selain itu juga NMDA yang
bersifat inotropic meningkatkan terhadap kalsium
Ketidak seimbangan antara GABA dan Glutamat menyebabkan abnormalitas stimulasi aksi potensial
sehingga menimbulkan kejang.
Anatomic
General characteristics of seizures
location
Usually occur several times per day, short in duration, during sleep.
Frontal
Complex gestural automatisms common at onset. Tonic/postural
lobe
manifestations prominent.
Usually simple partial and secondarily generalized seizures. Initial signs
can include tonic/clonic contraversion of eyes, head, or both; palpebral
jerks; and forced closure of eyelids.Most commonly, but not always,
Occipital
include visual symptoms that are contralateral to cortex: Positive visual
lobe
manifestations include sparks, flashes, and phosphenes (more
common). Negative visual manifestations include scotoma, hemianopsia,
and amaurosis.
Most are simple partial but can secondarily generalize.In the dominant
parietal lobe, language is often involved. Most frequently involve hand,
Parietal
arm, and face with predominantly sensory features:Positive symptoms
lobe
include tingling and electric feeling. Negative symptoms include
numbness, absent body part, and asomatognosia.
Simple partial seizures: autonomic/psychic symptoms and sensory
phenomena: olfactory, auditory, and (most commonly) rising epigastric
Temporal
sensation. Complex partial seizures: alteration in consciousness with
lobe
behavioral arrest, often followed by oroalimentary or hand automatisms.
Postictal confusion is usually followed by amnesia of the event.

Lokasi
Karakteristik bangkitan
anatomi
Biasa timbul beberapa kali dalam sehari, berdurasi cepat, bisa saat
Lobus tidur.
forntal Pergerakan kompleks otomatisme sering timbul saat onset kejadian.
Tonik atau perubahan postural lebih dominan
Biasanya simpel parsial dan bangkitan secondary generelaized.
Awalnya bersifat tonik/klonik. Kontraversi mata, kepala, atau keduanya;
Lobus kelonjotan palpebra dan kelopak mata.
oksipital Manifestasi visual yang positif meliputi percikan api, kilatan, dan fosfena
(lebih sering). Manifestasi visual negatif termasuk skotoma,
hemianopsia, dan amaurosis.
Simpel parsial paling sering dan dapat berubah menjadi secondary
generelaized.
Lobus Disertai gangguan bicara
parietal Meliputi tangan wajah dengan gangguan sesorik.
Manifestasi klinis positif: kesemutan, rasa kesetrum.
Manifestasi klinis negatif: mati rasa, asomatognosia
Kejang parsial sederhana: gejala otonom / psikis dan fenomena
sensoris: penciuman, pendengaran, dan meningkatnya sensasi
Lobus epigastrik.
temporal Kejang parsial kompleks: perubahan kesadaran dengan penangkapan
perilaku, sering diikuti oleh otomatisme oroalimentari atau tangan.
Kebingungan postiktal biasanya diikuti oleh amnesia dari acara tersebut.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5523517/

dengan memahami anatomi dari bagian bagian otak maka dapat ditentukan juga klinis dari tiap tiap
jenis epilepsi tersebut. Dengan dapat mendiagnosis topis dari epilepsi tersebut maka akan
membantuk tatalaksana agar lebih spesifik.

Lesi pada hipokampus mempengaruhi kognisi otak. Hipokampus dan area sekitarnya terutaa lobus
temporal memiliki klinis epilepsi yang lebih kritis terutama pada orang tua. Atrofi hipokampus
dilaporkan bersamaan dengan klinis epilepsi yang bersifat general.

Lesi pada basal ganglia mempengaruhi fungsi kognisi dan juga fungsi modulasi
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1474442207700741

http://www.epilepsybehavior.com/article/S1525-5050(07)00445-3/abstract

http://n.neurology.org/content/61/8/1035.short

http://www.emed.theclinics.com/article/S0733-8627(10)00079-9/abstract

Anda mungkin juga menyukai