Tim Peneliti:
Dr. Asnelly Ridha Daulay
Septu Haswindy, S.S., M.Si
Abdul Salam S.T
DAFTAR ISI............................................................................................................i
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
I. PENDAHULUAN...............................................................................................1
4.9 Model Konsep Desain Lanskap Ekowisata Pada Area Pasca tambang Batubara 54
4.10 Pembahasan 68
5.1 Kesimpulan 78
5.2 Saran 78
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................81
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 7 Kolam bekas tambang milik PT. Daya Bara Nusantara di Desa
Rantau Pandan..................................................................................34
Gambar 10 Kondisi kolam bekas tambang yang curam, licin dan dikelilingi
vegetasi liar.......................................................................................37
iv
Gambar 16 Karakter lanskap lingkungan alami (a) area vegetasi; (b) tebing; (c)
lahan berbukit; (d) semak; (e) belukar; (f) padang rumput; (g)
sungai; (h) permukaan datar............................................................50
Gambar 17 Karakter lanskap lingkungan buatan (a) kolam bekas tambang dan
(b) jalur kendaraan............................................................................51
Gambar 18 Tipe-tipe landform pada area bekas tambang batubara (a) landform
datar; (b) landform cekung; (c) landform cembung; (d) ridge.........52
v
I. PENDAHULUAN
2
disebabkan oleh kunjungan wisatawan ke lokasi tersebut. Peningkatan nilai
ekonomi dari reklamasi bekas tambang tersebut telah diungkap dalam penelitian
di Iran (Limaei et al., 2014), Spanyol (Conesa et al., 2008), dan Indonesia
(Kurniawan dan Surono, 2013, prasodjo, 2015, Subowo, 2011).
3
1.3 Bagaimanakah persepsi masyarakat dan pemerintah daerah tentang prospek
pengelolaan bekas galian tambang batubara sebagai lokasi wisata di
Kabupaten Bungo serta alternatif kebijakan yang diambil berdasarkan
perspektif pakar?
2. Bagaimanakah konsep desain kolam bekas galian tambang batubara sebagai
Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Kabupaten Bungo?
4
tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan merugikan masyarakat
sekitarnya terutama yang berbatasan langsung dengan lokasi tambang tersebut.
Penggalian informasi tentang dampak lokasi bekas galian tambang batubara yang
terlantar/belum direklamasi perlu dilakukan untuk melihat pengaruh negatifnya
terhadap masyarakat sekitar. Penelitian ini kemudian akan diarahkan untuk
melihat peluang pengembangan reklamasi bekas galian tambang batubara untuk
objek wisata dengan bersandar pada pendapat/persepsi masyarakat yang terkena
dampak langsung serta pemerintah daerah setempat dan diperkuat dengan analisis
asumsi strategis yang mendukung terbentuknya/berkembangnya Daerah Tujuan
Wisata (DTW). Terakhir penelitian ini akan menyajikan konsep desain kolam
bekas galian tambang batubara sebagai lokasi wisata.
5
Lingkungan Hidup Pertambangan; 2) Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3);
dan 3) Konservasi minerba.
2. Untuk memberikan masukan bagi perusahaan tambang dalam melaksanakan
reklamasi sesuai dengan peruntukannya.
3. Memberi sumbangan pengetahuan bagi peneliti/akademisi dan memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan khususnya terkait reklamasi tambang dan
pengelolaan dampak lingkungannya.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
Areal bekas tambang yang terbuka dan tergenang air di Bangka disebut
kolong (Himawan et al., 2015). Pengelolaan sumberdaya kolong ditujukan sebagai
upaya perbaikan lingkungan dan peningkatan investasi daerah melalui
peningkatan nilai kolong sebagai sumberdaya ekonomi masyarakat. Hal ini
diperkuat dengan dikeluarkanya Peraturan Daerah No 26 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong. Caranya dengan menggunakannya sebagai
sumber air baku.
8
berdampak pada kerusakan sifat fisik dan kimia tanah. Kegiatan penambangan
dapat menyebabkan perubahan pada struktur tanah akibat penggalian top soil
untuk mencapai lapisan bahan tambang yang lebih dalam (Herjuna, 2011).
9
pembongkaran dan pemindahan batuan yang mengandung sulfida mengakibatkan
terbukanya mineral sulfida terhadap udara bebas yang memicu oksidasi. Bila
mineral sulfida ini terlarut dalam air permukaan bisa membentuk aliran Air Asam
Tambang (AAT) yang berpotensi mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3)
serta dapat menurunkan kualitas lingkungan. Sedangkan menurut Kurniawan dan
Surono (2013), perubahan lingkungan akibat aktivitas pertambangan seperti
permukaan lahan menjadi tidak teratur, kesuburan tanah rendah dan rawan erosi,
sehingga daya dukung tanah untuk tanaman menjadi rendah. Keterbatasan air juga
menjadi masalah dimana kurang berhasilnya kegiatan reklamasi melalui
revegetasi disebabkan oleh kurangnya pasokan air untuk tanaman.
10
2.2 Kondisi bekas tambang di Provinsi Jambi
Permen ESDM No.7 Tahun 2014 menjelaskan reklamasi adalah kegiatan
yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata,
memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat
berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Sedangkan batubara didefenisikan
sebagai endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari
sisa tumbuh-tumbuhan.
11
melaksanakan reklamasi dan pasca tambang. Selain itu pada Pasal 79 disebutkan
pada IUP Operasi Produksi wajib memuat keterangan tentang lingkungan hidup
termasuk reklamasi dan pasca tambang serta dana jaminan reklamasi dan pasca
tambang. Setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi
dan rencana pasca tambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi
Produksi atau IUPK Operasi Produksi serta ditekankan harus sesuai dengan
peruntukan lahan pasca tambang (Pasal 99 ayat (1) dan (2)). Sedangkan pada
Pasal 100 disebutkan kewajiban perusahaan menyediakan dana jaminan reklamasi
dan pasca tambang.
12
bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang; (2) pemeliharaan hasil reklamasi;
(3) pengembangan dan pemberdayaan masyarakat; dan (4) pemantauan (Pasal 10).
13
reklamasi, administrasi dan keuntungan pihak ketiga sebagai pelaksana reklamasi
tahap operasi produksi, dan supervisi.
14
air tanah, air laut, dan tanah serta udara berdasarkan standar baku mutu atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; (b) perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati;
(c) penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan samping dan/
atau tanah/batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang, dan struktur
buatan lainnya; (d) pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan
peruntukannya; (e) memperhatikan nilai sosial dan budaya setempat; dan (f)
perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuaidengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
15
Menurut Conesa et al. (2008), kendala yang dihadapi dalam
mengembangkan bekas tambang sebagai objek wisata antara lain : i) daya tarik
rendah untuk sebagian orang karena terdapatnya perbedaan standar tentang
keindahan, ii) lokasi eksploitasi pertambangan sangat luas sehingga berbiaya
mahal untuk merestorasinya, iii) degradasi lingkungan, dan iv) dalam
kebanyakan kasus lokasi bekas tambang tersebut jauh dari lingkaran wisata
tradisional. Beberapa lanskap pertambangan dan unsur terkait dianggap sebagai
bagian dari warisan manusia karena adanya nilai-nilai sejarah. Beberapa situs
pertambangan tua telah termasuk dalam daftar warisan dunia. Ada dua komponen
utama pada wisata tambang : 1) adanya nilai pendidikan untuk membangkitkan
kesadaran publik tentang sumberdaya budaya, alam dan sejarah dan 2) adanya
nilai sosial ekonomi terkait dengan daya tarik wisata yang dimilikinya (terutama
untuk lokasi bekas-tambang yang bernilai sejarah).
16
Melakukan pemasaran yang selektif dan kreatif; (9) Menerapkan pendekatan
berkelanjutan dalam perencanaan kepariwisataan; dan (10) Membentuk satu badan
koordinasi tunggal untuk pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan
(Kemenpar.RI, 2012).
17
keberlanjutan dapat dikembangkan melalui pembentukan sekolah teknik dan
kejuruan di destinasi pariwisata untuk memperbaiki standar dan jangkauan
program pengembangan ketrampilan. Ini harus diikuti dengan penilaian
kebutuhan yang komprehensif. Juga, strategi yang memastikan bahwa total
pengeluaran perjalanan wisatawan secara proporsional dapat diterima atau
mengalir kembali ke masyarakat dan mendorong pengunjung untuk
memanfaatkan produk dan layanan dari tempat tujuan sebanyak mungkin
sehingga dapat membuat suatu perubahan. Pembuat kebijakan perlu
mengingatkan bahwa bukan hanya pekerjaan dan pendapatan yang kecil, namun
persepsi mengenai kualitas kerja individu lokal dan pendapatan/rezeki yang
konsisten juga sangat penting (Mathew dan Sreejesh, 2017).
18
transportasi. Penataan lahan bekas tambang disesuaikan dengan penetapan tata
ruang wilayah bekas tambang. Lahan bekas tambang dapat difungsikan menjadi
kawasan lindung ataupun budidaya. Istilah tata guna tanah biasa juga dikenal
dengan istilah asingnya sebagai land use planning. Apabila istilah tata guna tanah
dikaitkan dengan obyek hukum agraria nasional (UUPA), maka penggunaan
istilah tersebut kurang tepat. Hal ini dikarenakan obyek hukum agraria meliputi:
bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Sedangkan tata guna tanah hanya berobyek tanah yang merupakan salah satu
bagian dari obyek hukum agraria
Konsep dasar rencana desain lanskap pasca tambang meliputi tiga hal
yaitu :
1. Need : merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi jenis kegiatan yang ada
dan yang akan dikembangkan serta menelaah sampai sejauh mana kegiatan
tersebut mempengaruhi karakter ruang yang akan terbentuk.
2. Context : Segala hal yang berhubungan dengan site dan lingkungan sekitarnya
3. Form (bentuk lanskap) : Apa yang telah diterapkan pada lahan.
1. Area Penyangga: Area ini berfungsi sebagai area konservasi pada sekeliling
lahan pasca tambang. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan di area ini terbatas.
Selain itu kendaraan tidak dapat memasuki area ini. Jenis tanaman yang
digunakan sebagai tanaman konservasi adalah tanaman dari famili leguminosa
atau fabaceae yang salah satunya adalah lamtoro (Leucaena leucocephala).
19
Selain itu juga dapat digunakan tanaman kehutanan dengan jenis yang
beragam.
3. Area Wisata: Area ini berfungsi sebagai area wisata. Kegiatan wisata yang
dihadirkan berupa menikmati perjalanan (tour) keliling kawasan dan
dilanjutkan menikmati obyek-obyek wisata, wisata pada obyek seperti kolam
tailing, bangunan-bangunan tambang, dan obyek wisata lainnnya.
Konsep desain ruang ekowisata yang akan dibuat mengacu kepada tahapan
proses desain (Booth, 1983). Tahapan proses yang dilakukan hingga konsep
desain yakni : 1) persiapan denah ruang; 2) inventarisasi detil ruang; 3)
wawancara; 4) program pengembangan ruang; 5) pembuatan diagram fungsi; 6)
pembuatan diagram fungsi yang dihubungkan dengan ruang aktivitas; 7) konsep
perencanaan; 8) komposisi bentuk ruang; dan 9) konsep desain (preliminary
design).
20
Konsep desain kawasan pasca tambang lebih banyak ditekankan kepada
bentuk sirkulasi (circulation form) dan bentuk-bentuk ruang (spatial form).
Selanjutnya dapat diuraikan konsep desain pada sub area (subarea design). Pada
Gambar 2 di atas diperlihatkan contoh konsep ruang pasca tambang.
21
Menurut Eriyatno dan Fadjar (2007), SAST adalah suatu metode yang
digunakan dalam menyusun alternatif kebijakan berdasarkan asumsi-asumsi.
Tahapan dari metode ini adalah:
3) Fase dialektika; Fase ini dilakukan untuk menghilangkan asumsi yang tidak
relevan. Hasil sintesis asumsi dilist untuk diberi bobot tingkat kepentingan
dan kepastian asumsi menurut masing-masing pakar. Pembobotan dilakukan
dengan mengisi kuesioner SAST.
22
29