Anda di halaman 1dari 34

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/306379777

OPERASI PENANGKAPAN IKAN PADA USAHA PERIKANAN POLE AND LINE DI


PT. PERIKANAN PERKEN UTAMA KENDARI SULAWESI TENGGARA

Technical Report · January 2004


DOI: 10.13140/RG.2.2.19784.52488

CITATIONS READS

0 6,258

1 author:

Suhartono Nurdin
Universiti Kebangsaan Malaysia
9 PUBLICATIONS   37 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

spermonde View project

All content following this page was uploaded by Suhartono Nurdin on 23 August 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


OPERASI PENANGKAPAN IKAN PADA USAHA PERIKANAN
POLE AND LINE DI PT. PERIKANAN PERKEN UTAMA
KENDARI SULAWESI TENGGARA

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG

Oleh :

H. SUHARTONO N.

PRORAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2004
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia yang terdiri dari sebahagian besar lautan memiliki potensi

sumberdaya laut yang sangat besar dan prospek yang baik sehingga dapat diolah dan

dikembangkan lebih lanjut. Potensi sumberdaya laut meliputi perikanan laut yang

kaya akan ragam ikan-ikan bernilai ekonomis tinggi dengan pangsa pasar yang besar

di dunia internasional. Dengan demikian Indonesia memiliki kesempatan yang

cukup besar untuk meningkatkan ekspor hasil perikanannya, untuk itu diperlukan

metode dan teknik penangkapan yang tepat, maupun usaha-usaha yang dapat

meningkatkan mutu dan jumlah hasil tangkapan.

Perairan indonesia bagian timur merupakan salah satu alur migrasi ikan,

sehingga potensial sebagai penghasil ikan yang cukup banyak. Salah satu daerah

penangkapan ikan yang termasuk didalamnya adalah perairan Sulawesi Tenggara.

Daerah ini merupakan salah satu sentra pengembangan perikanan yang mempunyai

prospek yang cerah dalam pemaanfaatan sumberdaya ikan laut khususnya ikan-ikan

pelagis.

Pole and Line atau Huhate sangat sederhana desainnya, hanya terdiri dari

joran, tali dan mata pancing yang tidak berkait balik. Namun, dalam

pengoperasiannya sangatlah kompleks karena memerlukan umpan hidup untuk

merangsang kebiasaan menyambar mangsa pada ikan target. Ikan yang menjadi

tujuan penangkapan Pole and Line adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).
Salah satu perusahaan penangkapan yang menggunakan alat tangkap Pole and

Line untuk usaha eksploitasi ikan cakalang adalah PT. Perikanan Perken Utama,

Kendari, Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu untuk mengetahui metode

penangkapan ikan cakalang dengan menggunakan alat tangkap Pole and Line, maka

dilakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada perusahaan tersebut.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk mengetahui secara

langsung tentang metode penangkapan ikan dengan alat tangkap Pole and Line

Kegunaan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk menambah

wawasan dan pengetahuan dalam bidang usaha perikanan khususnya penangkapan

ikan dengan alat tangkap Pole and Line.


METODE PRAKTEK

Waktu dan Tempat

Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan mulai bulan Januari – Pebruari

2004 pada perusahaan PT. Perikanan Perken Utama Kendari Sulawesi Tenggara.

Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini

adalah metode survey yaitu terlibat langsung dalam pelaksanaan operasi

penangkapan ikan di armada kapal Pole and Line PT. Perikanan Perken Utama,

Kendari, Sulawesi Tenggara. Metode yang lain adalah wawancara dengan staf

perusahaan dan Nakhoda/ABK kapal Pole and Line PT. Perikanan Perken Utama,

Kendari, Sulawesi Tenggara.

Materi Kegiatan

Materi Kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang

(PKL) di Usaha Perikanan Pole and Line adalah sebagai berikut :

 Persiapan Operasi Penangkapan.

 Pengambilan dan Penanganan Umpan Hidup

 Penentuan Daerah Penangkapan Ikan.

 Operasi Penangkapan Ikan.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Kapal Pole and Line

Kapal Pole and Line yang dioperasikan oleh PT. Perikanan Perken Utama

Kendari, terbuat dari kayu besi dengan tempat pemancingan dihaluan kapal. Haluan

kapal Pole and Line tersebut di disain khusus, dimana terdapat flying deck yang

memudahkan pemancing untuk melakukan pemancingan. Haluan kapal juga didisain

agak tinggi sehingga ikan yang tertangkap dapat meluncur turun ke bagian tengah

kapal dekat bak penampung hasil tangkapan sehingga memudahkan penanganan

hasil tangkapan.

Ukuran utama kapal Pole and Line adalah Panjang (L) 16,9 m; Lebar (B) 4,2

m dan Tinggi (D) 1,72 m. Kapasitas muat kapal 23 GT, dengan mesin utama merk

Mistsubishi 6D15 berkekuatan 120 PK. Dilengkapi dengan mesin penyemprot air

merk Kubota RD55 berkekuatan 5,5 PK dan mesin generator listrik merk Kubota

RD55 dengan dinamo berkapasitas 3.000 Watt.

Kapal dilengkapi dengan pipa-pipa penyemprot air yang ujungnya dipipihkan

untuk memaksimalkan jangkauan semburan air. Pipa ini terletak di haluan kapal

dibawah flyin deck atau tempat duduk pemancing. Jumlahnya 8 buah, masing-

masing 2 buah di samping kiri dan kanan haluan kapal dan 4 buah di haluan.

Bak umpan (live bait tank) terletak pada lambung kapal. Jumlahnya 2 buah

dengan ukuran yang sama yaitu panjang 1,5 m; lebar 1 m dan tinggi 1,5 m, serta

memiliki kapasitas umpan maksimal 20 ember atau ± 400 liter. Bak umpan

merupakan ciri khas kapal Pole and Line. Bak umpan dilengkapi dengan lubang
pemasukan dan pengeluaran air yang berfungsi sebagai sistem sirkulai air. Untuk

memperlancar sirkulasi dalam tiap bak umpan maka terdapat satu lubang pemasukan

yang dipasangi belahan bambu yang menghadap ke haluan kapal, sehingga air akan

masuk bila kapal bergerak maju dan terdapat tujuh lubang lainnya yang dilapisi

dengan saringan sebagai tempat keluarnya air. Untuk mengeringkan bak umpan

setelah digunakan, maka belahan bambu tersebut diputar menghadap ke buritan

kapal, dengan demikian air akan mengalir keluar dengan sendirinya. Selain bak

umpan, juga terdapat 1 buah pot umpan sebagai tempat umpan guna memperlancar

pelemparan umpan hidup oleh boy-boy.

Gambar 1. Palka Penyimpanan Hasil Tangkapan.

Kapal Pole and Line ini juga dilengkapi dengan palka penyimpanan hasil

tangkapan 1 buah, dengan ukuran panjang 1 m; lebar 1 m dan tinggi 1,2 m, dengan

kapasitas 2 ton dan 2 buah palka es berukuran panjang 1 m; lebar 1 m dan tinggi 1,2

m, dengan kapasitas masing-masing 2 ton dan ditempatkan di atas deck, di depan


ruang kemudi. Palka es tersebut juga bisa digunakan untuk menampung hasil

tangkapan jika palka penampung tidak mampu memuat hasil tangkapan. Bagian-

bagian kapal lainnya adalah ruang kemudi, ruang mesin, tangki bahan bakar yang

berkapasitas 1.000 liter, ruang istirahat ABK, bak air bersih, dapur dan WC.

Alat Tangkap Pole and Line

Alat tangkap Pole and Line yang digunakan pada kapal penangkap milik PT.

Perikanan Perken Utama Kendari adalah sebagai berikut :

1. Joran (Galah)

Joran atau galah yang digunakan terbuat dari bambu yang cukup tua dengan

tingkat elastisitas yang cukup baik. Panjang joran yaitu 2,5 – 3 meter,

diameter pangkal 2,6 – 5 cm dan diameter bagian ujungnya 0,5 – 1 cm.

2. Tali Pancing

Tali pancing yang digunakan terbuat dari bahan Polyethilene yang

berdiameter 0,2 cm. Tali pancing ini terdiri atas 3 bagian yaitu :

a. Tali Kepala (Head Line) yaitu tali yang berhubungan langsung dengan

joran dan diikatkan pada ujung joran, dengan panjang 10 – 15 cm.

b. Tali Utama (Main Line) yaitu tali yang terpanjang, dimana kedua

ujungnya dibuatkan mata yang berfungsi sebagai penghubung antara tali

kepala dengan tali sekunder. Panjangnya 1,5 – 2 meter.

c. Tali Sekunder yaitu tali yang berfungsi untuk mengikatkan tasi

(monofilamen) atau kawat baja yang menghubungkan dengan mata

pancing. Panjangnya 10 – 15 cm
3. Tasi atau Kawat Baja (Wire Leader)

Pada kapal Pole and Line tersebut, alat tangkapnya menggunakan tasi

bernomor 100 atau kawat baja (wire leader), tergantung masing-masing

pemancing. Tasi atau kawat baja tersebut diikatkan langsung pada mata

pancing, fungsinya untuk mencegah putusnya tali pancing akibat gaya tarik

beban dan gigitan ikan. Panjangnya 10 – 15 cm.

4. Mata Pancing (Hook)

Mata pancing yang digunakan tidak berkait balik. Mata pancing tersebut

bernomor 2,5 - 2,8. Pada bagian atas mata pancing terdapat timah berbentuk

silinder dengan panjang 3 cm dan diameter 1 cm, yang bagian luarnya

dibungkus dengan nikel sehingga lebih mengkilap dan menarik perhatian ikan

target, sedangkan pada sisi luarnya terdapat cincin sebagai tempat mengikat

tasi atau kawat baja. Pada bagian mata pancing dilapisi guntingan tali rapia

dan bulu ayam yang diikat dengan monofilamen (no. 2).

Pole and Line tidak mempunyai kait balik seperti mata pancing yang lain

pada umumnya (Gambar 2). Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan terlepasnya

ikan pada saat disentakkan. Pole and Line juga tidak menggunakan umpan dimata

pancingnya, tetapi digantikan oleh umpan tiruan berupa guntingan tali rapia dan bulu

ayam. Hal ini bertujuan untuk efisiensi dan efektifitas alat tangkap karena cakalang

termasuk pemangsa yang rakus. Hal ini sesuai dengan pendapat Ayodhyoa (1981)

bahwa jika ikan makin banyak dan makin bernafsu memakan umpan, maka dipakai

pancing tanpa umpan dan mata pancing ini tidak berinsang (tidak berkait).
Gambar 2. Alat Tangkap Pole and Line

Keterangan :

a. Joran f. Timah pemberat


b. Tali kepala g. Nikel (pembungkus timah)
c. Tali utama h. Cincin
d. Tali sekunder i. Tali rapia dan bulu ayam
e. Tasi/kawat baja (wire leader) j. Mata pancing

Rumpon

Rumpon sebagai alat bantu penangkapan, dipasang pada kedalaman 500 –

1000 meter. Rumpon tersebut di disain dengan konstruksi yang sederhana terdiri

dari rakit, pemberat, attraktor (pemikat) dan tali temali. Hal ini sesuai dengan

pendapat Tampubolon (1983) bahwa rumpon terdiri dari rakit apung yang dipasang

permanen dengan jangkar yang mencapai kedalaman sampai 2.000 meter dan

sepanjang tali jangkar dipasang daun-daun kelapa atau daun lainnya yang rimbun dan

tahan lama di air.


Disain rumpon terdiri atas :

1. Rakit

Rakit yang digunakan terbuat dari bambu yang disusun berlapis-lapis, yaitu

3 – 4 lapis. Batang bambu tersebut diikat 3 - 5 batang dengan panjang ± 6

meter. Fungsi dari rakit ini adalah sebagai pengapung dan tempat bergantung

attraktor.

2. Attraktor (Pemikat)

Attraktor atau pemikat yang biasanya digunakan adalah daun kelapa, karena

daun kelapa tahan lama dalam air laut. Daun kelapa diikatkan pada rakit dan

pada bagian ujung bawah tali pengikatnya diberi pemberat. Disekitar atraktor

inilah biasanya ikan-ikan kecil banyak berkumpul untuk berlindung dan

mencari makanan, sehingga menarik perhatian ikan besar untuk datang

mencari makan.

3. Tali

Jenis tali yang digunakan oleh nelayan pada rumpon adalah Polyethilene.

Secara garis besar ada dua tali yang digunakan yaitu:

 Tali pemberat yaitu tali yang menghubungkan antara pemberat (jangkar)

dengan pelampung (rakit). Panjang tali pemberat 1,5 – 2 kali dalamnya

perairan dimana rumpon tersebut dipasang

 Tali attrktor yaitu tali yang digunakan untuk mengikat daun kelapa

(attraktor) yang diikatkan ke batang bambu (rakit).


4. Pemberat

Pemberat yang digunakan adalah campuran batu-batu gunung dan semen

beton yang di masukkan ke dalam drum. Biasanya digunakan 3 atau 4 drum

dengan berat total sekitar 2 ton.

Gambar 3. Rumpon Yang Digunakan Sebagai Alat Bantu Penangkapan Ikan Oleh
Nelayan Pole and Line.
Keterangan :

1. Rakit 4. Tali attraktor


2. Attraktor (daun kelapa) 5. Pemberat
3. Tali pemberat
Menurut Tampubolon (1983) bahwa pemasangan rumpon bertujuan untuk

mengumpulkan ikan-ikan kecil dengan maksud supaya ikan-ikan yang lebih besar

juga akan datang mendekati dan berada disekitarnya. Adanya ikan-ikan besar seperti

tuna dan cakalang yang terkumpul di bawah rumpon tersebut dapat ditangkap dengan

alat tangkap Pole and Line.

Persiapan Operasi Penangkapan

Untuk kelancaran dan keberhasilan operasi penangkapan ikan. Maka

sebelum berangkat ke fishing ground, dilakukan berbagai persiapan baik teknis

maupun non teknis.

A. Persiapan Teknis

Persiapan teknis yang dilakukan adalah memuat bahan bakar (solar) dan es

balok. Untuk satu kali operasi penangkapan dibutuhkan 800 – 1.000 liter solar dan

20 – 40 balok es, sesuai dengan modal yang tersedia. Persiapan yang lain yaitu

pemeriksaan alat-alat penangkapan (Joran, tali dan mata pancing), serok pengambil

umpan, alat pelempar umpan (sibu-sibu), pemeriksaan mesin, peralatan navigasi

(kompas dan peta pelayaran). Sedangkan untuk penyediaan umpan, biasanya

diambil di dekat fishing ground yaitu ± 7 jam atau ± 63 mil perjalanan dari fishing

base.
B. Persiapan Non Teknis

Persiapan non teknis yang dilakukan sebelum kapal berangkat ke fishing

ground meliputi penyediaan bahan logistik (ransum) seperti beras, ikan kering, mie

instant, kopi, teh, rokok dan rempah-rempah.

Pengambilan dan Penanganan Umpan Hidup

Jenis-jenis umpan hidup yang digunakan adalah jenis ikan teri putih

(Stolephorus heterolobus) dan teri hitam (Stolephorus zollingeri). Diantara umpan

tersebut, umpan yang paling banyak digunakan adalah ikan teri hitam (Stolephorus

zollingeri) karena jenis ini tahan lama diantara jenis umpan yang lain.

Umpan hidup sangat menentukan keberhasilan penangkapan, sehingga

penentuan umpan baik jenis maupun sifatnya harus tepat. Jenis umpan yang baik

digunakan dalam penangkapan ikan cakalang harus mempunyai sifat-sifat yaitu

berenang cepat menuju permukaan, berwarna perak atau lainnya yang menimbulkan

refleksi yang baik di air, segera mendekat kembali ke kapal apabila sudah dilempar

dan mempunyai ukuran yang wajar sebagai makanan ikan cakalang.

A. Pengambilan Umpan Hidup

Pengambilan umpan dilakukan saat tengah malam sekitar pukul 24.00 – 02.00,

setelah nelayan bagang melakukan hauling I. Penangkapan umpan dilakukan oleh

nelayan bagang dua perahu dengan menggunakan alat bantu cahaya. Umpan

biasanya susah didapatkan pada saat bulan purnama. Oleh karena itu alat tangkap

Pole and Line biasanya jarang beroperasi pada saat bulan purnama, mengingat

susahnya mendapatkan umpan. Daerah pengambilan umpan hidup yaitu di daerah


sekitar Bungku selatan yaitu Perairan Umbele, Perairan Sambalagi, dan Perairan

Lamontoli, yang terletak di wilayah Kabupaten Luwuk Banggai, Sulawesi Tengah.

Pemindahan umpan dari kurungan bagan ke bak umpan di atas kapal

dilakukan oleh ABK dengan menggunakan takaran ember ukuran 20 liter, dengan

harga tiap embernya Rp. 20.000,-. Tiap kali melakukan operasi penangkapan,

biasanya kapal memuat 15 – 20 ember sesuai dengan kapasitas bak dan modal yang

tersedia.

Gambar 4. Pengambilan Umpan Hidup Dari Kurungan Bagang.

B. Penanganan Umpan Hidup

Penanganan umpan hidup perlu dilakukan agar umpan dapat tetap bertahan

hidup dalam jangka waktu yang lama dan sampai ke fishing ground. Penanganan

umpan mulai setelah umpan dipindahkan dari kurungan bagang sampai ke bak

umpan di atas kapal. Untuk menjaga agar umpan tetap hidup maka dilakukan

beberapa perlakuan antara lain:


 Bak umpan dicuci dan dibersihkan dari sisik atau kotoran lainnya yang

melekat di dinding bak.

 Pemindahan umpan dari kurungan bagang dilakukan dengan cepat dan

sangat hati-hati.

 Pengaturan sirkulasi air, sehingga kualitas air di dalam bak umpan relatif

sama dengan di luar.

 Pemberian penerangan lampu pada saat malam hari. Posisi lampu di

gantung ditengah-tengah bak dengan jarak ± 30 cm dari permukaan air di

bak. Untuk penerangan digunakan lampu pijar dengan daya 5 Watt.

 Pengeluaran umpan yang mati dari dalam bak dengan menggunakan sibu-

sibu. Hal ini ditujukan agar umpan yang mati tidak turun ke dasar bak

dan mengganggu sirkulasi air.

Keterangan :

a. Tutup Palka Umpan.


b. Bambu Berdiameter 10 cm.
c. Dinding Penyekap.
d. Batas Maksimum Air
e. Lubang Pengeluaran Air.
f. Lubang Pemasukan Air.

Gambar 5. Sistem Sirkulasi Pada Bak Umpan Hidup.


Penentuan Daerah Penangkapan Ikan

Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang merupakan tujuan penangkapan

alat tangkap Pole and Line adalah jenis tuna yang dapat ditemukan sepanjang tahun

di perairan Indonesia. Menurut Nontji (1993) bahwa daerah penyebaran ikan

cakalang adalah di perairan Bitung, Ternate, Ambon, Sorong dan Waigeo.

Ditambahkan oleh Gunarso (1985) bahwa kelompok ikan yang padat sering dijumpai

di perairan sekitar Kalimantan, Sulawesi, Halmahera, Kepulauan Maluku dan Irian

Jaya.

Armada penangkapan Pole and Line milik PT. Perken Utama biasanya

beroperasi di Perairan Sulawesi Tengah sekitar Teluk Tolo dengan koordinat 020.00’

LS – 040.00’ LS dan 1230.00’ BT – 1240.00’ BT. Berikut koordinat daerah

penangkapan (fishing ground) rumpon dan gerombolan ikan (morong):

Tabel 1. Koordinat Daerah Penangkapan Ikan Pole and Line Milik PT. Perikanan
Perken Utama Kendari Sulawesi Tenggara.

Daerah Penangkapan Ikan Koordinat

Gerombolan Ikan (Morong) 1230.15’ BT dan 030.26’ LS

Rumpon I 1230.30’ BT dan 030.15’ LS

Rumpon II 1230.30’ BT dan 030.07’ LS

Rumpon III 1230.30 BT dan 020.57’ LS


Operasi Penangkapan Ikan

A. Tenaga Kerja

Tiap unit armada penangkapan Pole and Line PT. Perikanan Perken Utama

meiliki 15 – 20 orang tenaga kerja dengan pembagian tugas dan tanggung jawab

masing-masing. Pembagian tugas dan tanggung jawab tersebut sebagai berikut :

1. Kapten, bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kapal, dan secara

keseluruhan atas keberhasilan operasi penangkapan. Seorang kapten kapal

harus memiliki pengetahuan tentang pelayaran dan navigasi, pengetahuan

tentang kondisi perairan, keadaan angin dan pengetahuan tentang sifat ikan

cakalang.

2. Juru mudi, bertugas membantu kapten kapal dalam mengemudikan kapal

selama operasi dilaksanakan.

3. Bagian mesin (Bass), bertanggung jawab atas kerja mesin kapal, baik mesin

utama maupun mesin bantu.

4. Boy-boy, bertanggung jawab untuk melakukan pengintaian gerombolan ikan,

menarik gerombolan ikan mendekati kapal dengan teknik pelemparan umpan,

pelemparan umpan, mengatur efisiensi dan efektifitas penggunaan umpan.

5. pemancing, bertugas melakukan pemancingan yaitu dengan memindahkan

ikan dari laut ke atas kapal sebanyak-banyaknya, untuk itu seorang

pemancing harus memiliki keahlian, kekuatan, kecepatan, ketelitian dan

kesabaran. Pada kapal Pole and Line, pemancing dibagi menjadi 3 yaitu

pemancing kelas I yang sudah berpengalaman pada sudut kiri dan kanan
flying deck; pemancing kelas II pada bagian depan haluan dan pemancing

kelas III agak kebelakang dari haluan.

6. Juru masak, bertanggung jawab terhadap penyediaan konsumsi bagi seluruh

crew kapal.

Dalam pembagian tugas ini, crew kapal tidak mutlak harus pada posisi tugas

dan tanggung jawabnya karena kadang-kadang ada pekerjaan yang memerlukan

kerjasama, misalnya pada saat pemancingan, penyediaan konsumsi, dll.

B. Pengintaian Gerombolan Ikan

Pengintaian gerombolan ikan dilakukan oleh Boy-boy bekerjasama dengan

kapten. Pengintaian dilakukan di tempat yang paling tinggi yaitu di anjugan kapal

dengan menggunakan alat bantu berupa teropong (Gambar 6).

Gambar 6. Pencarian atau Pengintaian Gerombolan Ikan Oleh Boy-boy

Cara untuk mengetahui ada tidaknya gerombolan ikan pada suatu perairan

yaitu dengan memperhatikan adanya burung yang terbang dan menukik ke


permukaan laut (morong). Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, jika yang

terlihat adalah burung laut kecil maka di tempat tersebut terdapat gerombolan ikan

cakalang, jika yang terlihat adalah burung laut yang besar maka di tempat tersebut

terdapat gerombolan ikan tuna dan jika yang terlihat adalah burung besar dan kecil

maka di tempat tersebut terdapat gerombolan tuna dan cakalang. Tanda lainnya yaitu

adanya gerombolan lumba-lumba yang di atasnya ada burung yang terbang dan

menukik ke permukaan laut, ikan cakalang berlompatan menyambar mangsa, dan

menjadi salah satu tanda adanya gerombolan ikan. Adanya riak dan percikan air juga

mejadi tanda adanya gerombolan ikan pada suatu perairan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Ayodhyoa (1981) bahwa petunjuk untuk mengetahui adanya gerombolan

ikan adalah adanya burung-burung yang menukik menyambar ke permukaan laut,

ikan yang melompat di atas permukaan atau ikut beruaya bersama kayu-kayu yang

hanyut, adanya ikan paus atau ikan hiu dan lain sebagainya.

C. Persiapan Sebelum Memancing

Pada saat Boy-boy melakukan pencarian gerombolan ikan, pemancing

mempersiapkan alat tangkapnya masing-masing dengan menyambungkan tali

sekunder yang sudah ada mata pancingnya ke tali utama (main line). Setelah Boy-

boy menemukan gerombolan ikan, maka Boy-boy segera memberi tahu Kapten dan

menunjukkan arah dimana gerombolan ikan tersebut berada, kemudian Boy-boy

memperingatkan kepada seluruh pemancing untuk bersiap-siap memancing dan

mengambil posisi di haluan (Gambar 7).


Gambar 7. Posisi pemancing di Haluan Kapal Saat Pemancingan Berlangsung.

D. Menarik Gerombolan Ikan Ke Haluan Kapal

Perairan yang diketahui terdapat gerombolan ikan, di dekati perlahan-lahan

dari sisi kiri atau kanan kapal, sementara itu air sudah mulai disemprotkan.

Selanjutnya setelah diperkirakan ikan telah berada pada jarak jangkauan lemparan,

maka Boy-boy mulai melakukan pelemparan umpan hidup dari sebelah kiri lambung

kapal untuk menarik ikan mendekati kapal untuk selanjutnya diarahkan ke haluan

kapal (Gambar 8). Posisi kapal memotong arah renang ikan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Sultan (1986) bahwa diusahakan agar pendekatan schooling dari lambung

kiri kapal dan penebaran umpan tidak berlawanan arah angin agar umpan tersebut

tidak jatuh kembali di atas kapal.

Pada operasi penangkapan di sekitar rumpon, ikan dapat di dekati dari arah

mana saja tanpa memperhatikan arah renang ikan. Pemancingan di daerah rumpon di
lakukan pada jarak 10 – 20 meter dari rumpon, karena ikan cakalang berada pada

area tersebut.

Gambar 8. Pelemparan Umpan Hidup Oleh Boy-boy.

Boy-boy memperkirakan waktu yang tepat, kecepatan dan jumlah umpan

hidup yang dilemparkan ke laut. Pelemparan ini akan diarahkan ke haluan kapal

dimana setiap pemancing sudah bersiap-siap pada posisinya masing-masing. Saat

gerombolan ikan telah berada di haluan kapal maka pelemparan umpan dikurangi

dalam batas tertentu agar ikan tetap berada di haluan. Gerombolan ikan harus tetap

dipertahankan agar tetap di permukaan dengan mempercepat frekuensi pelemparan

umpan berikutnya. Pelemparan umpan hidup akan semakin dipercepat dan tidak

terputus-putus apabila ikan sudah aktif dan mulai rakus memakan umpan.
E. Pemancingan

Pada saat gerombolan ikan cakalang sudah berada di sekitar haluan kapal

(area pemancingan), kapal berhenti (diam) namun mesin tetap dihidupkan untuk

mengantisipasi berpindahnya gerombolan ikan, sehingga mudah dikejar kembali.

Pemancingan kemudian dilakukan dengan menurunkan mata pancing ke dalam air di

tengah-tengah semburan air sambil digerak-gerakkan atau disentak-sentakkan

perlahan-lahan, sehingga nampak seperti umpan hidup sungguhan. Hal ini

dimaksudkan untuk memberi refleksi atas pancing dan umpan tiruan terhadap

penglihatan cakalang. Kemudian pemberian semburan air yang dimaksudkan untuk

mengaburkan penglihatan ikan cakalang terhadap mata pancing, pemancing dan

kapal.

Ikan yang menyambar mata pancing segera di tarik atau disentakkan ke atas,

ke arah belakang, kemudian ikan akan terlepas dengan sendirinya dan jatuh di atas

geladak kapal (Gambar 9). Pada saat penarikan ikan diusahakan ikan tersebut tidak

jatuh kembali kelaut (terlepas) karena dapat membuat ikan-ikan lainnya takut dan

segera menghilang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudirman dan Mallawa (1999)

bahwa kadang-kadang gerombolan ikan tiba-tiba menghilang terutama jika ada ikan

yang berdarah atau ada ikan yang lepas dari mata pancing dan jumlah umpan yang

sangat terbatas.

Dalam proses pemancingan ada dua cara dalam menjatuhkan ikan di atas

geladak kapal. Pertama yaitu menjatuhkan ikan lewat belakang kepala pemancing

atau pancing banting. Cara yang ke dua yaitu menjatuhkan ikan lewat bawah lengan.
Umumnya nelayan menggunakan cara yang ke pertama yaitu pancing banting.

Pemancingan dengan cara ke dua biasanya dilakukan saat ikan malas makan.

Gambar 9. Proses Pemancingan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan


Pancing Pole and Line.

F. Musim dan Hasil Tangkapan

Nelayan Pole and Line di Kendari seperti lazimnya nelayan-nelayan di daerah

lain juga mengenal 3 musim penangkapan, yaitu: musim puncak pada bulan

September sampai Nopember, pada musim ini rata-rata nelayan dapat memperoleh

hasil antara 5 – 15 ton/trip; musim biasa pada bulan Desember sampai April, dengan

hasil tangkapan rata-rata 2 – 5 ton/trip; dan musimpaceklik pada bulan Mei sampai

agustus, dengan hasil tangkapan 0 – 1 ton/trip. Pada musim paceklik, biasanya

nelayan jarang yang turun melaut, karena angin terlalu kencang. Oleh karena itu,

pada saat musim paceklik biasanya kapal diistirahatkan dan diperbaiki (dok) bila ada
kerusakan-kerusakan. Dalam satu bulan operasi, nelayan melakukan operasi

penangkapan selama 23 – 26 hari yang dikenal dengan istilah satu turo.

Penanganan Hasil Tangkapan Diatas Kapal

Setelah proses pemancingan selesai, penanganan hasil tangkapan di atas

kapal segera dilakukan untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan, sehingga tetap

segar sampai di darat. Hal ini sesuai dengan pendapat Afrianto dan Liviawaty (1989)

bahwa setelah operasi penangkapan berhasil, maka hasil tangkapan harus segera

ditangani agar tetap segar sampai ke tangan konsumen.

Ikan yang tertangkap terlebih dahulu dibersihkan dengan cara menyiramnya

dengan air laut agar darah, kotoran dan lendir yang melekat pada tubuh ikan dapat

dihilangkan, sehingga pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan penurunan

mutu pada ikan dapat dihambat.

Gambar 10. Penyiraman Ikan Hasil Tangkapan.


Setelah dicuci, ikan-ikan yang sudah jelek misalnya tubuhnya sudah lecet,

luka-luka, perutnya pecah atau sudah tidak utuh lagi, dipisahkan dari ikan yang

masih bagus. Bila dimasukkan kedalam palka, Ikan-ikan besar (size A dan B)

ditempatkan dalam palka yang berbeda dengan ikan-ikan kecil (size C dan D).

Namun ikan tuna sirip kuning atau yellow fin tuna (Thunnus albacares) yang juga

kadang-kadang tertangkap, tetap di campur dengan ikan cakalang yang besar dan di

simpan pada palka yang sama.

Pengelompokan ukuran dan harga ikan yang tertangkap dapat dilihat pada

tabel 2.

Gambar 11. Penyortiran Hasil Tangkapan Berdasarkan Ukuran dan Kualitasnya.

Sebelum ikan dimasukkan kedalam palka penyimpanan hasil tangkapan,

palka disiapkan terlebih dahulu, yaitu dengan cara memberi es curai pada dasar palka

kira-kira setebal 10 – 15 cm secara merata, kemudian ikan dimasukkan dan diatur


dengan baik sehingga kapasitas palka dapat dimaksimalkan. Setelah setengah palka

telah terisi, kemudian diberi lagi es curai kira-kira setebal ± 10 cm, lalu kemudian

diisi lagi dengan ikan sampai palka hampir penuh, lalu di bagian paling atas diberi

lagi es curai kira-kira setebal 10 -15 cm. Setelah itu, ditambahkan air laut sekitar 1/4

ukuran bak sehingga penyebaran suhu lebih merata dan himpitan serta tekanan akibat

adanya pecahan es yang dapat merusak kulit ikan dapat dikurangi. Setelah itu, Palka

kemudian ditutup rapat. Hal ini sesuai dengan pendapat Afrianto dan Liviawaty

(1989) bahwa pada lapisan ikan paling atas ditutupi dengan hancuran es setebal 10

cm lalu wadah ditutup agar tidak terjadi kontak dengan udara sekitarnya.

Gambar 12. Pemberian Es Curai Pada Ikan Hasil Tangkapan di Palka Penyimpanan
Es.

Setelah proses penanganan di atas kapal selesai dan hasil tangkapan juga di

nilai sudah cukup, maka kapal akan segera menuju ke fishing base. Namun bila hasil

tangkapan masih kurang maka kapal akan kembali ke tempat pengambilan umpan
menunggu umpan untuk operasi berikutnya. Jika demikian biasanya dilakukan 3 - 5

kali pemeriksaan dan penambahan es ke dalam palka hasil, agar kondisi dalam palka

tetap stabil dan mutu ikan dapat tetap dipertahankan sampai di darat.

Penjualan dan Pembagian Hasil Tangkapan

Setelah tiba di fishing base, hasil tangkapan segera dipindahkan ke dalam

keranjang kemudian dinaikkan ke truk pengangkut, lalu diangkut masuk ke PT.

Perikanan Perken Utama. Di perusahaan, ikan ditimbang berdasarkan sizenya,

hasilnya di catat dalam bentuk nota. Nota tersebut kemudian dikumpulkan dan

setelah sampai satu turo (20 – 25 hari) baru kemudian dibayar oleh perusahaan

(diuangkan). Setelah uang diterima oleh pemilik kapal, maka pemilik kapal akan

menghitung biaya operasional selama satu turo tersebut, lalu hasil penjualan tersebut

diperkurangkan dengan biaya operasional tadi dan keuntungan yang diperoleh

kemudian akan dibagikan kepada Kapten, Boy-boy dan Bass masing-masing 12 %,

untuk Pemancing dan Koki mendapatkan 14 % yang dibagi sesuai dengan penilaian

pemilik kapal (rajin tidaknya ABK). Sedangkan 50 % sisanya adalah bagian pemilik

kapal.
Tabel 2. Size/Ukuran dan Harga Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Yang Berlaku
Di PT. Perikanan Perken Utama Kendari Sulawesi Tenggara.

Jenis Size Berat (Kg) Harga/Kg

A > 2,5 Rp. 4.000,-

B 2,0 – 2,5 Rp. 3.900,-

C 1,5 – 2,0 Rp. 3.500,-

D < 1,5 Rp. 2.000,-

Ikan Tuna sirip kuning

Ikan Cakalang

Gambar 13. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Ikan Tuna Sirip Kuning
(Thunnus albacares) Yang Berhasil ditangkap Dengan Alat Tangkap
Pole and Line.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil kegiatan PKL dapat ditarik beberapa

kesimpulan :

1. Operasi penangkapan ikan meliputi persiapan sebelum operasi, pengintaian

gerombolan ikan, mengarahkan gerombolan ikan ke haluan kapal dan

pemancingan.

2. Umpan hidup yang digunakan adalah Ikan Teri (Stolephorus spp) yang

didapatkan dari nelayan bagang dua perahu disekitar perairan Bungku Selatan,

Sulawesi Tengah.

3. Daerah penangkapan ikan Cakalang yaitu di perairan Sulawesi Tengah sekitar

Teluk Tolo dengan koordinat 020.00’ LS – 040.00’ LS dan 1230.00’ BT –

1240.00’ BT.

4. Hasil tangkapan adalah ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) sebagai hasil

tangkapan utama dan ikan tuna ekor kuning (Thunnus albacares)

Saran

Berdasarkan hasil kegiatan PKL maka disarankan agar kapal Pole and Line

dilengkapi dengan peralatan navigasi seperti : radio panggil, radar, GPS, serta Sonar

untuk memudahkan mencari gerombolan ikan.

Kemudian meminimalkan kerusakan ikan hasil tangkapan akibat pancing

banting, maka geladak kapal sebaiknya dilapisi dengan pelapis yang elastis misalnya

gabus atau karet, sehingga benturan ikan dengan geladak dapat diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto dan Liviawaty. 1989. Pengawetan dan pengolahan Ikan. Penerbit kanisus.
Yogyakarta.

Ayodhyoa, A. U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubugannya Dengan Alat , Metode
dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemafaatan Sumder Daya Perikanan
Fakultas Perikanan IPB. Bogor.

Nontji , A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djembatan. Jakarta.

Sudirman dan Mallawa, A. 1999. Metode penangkapan Ikan. Program Studi


Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan. Fakultas Perikanan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Sultan, M. 1986. Pengenalan Beberapa Jenis Alat dan Metode Penangkapan Di


Indonesia. Pusat Pengembagan Pendidikan Politeknik Pertanian IPB.
Bogor.

Tampubolon, S. M. 1983. Ikan Tuna dan Perdagangannya. Fakultas Perikanan


IPB. Bogor.
Lampiran - lampiran
Keterangan :
I = Gerombolan ikan
II = Rumpon I
III = Rumpon II
IV = Rumpon III
Lampiran 2. Peta Lokasi Penangkapan Armada Kapal Pole and Line Milik PT.
Perikanan Perken Utama Kendari Sulawesi Tenggara.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai