Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara


adalah adanya sistem keuangan yang berjalan dengan baik, oleh karena itu
peranan lembaga keuangan seperti perbankan menjadi sangat penting dalam
sebuah perekonomian. Berdasarkan pengaruh dari krisis keuangan global yang
terjadi, bank syariah adalah lembaga keuangan yang mampu bertahan
dibandingkan dengan bank konvensional yang mengalami dampak buruk dari
krisis global tersebut, sehingga banyak lembaga keuangan yang melirik untuk
menggunakan sistem ekonomi syariah yang diterapkan pada bank syariah. Salah
satu pembiayaan yang ada di bank syariah adalah pembiayaan murabahah, yaitu
prinsip jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah
disepakati bersama.
Untuk memudahkan pihak yang melakukan perekonomian maka
dibutuhkan sistem keuangan yang dapat memudahkan pihak pihak yang akan
memakainya, maka keberadaan ilmu akutansi sangat membantu, akuntansi secara
umum mempunyai fungsi untuk memberikan informasi khususnya yang bersifat
keuangan sebagai bahan dasar dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak
tertentu yang membutuhkannya. Oleh karena itu laporan keuangan yang akan
dijadikan sebagai alat informasi tersebut harus sesuai dengan standar laporan
keuangan yang tidak terlepas dari cara pandang masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan akad murabahah ?
2. Apa saja jenis akad murabahah ?
3. Apa dasar syariah akad murabahah ?
4. Bagaimana perlakuan akuntansi (PSAK 102) Akad murabahah ?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan akad murabahah ?
2. Mengetahui jenis akad murabahah ?
3. Mengetahui dasar syariah akad murabahah ?
4. Mengetahui perlakuan akuntansi (PSAK 102) Akad murabahah ?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Akad Murabahah


2.1.1 Pengertian Murabahah
Murabahah secara bahasa kata murabahah berasal dari kata (Arab)
rabaha,yurabihu, murabahatan yang berarti untung atau menguntungkan, seperti
ungkapan “tijaratun rabihah, wa baa’u asysyai murabahatan” artinya perdagangan
yang menguntungkan, dan menjual suatu barang yang memberi keuntungan. Ibn
Jazi menggambarkan jenis transaksi ini “penjual barang memberitahukan kepada
pembeli harga barang dan keuntungan yang akan diambil dari barang tersebut”.
Para fuqaha mengartikan murabahah sebagai bentuk jual beli atas dasar
kepercayaan. Hal ini mengingat penjual percaya kepada pembeli yang diwujudkan
dengan menginformasikan harga pokok barang yang akan dijual berikut
keuntungannya kepada pembeli.
Karena dalam definisinya disebutkan adanya “keuntungan yang
disepakati”, karakteristik murabahah adalah penjual harus memberi tahu pembeli
tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang
ditambahkan dalam pada biaya tersebut.
Dalam penyaluran pembiayaan berdasarkan akad Murabahah, bank
bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi murabahah
dengan nasabah. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian
barang yang telah disepakati kualifikasinya. Apabila telah ada kesepakatan antara
bank dan nasabahnya, maka bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan
penyediaan barang yang dipesan nasabah.
2.1.2 Penggunaan Akad Murabahah
1. Pembiayaan murabahah merupakan jenis pembiayaan yang sering di
aplikasikan dalam bank syariah, yang pada umumnya digunakan dalam
transaksi jual beli barang investasi dan barang-barang yang di perlukan
oleh individu.
2. Jenis penggunaan pembiayaan murabahah lebih sesuai untuk pembiayaan
investasi dan konsumsi. Dalam pembiayaan investasi, akad murabahah
sangat sesuai karena ada barang yang akan di investasi oleh nasabah atau
akan ada barang yang menjadi objek investasi. Dalam pembiayaan
konsumsi, biasanya barang yang akan dikonsumsi oleh nasabah jelas dan
terukur.
3. Pembiayaan murabahah kurang cocok untuk pembiayaan modal kerja
yang diberikan langsung dalam bentuk uang.
Adapun barang yang boleh digunakan sebagai objek jual beli yaitu seperti
rumah, kendaraan bermotor atau alat transportasi, pembelian alat-alat industri,
pembelian pabrik, gudang, dan asset tetap lainnya, pembelian asset yang tidak
bertentangan dengan syariah Islam. Tujuan Murabahah tidak digunakan sebagai
modal pembiayaan selain untuk tujuan nasabah memperoleh dana guna membeli
barang yang diperlukannya. Apabila untuk tujuan lain selain untuk membeli
barang, murabahah tidak boleh digunakan.

2.2 Jenis Akad Murabahah


Ada 2 (dua) jenis Murabahah, yaitu sebagai berikut :
1. Murabahah dengan pesanan, (murabahah to the purchase order)
Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah
ada pesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat
atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Kalau
bersifat mengikat, berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan
tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh
penjual, dalam murabahah pesanan mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum
diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual
dan akan mengurangi nilai akad.

4
Skema Murabahah dengan Pesanan

(1)
(4)
Penjual Pembeli
(5)

(3)
Produsen
(2)
Supplier

Keterangan :
(1) Melakukan akad murabahah.
(2) Penjual memesan dan membeli pada supplier/produsen.
(3) Barang diserahkan dari produsen.
(4) Barang diserahkan kepada pembeli.
(5) Pembayaran dilakukan oleh pembeli.

2. Murabahah tanpa pesanan; murabahah jenis ini bersifat mengikat.

(1)
(2)
Penjual Pembeli
(3)

Keterangan :
(1) Melakukan akad murabahah.
(2) Barang diserahkan kepada pembeli.
(3) Pembayaran dilakukan oleh pembeli.

5
2.3 Dasar Syariah
Setiap pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah tentunya mempunyai
suatu dasar yang kuat untuk dapat melaksanakan hal tersebut. Pada umumnya
Pembiayaan murabahan dasar yang digunakan berasal dari surat-surat dalam kitab
suci al-Qur’an, al-Hadis dan Fatwa MUI yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional.
Dasar hukum pelaksanaan murabahah dalam sumber utama hukum Islam
adalah sebagai berikut:
2.3.1 Al-Qur’an
Al-qur’an surat al-baqarah ayat 275,
‫َوَأ َﺣَﻞﱠَاﻟﻠﱠﻪَُاﻟْﺒَـ َﻴْﻊََ ََوﺣَﺮﱠ َمَاﻟﺮﱢﺑَﺎ‬
Artinya: “Dan allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Serta terdapat dalam surat an-Nisaa’ ayat 29
َ‫ﻳَﺎََأ َﻳ ﱡـﻬَﺎَاﻟﱠﺬِﻳﻦََآﻣََﻨُﻮاَﻻَﺗَﺄْﻛُﻠُﻮاََأ َﻣْﻮَاﻟَﻜُﻢَْﺑَـ َﻴَـْﻨَﻜُﻢَْﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞَِإَِﻻَأ َ ْنَﺗَﻜُﻮنَ َﺗِﺠَﺎ َرةًَﻋَﻦَْﺗَـ َﺮَاض‬
‫ﻣِﻨْﻜُﻢَْ ََوﻻَﺗَـ َﻘْﺘَـ ُﻠُﻮاََأ َﻧَـْﻔُﺴَﻜُﻢَْ ِإنﱠَاﻟﻠﱠﻪََﻛَﺎنَ َﺑِﻜُﻢَْ ََرﺣَِﻴﻤًﺎ‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah
kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”.

2.3.2 Al-Hadist.
Landasan hadist yang mendasari transaksi murabahah ini adalah hadist
yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 2289.
‫َﺛﻼَثَﻓﻴﻬﻦَاَﻟﺒﺮاﻛﺔ‬:َ‫ﻋﻦَﺳﻬﻴﺐَرﺿﻲَاﷲَﻋﻨﻪَاَنَاﻟﻨﺒﻲَﺻﻠﻰَاﷲَﻋﻠﻴﻪَوﺳﻠﻢَﻗﺎَل‬:
)‫اﻟﺒﻴﻊَاﻟﻰَاﺟﻞَواﻟﻤﻘﺮﺿﺔَوﺧﻠﻂَاﻟﺒﺮَﺑﺎَﻟﺸﻌﻴﺮَﻟﻠﺒﻴﺖَﻻَﻟﻠﺒﻴﻊَ(رواﻩَاَﺑﻦَﻣﺎَﺟﻪ‬
Artinya: “Diriwayatkan dari shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
tiga hal yang mengandung berkah yaitu jual beli secara tidak tunai,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.”

6
Hadist dia atas menjelaskan diperbolehkannya praktek jual beli yang
dilakukan secara tempo, begitu juga dengan pembiayaan murabahah yang
dilakukan secara tempo, dalam arti nasabah diberi tenggang waktu untuk
melakukan pelunasan atas harga komoditas sesuai kesepakatan.
ِ‫سَاﻟْﻌَﺸَﺮَةَُﺑِﺄَﺣَﺪََﻋَﺸَﺮََ ََوﻳَﺄْﺧُﺬَُﻟِﻠﻨـﱠﻔَﻘَﺔَِ َِرﺑْﺤًﺎَ ََوﻗَﺎلََاﻟﻨﱠﺒِﻲﱡَﺻَﻠﱠﻰَاﷲَُﻋَﻠَﻴْﻪ‬
َ ْ‫ﻋَﻦَْﻣُﺤَﻤﱠﺪَﻻََﺑَﺄ‬
)‫وفَ(ﺻﺤﻴﺢَاﻟﺒﺨﺎري‬
ِ ُ‫ََوﺳَﻠﱠﻢََﻟِﻬِﻨْﺪَﺧُﺬِيَﻣَﺎَﻳَﻜْﻔِﻴﻚَِ َو ََوﻟَﺪَ ِكَﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮ‬
Artinya: “Dari Muhammad, tidak bahaya (menjual harga) sepuluh dengan sebelas,
dan dia mengambil untung sebagai nafkah. Dan bersabda Nabi saw
kepada Hindun:” Mengambillah engkau pada apa-apa yang mencukupi
bagimu dan anak mu dengan sesuatu yang baik.”
2.3.3 Ijma’
Mayoritas ulama membolehkan jual beli dengan cara murabahah, karena
manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan
dan dimiliki orang lain.
Imam Syafi’i tanpa bermaksud untuk membela pandanganya mengatakan
jika seseorang ,menunjukkan komoditas kepada seseorang dan mengatakan,
“kamu beli untukku, aku akan berikan keuntungan bagimu’, kemudian orang itu
membelinya, maka transaksi itu sah.
Imam malik mendukung pendapatnya dengan acuan pada praktek orang-
orang madinah,yaitu ada pendapat di madinah mengenai hukum orang yang
membeli baju disebuah kota, dan mengambilnya kekota lain untuk menjualnya
berdasarkan suatu kesepakatan berdasarkan keuntungan.

2.4 Perlakuan Akuntansi (PSAK 102) Akad murabahah


2.4.1 Sejarah
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102: Akuntansi
Murabahah (PSAK 102) dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan
Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 102
menggantikan pengaturan mengenai akuntansi murabahah dalam PSAK
59:Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.

7
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-
B/DPN/IAI/ XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya
dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar
Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 102 mengalami perubahan sebagai
berikut:
1. 13 November 2013 sehubungan dengan keluarnya Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) No. 84/DSNMUI/
XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil Bi Al-
Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah.
2. 06 Januari 2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan
dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif
1 Januari 2017 secara retrospektif.
Pengaturan yang terkait dengan PSAK 102 adalah Bultek 5: Pendapatan
dan Biaya Terkait Murabahah.

2.4.2 IKHTISAR RINGKAS


PSAK 102: Akuntansi Murabahah mengatur pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi murabahah.
PSAK 102 diterapkan untuk:
a) Lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan
transaksi murabahah baik sebagai penjual maupun pembeli; dan
b) Pihak-pihak yang melakukan transaksi murabhah dengan lembaga
keuangan syariah atau koperasi syariah.
2.4.3 Akuntansi untuk Penjual
Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar
biaya perolehan.
2.4.4 Akuntansi untuk Pembeli Akhir
Aser yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya
perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya
perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan.

8
2.4.5 Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai neto yang dapat direalisasikan,
yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Marjin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra
account) piutang murabahah.
Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra
account) utang murabahah.

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Transaksi Akad Murabahah


Transaksi murabahah tidak harus dalam bentuk pembayaran tangguh
(Kredit), melainkan dapat juga dalam bentuk tunai setelah menerima barang,
ditangguhkan dengan mencicil setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan
dengan membayar sekaligus dikemudian hari (PSAK 102 Paragraf 8).
Pembayaran Murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh :
a. Tunai, Pembeli melakukan pembayaran secara tunai saat aset murabahah
diserahkan.
b. Tangguh, Pembayaran tidak dilakukan saat aset murabahah diserahkan, tetapi
pembayaran dilakukan secara angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu,
disini akan muncul piutang murabahah.
Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, biaya perolehan aset
murabahah harus diberitahukan kepada pembeli. Diskon yang diperoleh penjual
atas aset murabahah sebelum akad murabahah menjadi hak pembeli. Diskon yang
diperoleh penjual atas aset murabahah setelah akad murabahah diberlakukan
sesuai akad murabahah yang disepakati dan jika tidak diatur dalam akad, maka
akan menjadi hak penjual.
Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai komitmen
pembelian aset murabahah sebelum akad disepakati. Uang muka akan menjadi
bagian pelunasan piutang murabahah, jika akad disepakati. Jika akad batal, maka
uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi riil yang ditanggung
oleh penjual. Jika uang muka lebih kecil dari kerugian, maka penjual dapat
meminta tambahan dari pembeli.
Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah, maka penjual
dapat mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan pembeli tidak atau belum
mampu melunasi disebabkan oleh force mejeur.
Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang
murabahah jika pembeli :
1. Melakukan pelunasan pembelian tepat waktu, atau
2. Melakukan pelunasan pembelian lebih cepat dari waktu yang telah
disepakati

Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah yang


belum dilunasi jika pembeli :
1. Melakukan pembayaran cicilan tepat waktu,
2. Mengalami penurunan kemampuan pembayaran, atau
3. Meminta potongan dengan alasan yang dapat diterima penjual

Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja.


Murabahah yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual beli
dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual,
sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari
pemasok ditambah keuntungan (margin). Dalam produk ini terjadi jual beli antara
pembeli (nasabah) dan penjual (bank). Bank dalam hal ini membelikan barang
yang dibutuhkan nasabah (nasabah yang menentukan spesifikasinya) dan
menjualnya kepada nasabah dengan harga plus keuntungan. Jadi dari produk ini
bank menerima laba atas jual beli. Harga pokoknya sama sama diketahui oleh dua
belah pihak.
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan
murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil atau
muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan
pembayaran dilakukan secara tangguh atau cicilan.
Jual beli murabahah walaupun memiliki fleksibelitas dalam hal waktu
pembayaran, dalam praktik perbankan di Indonesia adalah tidak umum
menggunakan skema pembayaran langsung setelah barang diterima oleh pembeli
(nasabah). Praktik yang paling banyak digunakan adalah skema pembayaran
dengan mencicil setelah menerima barang. Adapun praktik dengan pembayaran

11
sekaligus setelah ditangguhkan beberapa lama, diterapkan secara selektif pada
nasabah pembiayaan dengan karakteristik penerimaan pendapatan musiman,
seperti nasabah yang memiliki usaha pemasok barang dengan pembeli yang
membayar secara periodik.
Dalam pelaksanaannya hal yang membedakan murabahah dengan
penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada
pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang
diinginkannya. Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar menawar atas besaran
marjin keuntungan sehingga akhirnya diperoleh kesepakatan. Murabahah
berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat nasabah untuk membeli barang yang
dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat
membatalkan pesananya.
Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam
murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan
kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan
penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.
Pada proses pembayarannya dapat dilakukan secara tunai atau cicilan.
Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga
untuk cara pembayaran yang berbeda bank dapat memberikan potongan apabila
nasabah :
a. Mempercepat pembayaran cicilan, atau
b. Melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo

Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual beli sedangkan
harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka
potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah
akad maka pembagian potogan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang
dimuat dalam akad.
a. Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah,
antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.

12
b. Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian
pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat.

Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah


jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada
nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang
muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari
nasabah.
Apabila nadabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang
diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat membuktikan
bahwa nasaah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu
yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pemdekatan ta’zir
yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya
denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari
denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).

3.2 Akutansi Untuk Penjual


Pengukuran saat perolehan diakui sebagai persediaan
1. Jika aset murabahah bersifat mengikat
a. Dinilai sebesar biaya perolehan, dan
b. Jika terjadi penurunan nilai sebelum diserahkan ke nasabah, maka diakui
sebagai beban dan mengurangi nilai aset murabahah
2. Jika aset murabahah bersifat tanpa pesanan atau tidak mengikat
a. Dinilai sebesar biaya perolehan atau nilai realisasi neto, mana yang lebih
rendah, dan
b. Jika nilai realisasi neto lebih rendah dari biaya perolehan, maka
selisihnya diakui sebagai kerugian.
Contoh :
Pada 1 Februari 2016, PT RET Bank Syariah membeli sebuah mobil
senilai Rp 300 juta, karena adanya perjanjian akad murabahah berdasarkan

13
pesanan salah satu nasabahnya. Pembayaran ke Bank akan dilakukan dengan
cicilan sesuai akad.
Jurnal 1.a
Persediaan Rp. 300.000.000
Bank Rp. 300.000.000

Pada 7 Februari 2016, terjadi penurunan nilai atas mobil tersebut karena adanya
penurunan harga atas mobil yang sejenis sebesar Rp 20 juta, sebelum diserahkan
kepada pembeli pada 14 Februari 2016.
Jurnal 1.b
Beban penurunan nilai persediaan Rp. 20.000.000
Persediaan Rp. 20.000.000

Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai :


1. Pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad
2. Liabilitas kepada pembeli, jika terjadi setelah akad dan sesuai akad yang
disepakati menjadi hak pembeli
3. Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad dan sesuai akad
yang disepakati menjadi hak penjual, atau
4. Pendapatan operasional lain, jika terjadi setelah akad dan tidak diperjanjikan
dalam akad.

Liabilitas kepada pembeli akan tereleminasi jika :


1. Dilakukakn pembayaran kepada pembeli sejumlah potongan dikurangi biaya
pengembalian, atau
2. Dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat dijangkau
oleh penjual
Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya
perolehan ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan
keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai neto yang dapat direalisasi,
yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.

14
Keuntungan murabahah diakui :
1. Pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara
tangguh yang tidak melebihi satu tahun, atau
2. Selama periode akad dengan tingkat resiko dan upaya untuk merealisasikan
keuntungan tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Berikut
beberapa metodenya :
a. Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan
untuk murabahah tangguh dimana resiko penagihan kas dari piutang
murabahah dan bebean pengelolaan piutang serta penagihannya relatif
kecil.
b. Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil
ditagih dari piutang murabahah. Metode ini terapan untuk transaksi
murabahah tangguh dimana resiko piutang tidak tertagih relatif lebih
besar dan beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut relatif
besar juga.
c. Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih.
Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana resiko
piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya
cukup besar. Didalam prakteknya jarang dipakai.

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai atau tangguh (ba’i
muajjal). Hal yang membedakan murabahah dengan penjualan yang biasa kita
kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga
pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya.
Pertukaran barang dengan barang, terlebih dahulu harus memperhatikan apakah
barang tersebut merupakan barang ribawi atau bukan.
Harga tidak boleh berubah sepanjang akad, kalau terjadi kesulitan barang
dapat dilakukan restrukturisasi dan kalau tidak membayar karena suatu hal yang
telah ditentukan maka tidak akan dikenakan denda. Sedangkan denda yang
diperoleh tersebut akan dianggap sebagai dana kebajikan. Pembayaran uang
muaka juga diperbolehkan.
Ada beberapa jenis akad murabahah seluruhnya halal asalkan memenuhi
rukun dan ketentuan syariah. Untuk biaya yang terkait dengan aset murabahah
boleh diperhitungkan sebagai beban asalkan itu adalah biaya langsung, atau biaya
tidak langsung yang memberi nilai tambah pada aset murabahah. Pelaksanaan
akuntansi untuk murabahah diatur dalam PSAK 102.
DAFTAR PUSTAKA

Berlian, R. P. (2014). Latar Belakang Masyarakat Tionghoa Menggunakan Jasa


Bank Syariah di Tinjau Menurut Hukum Islam. Jurnal Akuntansi Syariah,
43-46.
Indonesia, I. A. (2013). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102: Akuntansi
Murabahah. (online), http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-
keuangan/pernyataan-sas-65-psak-102-akuntansi-murabahah (diakses pada
12/06/2019).
Nurhayati, S., & Wasilah. (2014). Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta:
Salemba Empat.
Pramudina, C. (2017). Fungsi Jaminan Dalam Pemberian Pembuayaan
Murabahah Pada BPRS Suriah Cabang Kudus. Jurnal Akuntansi
Murabahah, 30-32.

Anda mungkin juga menyukai