Anda di halaman 1dari 13

Era Industri 4.

0 : Dakwah di Media Sosial

A. Pendahuluan
Industri 4.0 merupakan sebuah istilah yang lahir dari ide revolusi industri
ke empat. European Parliamentary Research Service menyampaikan bahwa
revolusi industri terjadi empat kali.1 Revolusi industri pertama terjadi di Inggris
pada tahun 1784 di mana penemuan mesin uap dan mekanisasi mulai
menggantikan pekerjaan manusia. Revolusi yang kedua terjadi pada akhir abad ke-
19 di mana mesin-mesin produksi yang ditenagai oleh listrik digunakan untuk
kegiatan produksi secara masal. Penggunaan teknologi komputer untuk otomasi
manufaktur mulai tahun 1970 menjadi tanda revolusi industri ketiga. Saat ini,
perkembangan yang pesat dari teknologi sensor, interkoneksi, dan analisis data
memunculkan gagasan untuk mengintegrasikan seluruh industri yang berikutnya.
Angka empat pada istilah Industri 4.0 merujuk pada revolusi yang ke empat.
Industri 4.0 merupakan fenomena yang unik jika dibandingkan dengan tiga
revolusi industri yang mendahuluinya. Industri 4.0 diumumkan secara apriori
karena peristiwa nyatanya belum terjadi dan masih dalam bentuk gagasan.2
Industri 4.0 menawarkan banyak manfaat, namun juga memiliki tantangan
yang harus dihadapi. Tantangan yang dihadapi oleh suatu negara ketika
menerapkan Industri 4.0 adalah munculnya resistansi terhadap perubahan
demografi dan aspek sosial, ketidakstabilan kondisi politik, keterbatasan sumber
daya, risiko bencana alam dan tuntutan penerapan teknologi yang ramah
lingkungan. Tantangan lebih bagi umat muslim adalah mengikuti perubahan
dengan tidak meninggalkan nilai-nilai keislaman.
Muslim disarankan tidak menutup diri dari arus industri 4.0 karena dengan
teknologi dan segala produknya bisa menjadi sarana efektif untuk berdakwah.
Memanfaatkan teknologi untuk mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-
Qur’an. Dengan adanya teknologi yang bervariasi, justru memberikan banyak
pilihan sebagai media menyampaikan dakwah.
Dakwah memiliki beberapa definisi sebagaimana berikut ini : Pertama,
Prof. Toha Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan
untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat. Kedua, Syaikh Ali Makhfudz dalam

1 R. Davies, 2015, Industry 4.0 Digitalisation for productivity and growth.


2 R. Drath & A. Horch, 2014, Industrie 4.0: Hit or hype?, IEEE industrial electronics
magazine, 8(2), pp. 56-58.

1
kitab Hidayatul Mursyidin sebagaimana dikutip oleh Wahidin Saputra memberikan
definisi dakwah Islam yaitu mendorong manusia agar berbuat kebajikan dan
mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah
dari kemungkaran, agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Ketiga, Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat
manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan
rasul-Nya. Keempat, Menurut Prof. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk
mengaanut suatu pendirian yang pada dasarnya berkonotasi positif dengan
subtansi terletak kepada aktivitas yang memerintahkan amar ma’ruf nahi
mungkar.3 Dari definisi tersebut dapat digarisbawahi bahwa dakwah sesungguhnya
adalah mengajak seseorang atau masyarakat untuk melakukan sesuatu dan
meninggal sesuatu yang lainnya.
Dakwah dapat disampaikan melalui berbagai cara dan berbagai media.
Salah satu di antaranya adalah melalui media sosial. Di zaman sekarang, media
sosial telah menjadi fenomena yang semakin mengglobal dan mengakar. Seperti
diketahui bersama, bahwa aplikasi-aplikasi media sosial sudah menjadi bagian
tidak terpisahkan dari alat komunikasi yang “dibenamkan” di dalam smartphone,
tablet, laptop, dan PC. Kini, dengan semakin luas, cepat dan lebarnya koneksi
internet, konsumen semakin dimudahkan dalam mengakses aplikasi media sosial.
Namun sejauh ini, dakwah yang disampaiakan melalui media sosial
terkadang menimbulkan persepsi atau dimaknai lain karena tanpa dikaji lebih
dalam lagi. Tidak jarang dakwah yang disebarluaskna hanya berupa potongan saja
sehingga esensinya berubah. Hal ini akan berdampak negatif karena membahas
nilai-nilai islamiah merupakan hal yang sangat sensitif, jadi dalam pembahasannya
harus tepat sasaran isi, jamaah, dan cara berdakwah.
Berdasarkan hal nyata yang sedang terjadi di sekitar kita terkait industri 4.0
yang memberikan peluang bagi dakwah umat muslim dunia, mari kita telaah
bagaimana sebaiknya dakwah melalui media sosial kita lakukan di era industri 4.0.
B. Pembahasan
Industri 4.0
Sejarah revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga
industri 4.0. Fase industri merupakan real change dari perubahan yang ada.
Industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas

3 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, PT Rajagrafindo Persada,


Jakarta, 2011, 54.

2
dan efisiensi aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal
dan standarisasi mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan
fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya
hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan
kolaborasi manufaktur.4
Dakwah
Menurut Muhammad Nasir, dakwah sebagai usaha-usaha menyerukan
dan menyampaikan konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup
manusia di dunia, yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai
macam media kepada perorangan manusia maupun kepada seluruh umat. 5
Sedangkan Thoha Yahya Umar, memberikan penekanan yang sedikit berbeda,
baginya dakwah itu upaya mengajak bukan sekedar menyeru dan menyuruh.
Secara lebih jelas, ia mendefinisikan dakwah sebagai usaha mengajak
manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan
perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 6
M. Arifin juga menyampaikan hal senada dengan Umar, namun ia
memberikan penjelasan yang jauh lebih rinci. Menurutnya, dakwah memiliki
arti sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah
laku, dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha
mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok
agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan,
serta pengamalan terhadap ajakan agama sebagai pesan yang disampaikan
kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan.7
Dari berbagai definisi dakwah yang telah disebutkan, dapat ditarik
benang merah bahwa secara mendasar dakwah mengandung dua pengertian.
Pertama, dakwah yang ditujukan kepada seluruh umat manusia di dunia tanpa
terkecuali. Kedua, dakwah yang ditujukan khusus bagi umat Islam. Namun,
pada hakekatnya dakwah merupakan segala usaha manusia yang dilakukan
secara sadar dan terencana baik dalam bentuk lisan, tulisan, dan sebagainya

4 M. Hermann, T. Pentek, dan B. Otto, Design Principles for Industrie 4.0 Scenarios,
Presented at the 49th Hawaiian International Conference on Systems Science, 2016,
9.
5 Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 2000, 8.
6 M. Aminuddin Sanwar, Pengantar Ilmu Dakwah, Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo, Semarang, 2000, 3.
7 Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan Yang Qurani,
Amzah, Wonosobo, 2001, 18.

3
dalam rangka mengajak untuk beramar ma’ruf nahi mungkar dengan
tanpa adanya unsur paksaan.
Sebagai kitab dakwah, al-Qur’an telah mengatur dan menjelaskan
segala sesuatu yang berkenaan dengan dakwah, baik pada aspek substansi
maupun metodologi. Dengan demikian, al-Qur’an harus menjadi rujukan
utama dalam setiap kegiatan dakwah. Karena itu pula, upaya-upaya sistematis
dan metodologis untuk menggali nilai-nilai al-Qur’an tentang dakwah
menjadi suatu keharusan yang tidak dapat dihindarkan. Berdasarkan paparan
singkat di atas, dakwah dapat dirumuskan sebagai apa yang diserukan atau
disampaikan oleh ”siapa”, kepada “siapa”, dengan cara bagaimana, melalui
media apa, dan untuk apa. Dari rumusan ini cakupan dakwah secara ringkas
adalah sebagai berikut.
a. Apa, merupakan ajaran Islam dengan berbagai dimensi dan
substansinya. Ia dapat dikutip dan ditafsirkan dari sumber pokoknya,
yaitu dari kitab suci al-Qur’an dan Hadits. Namun bisa juga diambil dari
penjelasan-penjelasan para ulama yang sohih. Dalam bahasa popular,
“apa” dikenal sebagai materi atau pesan dakwah. Tentunya hal ini harus
benar-benar dikuasai oleh para pelaku dakwah. Karena dakwah
membutuhkan pemahaman yang komprehensif bukan pemahaman yang
parsial. Sehingga mad’unya akan mendapatkan pemahaman yang utuh
dan mencerahkan.
b. Siapa pertama, merupakan yang menyeru atau yang menyampaikan
pesan dakwah. Ia adalah seorang pelaku dakwah. Dalam kasus sehari-
hari, terutama dalam masyarakat Indonesia, siapa dikenal dengan sebutan
mubaligh, kyai, ustadz atau juru dakwah, bahkan penyelenggara atau
pengelola dakwah. Pelaku dakwah harus memiliki sikap yang arif dan
bijaksana. Selain mengajak dan memberikan informasi yang bermanfaat
pada mad’unya, ia juga harus mempu memberikan teladan bagi
mad’unya. Karena salah satu kunci kesuksesan dakwahnya rasulullah
juga karena keteladanan akhlaknya. Selain itu seorang pelaku dakwah
juga harus mampu membaca kecenderungan maupun psikologi
mad’unya. Dengan begitu proses dakwah bisa berjalan dengan efektif.
c. Siapa yang kedua adalah sasaran dakwah atau mad’u dalam bahasa
yang lain. Ia merupakan peserta dakwah, baik perseorangan atau kolektif,
laki-laki atau perempuan, anka-anak atau orang dewasa demikian
seterusnya.

4
d. Cara, menunjukkan metode yang digunakan dalam kegiatan dakwah.
Juga dapat disamakan sebagai alat dakwah yang menjadi kelengkapan
dari metode. Ada banyak cara yang dapat digunakan dalam berdakwah.
Seperti; ceramah, dialog, keteladanan, melalui tulisan, karya sastra dan
lain sebagainya. Cara atau metode menempai posisi yang tidak kalah
penting dengan isi atau materi. Tidak sedikit persoalan-persoalan yang
baik, disampaikan dengan cara yang kurang baik atau tidak efektif
berdampak pada hasil yang tidak baik juga. Untuk itu cara dan metode
harus benar-benar diperhatikan oleh seorang pelaku dakwah.
e. Saluran, merupakan media yang digunakan dalam berdakwah. Ia
dapat berupa saluran langsung tatap muka. Juga dapat berupa saluran
media manakala dakwah dilakukan dalam jarak jauh, seperti telepon,
radio, surat kabar, jurnal, majalah, televisi, internet (media sosial) dll.
f. Untuk, menunjukkan tujuan dakwah. Ia dapat dirumuskan dalam
bentuk tujuan yang sangat spesifik sampai tujuan yang sangat umum. 8

Dalam berdakwah juga tidak boleh asal dalam keseluruhan prosesnya.


Berikut merupakan prinsip dan strategi dakwah.9
a. Memperjelas secara gamblang sasaran-sasaran ideal. Sebagai langkah
awal dalam berdakwah, terlebih dahulu harus diperjelas sasaran apa yang
ingin dicapai, kondisi umat Islam bagaimana yag diharapkan? Baik
dalam mewujudnya sebagai individu maupun wujudnya sebagai suatu
komunitas masyarakat.
b. Merumuskan masalah pokok umat islam. Dakwah bertujuan untuk
menyelamatkan umat dari kehancuran dan untuk mewujudkan cita-cita
ideal masyarakat utama. Rumuskanlah terlebih dahulu masalah pokok
yang dihadapai umat, kesenjangan antara sasaran ideal dan kenyataan
yang kongkret dari pribadi-pribadi muslim, serta kondisi masyarakat
dewasa ini. Jenjang masalah ini pun tidak sama antara kelompok
masyarakat yang satu dan kelompok masyarakat yang lainnya. Dalam
setiap kurun waktu tertentu harus ada kajian ulang terhadap masalah itu
seiring dengan pesatnya perubahan masyarakat dan zaman.
c. Merumuskan isi dakwah. Jika kita sudah berhasil merumuskan
sasaran dakwah beserta masalah yang dihadapkan masyrakat Isalam

8 Asep Muhyidin, dan Agus Ahmad Safei, Metode Pengembangan Dakwah, Pustaka
Setia, Bandung, 2002, 27.
9 Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, Gema Insani Press, Jakarta, 2000, 70.

5
maka langkah selanjutnya adalah menentukan isi dakwah itu sendiri. Isi
dakwah harus sinkron dengan masyarakat Islam sehingga tercapai
sasaran yang telah ditetapkan. Ketidaksinkronan dalam menentukan isi
dakwah ini bisa menimbulkan dampak negatif yang disebut istilah
double morality pribadi muslim. Misalnya, seorang muslim yang
beribadah, tetapi pada waktu yang sama ia dapat menjadi penindas,
koruptor, dan pelaku perbuatan tercela lainnya. Sebenarnya, akar
moralitas pribadi muslim itu disebabkan oleh keterpecahan ilmu
pengetahuan yang tergambar dalam pribadi-pribadi ulama atau
cendekiawan muslim yang berbeda disiplin ilmunya itu, sering kurang
apresiatif terhadap sesamanya. Ada yang menguasai teologi dan filsafat,
tapi meremehkan hukum (fikih). Sebaliknya, ada yang mendalami fikih,
namun melecehkan teologi dan filsafat Islam. Kondisi keterpecahan itu,
menyebabkan isi dakwah yang dijalankan kurang menyentuh persoalan
dan bukan merupakan penyelesaian masalah yang tuntas.Jadi, untuk bisa
menyusun isi dakwah secara tepat, dibutuhkan penguasaan ilmu yang
komprehensif.
d. Menyusun paket-paket dakwah. Menyadari realita masyarakat
Indonesia yang majemuk, maka tugas para pelaku dakwah adalah
menyusun paket-paket dakwah sesuai dengan masyarakat sasaran beserta
permasalahan lahan yang dihadapinya. Bila diperhatikan paket dakwah
bisa dikualifikasikan berdasarkan umur, keprofesian, status sosial.
Kualifikasi tersebut sangat penting bukan hanya dari segi substansi saja
tetapi meliputi juga cara penyampaiannya.
e. Evaluasi kegiatan dakwah. Tugas paling penting adalah bagaimana
mengkoordinasikan pelaksanaan dakwah itu. Apa yang harus dikerjakan
setelah dakwah itu berjalan? Di sinilah pentingnya koordinasi untuk
mengadakan evaluasi, sejauh mana hasil dakwah yang telah dicapai.

Media Sosial
Media sosial merupakan sebuah media online, di mana para
penggunanya melalui aplikasi berbasis internet dapat berbagi, berpatisipasi,
dan menciptakan konten berupa blog, wiki, forum, jejaring sosial, dan ruang
dunia virtual yang disokong oleh teknologi multimedia yang kian canggih.

6
Pada saat ini, jejaring sosial, blog, dan wiki merupakan media sosial yang
paling banyak digunakan dan tumbuh pesat di antara yang lainnya.10
Pada satu sisi, kemunculan media sosial telah menguntungkan banyak
orang. Orang di belahan dunia manapun bisa dengan mudah berinteraksi dan
ongkos yang jauh lebih murah dibandingkan melalui telepon. Selain itu,
dengan adanya media sosial penyebaran informasi juga semakin cepat.
Beberapa kelebihan media sosial lainya jika dibandingkan media
konvensional antara lain: Pertama, Cepat, ringkas, padat dan sederhana.
Kalau kita lihat, setiap produksi media konvensional membutuhkan
keterampilan khusus, standar yang baku dan kemampuan marketing yang
unggul. Sebaliknya, media sosial begitu mudah digunakan (user friendly),
bahkan pengguna tanpa basis pengetahuan Teknologi Informasi (TI) pun
dapat menggunakannya hanya komputer, tablet, smartphone, ditambah
koneksi internet. Kedua, Menciptakan hubungan lebih intens. Media-media
konvensional hanya melakukan komunikasi satu arah. Untuk mengatasi
keterbatasan itu, media konvensional mencoba membangun hubungan dengan
model interaksi atau koneksi secara live melalui telepon, sms atau twitter.
Sedangkan media sosial memberikan kesempatan yang lebih luas kepada user
untuk berinteraksi dengan mitra, pelanggan, dan relasi, serta membangun
hubungan timbal balik secara langsung dengan mereka. Ketiga, jangkauan
luas dan global. Media-media konvensional memiliki daya jangkau secara
global, Tetapi untuk menopang itu perlu biaya besar dan membutuhkan waktu
lebih lama. Sedangkan melalui media sosial, siapa pun bisa
mengkomunikasikan informasi secara cepat tanpa hambatan geografis.
Pengguna media sosial juga diberi peluang yang besar untuk mendesain
konten, sesuai dengan target dan keinginan ke lebih banyak pengguna.
Keempat, terkendali dan terukur. Dalam media sosial dengan sistem tracking
yang tersedia, pengguna dapat mengendalikan dan mengukur efektivitas
informasi yang diberikan melalui respons balik serta reaksi yang muncul.
Sedangkan pada media-media konvensional, masih membutuhkan waktu
yang lama.11
10 Ani Mulyati, Panduan Optimalisasi Media Sosial untuk Kementerian
Perdagangan RI, Pusat Humas Kementerian Perdagangan, Jakarta, 2014, 25

11 Ani Mulyati, Panduan Optimalisasi Media Sosial untuk Kementerian


Perdagangan RI, Pusat Humas Kementerian Perdagangan, Jakarta, 2014, 31-32.

7
Akan tetapi ada pula dampak negatifnya, di antaranya; berkurangnya
interaksi interpersonal secara langsung, menyebabkan kecanduan, serta
persoalan etika dan hukum karena kontennya yang melanggar moral, privasi
serta peraturan. Sehingga, pada akhirnya melahirkan budaya baru di
masyarakat tentang pemanfaatan waktu yang dipengaruhi oleh media sosial.
Pengguna media sosial sekarang tidak hanya di waktu luang saja, namun juga
pada waktu-waktu sibuk, karena dimanfaatkan sebagai sarana untuk bekerja.
Batasan waktu, ruang dan jangkauan menjadi hilang, sehingga gaungnya pun
menjadi luas tanpa sekatsekat seperti pada efek dari media konvensional.
Oleh karenanya, kearifan dalam pemakaian media sosial harus
dipertimbangkan karena dampaknya sulit diprediksi, apalagi kalau kontennya
melanggar kepatutan, etika, norma-norma masyarakat, budaya dan yang
lainnya.
Ada banyak macam media sosial yang dapat digunakan sebagai
sarana berdakwah, antara lain: Media sosial dalam bentuk video. Di antara
yang masuk dalam kategori ini adalah YouTube (www.youtube.com).
YouTube merupakan situs berbagi video yang berkantor pusat di San Bruno
Calofornia Amerika Serikat. Selain YouTube ada Maka, dengan adanya media
sosial berbasis video seperti ini, siapapun dan kapan pun orang dapat
mengakses untuk memanfaatkan video yang ada di dalam situs tersebut
sekaligus juga dapat mengunggah video ke dalamnya yang nantinya akan
dapat disaksikan oleh banyak orang. Untuk itu media ini sangat layak untuk
dijadikan sebagai sarana untuk berdakwah bagi para pelaku dakwah.
Aplikasi Medsos dalam bentuk Mikroblog. Di antara yang termasuk
dalam kategori ini adalah Twitter (www.twitter.com), dan Tumblr
(www.tumblr.com). Twitter merupakan aplikasi yang paling popular di
Indonesia selain facebook. Sedangkan Tumblr merupakan aplikasi medsos
yang didirikan oleh David Karp dari New York Amerika Serikat. Aplikasi ini
dinilai cukup efektif untuk berdakwah karena para pelaku dakwah dapat
memposting pesanpesan moral yang bersumber dari nilai-nilai Islam ke
dalam aplikasi tersebut sehingga bisa siakses dan dibaca oleh banyak orang.
Aplikasi Medsos Berbagi Jaringan Sosial, yang masuk dalam kategori
ini adalah Facebook, Instagram, Sama seperti aplikasi yang lainnya, dengan
aplikasi dalam kategori ini para pelaku dakwah juga dapat memposting atau

8
menshare pesan-pesan dakwah sehingga bisa diakses oleh bermanfaat bagi
banyak orang.

Dakwah melalui Media Sosial


Era Industri 4.0 sangat dekat dengan fenomena penggunaan sosial
media. Saat ini masyarakat harus bisa menyikapinya dengan baik, karena yang
terjadi saat ini penyebaran informasi menjadi lebih mudah dan cepat akan
tetapi, informasi tersebut masih seringkali tidak diteliti terlebih dahulu
kebenarannya, sehingga menjadikan kajian pemikiran masyarakat itu dangkal.
Dengan informasi yang berasal dari salah satu media sosial milik individu,
sudah merasa bahwa dirinya menguasai segalanya. Padahal yang seharusnya
ia lakukan adalah mengkajinya kembali lewat media buku, jurnal dan media
lainnya yang lebih terbukti kebenarannya.
Penggunaan media sosial sudah tidak dibatasi usia, agama, ras dan
golongan di seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu dalam menyampaikan
dakwah harus memperhatikan hal-hal agar tidak menimbulkan persepsi
bahkan tindakan yang tidak diinginkan.
Pertama, memperhatikan Etika dan Estetika dalam menyampaikan
pendapat. Dalam pemanfaatan media sosial secara umum maupun sebagai
sarana berdakwah harus memperhatikan etika-etika dan norma-norma dalam
bermedia sosial.
Etika dakwah berarti tata krama, adab, dan kesopanan dalam
berdakwah, baik dalam tampilan, tutur kata, maupun tindakan. Estetika
dakwah merupakan upaya maksimalisasi dakwah dalam tanggap rasa. Segala
sesuatu dianggap baik karena berhubungan dengan manusia sebagai makhluk
yang berperasaan. Estetika menjadi bagian dari ikhtiar manusia untuk
mewujudkan kebaikan dakwah dengan cara-cara yang mencerminkan nuansa
keindahan atau dibalut dengan cara yang estetis.
Etika dan estetika dakwah dalam kaitannya dengan masyarakat,
menegaskan keberadaan dakwah sebagai aktivitas yang mempertimbangkan
aspek-aspek yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, termasuk budaya
yang dimilikinya sehingga dakwah yang dilakukan dapat beradaptasi dengan
budaya dan bahkan memanfaatkannya untuk kepentingan dakwah. Begitu pun
sebaliknya, dakwah memberikan peneguhan dan penguatan atas budaya yang
dianggap baik dan perlu dipertahankan. Etika dakwah memberikan suatu
tuntunan agar dakwah sedapat mungkin merefleksikan pemenuhan kebutuhan

9
dasar manusia dalam arti yang sehat dan sesuai dengan pemenuh fitrah
mereka.
Etika dan estetika dakwah bertujuan, antara lain: a) agar para pelaku
dakwah atau yang sedang menekuni profesi dakwah dapat memahami nilai-
nilai kebaikan sebagai standar, patokan, tolak ukur perbuatan dalam
berdakwah; b) para pelaku dakwah mampu menganalisis secara kritis baik
buruk dan indah tidaknya perbuatan dakwah; c) para pelaku dakwah dapat
melakukan evaluasi secara normatif baik buruk, indah tidak indah perbuatan
dakwah; d) para pelaku dakwah terdorong untuk berusaha menjadikan nilai-
nilai yang utama membentuk karakter, watak, serta kepribadian pelaku
dakwah sesuai dengan tuntunan moral dan ajaran agama.12
Memperhatikan etika dan estetika ketika memberikan dakwah pada era
4.0 merupakan hal yang sangat penting. Karena era 4.0 telah membentuk
masyarakat menjadi lebih kritis dalam mencerna sebuah dakwah oleh pelaku
dakwah.
Kedua, menggunakan bahasa yang menyentuh masyarakat. Tidak
boleh melontarkan kalimat-kalimat yang berpotensi pada pencemaran nama
baik, juga dilarang membuat pernyataan-pernyataan yang provokatif dan
mengarah pada persoalan isu sara. Lemah lembut dan menghindari sikap
kasar, Ketentuan ini tercantum dalam QS. Ali-Imran ayat 159 yang berbunyi:

َ‫ب للمنفل ض‬
‫ضههوا لمههمن لحموللهه ل‬
ۖ‫ك‬ ‫ت فلظظههاَ لغلليِهه ل‬
‫ظ املقلملهه ل‬ ‫ت للههههمم ۖ لوللههمو هكمنهه ل‬ ‫فلبللماَ لرمحلمةة لملن ا‬
‫ال للمن ل‬
‫ب‬ ‫اه ۚ إلان ا ل‬
َ‫اه يهلحهه ض‬ ‫ف لعمنههمم لوامستلمغفلمر للههمم لولشاَلومرههمم لفيِ امللمملر ۖ فلإ للذا لعلزمم ل‬
‫ت فلتللواكمل لعللىَ ا ل‬ ‫لفاَمع ه‬
‫املهمتللوككلليِلن‬
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya”

Makna ayat ini, dakwah hendaknya dilakukan dengan cara yang lemah
lembut, menghindari kata-kata yang arogan dan anarkis. Hikmah dibalik

12 Hajir Tajiri, Etika dan Estetika Dakwah Perspektif Teologis, Filosofis, dan Praktis,
PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2015, 18.

10
larangan, pada dasarnya manusia tidak senang diperlakukan secara kasar, dan
umumnya manusia menghindar atau lari ketika ia diperlakukan secara kasar.
Ketika menyampaikan dakwah sudah seharusnya kita dapat
menyampaikannya dakwah tersebut dengan santun, jangan sekali-kali
bersikap kasar dan merasa paling pintar saat sedang menyampaikan nasihat.
Pendengar bukan malah tertarik atau bersimpati dengan apa yang kita
sampaikan, malah mereka akan enggan memperhatikan apa yang kita
sampaikan.
Bahasa yang kita gunakan harus dapat dipahami sesuai dengan tingkat
keintelektualan objek dakwah. Bahasa yang digunakan saat berdakwah
dihadapan masyarakat awam harus berbeda dengan bahasa yang digunakan
saat berdakwah di hadapan masyarakata terpelajar. Perbedaan bahasa tersebut
bukan tanpa alasan sebab salah pengucapan bahasa akan sulit dipahami bagi
yang mendengarnya.
Misalnya saja ketika seorang pelaku dakwah berdakwah dihadapan
masyarakat awam namun menggunakan bahasa intelektual atau ilmiah yang
tinggai, tentu saja masyarakat yang mendengarnya akan mejadi bingung dan
susah memahaminya. Untuk itu, gunakan bahasa sesuai dengan orang yang
akan kita beri dakwah.
Ketiga, bertanggungjawab atas apa yang disampaikan dengan
mengutip dan menafsirkan dari sumber pokoknya, yaitu dari kitab suci al-
Qur’an dan Hadits. Namun bisa juga diambil dari penjelasan-penjelasan para
ulama yang sohih. Tentunya hal ini harus benar-benar dikuasai oleh para
pelaku dakwah. Karena dakwah membutuhkan pemahaman yang
komprehensif bukan pemahaman yang parsial. Sehingga mad’unya akan
mendapatkan pemahaman yang utuh dan mencerahkan.
Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW. Al Qur’an merupakan sumber rujukan paling utama bagi
umat Islam, dan bagian dari rukun iman. Al Qur’an dinyatakan
sebagai pedoman hidup dan rahmatan lil ‘alamin, artinya, siapa saja yang
mengaku dirinya sebagai muslim, maka sudah sepantasnyalah dia
mengamalkan apa-apa yang terdapat di dalam Al Qur’an tersebut.
Menjadikan Al Qur’an sebagai imam, berarti mengakui seluruh
kandungan yang ada di dalamnya, baik berupa aqidah, ibadah, syiar, akhlaq,
adab, syariat, dan muamalah. Seorang muslim tidak boleh hanya mengambil

11
sebagiannya saja, misalnya dia hanya mengambil bagian aqidah, namun
menolak bagian ibadah. Atau dia mengambil bagian syariat, namun menolak
aqidah. Atau dia mengambil bagian ekonomi, namun menolak bagian
politik, dan seterusnya.
Hadis shahih adalah hadis yang telah diakui dan disepakati
kebenarannya oleh para ahli hadis sebagai sesuatu yang datang dari
Rasulullah SAW. Sedangkan hadis hasan dipahami hampir setara dengan
hadis shahih, namun yang membedakannya adalah tingkat kedhabithan para
periwayat yang meriwayatkan hadis tersebut.13 Hadis shahih dan hadis hasan
adalah termasuk kategori hadis yang dapat diterima dan dijadikan pedoman,
ikutan serta sumber hukum.
C. Penutup
Kesimpulan dari cara melakukan dakwah yang efektif tanpa
mengurangi esensi dakwah sehingga tidak menimbulkan salah persepsi di
masyarakat dengan memperhatikan hal-hal di bawah ini.
Pertama, memperhatikan Etika dan Estetika dalam menyampaikan
pendapat. Dalam pemanfaatan media sosial secara umum maupun sebagai
sarana berdakwah harus memperhatikan etika-etika dan norma-norma dalam
bermedia sosial.
Kedua, menggunakan bahasa yang menyentuh masyarakat. Tidak
boleh melontarkan kalimat-kalimat yang berpotensi pada pencemaran nama
baik, juga dilarang membuat pernyataan-pernyataan yang provokatif dan
mengarah pada persoalan isu sara.
Ketiga, bertanggungjawab atas apa yang disampaikan dengan
mengutip dan menafsirkan dari sumber pokoknya, yaitu dari kitab suci al-
Qur’an dan Hadits. Namun bisa juga diambil dari penjelasan-penjelasan para
ulama yang sohih. Tentunya hal ini harus benar-benar dikuasai oleh para
pelaku dakwah. Karena dakwah membutuhkan pemahaman yang
komprehensif bukan pemahaman yang parsial. Sehingga mad’unya akan
mendapatkan pemahaman yang utuh dan mencerahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Davies, R. (2015). Industry 4.0 Digitalisation for productivity and growth.

Didin Hafidhuddin, 2000, Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani Press.

13 Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, PP2-IK, Medan, 2003, 17.

12
Drath, R., & Horch, A. 2014. Industrie 4.0: Hit or hype?. IEEE industrial electronics
magazine, 8(2), pp.

Hajir Tajiri. 2015. Etika dan Estetika Dakwah Perspektif Teologis, Filosofis, dan
Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Hermann, M., Pentek, T., & Otto, B. 2016. Design Principles for Industrie 4.0
Scenarios. Presented at the 49th Hawaiian International Conference on
Systems Science.

Jumantoro, Totok. 2001. Psikologi Dakwah Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan Yang


Qurani, Wonosobo: Amzah.

Muhyidin, Asep dan Agus Ahmad Safei, 2002. Metode Pengembangan Dakwah,
Bandung: Pustaka Setia.

Mulyati, Ani. Panduan Optimalisasi Media Sosial untuk Kementerian Perdagangan


RI, Jakarta: Pusat Humas Kementerian Perdagangan, 2014.

Sanwar, M. Aminuddin. 2000. Pengantar Ilmu Dakwah, Semarang: Fakultas Dakwah


IAIN Walisongo.

Saputra, Wahidin, 2011. Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Shaleh, Abd. Rosyad. 2000. Manajemen Dakwah Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Wahid, Ramli Abdul, 2003, Studi Ilmu Hadis, Medan: PP2-IK..17

13

Anda mungkin juga menyukai